NovelToon NovelToon

ALLETHA

Hanya Beban

Aku Alettha Kinaya Ayu, gadis belia berusia 16 tahun yang baru saja menjadi seorang yatim piatu.

Mamaku meninggal saat melahirkan ku dan kini papa ku juga pergi bersama menyusul mama. Meski sebelum pergi papa sudah menikah dengan seorang wanita dengan seorang putri yang kini ku panggil dengan sebutan kakak.

Nama nya mama Mona dan Kak Silvi. Tapi mereka tidak menyukai ku, meskipun di depan papa mereka begitu baik padaku.

Aku menghapus air mata ku dengan kasar menatap kedatangan seorang wanita yang menatap ku sinis.

" Disini kamu rupa nya." Gumam nya dengan kasar menatap Alettha.

Alettha menunduk takut menatap Mona yang datang dengan tatapan sinis.

"Dengar Alettha, papamu itu tidak meninggalkan sepeser pun harta untukmu maupun untuk ku. Hanya hutang yang dia tinggalkan dan juga kau sebagai beban kehidupan ku.. Akh... bagaimana bisa seperti itu."

Alettha menatap Mona dengan takut

" Mama Mona tidak akan membuang ku kan, Alettha tidak punya siapa pun disini ma..". Tak terasa air mata gadis itu mengalir begitu saja.

Mona menatap Alettha kemudian mengembuskan nafas dengan kasar .

" Kau bukan anakku, jadi urus saja hidup mu sendiri tanpa mengikut campurkan dengan kehidupan ku atau putriku Silvi." Ucap Mona dengan lantang mendorong bahu Alettha dengan keras.

Gadis itu terhuyung ke belakang .

" Ma...ma...mama, Alettha mohon maa..ajak Alettha bersama mama . Alettha janji gak akan nyusahin mama atau kak Silvia ma.."

Alettha terus mengejar langkah Mona yang berjalan cepat meninggalkan nya.

Gadis itu terus memohon dengan air mata yang berderai deras di wajah cantik nya, namun Mona sama sekali tidak memiliki rasa iba pada anak tiri nya itu.

Mona dengan kasar mendorong tubuh mungil Alettha hingga tersungkur ke tanah yang kasar, Mona melenggang pergi bersama dengan turun nya rintik hujan yang membasahi tubuh gadis kecil itu.

Hujan turun begitu deras dengan deraian air mata Alettha.

" Mama papa ajak Alettha bersama kalian, Alettha sendiri disini gak ada yang peduli sama Alettha.." Seru nya sendu.

Alettha bingung kemana dia harus pergi sekarang. Keluarga satu satunya hanya lah ibu tiri dan kakak tirinya saja namun mereka malah pergi meninggalkan nya, sedangkan Alettha sama sekali tidak memiliki apa pun.

Gadis itu berdiri perlahan kemudian berjalan di jalanan yang sepi dengan rintikan hujan yang membasahi tubuh mungil nya.

Alettha mendekap erat tubuh nya karena kedinginan.

Tinnn..

Sebuah cahaya terang seketika menyilaukan mata Alettha membuat gadis itu menyilangkan tangan nya .

Sebuah mobil melaju dengan kencang menebus lebat nya hujan dan juga tubuh mungil Alettha yang terhempas cukup keras di aspal yang kerasa dan dingin.

" Akh...." Pekik Gadis itu dengan keras.

Mobil hitam itu seketika langsung berhenti saat menyadari telah menabrak seseorang.

" Astaga pak Anton, kenapa bisa sampai menabrak orang. " pekik seorang wanita yang sudah berumur menatap kebelakang mobil nya melihat keadaan seseorang yang tergeletak di sana.

" Maaf nyonya saya tidak melihat jika ada orang, sebaiknya kita pergi saja nyonya." usul pria bernama Anton itu.

Wanita itu menatap tajam supir pribadi nya itu.

" Putar balik kita harus melihat keadaan nya, bisa saja dia masih bisa di selamatkan."

Seketika supir itu tertunda takut dan kemudian memutar arah mobil nya menghampiri tubuh Alettha.

Cahaya putih itu kembali menembus pengelihatan Alettha yang kini sudah begitu lemas.

" Mama, apa mama datang menjemput ku.." Gumam Alettha menatap seorang wanita dengan pakaian formal turun dari mobil menatap nya dengan panik.

" Pak Anton cepat, bawa masuk gadis itu bawa ke rumah sakit sekarang." Ucap nya panik mendekati Alettha di bawa guyuran hujan deras.

Sayu mata itu mulai tertutup perlahan.

" Nak, apa kau baik baik saja?. Percaya semua nya akan baik saya akan membawa mu kerumah sakit bertahan lagi sebentar."

Tubuh mungil itu di masukan kedalam mobil.

Tubuh penuh luka Alettha membuat wanita itu tertegun dan merasa iba.

" Maafkan saya, saya akan bertanggung jawab untuk mu. Bertahan lah nak." gumam nya mengelus kepala Alettha yang penuh darah.

Wanita itu adalah Delima Wijaya seorang wanita karir yang begitu mapan dan sempurna. Memiliki suami seorang dokter dan juga 2 orang putra yang tampan.

Wanita berusia 47 tahun itu terlihat masih begitu cantik dan modis di usia nya yang menginjak 50 tahun, semua orang selalu iri melihat nya . Kekayaan tubuh dan wajah yang sempurna belum lagi keluarga yang begitu harmonis dan suaminya yang selalu meratukan dirinya.

Mobil itu melaju cepat menembus hujan yang semakin deras menuju rumah sakit di mana suaminya sedang bertugas saat itu.

Delima mengotak atik ponselnya mencari kontak suaminya dan langsung menghubungi nya.

" Hallo sayang, ada apa?" . Seru suara di sebrang sana.

" Paaa, mama...mama.." Suara Delima nampak begitu panik membuat Mukhlis Wijaya khawatir.

" Ada apa, apa terjadi sesuatu ?."

Hening Delima nampak cemas mengatakan nya.

" Maa, ada apa katakan?".

Delima menghela nafas panjang.

" Mama sama pak Anton menabrak seorang anak remaja pa, sekarang kami menuju rumah sakit papa."

" Apaaa....., tapi kamu gak papa kan?."

Mukhlis cukup terkejut dengan ucapan Istri nya itu dan juga khawatir.

" Mama gak papa, hanya saja gadis itu luka parah pa. Sebentar lagi mama sampai Dirumah sakit."

" Ok , mama jangan khawatir itu bukan salah mu dan percaya saja semua akan baik baik saja."

Mukhlis memberikan pengertian agar istri nya itu berhenti khawatir dengan keadaan saat ini dia rasakan.

" Iya pa." Delima mematikan sambungan telepon nya dengan Muklis dan fokus menatap Alettha yang masih diam.

Cantik

Hanya itu gambaran yang pas saat menatap anak gadis yang kini tergeletak di pangkuan nya itu.

Delima berfikir bagaimana gadis remaja itu berada di jalanan dengan hujan deras dan basah kuyup, di mana orang tua nya atau keluarga gadis itu. Bagaimana bisa membiarkan seorang gadis remaja berjalan sendiri di malam hari .

" Mama..." Gumam Alettha pelan.

Delima yang sibuk dengan pikiran nya kemudian menatap panik Alettha yang mengigau menyebut mama nya.

" Sabar nak, sebentar lagi kita sampai di rumah sakit dan suami ku akan menyelamatkan mu. Bertahan lah nak.." Ucap Delima lembut.

Tubuh Alettha mulai menggigil membuat Delima semakin panik.

" Ayo pak Anton cepat, gadis ini mulai menggigil pak Anton jangan sampai terjadi sesuatu pada nya atau saya akan membawa pak Anton ke penjara ." Ucap Delima dengan keras.

" Ini sudah cepat buk, saya juga memikirkan keselamatan ibuk juga sebentar lagi sampai di rumah sakit tuan buk sabar." Gumam Pak Anton yang mulai takut jika terjadi sesuatu pada gadis itu .

Tak lama mobil itu berhenti di depan sebuah rumah sakit yang besar dan langsung di sambut langsung oleh para perawat dan juga Dokter Muklis suami Delima.

Keluarga Ibu Mona

Mentari menembus masuk kedalam cela cela gorden putih di rumah sakit itu.

****

Sebuah mata perlahan terbuka dengan perlahan.

Putih

" Di mana aku?." Gumam Alettha menatap sekelilingnya dan menahan kepala nya yang terasa begitu berat dan nyeri.

Alettha mengingat ingat kejadian sebelumnya saat dirinya pergi dan hujan hujanan kemudian ada sebuah mobil yang menabrak nya kemudian gadis itu tak ingat lagi.

" Akh..kepala ku pusing sekali.." Gumam Alettha.

Clek

Pintu terbuka dan nampak seorang pria dengan setelah jas putih terkejut melihat Alettha yang sudah siuman dan sedang memegangi kepalanya.

" Hey nak, apa kamu baik baik saja?". Ucap Dokter Muklis langsung mendekat kearah Alettha.

Alettha menatap Pria asing yang tak lain adalah dokter Dirumah sakit itu dengan heran.

" Bagaimana saya disini dokter, seharusnya tidak ad orang yang menolong ku agar aku bisa bertemu dengan orang tua ku saja.." Alettha nampak histeris membuat Muklis khawatir.

" Tenang nak, semua akan baik baik saja. Tenang kan dirimu. Kamu baru saja sadar setelah 7 hari kamu tidak sadar kan diri."

Alettha menatap Dokter Muklis.

" Saya koma dokter, lantas kenapa saya masih disini sedang kan saya tanpa identitas dokter?."

Muklis menghela nafas nya berusaha membuat Alettha jauh lebih tenang.

" Kamu tidak perlu memikirkan hal itu nak, kamu disini dengan jaminan saya sebagai pemilik rumah sakit ini dan juga.."

Muklis menghentikan ucapannya memikirkan dari mana dia harus bicara tentang Delima yang tak sengaja menabrak dirinya.

Alettha diam menunggu ucapan Dokter Muklis.

" Maaf, karena supir pribadi istri ku dan juga istri ku sendiri membuat mu dalam kondisi saat ini. Tapi percayalah dia berusaha menyelamatkan mu dan membawa mu kemari nak."

" Seharusnya tidak perlu melakukan itu semua, bisa saja saya sudah bertemu dengan orang tua saya jika istri dokter langsung meninggalkan saya."

Dokter Muklis begitu terkejut mendengar ucapan Alettha.

" Sebelum nya, saya ingin tahu nama kamu nak dan berapa usia mu?". Dokter Muklis berusaha mengalihkan pembicaraan mereka.

Alettha menatap jendela rumah sakit yang memperlihatkan seorang suster membawa pergi pasien nya.

" Nama ku Alettha Kinaya Ayu dan usia ku 16 tahun dokter." Gumam Alettha lirih.

" Nama yang cantik secantik pemilik nya, sekarang saya sudah bisa memberikan identitas padamu."

" Kapan saya boleh pergi dari sini, saya tidak ingin merepotkan orang lain dokter."

" Tetap disini sampai keadaan mu membaik, setelah itu saya bisa bantu agar kamu bisa bertemu dengan keluarga mu."

Alettha menggeleng pelan.

" Aku tidak punya siapa pun, lagi pula dokter terlalu baik membantu saya."

Dokter Muklis nampak terkejut dengan ucapan gadis itu. Entah trauma apa yang sedang di rasakan oleh nya

****

 Waktu berlalu begitu saja.

Muklis sendiri sudah memberi tahu tentang keadaan Alettha pada Mona membuat wanita itu merasa iba terhadap nya, Mona meminta agar Muklis bisa mengizinkan dirinya membawa Alettha kerumah mereka.

Itu semua juga karena Mona merasa bertanggung jawab atas apa yang terjadi pada gadis itu.

Alettha hanya diam saat Mona membawa nya kerumah besar itu.

"Dulu rumah ku juga sebesar dan sehangat ini, namun dulu." Alettha menatap rumah besar dengan bunga mawar yang mengelilingi rumah itu.

" Ini rumah saya, sekarang kamu bisa tinggal disini dan mengganggap kami adalah keluarga kamu ." Mona yang sedari dulu mengharapkan seorang anak perempuan merasa cukup terhibur dan senang dengan kehadiran Alettha meski gadis itu masih banyak diam.

Seorang wanita paru baya nampk berdiri kaku menatap siapa gadis yang dibawa oleh majikannya itu, wanita itu menutup mulut nya tak percaya.

" Nona muda Alettha.." Pekik nya tak percaya dan langsung berlari menghampiri dua orang yang menatapnya kaget itu.

" Nona Alettha..." Alettha seketika terdiam menatap siapa yang datang dan langsung memeluk tubuh nya itu.

" Bibik...." Seru Alettha pelan.

Deru nafas dan Isak tangis terdengar begitu menyayat hati.

Wanita itu adalah Kariyah. Pembantu sekaligus pengasuh Alettha sejak bayi, namun saat ayah Alettha menikah lagi pengasuhan seketika di berhentikan tanpa sepengetahuan mereka oleh istri baru ayahnya itu.

" Papan, bik..pa..paa..papa pergi meninggalkan Alettha . Papa jahat ninggalin Alettha sendiri dan kenapa bibik ada disini?. Kenapa bibik pergi gak bilang Alettha." Cerca gadis itu .

" Sabar yah non, semoga kehidupan nona Alettha jauh lebih baik. Maafin bibik pergi gak pamit tapi ini permintaan ibu nona Silvia."

Mona hanya diam menatap pembantu dan gadis yang di bawa sedang bercengkrama begitu dekat dan begitu saling mengenal.

" Nyonya, maaf kan saya." Ucap Kariyah menyadari Mona menatap pertemuan mereka.

" Gak papa bik, apa bibik mengenal gadis ini?."

Kariyah tersenyum menatap Alettha penuh kasih sayang.

" Dia anak yang saya asuh selama 15 tahun nyonya, dia anak dari majikan saya. Alhamdulillah setelah 1 tahun tidak bisa bertemu akhirnya kita bisa bertemu lagi nyonya." Seru Kariyah.

Mona hanya mengganguk dan tersenyum, banyak yang ingin dia tahu tentang gadis itu namun dia tahu situasi mungkin sedang tidak baik sekarang.

" Alettha akan tinggal disini sekarang bik, bawa dia ke kamar atas dan perlakukan dia dengan begitu baik."

" Baik nyonya."

Alettha menatap Mona.

" Ada apa Alettha, jika ada yang ingin kamu katakanlah?".

Alettha menghela nafas pelan.

" Izinkan saya kerja disini saja ya buk, bersama dengan bik Kariyah ."

Mona nampak terkejut dengan permintaan Alettha. Dia membawa nya kerumah nya bukan semata-mata untuk memperkerjakan gadis itu.

" Saya tidak meminta mu bekerja nak, hidup lah selayaknya kehidupan mu sebelum nya. Anggap aku adalah ibu mu..."

" Saya begitu bahagia dengan ucapan Bu Mona, tapi jika anda minta saya seperti itu sebaiknya saya pergi dari sini. Saya tidak ingin merepotkan kehidupan orang lain dan rasa iba tentu nya."

Mona diam dan berfikir mungkin sebaiknya seperti itu, Alettha juga pasti sungkan padanya dan keluarga nya.

" Baik lah, buat dirimu senyaman mungkin disini. Jika membutuhkan sesuatu langsung saja katakan pada ku atau bik Kariyah ."

Alettha tersenyum.

Mona meninggal Alettha dan bik Kariyah .

" Ayo masuk non, bibik anter ke kamar non Alettha." Bik Kariyah menggandeng tangan Alettha dengan senyum di wajah nya.

" Bik, jangan panggil aku dengan sebutan nona muda lagi. Panggil aku Alettha saja." Gumam Alettha lembut.

" Baik lah, mana yang bisa membuat non Alettha eh..Alettha nyaman saja ." Gumam bik Kariyah sembari tertawa pelan.

Bik Kariyah membawa Alettha berkeliling dan memberitahu beberapa tempat kamar dan juga taman mawar milik Mona.

Rumah itu benar benar megah dan mewah, begitu banyak foto masa kecil 2 anak laki-laki yang sudah di pastikan jika itu adalah kedua anak Mona dan dokter Muklis.

Di belakang rumah terdapat sebuah paviliun besar di mana para pekerja rumah itu tinggal.

" Bibik tinggal di paviliun itu?." Gumam Alettha saat memandang bangunan putih yang cukup besar di belakang rumah utama.

" Iya, disana semua pelayan supir tukang kebun ada semua Ndok."

Bik Kariyah berdiri di samping Alettha .

" Alettha tinggal Disana aja yah bik, sama bibik dan pekerja lain nya." Alettha menatap bik Kariyah .

" Tapi ndok nyonya meminta mu tinggal di rumah utama."

Alettha menggeleng pelan.

" Aku sama seperti pekerjaan di sini bik, aku bukan nona muda lagi jadi aku akan mulai kehidupan baru aku di sini. Cuman di sini aku di perlakukan sebaik ini ."

Bik Kariyah nampak sedih menatap anak majikannya yang dulu selalu tersenyum bahagia penuh kasih sayang dn limpahan harta, kini terlihat begitu menderita.

Rambut panjang nya nampak kusut. Wajah ayu nya nampak sendu entah apa yang dia alami selama ini, bik Kariyah begitu merasa iba melihat gadis belia itu .

Menolak Rasa Iba

 Waktu berlalu begitu cepat, tak terasa sudah 3 bulan Alettha berada dirumah Mona.

Gadis belia itu bekerja dan membantu pekerjaan yang ada dirumah besar milik keluarga Wijaya. Meski awalnya Muklis dan Mona tidak mengizinkan Alettha melakukan pekerjaan dan tinggal di paviliun khusus pembantu.

Mengingat gadis itu masih terlalu belia dan Mona berencana untuk membantu nya bersekolah lagi. Namun Alettha tidak ingin terus merepotkan orang lain akan kehidupan nya.

Gadis itu mulai jadi gadis yang mandiri sebisa mungkin dia tidak merepotkan semua orang, membantu setiap pekerjaan dan juga membantu Mona merawat kebun mawar kesayangan nya.

Hari ini Mona dan Muklis pergi ke Bali karena ada suatu urusan yang harus mereka selesaikan.

Alettha melihat Ayu yang sedang membersihkan rumah liar di belakang rumah, gadis itu berlari kecil dan menghampiri nya .

" Mbk Ayu, Alettha boleh bantu?." Seru nya berjongkok di depan gadis bernama Ayu.

Gadis bernama Ayu itu nampak yanya tersenyum dan membiarkan Alettha membantu nya. Ayu adalah pekerjaan lama Dirumah Mona, usia jauh lebih tua dari pada Alettha.

Mentari bersinar begitu terik di pagi hari itu membuat dua orang gadis muda yang sedang membersihkan rerumputan itu nampak berkeringat, angin datang sesekali berhembus lembut menerpa tubuh mereka.

" Astaga panas sekali, jam berap sih?." Seru Ayu mengibaskan tangan nya.

" Baru jam 10 mbk, istirahat dulu yuk di bawa pohon mangga itu.." Gumam Alettha.

Ayu mengganguk kemudian berjalan bersama dengan Alettha menuju pohon mangga yang cukup besar itu. Kedua gadis itu duduk sembari bersandar di pohon besar itu, menikmati angin yang menerpa nya dengan sejuk.

Mata Alettha terpejam menikmati sejuk nya angin.

Ayu sekilas menatap Alettha dan tersenyum.

" Kenapa kamu menolak menjadi keluarga Wijaya?". Gumam Ayu pelan.

Alettha membuka mata nya dan menatap Ayu yang tersenyum.

" Aku harus bisa bangkit sendiri mbk, jangan terlalu tergantung dengan orang lain. Aku gak mau hidup di bawah naungan ke ibahan dan juga rasa kasihan."

" Kamu masih terlalu muda Alettha, setidaknya menerima pendidikan saja itu lebih dari cukup. Jika ada waktu luang kamu kan bisa kembali bantu bantu?."

Alettha hanya diam.

" Maaf aku bukan lancang, itu semua pilihan mu Alettha. Mbk Ayu hanya bertanya dan jangan terlalu jadi pikiran." Ayu merasa tak enak hati saat tiba-tiba Alettha menjadi diam dan murung akibat ucapan nya.

" Mbk Ayu tahu tentang anak anak Bu Mona ?, kenapa aku tidak pernah melihat mereka ada disini?". Alettha mengalihkan pembicaraan mereka.

" Mereka sedang menempuh pendidikan di salah satu universitas di Singapura, sejak dulu tuan dan nyonya jarang bertemu mereka. Hanya sesekali jika sedang liburan saja, mereka calon penerus jadi memang belajar menjadi tunjangan yang di haruskan."

Alettha mengganguk kan kepala nya mengerti .

" Berapa, usia mereka dan nama mereka mbk Ayu?".

" Usia mereka jauh lebih tua dari kamu, sekitar 21 tahunan sekarang . Anak pertama mereka nama nya tuan muda Arsyaka Wijaya biasa di panggil den Arsya kalau anak kedua nya namanya tuan muda Arkhana Wijaya biasa di panggil den Arkha."

Alettha mendengar dengan serius ucapan Ayu agar nanti saat mereka bertemu Alettha sudah tahu.

" Mereka kembar yah mbk Ayu?".

Ayu mengganguk .

" Tapi setahu aku lebih baikan den Arkha sih dari pada den Arsya, sama sama tampan hanya saja berbeda sifat.".

" Memang kenapa mbk?".

Ayu nampak diam mengingat saat anak anak keluarga Wijaya masih ada dirumah itu.

" Entah kenapa den Arsya selalu bersikap dingin sejak kecil, kasar angkuh dan juga menyebalkan. Sudah lah yang penting mereka belum kembali datang kesini jadi aman deh...".

Mereka tertawa pelan kemudian kembali membersihkan rerumputan sebelum matahari semakin tinggi dan panas.

***

Seorang pemuda nampak diam menatap hamparan rumput dan pepohonan yang nampak bergoyang mengikuti irama angin yang saduh.

Dia adalah Arsyaka Wijaya pemuda berusia 20 tahun yang kini sedang menempuh pendidikan di salah satu universitas ternama. Pemuda dengan wajah dingin namun begitu sempurna.

Polesan wajah Yunani yang dapat membuat semua orang tak bergeming. Sikap dingin dan angkuhnya semakin membuat orang orang penasaran dengan putra pertama dari penguasa ternama dan juga dokter yang cukup handal itu .

Senyuman tak pernah sekalipun terukir di wajah tampan nya mata tajam nya dapat menguliti siapa saja yang menatap nya, rahang kokoh nya mempertajam wajah tampan nya.

Hari ini Arsyaka dan Arkahana akan kembali kerumah masa kecil mereka. Sejak kecil mereka jarang berada di rumah karena memang keharusan menempuh pendidikan yang cepat membuat mereka tidak leluasa menikmati masa kecil dan remaja mereka.

"Huft..." Arsya menghela nafas nya pelan.

Dia benar benar lelah jika harus di suruh kembali kerumah. Entah lah kenapa Arsya tidak begitu menyukai bertemu dengan orang tua mereka.

" Bang ..." Seru seorang pemuda dengan wajah sama persis seperti nya berjalan perlahan menghampiri nya.

Arsya hanya diam.

" Pesawat dah mau otw hayuk ah.."

Arsya hanya diam kemudian berbalik menatap kembaran nya itu yang nampak tersenyum kikuk mendapatkan tatapan tajam dari Arsya.

Dia adalah Arkhana Wijaya, putra kedua sekalian kembaran Arsya. Mereka begitu mirip hampir tak bisa di bedakan, namun mata Arkha jauh lebih teduh dan ramah senyuman pun selalu terukir indah di wajah nya.

Arkha adalah sisi baik dari Arsya si manusia kutub Utara.

Mereka segera berangkat ke bandara untuk segera brangkat menuju Indonesia. Dalam perjalanan hanya hening yang terlihat diantara 2 saudara itu. Arsya yang selalu sibuk dengan laptop dan pekerjaan nya sedangkan Arsya sibuk dengan grub di ponselnya yang begitu ramai.

Tak lama mobil yang di Kendari oleh supir itu berhenti di depan bandara.

Mereka segera pergi berlalu membawa koper koper mereka sendiri menunggu jadwal pesawat yang akan segera landing .

" Bang, diem ajee loo?." Gumam Arkha menatap Arsya yang diam.

" Berisik Lo." Singkat padat membuat Arkha langsung diam mendengar suara berat Arsya yang seperti ingin menelannya hidup hidup itu.

" What ever.." Arsha memasang earphone ke telinga nya acuh.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!