NovelToon NovelToon

JADE ( Who Stole My Virginity)

Bab 1

Mentari bersinar cerah pagi ini, aku menapakkan kakiku dan keluar dari dalam bis yang membawaku dari halte depan rumah sampai halte depan sekolah megah ini.

SMA Harapan Bangsa

Itulah yang pertama kali ditangkap oleh mata biruku. Sekolah bertaraf internasional yang menjadi impianku selama ini.

Terlahir dari keluarga sederhana, aku dituntut untuk memiliki prestasi di atas rata-rata agar mendapatkan beasiswa prestasi di sekolahku.

Sama seperti kali ini, hanya bermodalkan otak akupun melangkahkan kakiku memasuki sekolah elit ini

"Hai.., kamu Jade, kan?"

Aku pun menoleh dan mendapati seorang siswi tersenyum padaku.

Aahh...aku mengingatnya. Dia adalah siswi yang kemarin mendaftar bersamaku di hari terakhir. Panggil saja namanya Marry. Sama sepertiku, dia juga masuk ke sekolah ini lewat jalur prestasi, hanya bedanya dia berasal dari luar kota.

Akupun menyimpulkan senyum dan menjawabnya; "Hai..Marry, pagi banget udah nyampe?"

"Iya dong, calon siswa teladan nih".Jawabnya sambil nyengir.

Kamipun berjalan memasuki sekolah dan menuju Papan Pengumuman untuk mencari tahu dimana kelas kami, and luckily kami satu kelas, tepatnya di Kelas X IPA 1.

Saat memasuki kelas, ternyata hampir separuh penghuni kelas sudah datang. Ada rasa insecure yang mulai menelusup di hatiku. Aku menundukan pandangan dan mulai mengamati diriku sendiri, sepatu yang usang, tas sekolah dari kelas 2 SMP dan mungkin hanya seragam sekolah saja yang baru.

Aku mengedarkan pandangan ke seluruh kelas dan yang seperti kalian duga, semua anak-anak tampak hedon.

Aku bingung harus menempatkan diri dimana hingga terdengar suara bariton memecah celoteh para murid.

"Selamat Pagi anak-anak, perkenalkan nama saya Sammy Sudibyo. Saya yang akan menjadi wali kelas kalian. Sebelum bel sekolah berbunyi, kalian bisa menempatkan diri sesuai absensi kelas yang akan saya bagikan". Ternyata Pak Sammy masuk kelas sekedar membagikan absensi.

Terdengar riuh anak-anak berebut mencari absensi masing-masing hingga seorang siswi dengan perawakan tinggi semampai mengusulkan membaca Daftar Absensi, sebut saja namanya Pearlyn seperti nametag di sebelah kanan seragamnya.

Aku sempat terpaku dengan paras ayunya hingga panggilan berulang menyadarkanku dari lamunan.

"Jade Ong duduk disebelah Jannice Lee."

Ucap Pearlyn menyadarkanku.

Akupun tergagap dan mencari dimana letak tempat dudukku bersama teman sebangkuku yang baru. Hingga kami semua mendapatkan tempat duduk, barulah terlihat Pak Sammy memasuki kelas kembali dengan membawa beberapa map ditangannya.

"Baiklah anak-anak, berhubung ini adalah hari pertama kalian masuk sekolah maka Bapak akan menjelaskan terlebih dahulu peraturan-peraturan yang harus kalian taati di sekolah ini sebelum masa Orientasi kalian yang akan dimulai minggu depan". Jelas Pak Sammy

Pak Sammy pun menjelaskan beberapa poin yang semakin membuatku terhenyak dan benar-benar membuatku menyadari dimana statusku. Ada banyak peraturan baru disini yang benar-benar berbeda dari saat aku masih SMP. Salah satunya adalah jam kepulangan siswa yaitu 16.30 wib. Sedangkan bis untuk anak sekolah yang menuju kerumahku hanya sampai jam 15.00 wib.

Dan hanya satu hal yang terbersit dalam pikiranku: "ini baru hari pertama masuk sekolah dan aku sudah tidak tau bagaimana aku pulang ke rumah nanti sore."

Bel istirahat pun berbunyi memecah keheningan otakku. Aku hanya duduk termangu sambil memperhatikan teman-temanku yang berhamburan keluar kelas mungkin sekedar menuju kantin untuk mengisi perut mereka.

Aku membuka tas ranselku, mengeluarkan kotak bekal yang sudah disiapkan ibuku tadi pagi. Ada nasi dan lele goreng kesukaanku yang sengaja dipancing ayah dari kolam samping rumah kemarin dan ada juga sebungkus Kolak Pisang dalam box mika kecil yang aku bahkan tidak tau kapan ibuku menyiapkannya.

Dengan senyum merekah tanpa mengindahkan tatapan anak-anak yang masih di kelas aku mencoba menikmati bekal buatan ibuku. Aku bahkan tidak terpikir untuk dapat membeli jajan karna uang sakuku hanya cukup untuk ongkos pulang pergi naik bis. Tanpa kusadari Marry mendekatiku.

"Hai..boleh gabung?" ucapnya lembut. Dan akupun tergelak karna ternyata dia juga membuka kotak bekalnya dan menikmatinya disampingku.

"Sure Marry.." Jawabku sambil menyuapkan makanan ke mulutku.

Kegiatan sekolah pun berlalu dengan didominasi perkenalan dengan murid-murid lain dan sekedar menambah wawasan tentang lingkungan sekolah. Hingga Pak Sammy membubarkan anak-anak lebih awal, tepatnya di jam 14.00 WIB.

Dan inilah keberuntunganku di hari pertama karna bisa pulang dengan bis tidak seperti apa yang aku takutkan tadi pagi. Untuk kedepannya, aku berniat membicarakan aktifitas pulang sekolahku dengan ayah di rumah, karna esok masihlah hari Minggu.

Aku mengembangkan senyum, mensyukuri keberuntunganku hari ini. Aku mengingat perkataan Abah Kyai kemarin saat kajian sore; " Dalam sebuah hadits qudsi yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah r.a, dari Nabi saw., bersabda:

”Sesungguhnya Allah berfirman, “Aku menurut prasangka hamba-Ku. Aku bersamanya saat ia mengingat-Ku. Jika ia mengingatku dalam kesendirian, Aku akan mengingatnya dalam kesendirian-Ku. Jika ia mengingat-Ku dalam keramaian, Aku akan mengingatnya dalam keramaian yang lebih baik daripada keramaiannya. Jika ia mendekat kepada-Ku sejengkal, Aku akan mendekat kepadanya sehasta. Jika ia mendekat kepada-Ku sehasta, Aku akan mendekat kepadanya se depa. Jika ia datang kepada-Ku dengan berjalan, Aku akan datang kepadanya dengan berlari.”

(HR Bukhari dan Muslim).

Lalu kenapa hari ini aku melupakannya. Bahkan aku yang sudah berburuk sangka saja, masih Allah berikan pertolongan.

" Astaghfirullah hal'adzhim. Ampuni segala dosa dan kufur hamba Ya Allah."

Tak terasa air mataku lolos begitu saja, menemaniku di halaman sekolah dengan segala carut marut perasaanku.

Aku melangkahkan kaki keluar gerbang sekolah dan menuju Halte Bis di depan sekolah. Mungkin hanya beberapa murid saja yang terlihat di sana. Dan sebagian besarnya lagi bisa dipastikan berangkat ke sekolah dengan membawa kendaraan sendiri atau bahkan diantar jemput sopir pribadinya.

Tak selang berapa lama, aku melihat Bis yang akan menuju ke komplek perumahanku mendekat. Aku melambaikan tangan kiri, menandakan jika Pak Sopir harus menghentikan laju bis nya dan menungguku masuk serta.

( Nggak ada acara Bis penuh dan aku nggak bisa masuk ya, karna kata author skenario hari ini adalah "Jade pulang sekolah menaiki Bis".)

Sekitar 25 menit, aku mulai melihat Halte Bis terdekat dari rumahku dalam jangkauan penglihatanku. Aku beranjak dari kursi penumpang dan memberi kode Pak Kernet jika aku akan turun di sana. Bis pun berhenti dan menurunkanku seorang diri di sana.

Dan bermula dari sinilah...petualanganku dimulai. Mari kita nikmati bersama skenario seperti apa yang telah disiapkan author pemilik kebon taoge itu untukku.

Love You Author...Terima Kasih telah melahirkanku ke dunia pernovelan di Tahun 2024.

_____ To Be Continued _____

Bab 2

Senja menjelang diufuk barat, tepatnya di halaman belakang sebuah rumah sederhana disamping masjid besar di pertengahan perumahan warga, seorang gadis berambut hitam nan kemerahan tengah merentangkan tangannnya sembari menghirup semilir angin yang mengusap lembut perawakannya.

Hanya desahan nafas panjang yang masih menemani carut marut pikirannya. Tentang dirinya yang harus selalu tegar, mandiri, dan selalu menyimpan apapun masalahnya demi membuat dirinya terlihat baik-baik saja.

Dia yang sepulang sekolah berencana membicarakan bagaimana cara kepulangannya, harus kandas begitu saja saat melihat sang ayah pulang bekerja dengan keadaan kaki dan tangan yang dipenuhi perban.

Ayahnya adalah seorang karyawan di salah satu Perusahaan Swasta yang bekerja di bidang Perawatan Jaringan Listrik di Semarang.

Dan hari sial pun tidak ada yang tahu. Dari cerita sang ayah, dia dan Timnya baru saja menangani pencurian listrik di suatu wilayah, tapi naasnya di saat ayah Jade berusaha memutus kabel-kabel ilegal itu, ternyata ada salah satu kabel yang terkelupas dan tepat mengenai lehernya.

Meskipun pekerjaanya sesuai dengan SOP agar tidak tersengat aliran listrik, ternyata karna kaget lehernya terlilit kabel, pijakan kaki ayah Jade menjadi tidak seimbang, dia terpeleset dan jatuh bergelantungan pada dahan yang tadinya menjadi tempat pijakannya.

Awalnya ayah Jade mengira tinggi dahan dengan tanah tidaklah seberapa, jadi dia memutuskan untuk melepas safety beltnya dan melompat. Tapi ternyata tepat dibawahnya bukanlah murni tanah dan tumpukan daun-daun kering, tapi juga tumpukan batu-batu koral sisa pembangunan sebuah tanggul di sisi jalan.

Jadilah lompatan sang ayah, mendarat indah di atas batu-batu koral yang tertutupi daun-daun kering.

"Jade...". Tepukan ringan menyadarkan Jade dari lamunannya.Dia pun berbalik dan mendapati ayahnya tengah tersenyum memandangnya.

"Iya Ayah..ada yang ayah butuhkan?" Jawabnya sambil memapah sang ayah duduk di bangku halaman belakang.

"Kau mau mengatakan sesuatu pada ayah?" Aaaahh..rupanya Jade lupa jika sang ayah adalah cinta pertamanya. Seperti apapun Jade berusaha menyembunyikan masalahnya, selalu saja sang ayah bisa merasakannya. Akhirnya Jade pun menceritakan masalahnya tentang bagaimana dia bisa pulang sekolah jika sudah tidak ada bis yang ke arah rumahnya lagi.

"Hmm....maaf Jade, bukannya ayah tidak mempercayaimu untuk membawa sepeda motor sendiri. Tapi ayah benar-benar masih trauma dengan tragedi itu. Ayah tidak mau hal itu terjadi padamu, Nak."

Sekitar setahun yang lalu, di saat akan berangkat kerja, ayahnya menyaksikan tepat didepannya seorang siswi berpakaian putih abu-abu tertabrak truk pengangkut semen hingga tubuhnya terseret roda truk dan terpisah tepat di bagian perutnya dengan organ dalam dan darah yang tercecer di jalan beraspal.

Sejak itulah, tak pernah sekalipun Jade diijinkan untuk berlatih mengendarai sepeda motor. Jade pun berusaha memahami kekalutan ayahnya hingga ayahnya berkata;

"Jade, bagaimana jika sepulang sekolah kamu menyusul ayah ke kantor. Setelah itu kita bisa pulang bersama-sama. Ayah akan usahakan untuk mengantarkanmu pulang sebelum Maghrib jika ayah harus ada tugas lembur."

Jade pun mencerna perkataan ayahnya, yang berarti Jade harus menaiki angkutan sekitar 10 menit untuk sampai ke kantor ayahnya. Dan beruntungnya, letak kantor sang ayah termasuk di wilayah Alun-Alun kota, sehingga Jade bisa memastikan dia tetap bisa pulang sekolah bahkan jika Jade harus mengikuti kegiatan ekstrakurikuler.

Dengan senyum merekah, Jade menghambur ke pelukan sang ayah dan menciumnya. Dia pun berucap:

"Baik ayah, dengan senang hati."

"Allahu Akbar..Allahu Akbar...."

Swnja pun menyapa hingga tak terass terdengarlah suara adzan berkumandang, menandakan seruan Illahi mengajak hamba-Nya mengadukan segala permasalahannya di setiap waktu.

Jade bersama ayahnya pun beranjak masuk ke rumah untuk menunaikan shalat Maghrib. Di rumah sederhana itu, Jade beserta kedua orang tuanya dan ketiga adik-adiknya menghabiskan malam Minggu dengan penuh canda tawa.

Jade menatap lekat wajah ibunya, wanita ayu berhijab maroon yang dulunya adalah seorang santriwati di salah satu Pondok Pesantren terbesar di kota ini. Wanita yang kata orang-orang sangat tidak mirip dengan Jade, tapi kelembutan hatinya, selalu menggambarkan betapa dalam hubungan antara mereka berdua.

Dan ayahnya, mungkin perawakan tinggi dan mata biru Jade adalah warisannya, jangan lupakan rambut hitam kemerahan yang memang juga dimilikinya. Membuatnya semakin berkharisma dan mampu melelehkan pendirian seorang wanita solehah sekaligus seorang santriwati, apalagi dengan lesung pipit samarnya saat tersenyum.

Sedangkan ketiga adik-adiknya; adik pertamanya baru berusia 10 tahun, namanya Azzam, dia baru memasuki kelas 4 SD tahun ini. Adik keduanya bernama Zahra, dia berusia 6 tahun dan baru saja menapaki jenjang kelas 1 SD. Dan si bungsu yang baru belajar berjalan, namanya adalah Ali. Mereka bertiga adalah jelmaan dari perawakan sifat dan perawakan ibunya Jade.

Ibu Jade adalah anak yatim piatu yang diasuh oleh Abah Kyai yang rumahnya persis di sebelah kanan masjid samping rumah Jade. Kemudian beliau dibesarkan di sebuah Pondok hingga akhirnya bertemu dengan Tuan Ong, ayahnya Jade.

Sedangkan ayahnya Jade, adalah keturunan asal Tiongkok yang juga yatim piatu dan menjadi muallaf kemudian diangkat oleh Abah Kyai menjadi anak asuhnya.

Abah Kyai sendiri mempunyai seorang putra yang sepertinya jarang sekali berkunjung ke Indonesia. Jade pernah mendengar dari ayahnya, jika putra Abah Kyai menikah dengan seorang gadis Malaysia dan menetap di sana. Dari pernikahan mereka, dikaruniai dua orang putra dengan selisih usia sekitar 17 tahun.

Jade sering mendengarkan kisah-kisah masa kecilnya dari sang ayah, bagaimana tentang perjalanannya dari Indonesia ke Malaysia kadang ke Singapura untuk menemani abah kyai dan bu nyai menyambangi cucu-cucu mereka.

Hingga insiden naas itu terjadi, yang mengakibatkan Tuan Ong harus menyembunyikan identitas asli Jade dan menyingkat namanya hanya menjadi dua kata: Jade Ong.

Bahkan dalam Album Foto keluarga saja, tidak ada satupun Foto Jade di sana, Tuan Ong selalu beralasan jika Jade tidak pernah mau diajak untuk berswafoto.

Tetapi Jade pernah menemukan satu foto usang dalam lemari pakaiannya, jika dia sedang digendong seorang wanita cantik dengan wajah dan perawakan yang sama persis sepertinya dimana dibelakangnya nampak ayahnya sedang memeluk keduanya erat.

Nampak seperti potret sebuah keluarga kecil yang sangat bahagia pada masanya. Jade pun tak pernah lagi berusaha untuk memperdulikan kisah masa kecilnya yang benar-benar tidak pernah dia ingat sepenggal pun kisah dari masa lalunya.

Jade hanya bisa menatap lurus masa depannya yang kadang tidak selalu sesuai dengan apa yang dia harapkan, bukankah manusia hanya bisa merencanakan dan penentu skenario yang sesungguhnya hanyalah Tuhan Yang Maha Esa.

_________To Be Continued __________

Bab 3

Gemericik air terdengar mengalun syahdu menandai gerimis yang menyapa semesta di pagi ini. Jade berusaha menajamkan pendengarannya sembari mengucek halus kedua bingkai matanya.

Perlahan dia bangkit dan menyandarkan diri di dashboard ranjang sejenak lalu menggeserkan bobot tubuhnya hingga kakinya berhasil menjuntai dari ranjang, mengayunkannya sebentar sambil mengumpulkan sisa-sisa kesadarannya setelah berkelana di alam mimpi.

"Jade...bangun sayang, sudah mau subuh". Suara wanita mengalun lembut terdengar di luar kamarnya.

"Iya Ma...Jade udah bangun kok". Balasnya menyahuti sapaan sang mama di pagi hari.

"Alhamdulillahil ladzi ahyana ba'da ma amatana wailaihin nusyur" 

"Terima kasih Ya Allah, masih memberiku kesempatan untuk menikmati indahnya hari ini. Bismillah...semangat Jade, ini hari pertamamu mengikuti Masa Orientasi Sekolah." Gumam Jade menyemangati dirinya sendiri.

Tak butuh waktu lama untuk seorang Jade menyegarkan dirinya, menyempatkan untuk shalat tahajud, tadarus sebentar sembari menunggu adzan subuh bekumandang.

"Asshalatu Khairum Minannauum"

Hingga terdengar lafadz itu tiga kali dari masjid di samping rumahnya.

"Aaahh...suara itu, kenapa seperti suara muadzin kemarin di sekolah?" Gumam Jade masih terkesima dengan panggilan awal yang terbiasa membangunkan hamba-hamba Allah dari peraduannya.

Selesai shalat subuh, Jade melangkah keluar berniat membantu ibunya di dapur menyiapkan sarapan. Di saat yang bersamaan muncullah ayah Jade yang rupanya baru pulang dari masjid.

"Yah...tadi siapa si yang adzan, merdu banget deh suaranya." Tanya Jade pada sang Ayah.

"Oh itu..cucunya Pak Kyai dari Malaysia, katanya pindah ke sini karna ayahnya ada pekerjaan di Melbourne." Jawab sang Ayah.

"Kenapa harus ke sini, Yah. Kenapa nggak ikut ke Melbourne?" Jiwa kepo Jade meronta-ronta.

"Sayaaang...nggak baik loh ghibah." Ibunya Jade mengingatkan ayah dan anak gadisnya.

"Hehehehehe..., maaf Mamah sayaaang.... , tapi aneh nggak sih, itu suara adzannya mirip banget sama muadzin di sekolah Jade kemarin loh." Masih dengan jiwa keponya, Jade membalas nasehat ibunya.

"Ayah jadi inget deh Jade, pas ayah nemenin kamu Registrasi di sekolah, ayah kayaknya juga ngelihat Pak Kyai sama si Joe di sana loh". Sambung sang Ayah.

Jade yang sedang meminum coklat hangatnya pun tersedak dengan bola mata yang terbelalak dan dilanjutkan dengan kata ajaibnya;

"Whaatt...kok namanya Joe sih. Kenapa nggak Bilal, Utsman atau siapa gitu. Masa sih ada seorang Joe tapi bisa adzan?"

"Nah..nah..nah.... Udah Mama bilang, nggak usah ghibah Jade..!" Sang Mama lagi-lagi beraksi.

"Udah sana kamu siap-siap aja berangkat sekolah, jangan lupa sarapan sama bawa bekal ya Jade." Sambung sang Papa

Dengan senyum tengilnya, Jade pun berlari ngaciiiir masuk ke kamarnya.

Jam dinding di ruang tamu rumah sederhana itu menunjukkan pukul 06.00 wib di saat seorang gadis dengan seragam sekolahnya lengkap dengan tas ranselnya sedang memakai kaos kaki dengan logo SMA Harapan Bangsa.

"Sayang..ini bekalnya jangan lupa. Uang sakunya udah dikasih ayah kan semalam?" Tanya ibunya Jade.

"Udah, Ma. Oiya..makasih ya buat bekalnya, Jade berangkat dulu takut ketinggalan Bis." Jawabnya sambil mencium tangan sang mama.

Jade pun melangkahkan kakinya mantap ke luar rumah, memakai sepatunya dan mulai berjalan menyusuri jalan depan rumahnya untuk sampai ke Halte Bis yang hanya berjarak 10 meter dari rumahnya.

Jade menyandarkan tubuhnya di tiang penyangga atap Halte sambil matanya tak lekat mengawasi Bis yang akan membawanya ke sekolah barunya.

Sudah hampir 10 menit dan tetap saja masih belum terlihat tanda-tanda Besi Berjalan itu akan segera datang.

"Waahh...nggak lucu deh klo seorang Jade harus telat di hari pertama MOS." Gerutu Jade kesal.

" Tin...Tin...Tin"

Jade terhenyak saat persis di depannya bertengger sebuah motor sport yang dikendarai seorang pemuda dengan helm full facenya.

"Lo murid SMA Harapan Bangsa kan? Buruan naik kita searah kok." Kata si pemuda. Jade pun menoleh ke kanan dan ke kiri mencari siapa yang sedang diajak bicara si pemuda itu.

"Eh buruan, ngapain lo tengak tengok kaya maling." Sahut si Pemuda. Jade pun memandang lekat pemuda di depannya dan berkata; "Maaf, apa anda sedang berbicara dengan saya."

"Waahhh...ini manusia satu benar-benar jadi penggugur dosa".

"Astaghfirullah..Astaghfirullah..Astaghfirullah". Lirih Joe dalam hati.

Joe pun membuka helm full facenya dan sekali lagi berkata;

" Ini sudah mau setengah tujuh, itu sopir bis sama angkot mau pada ikutan Demo Kawal Putusan MK. Jadi lo mau pulang apa mau nebeng gue?"

Jade yang masih menikmati ciptaan Illahi didepannya dengan ukiran alis yang hitam lebat, hidung mancung dan bibir yang merona alami itu pun masih tetap saja terbengong.

"Tin...Tin..Tin.."

"Woii...lu nggak kesambet Jin Penunggu Halte kan?" Teriak Joe membuyarkan lamunan Jade sambil membunyikan klakson.

"Masha Allah...Fabiayyi alaa irobbikuma tukadzibaan. Astaghfirullah hal'adziim Jade..kenapa mata lu jadi mesum gini." Lirih Jade yang masih bisa didengar oleh Joe.

"Eh..iya... Itu..anu..., aku mau sekolah." Jade pun tergagap sambil menundukkan pandangannya. Kemudian dia mendongak lagi dan berkata;

"Maaf..apa kita pernah bertemu sebelumnya? Kenapa saya harus nebeng sama kamu?"

Dengan kesabarannya yang setipis tissue dibagi tujuh itupun, Joe turun dari motornya dan menghampiri Jade. Dia kemudian menarik ransel Jade untuk mendekati motornya dan langsung memakaikan helm ke atas kepala Jade tanpa sepatah kata pun.

" Brooom.....Brooom....Brooom..."

Joe mulai menyalakan motornya dan menoleh ke arah Jade.

" Lo mau naik sendiri, apa mau langsung gue tabrak biar lo diantar sama ambulance?" Geram Joe menatap tajam wajah Jade.

" I...Iya..... Sabar napa, kita kan nggak saling kenal." Jawab Jade sambil menurunkan footstep dan mulai menaiki motor.

"Joe.." Terdengar gumaman singkat sang pemuda.

"Ah...apa? Joe..? Maksudnya?" Tanya Jade pada si pemuda.

"Tadi lo bilang kita nggak saling kenal. Ya udah kenalin, nama gue Joe". Jawabnya singkat.

" Brooom...Brooom...Brooom..." Motor sport berwarna Hijau itu pun melesat membelah jalanan menuju jalanan kota yang akan membawanya menuju ke sekolah mereka tanpa menyadari hiruk pikuknya pikiran seorang gadis yang duduk di belakang.

( ya elah si author..namanya juga motor, benda mati. ya kali bisa menyadari pikiran seseorang. Lo...mending ngopi dulu deh Thor...)

" Astaghfirullah.... Wal hamdulillah.... Jangan- jangan ini si Joe yang diceritain ayah tadi pagi. Gila...dia nganterin gue...! Ya Allah ...gue diboncengin si jelmaan Bilal." Gumam Jade dalam hati.

"Eh tunggu...siniin tas ransel lo, kita kan bukan mahram." Teriak Jade yang berhasil menghentikan laju si motor sport.

"Mau ngapain?" Tanya Joe.

" Siniin tas ransel lo, biar taruh di tengah ama tas ransel gue. Kita bukan mahram tau?" Jelas Jade.

"Ngebet banget lo jadi cewek. Belajar jadi Ukhti dulu yang bener baru gue jadiin mahram." Seloroh Joe sambil menggendong tas ranselnya di belakang punggung.

" What the....???!" Jade pun tak bisa berkata- kata lagi mendengar jawaban Joe yang terlalu ambigu.

..._____To Be Continued_____...

Note:

SMA Harapan Bangsa menggunakan Model Seragam Rokcel untuk putri, jadi nggak usah bingung gimana caranya si Jade bisa nangkring di atas motor sport.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!