Daliya Karimatun Nisa, seorang wanita muda dengan keluarga yang harmonis tapi semenjak SMP ia harus mengalami masa sulit, kehilangan keluarga tersayang selamanya, menderita penyakit kanker yang sudah 1 tahun ia alami.
Dan semua itu baru ia ketahui saat dirinya lulus dari pondok pesantren. menyesali seperti tidak ada guna nya lagi hanya menangis yang dapat wanita yang disapa Daliya itu.
Di pusara kedua orang tuanya ia menangis tersedu-sedu memeluk kedua batu nisan yang tampak berdebu ditemani seorang wanita yang lebih muda darinya senantiasa mengelus pundak nya.
Semenjak hari itu, Daliya mulai menjalani kehidupan tanpa kehadiran kedua orang tuanya. ia kembali masuk kedalam Pondok Pesantren mengajar sebagai guru ngaji.
Disanalah, kisah cinta Daliya terukir bersama seorang lelaki yang beda 8 tahun darinya bernama Keenan Algazi Ustman yang mendapat gelar Gus Azi seorang ketua pemimpin di Pondok Pesantren.
Mereka saling jatuh cinta dan berakhir menikah, Gus Azi tidak mempermasalahkan kekurangan Daliya lelaki itu senantiasa menemani istrinya berjuang melawan penyakitnya. Gus Azi begitu setia mereka terlihat bahagia menjalani bahtera rumah tangga walaupun tidak ada sosok anak ditengah-tengah mereka.
Hampir 3 tahun Daliya melawan penyakitnya namun tidak ada hasilnya tapi selama itu pula Gus Azi selalu memberikan dukungan. Selama 4 tahun Menikah terkadang membuat Daliya minder tidak bisa memberikan keturunan apalagi diusia suaminya yang semakin bertambah usia.
Sampailah, Daliya meminta sahabatnya bernama Ciara Tamara. mereka berteman sejak SMP mulai dari kelas satu hanya saja tepat beberapa bulan Daliya dikirim orang tuanya ke Pesantren.
Jadilah, mereka hanya dapat berkomunikasi dan bertemu dalam satu bulan sekali atau saat Daliya mendapat jatah liburan. Ciara dan Daliya sudah biasa membagi suka duka bersama, terutama Ciara yang selalu menemai sahabatnya kemoterapi, rawat jalan dalam beberapa tahun terakhir.
Ciara hanyalah anak yatim piatu, ia tinggal disebuah rumah panti ' Muara Kristiani 'sejak usia remaja wanita itu memutuskan merantau sampailah mendapat kos-kosan satu komplek dengan Daliya disitu lah awal pertemuan pertemanan mereka dimulai.
Bagi Ciara jasa kedua orang Tua Daliya begitu besar, pasalnya sejak mereka mengetahui Ciara hanya anak perantau sejak usia muda mereka menyuruh Cia tinggal bersama membantu membayar pendidikan Ciara sampai wanita itu bisa berkuliah di universitas impian nya.
Sampai kedua orang Tua Daliya meninggal, saat itu Ciara begitu berjasa pada kedua orang Tua Daliya sampailah ia dengan suka rela menerima permintaan Daliya walaupun terkesan berat ia harus menjadi seorang mualaf tapi menurut Ciara tidak ada salahnya ia seperti berhutang budi pada keluarga Daliya.
Dan Ciara menerima lamaran Gus Azi walaupun terkesan terpaksa tapi demi permintaan Daliya mereka rela melakukan semua itu walaupun harus menghancur dua hati dan perasaan di diri mereka masing-masing.
...' Tuhan, jika kau mengambil nyawaku maka berikan seseorang yang tepat untuk menemani di sisi suamiku disaat aku sudah tidak ada lagi Tuhan, agar dia tidak mengenang luka yang terlalu dalam dan melanjutkan kehidupan nya bersama seorang wanita yang lebih baik. '...
...- DALIYA KARIMATUN NISA-...
...Takdir macam apa yang kau permainkan pada ku Tuhan, Aku tidak sanggup jika engkau mengambil nyawa Daliya , Jika bisa biarkan aku saja yang merasakan penderitaan nya. '...
...- KEENAN ALGAZI USTMAN -...
...' Jika bisa memilih, seandainya kamu tidak mengalami semua ujian hidup ini . aku tidak akan mau menerima keadaan seperti ini. Mungkin aku akan mencari sosok lelaki dengan sifat baik seperti Gus Azi dalam jati diri orang lain. ' ...
...- CIARA TAMARA -...
DRRT...
DRRT...
DRRT....
Dering ponsel menyadarkan seorang lelaki, yang sedang mengajarkan beberapa surah pada anak-anak pondok pesantren.
" Sebentar dulu ya Anak-anak. "
" Baik Ustadz. " balas Anak-anak kisaran usia 6 sampai 12 tahun.
Lelaki berusia 35 tahun, bernama Gus Keenan Algazi Ustman biasa dipanggil Gus Azi atau Azi. dilihatnya layar ponsel menampilkan nomor istrinya.
Gus Azi bergegas keluar dari dalam Musholla yang sangat berisik anak-anak yang tengah bermain dan menghafal.
" Assalamualaikum sayang, ada apa telepon Mas? kamu gak apa-apa kan? " tanya Gus Azi khawatir.
" Waalaikum salam Mas, apa aku menganggu waktu Mas mengajar? " tanya istrinya.
" Tidak Daliya, sayang. katakan ada apa? " tanya Gus Azi lembut.
Daliya Karimatun Nisa, wanita berusia 27 tahun, terkekeh di seberang sana mendengar suaminya yang berkata lembut.
" Aku lupa memberitahu mu, hari ini aku ada jadwal periksa kerumah sakit, kalau Mas sibuk aku bisa pergi sama Cia aja. " ucap Daliya.
" Mas gak sibuk kok, sama Mas aja. kamu siap-siap aja. " ucap Gus Azi.
" Mas yakin? bisa? kalau gak bisa gak masalah Mas, ada Cia kok yang- "
" Mas bisa Daliya, kamu siap-siap aja nanti Mas jemput. Assalamualaikum. " ucap Guz Azi mematikan sambungan teleponnya.
TUT...
Gus Azi masuk kembali kedalam Musholla ia sempat menghubungi teman rekan nya untuk menggantikan nya mengajar.
" Maaf anak-anak Ustadz harus pergi dulu sebentar, nanti Ustadz Fahmi akan mengajar kalian. " ucap Gus Azi.
" Emang Gus mau kemana? "
" Saya ada urusan, jadi kalian tidak boleh bermain kemana-mana ya. saya tinggal dulu Assalamualaikum semuanya. " ucap Gus Azi.
" Waalaikum salah Gus. "
Didepan Musholla.
" Gus Azi. " panggil Fahmi.
" Eh Fahmi, saya pergi dulu ya. " ucap Gus Azi.
" Mau antar istri berobat ya Gus. " tanya Fahmi.
" Iya, saya minta tolong ya. maaf sering merepotkan. " ucap Gus Azi.
" Tidak masalah Gus, saya ikhlas menolong nya. saya masuk dulu. " ucap Fahmi.
...✿ ✿ ✿ ✿...
Di sebuah rumah megah namun terkesan sederhana, tampak seorang wanita yang memakai hijab pasmina putih dan gamis krayon warna putihnya ia memperhatikan tampilan nya didepan cermin.
TINN...
Suara bunyi klakson pertanda, suaminya telah datang. Daliya, bergegas mengambil tasnya keluar rumah.
Dalam mobil.
" Kenapa gak bilang kalau hari ini konsultasinya? " tanya Gus Azi yang masih fokus menyetir.
" Aku lupa Mas, kalau bukan dokter Aidan yang mengingatkan aku mungkin tidak akan kontrol lagi. " jawab Daliya diselingi kekehan pelannya.
" Nanti biar Mas aja deh, yang atur jadwalnya agar kamu tidak perlu lupa jadwal kontrolnya. Mas takut kalau kamu sampai kenapa-kenapa sayang. " ucap Gus Azi menatap sekilas Daliya.
" Aku gak apa-apa Mas, Mas gak perlu khawatir. " jawab Daliya menenangkan suaminya.
" Gak bisa sayang, Mas khawatir kalau kam sampai terjadi sesuatu. " ucap Gus Azi.
Berselang beberapa menit, mereka telah sampai di rumah sakit Medika Natura. tidak sampai setengah jam kini giliran nama Daliya yang dipanggil dokter kedua pasangan itu saling bergandengan memasuki ruangan dokter Aidan.
KLEK...
" Selamat Siang, Nyonya Daliya dan Pak Keenan. " sapa Dokter Aidan.
" Selamat siang juga Dok. " jawab Gus Azi.
" Hari ini jadwal kontrol Nyonya Daliya, apa ada peningkatan selama beberapa minggu dengan obat yang saya resepkan? " tanya dokter Aidan.
" Alhamdulillah dok lumayan lah, cuman kepala saya sering pusing hampir beberapa kali pingsan. " jelas Daliya.
" Kamu gak pernah bilang sama aku sayang?! " ucap Gus Azi menatap raut wajah istrinya yang kaget.
" Aku gak mau buat kamu khawatir Mas, apalagi kamu sering bekerja. " jawab Daliya.
" Setidaknya kamu harus memberitahuku sayang! atau Mbak dirumah tahu kamu sering pusing. " tanya Gus Azi.
"Y-ya, kadang aku memberitahunya. " ucap Daliya memalingkan wajahnya tidak menatap suaminya.
Gus Azi menghembuskan nafas gusar.
" Kalau gitu, kita lakukan kemoterapi lagi ya. " ucap Dokter Aidan menengahi.
" Baik dokter. " Jawab Daliya.
Daliya dan Gus Azi bersama dokter Aidan memasuki ruangan Kemoterapi. Gus Azi selalu berada disamping Daliya dimanapun wanita itu berada ia tidak mau sedikitpun melewatkan setiap kemoterapi yang dilakukan Daliya.
Gus Azi menatap Daliya yang begitu tegar menjalani kehidupan nya, Daliya begitu sabar melewati setiap cobaan yang dilaluinya bertahun-tahun walaupun kini Gus Azi bersamanya tapi wanita itu tidak pernah membebankan apa yang ditanggung nya pada Gus Azi.
Kurang lebih sekitar 8 jam, kemoterapi Daliya jalani selama itu pula Gus Azi setia menemani Daliya tidak pernah meninggalkannya sedetik pun.
Mereka kembali menuju ruangan dokter Aidan.
" Apa ada kemungkinan istri saya bisa sembuh Dokter Aidan? " tanya Gus Azi.
" Kemungkinan bisa Pak atas kuasa Tuhan, saya tidak bisa memastikan keselamatan Nyonya Daliya saya juga hanya manusia biasa saja yang bisa melakukan semampu saya. "
" Yang penting, Nyonya Daliya tetap semangat menjalani aktivitasnya dan bertekad akan sembuh. "
" Apalagi Kanker yang dialami Nyonya sudah ditahap Stadium 4 jadi harus rajin berkonsultasi pada saya. " jelas Dokter Aidan.
" Iya dok, terimakasih atas penjelesannya. " ucap Daliya.
" Saya akan memberikan resep obat tambahan untuk Nyonya Daliya, selalu beritahu saya jika terjadi sesuatu Nyonya Daliya. jangan sungkan pada saya. " ucap dokter Aidan.
" Baik dok, terimakasih kami permisi dulu. " ucap Gus Azi menggenggam jemari tangan istrinya menuntun keluar dari ruangan dokter.
Setelah menebus obat, Gus Azi mulai menjalankan mobilnya hanya keheningan yang menghiasi diantara keduanya.
Sesekali Daliya melirik Gus Azi yang terlihat begitu datar.
Apa ada kata-kata dokter yang membuat suasana hati suaminya berubah? perasaan Daliya tidak ada sama sekali.
Daliya menyentuh lengan suaminya di sisi satunya yang menganggur di usap pelan menenangkan emosi Gus Azi terlihat urat-urat lehernya timbul karena emosinya namun tidak di tunjukan dihadapan istrinya tapi Daliya tahu suaminya menahan emosionalnya.
" Jangan dipikirkan lagi Mas, sudah tidak apa-apa. " ucap Daliya mengusap pelan.
" Aku kesal dengan perkataan dokter Aidan! berani sekali dia berkata seperti itu. " ucap Gus Azi mengungkap isi hatinya.
" Dia dokter wajar saja Mas, dia lebih tahu perkiraan penyakit diderita dari pada pasiennya. " ucap Daliya.
" Tapi aku tidak suka dengan cara bicaranya, seolah-olah kamu tidak akan sembuh dari penyakitmu! " sahut Gus Azi.
" A-aku hanya terlalu takut kehilangan kamu Daliya, Mas tidak bisa membayangkan apa yang akan terjadi jika kamu tinggalin Mas sendirian didunia ini. " ucap Gus Azi menhentikan mobil tepat didepan rumah mereka.
" Dengarkan aku Mas, kita tidak tahu kedepannya akan seperti apa. yang pasti setiap manusia hanya makhluk Allah dan tidak akan abadi. seperti aku? aku juga tidak akan abadi suatu saat aku pasti akan pulang ke pelukan penciptanya Mas. " jelas Daliya.
" Tapi Mas belum siap kalau harus kehilangan kamu secepat itu Daliya! " ucap Gus Azi lirih membalas genggaman tangan Daliya.
" Cobalah mulai sekarang Mas mengiklaskan aku jika sudah tidak ada lagi, agar hati Mas tidak terlalu sakit disaat harus menerima kenyataan itu di suatu saat nanti. " ucap Daliya melepaskan genggaman tangan mereka.
" Gak! kata siapa kamu bisa tinggalin Mas! kamu akan tetap bersama dan selalu disamping Mas, sampai kita punya anak, cucu dan menua bersama. " ucap Gus Azi tegas.
" Cukup Mas! mau kamu bilang itu berapa kali pun, aku tetap tidak bisa kasih apa yang kamu inginkan. karena penyakit yang ku derita Mas. " balas Daliya.
" Lebih baik, kamu menikah lagi saja Mas. aku siap dan ikhlas di madu olehmu. " sambung Daliya memalingkan wajahnya kearah jendela.
Dapat Daliya lirik, raut wajah Gus Azi seolah menegang, lelaki begitu marah dan emosi yang menggebu-gebu.
" Sudah Mas bilang berkali-kali! Mas tidak suka kamu mengungkit masalah ini lagi Daliya!!! "
" Sampai kapan pun saya tidak akan mau menikah lagi Daliya, cukup kamu pertama dan terakhir saya! " sambung Gus Azi.
" Tapi mau sampai kapan Mas? sampai kapan Mas akan berharap dalam hati dengan kesembuhan ku? aku tahu Mas kau minder melihat teman sebaya mu sudah punya keluarga kecil sedangkan kita? aku tidak sempurna Mas. " jelas Daliya.
" Tapi aku tidak sampai hati mempoligami mu Daliya?! kamu tidak pernah tahu menahu masalah isi hati Mas seperti apa, Mas rela dan ikhlas merawat mu ada anak atau tidak ditengah rumah tangga kita Mas tidak masalah, asalkan kita tetap bisa bersama Daliya. " balas Gus Azi.
" Gak, Mas! setiap lelaki yang sudah menikah tidak akan bisa menahan syahwatnya. apalagi kita selalu tidur bersama setiap harinya? sangat terlalu munafik untuk di tepis Mas! " jawab Daliya.
" Demi Tuhan Daliya! Mas tidak pernah berpikir seperti itu, Mas bahagia saja menjalani pernikahan kita seperti ini. " ucap Gus Azi.
" Aku Mohon Mas, ini permintaan terakhir ku. apa tidak bisa kau turuti sekali saja? " pinta Daliya;
" Jangan pernah kau ucapkan kata-kata seperti itu lagi Daliya, sampai kapan pun Mas tidak akan pernah menikah lagi. kamu akan tetap bersama Mas sampai kita menua kelak. " tegas Gus Azi bertekad.
" Cukup Mas, kau selalu seperti ini! biarkan saja Tuhan mengambil nyawaku lebih cepat agar Mas bisa bersama wanita yang lebih sempurna dari pada aku. "
" Cukup Daliya! Mas tidak mau bertengkar dengan mu lagi, kita akhiri pembicaraan sampai sini saja. Mas mau pergi ke kantor. " ucap Gus Azi tampak memejamkan matanya menahan amarah yang masih menggebu-gebu.
Daliya mengusap air matanya tanpa sepengatahuan Gus Azi, sembari keluar dari mobil. lelaki itu melajukan mobilnya tanpa memberi kata-kata pada Daliya yang masih menatapnya dari kejauhan.
Perasaan Gus Azi begitu campur aduk, lelaki itu tidak bisa berbuat apa-apa selain harus sabar dan berikhtiar pada Tuhan untuk kesembuhan Daliya.
Tapi, sepertinya Tuhan begitu enggan mengabulkan doa-doa Gus Azi, istrinya semakin merasakan rasa sakit yang teramat seiring bertambahnya tahun tanpa Gus Azi sadari.
Daliya begitu pintar menutupi kejadian apa yang terjadi padanya, membuat Gus Azi harus memohon terlebih dahulu pada istrinya agar dia mau jujur sebenarnya pada Gus Azi.
" Tuhan, kenapa tidak diriku saja yang merasakan sakit penderitaan istriku? "
...✿ ✿ ✿ ✿...
Daliya menatap kepergian Gus Azi dari kejauhan, Daliya menghembuskan nafas lelah ia menghubungi sahabatnya untuk datang kerumah.
Daliya butuh sahabatnya untuk menenangkan pikiran nya, hanya dia saja yang mampu mengerti keadaan nya.
" Assalamualaikum Cia, kamu dimana? " tanya Daliya mendaratkan tubuhnya di sofa keluarga.
" Waalaikum juga Daliya, aku dirumah ada apa? " tanya Cia diseberang sana.
" Kamu tidak pergi bekerja? " tanya Daliya.
" Tidak, hari ini tidak ada Klien jadi aku santai dirumah? kau tidak apa-apa? " tanya Cia.
" Bisakah kau kemari? " tanya Daliya ragu.
" Of Course, aku akan kesana. tidak ada sesuatu yang terjadi kan Aya? "tanya Cia lagi.
" A-aku akan ceritakan, bisakah kau kemari sekarang? " ucap Daliya.
" Baiklah, aku akan kesana sekarang. " ucap Cia mematikan sambungan teleponnya.
BEBERAPA MENIT KEMUDIAN.....
TING...
TING...
TING...
Suara bell pintu dibunyikan, sepertinya sahabatnya telah sampai. karena jarak rumah mereka hanya berbeda 10 rumah saja dari rumah Daliya kerumah Cia. terhitung mereka masih satu komplek.
KLEK....
"Ciaa..... " panggil Daliya memasang wajah sedihnya.
" Ada apa Daliya? kenapa kau menangis? tidak terjadi sesuatu kan? " tanya Cia panik menghampiri sahabatnya itu di sofa keluarga.
Ciara Tamara, gadis berusia 23 tahun. sahabat Daliya sejak SMP. wanita karir yang memiliki toko butik pakaian yang memang cukup sederhana tidak banyak golongan Konglomerat yang tahu hanya segelintir orang saja.
" Kamu gak dipukul sama suami mu kan? baru kau chat aku tadi pagi pergi kerumah sakit, semua baik-baik ajakan? " tanya Cia cemas memutar tubuh sahabatnya.
" Gak kok, cuman... " ucap Daliya tidak melanjutkan kata-katanya.
" Apa? jangan-jangan kamu bilang yang gak-gak sama suami mu kan? ayo ngaku? " tuding Cia.
" Ihh, aku cuman bilang suruh nikah lagi Mas Azi gak mau. " merengut Daliya.
" TOLOL! banget sih kamu! kamu itu wanita sempurna gak kekurangan apapun kok suruh suami mu nikah lagi, Gila kau!!! " dengus Cia tidak habis pikir.
" Ish! kalian kenapa sih? selalu salahin aku kalau bahas masalah kayak gini, aku melakukan semua ini demi kebaikan Mas Azi juga. " protes Daliya.
" Tapi cara mu salah Daliya, harusnya kamu berusaha agar bisa sembuh. bukan pasrah kayak gini malah suruh suami nikah lagi jangan terlalu gegabah. "
" Kalau seandainya kamu sembuh, terus suami mu nikah lagi. ujung-ujungnya penyesalan yang datang. " sambung Cia.
" Kamu yakin aku akan sembuh? " tanya Daliya serius.
" Yakinlah, atas kehendak Tuhan kamu pasti sembuh kok. buktinya banyak di luaran sana orang-orang yang memiliki penyakit melebihi mu mereka bisa sembuh. " ucap Cia.
" Tapi sampai kapan? sampai kapan aku harus sabar kayak gini? sudah 4 tahun Cia, aku selalu berdoa pada Tuhan dan tuhan tidak pernah mengabulkan satu permintaan ku. "
" Aku pasrah sekarang Cia, jika memang Tuhan ingin mengambil nyawaku. aku siap dan ikhlas. " sambung Daliya.
" Kamu jangan terlalu pesimis sama keadaan yang terjadi dan untuk kedepan nya? siapa yang tahu kamu tiba-tiba di beri kesembuhan oleh Tuhan, rumah tangga mu bahagia sama Gus Gazi. " jelas Cia.
" Tapi Cia, Ak-aku.. " ucap Daliya termenung sesaat.
" Dengar Aya, kita memang bisa menikah dengan siapapun itu tapi untuk cinta dan perasaan gak akan bisa dipaksakan. "
" Sama seperti manusia yang menikah tanpa ada nya rasa perasaan di hati mereka. yang ada akan menyakiti hati kedua belah pihak yang dipersatukan dalam keadaan terpaksa. "
" Dan satu lagi, tidak ada seorang lelaki terutama suami yang begitu cinta dengan istrinya yang tulus merawat istrinya dalam keadaan apapun, tidak akan sanggup menduakan istrinya disaat dia sendiri masih cinta sama istrinya. "
" Hati suami mana yang sanggup menduakan istrinya dalam keadaan jatuh sakit? itu hanya dilakukan oleh orang-orang pengecut, orang-orang yang tidak mau berbagi suka duka nya dengan pasangan nya dan memilih pergi. "
" Tapi itu keinginan terakhir ku Cia! tolong mengertilah! " ucap Daliya.
" Cukup Aya! aku tidak mau mendengar kata-kata seperti itu lagi. aku mohon kamu renungkan lagi ucapan mu agar kamu tidak salah mengambil langkah kedepannya. " ucap Cia beranjak dari duduknya wanita itu memilih pergi dari sana.
" Tunggu Cia! " panggil Daliya menahan lengan sahabatnya.
" Apa lagi? " tanya Cia membalikan badannya.
" Apa kau tidak bisa menuruti permintaan ku kali ini? kau selalu menuruti setiap permintaan ku. " ucap Daliya terus terang.
" Aya!!! bagiku kali ini permintaan mu terlalu berat, aku akan menurutimu tapi tidak untuk yang satu ini, aku dan kau berbeda agama. dan aku tidak akan bisa menikahi suami sahabat ku sendiri. " jelas Cia sebelum menghela nafas gusar.
" Aku pamit pulang dulu, selesaikan masalah diantara kalian dan renungkan setiap ucapan ku Aya. " sambung Cia berpamitan pergi.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!