Declan merasa dirinya sendirian di dunia ini. Ia tinggal di panti asuhan sampai berusia lima tahun sebelum diadopsi oleh orang tua angkatnya. Setelah kematian orang tua angkatnya, ia menjalankan bisnis dan memulai semua sesuai dengan caranya.
Declan berterimakasih karena ayah angkatnya memaksa dirinya untuk kuliah mengambil jurusan bisnis dan juga hukum, sehingga ia tidak diremehkan oleh para pemegang saham di beberapa perusahaan ayah angkatnya.
Ia sangat menjaga tubuhnya dan tidak suka bersentuhan dengan orang lain. Meski begitu Declan pernah beberapa kali memiliki kekasih yang tidak bertahan lama karena sikapnya yang terkenal sangat dingin dan juga cuek.
Malam ini ia memiliki janji makan malam dengan beberapa relasi bisnisnya dan juga janji kencan dengan salah satu putri walikota yang dengan terpaksa ia tolak , mengingat jadwal kerjanya yang sangat padat. Dan dia sangat lelah jika harus berurusan dengan wanita manja.
Declan memutar kursinya dan menikmati pemandangan malam yang tenang dengan lampu-lampu dari gedung pencakar langit. Dari kejauhan ia bisa melihat gedung tinggi milik salah satu mafia terkenal dan juga kenalan ayahnya. Tapi ia sudah berjanji tidak akan berhubungan dengan mereka terutama cucu dari pria itu.
Pintu terbuka dan asisten kepercayaan Declan masuk dengan membawa makan malam untuknya. "Kenapa anda tidak ikut makan malam dengan putri walikota hari ini, Bos." Tanya asistennya ketika Declan mulai menikmati makan malamnya.
"Dengar," ucap Declan dengan tatapan dinginnya. "Aku tidak butuh seseorang untuk membuatku bisa makan malam. Aku bisa menikmatinya sendiri."
"Anda sudah harusnya menikah di usia sekarang. Pewaris sangat dibutuhkan untuk meneruskan nama dan perusahaan anda, Bos." Jelas Rey, asistennya yang berani membantah semua perkataannya.
Declan menatap asistennya yang sudah bersamanya selama ia membangun bisnis ini dan juga merupakan orang yang pernah ia selamatkan. "Seperti kataku, banyak yang harus aku kerjakan. Terima kasih, Rey. Sebaiknya kau pulang dan pergilah makan malam bersama istri dan juga anak-anakmu."
"Kalau begitu sampai berjumpa Senin nanti, Bos. Kau ingat bukan kau akan mendapatkan sekretaris baru saat aku cuti nanti." Ucap asistennya sembari memberikan berkas mengenai data sekretaris yang baru dan meletakkan dimeja kerja Declan.
"Tentu, aku percaya pada pilihanmu. Kau bisa menikmati cutimu sebaik-baiknya tanpa gangguan dariku." Declan berkata sembari menikmati makan malamnya dan mendengar pintu tertutup.
Declan mencuci tangannya di wastafel setelah menyelesaikan makan malamnya. Ia juga mencuci wajahnya yang terlihat lelah dan mengantuk. Kadang ia berpikir mungkinkah ia bekerja terlalu keras agar bisa menghilangkan kebutuhan yang telah ia pendam selama ini. Ia mengerti usianya sudah menginjak tiga puluh tahun dan percintaan yang bersifat sementara sangatlah membuat dia tidak puas.
Merencanakan akhir pekan yang tenang dirumahnya yang berada jauh dari kota merupakan saat-saat membahagiakan. Ia senang dengan kuda-kuda dan juga binatang piaraan lainnya. Ia juga memelihara buaya dan juga beberapa ular dengan kawasan yang luas seperti kebun binatang. Ia menyukai binatang buas dan juga suka menunggang kuda sehingga memiliki kuda kesayangan yang ia dapatkan dari salah satu kenalan orang tua angkatnya.
Declan tidak pernah membawa satupun wanita dirumahnya ini karena ia yakin wanita-wanita itu pasti akan ketakutan dan lari terbirit-birit jika bertemu dengan salah satu piaraannya yang ia letakkan di kandang kaca tebal disudut ruang tamu miliknya.
Declan mencoba memejamkan matanya dan tanpa sadar pria itu tertidur.
...****************...
Alex Nikolai tahu, cucu kesayangannya itu akan bertingkah tidak masuk akal sejak wanita itu menyukai pria yang sampai kematian menjemputnya tidak akan pernah ia setujui. Pria sombong itu telah membunuh orang tuanya yang juga merupakan rekan bisnis yang selama ini dekat dengannya.
Meskipun tidak terbukti, tapi Alex yakin anak tengil itu memiliki sikap yang menjengkelkan seperti wajahnya. Dan sudah pasti ia merupakan anak dari berandalan juga sehingga ia ditinggalkan di panti asuhan.
Alex akui pria itu sangat hebat dalam pekerjaannya dan juga wajahnya tidak terlalu buruk untuk menjadi kekasih cucunya, tapi ia tetap tidak akan merestui hubungan mereka meskipun pria itu sudah pernah menyelamatkan Lucy saat hampir tenggelam ketika mereka kecil.
Sementara itu, Lucy menutup telepon dan merasa senang dengan kabar yang barusan ia dengar. Ia naik diatas tempat tidurnya dan melompat-lompat dan juga berteriak membuat Serena yang sedang membaca buku tebalnya menggerutu.
"Apakah kau memenangkan lotre? Teriakanmu akan membuat semua orang dirumah ini terkena serangan jantung." Sahut Serena adik Lucy yang saat ini sedang kuliah kedokteran.
Lucy tertawa dan duduk menyilangkan kakinya menghadap ke arah adiknya yang penampilan mereka sangat berbeda bagaimana langit dan bumi. Lucy memiliki rambut panjang, tebal dan berwarna hitam pekat seperti ayahnya. Sedangkan Serena memiliki rambut pendek berwarna coklat seperti ibunya. Sikap mereka juga berbeda, meski Serena berambut pendek, tapi dia sangat feminim dan juga keibuan. Tidak dengan Lucy yang seperti pria dan sering berkelahi dengan para pria yang menganggu mereka.
Selain itu Lucy tidak suka memasak. Ia pernah membuat bacon yang rasanya tidak beraturan. Berbeda dengan Serena yang sangat pintar memasak seperti nenek mereka, Anna yang sudah meninggal dua tahun lalu. Meninggalkan luka mendalam bagi keluarga mereka, terutama Lucy.
"Ini bukan hanya sekedar Lotre, Rena. Ini adalah salah satu kesempatan terbaikku yang aku dapatkan seumur hidupku. Kau tahu, akhirnya aku akan berada sangat dekat dengan Declan. Aku akan membuat pria itu benar-benar jatuh cinta padaku." Lucy berkata sembari membuka majalah bisnis yang terdapat foto Declan saat sedang diwawancara.
"Apa kau gila, Kak? Kakek akan membunuhmu jika menemui pria itu. Aku tidak ingin terlibat dengan rencamu saat ini." Ujar Serena yang ikut terkejut dengan apa yang di katakan Lucy.
"Aku akan pindah ke apartemen dan kau jangan pernah mengatakan apapun mengenai rencanaku ini." Ucap Lucy kemudian membuka ponselnya dan mencari berita mengenai Declan.
"Terserah kau. Aku juga akan kembali ke asrama, Akhir-akhir ini tugasku bertambah banyak dan akan lebih baik jika aku tinggal di asrama." Serena berkata sembari melanjutkan membaca buku tebalnya.
Lucy beranjak dan memeluk Serena dari belakang. "Aku akan merindukanmu, Rena. Aku janji akan menemuimu diasrama sesekali."
"Tidak perlu. Kau hanya akan membuat kegaduhan disana. Teman-temanku banyak yang mengenalmu dan menyukai beberapa bukumu. Mengapa kau berhenti menulis?" Tanya Rena menatap wajah Lucy yang tiba-tiba terdiam.
"Aku sedang ingin beristirahat sebentar dan mengejar kembali pujaan hatiku. Kau tahu, Rena. Aku sangat ingin menikahi pria itu dan menjadi wanita yang bisa menaklukkannya." Lucy berkata dengan wajah penuh dengan hayalan membuat Serena tersenyum melihat tingkah lucu kakaknya.
Serena memutar kursinya dan ikut berdansa bersama Lucy. "Aku akan berdoa untukmu kakakku sayang. Semoga tahun ini kau akan secepatnya menikah dan memberikan aku ponakan yang lucu."
Kedua wanita itu tertawa bersamaan dan melanjutkan cerita-cerita hayalan Lucy yang selalu mereka dengar berulangkali.
Lucy melihat sang Mommy sedang menyiapkan sarapan untuk mereka berlima. Ia menghampiri dan memeluk ibunya dari belakang dan menghirup aroma familiar dari rambut wanita yang masih terlihat sangat cantik di usianya yang tidak muda lagi.
''Oh, Mommy. Apa yang harus kami lakukan tanpamu?" tanya Lucy sambil menghela nafas dan memejamkan matanya dipunggung sang Mommy.
"Dasar pengganggu" gerutu Lyana ketika putrinya mencoba menganggu kegiatan memasaknya. "Ini masih terlalu pagi untukmu bangun, Apakah kau sedang membuat janji dengan seseorang?"
Lucy menyingkir saat wanita yang ia peluk sedang memasukkan ikan segar kedalam minyak yang mendidih. "Aku akan kembali ke apartemen pagi ini, Mom."
"Apakah kau memutuskan untuk kembali menulis buku? Mommy senang kau bisa kembali menulis lagi, Lucy. Penggemarmu pasti sangat senang, terutama aku." Ujar Lyana dengan perasaan bahagia sembari memeluk putrinya erat.
"Aku akan mencobanya. Untuk itu jangan ada yang menggangguku dengan mendatangi apartemen tiba-tiba tanpa menghubungiku terlebih dahulu, terutama kakek. Mommy harus menegaskan hal itu padanya." Ucap Lucy kepada ibunya yang sedang memikirkan cara agar ayah mertuanya itu tidak mengganggu kedua cucunya.
Lyana mencicipi hidangannya dan tersenyum senang dengan rasanya. "Cobalah, ini sangat enak." sahutnya sembari menyuapkan potongan daging ke mulut Lucy.
"Ini benar-benar sangat enak, Mom. Aku akan merindukan masakanmu." Lucy memuji masakan sang Mommy sambil mengambil beberapa potong lagi untuk disantap.
"Mommy akan membawakan sedikit untuk kau bawa. Makanlah sebelum Kakek dan Daddy turun kebawah." Ucap Lyana dengan tersenyum ketika melihat bagaimana putrinya menyukai masakan buatannya.
Lucy sengaja pergi tanpa berpamitan pada ayahnya, terutama sang kakek yang sudah pasti akan terus mengomelinya. Dan itu sudah biasa ia dan juga Rena lakukan. Adiknya tidak terlalu mendapat sikap posesif dari kakek karena Rena masih tinggal di asrama dan tempat itu milik kakeknya.
Berbeda dengan dirinya yang memang sengaja memilih apartemen yang dekat dengan perusahaan Declan, dengan alasan apartemen itu tepat berada ditengah-tengah kota dan memiliki akses dan juga keamanan yang ketat.
Setelah kejadian yang menimpa dirinya saat kecil membuat ayahnya mempekerjakan beberapa pengawal yang selalu berada disekitar dirinya dan juga adiknya, meski tidak terlihat tapi mereka sangat ahli di bidangnya. Karena sudah berlangsung lama, membuat Lucy dan juga Rena menjadi terbiasa dan tidak terlalu mempermasalahkan hal itu. Lagipula hanya itu yang bisa membuat kedua orangtuanya tenang, terutama kakek.
Orang-orang yang menjaganya sudah tahu jika Lucy sangat tergila-gila pada Declan dan mereka sering membantunya mendapatkan majalah dan juga buku yang membahas mengenai pria itu.
"Aku pergi, Mom. Sampaikan salamku pada semua orang" Sahut Lucy mencium kedua pipi sang Mommy kemudian keluar menuju mobilnya yang sudah diparkir didepan mansion.
...****************...
Lucy sedang berganti pakaian dengan pakaian kantor berwarna pastel. Karena ia tidak terbiasa memakai rok pendek seperti pakaian sekretaris yang sering ia lihat, ia memutuskan memakai celana panjang yang terlihat lebih cocok dengan gayanya.
Rambut panjangnya digelung keatas, sehingga menampakkan leher jenjangnya yang indah menurut hampir sebagian orang yang ia kenal. Kemudian ia memutuskan untuk membiarkan rambutnya tergerai. Ia tidak ingin membuat pria itu mengira dirinya sengaja menggoda dengan memperlihatkan leher jenjangnya.
Lucy turun dari mobilnya dengan terburu-buru memasuki gedung tinggi tempat dimana ia akan bekerja. Dengan keahlian berjalannya yang seperti super model, ia dengan percaya diri melewati beberapa orang dan masuk kedalam lift menuju lantai dimana Declan berada.
Melirik arloji dipergelangan tangannya, Lucy memaki ketika menyadari ia sudah terlambat beberapa menit. "Shit, ini bukan awal yang ia harapkan untuk bertemu dengan pria itu."
"Kau terlambat, Miss Queen." Sahut seorang pria yang ia tahu merupakan asisten Declan begitu ia keluar dari lift.
"Maafkan aku. Aku terjebak macet saat menuju kesini." Balas Lucy berbohong dan memasang wajah bersalahnya.
Pria itu memberikan tablet yang berisi semua jadwal pimpinan mereka dan juga minuman yang harus ia berikan padanya.
Lucy merapikan rambutnya dan mengetuk pintu ruang kerja Declan sebelum membuka pintu dengan perlahan. Ia melihat ruangan yang sangat luas dengan cat berwarna khas pria itu, tenang dan kejam. Pria itu duduk membelakangi meja kerjanya dan memandang kearah jendela besar yang memperlihatkan pemandangan indah.
"Apakah kau membawa kopiku?" Sahut Declan sembari mendengarkan rekan bisnisnya berbicara melalui ponselnya.
"Kopi anda sudah aku letakkan dimeja," Jawab Lucy membuat suasana menjadi hening ketika Declan mendengar suaranya.
Declan memutar kursinya perlahan dan menatap wanita yang suaranya sangat ia kenali. Lucy tersenyum manis seperti biasa ketika bertemu dengannya. "Apa yang membuat kau datang kesini tanpa membuat janji denganku?"
"Tentu saja untuk bekerja." Jawab Lucy sembari membacakan kegiatan Declan hari ini.
"Jangan bermain-main denganku, Lucyanna. Keluar dari ruanganku." Sahut Declan dengan suaranya yang dingin.
"Baiklah." Balas Lucy dengan senyumannya yang khas dan keluar dari ruangan Declan, kemudian menuju mejanya sendiri.
Declan menghubungi asistennya yang mungkin saat ini sedang dalam perjalanan ke kampung halamannya. "Mengapa wanita itu bisa masuk keruang kerjaku?" Ucap Declan ketika Rey mengangkat teleponnya pada dering ketiga.
"Apakah yang anda maksud Miss Queen? Dia adalah sekretaris sementara yang aku tugaskan untuk menggantikan pekerjaanku." Ujar Rey.
"Apa katamu? Carikan asisten pria untuk menggantikannya." perintah Declan kepada Asistennya.
"Tidak bisa, Tuan. Dia satu-satunya yang sudah aku beritahu mengenai dirimu. Dan aku sudah berada dalam perjalanan yang tidak mungkin untuk kembali saat ini. Bersabarlah untuk sementara, dia wanita yang cerdas dan juga menyenangkan. Kau akan menyukainya, Tuan. Percayalah padaku. Sampai Jumpa." Asistennya menjelaskan sebelum memutuskan panggilan teleponnya.
Declan terdiam beberapa saat sembari memikirkan apa yang harus ia lakukan pada wanita yang saat ini sedang berada disebelah ruangannya. Ia sangat terkejut melihat Lucy dengan pakaian kantoran. Mengingat setiap mereka bertemu, wanita itu selalu mengenakan celana pendek dan juga kaos yang sengaja ia ikat kesamping sehingga memperlihatkan perutnya.
Declan memutuskan keluar dan menemui Lucy diruang kerjanya. "Ikut aku" sahut Declan sambil menarik lengan wanita itu kasar dan membawanya menuju lift menuju lantai atas dimana terletak ruang pribadinya.
"Kita akan kemana?" tanya Lucy sembari menatap kearah tangannya yang berada dalam genggaman Declan.
"Aku akan memberikan apa yang kau inginkan dariku selama ini?" Jawab Declan dingin.
Lucy yang melihat kemana mereka akan naik merasa sedikit was-was. "Apa kau ingin membunuhku dengan mendorong tubuhku dari atap gedung ini?"
"Aku sangat yakin kau tidak akan semudah itu menyerah. Saat kau mati, aku masih yakin kau akan terus mengikuti diriku" Balas Declan yang akhirnya menatap mata wanita yang dengan terang-terangan menyukainya itu.
Lucy tak percaya dengan apa yang baru saja pria itu katakan. Dia benar-benar sangat sombong akan dirinya sendiri. "Kau terlalu percaya diri." Aku datang ke perusahaan ini sungguh ingin bekerja dan mencari pengalaman."
Setelah pintu lift terbuka, Lucy dibuat kaget dengan ruangan dimana pria itu membawanya masuk. Tempat ini seperti apartemen dan juga merupakan tempat pria itu tinggal, setelah melihat salah satu lukisan yang pernah ia berikan. "Ini tempat tinggalmu?"
"Kau benar" Ucap Declan sembari melepas jasnya, disusul dengan dasi pria itu. Sebelum Lucy sempat bertanya, pria itu mulai melepas pakaian yang Lucy kenakan dan mendorong wanita itu bersandar didinding, kemudian menghimpitnya.
"Apa yang kau lakukan, Declan? Lepaskan ak-
Declan memotong ucapan Lucy dengan mencium bibir wanita itu rakus.
Declan melepas ciumannya setelah mengetahui Lucy mulai kehabisan nafas seperti dirinya. Ia mengangkat tangannya dan menyentuh bibir Lucy yang terlihat membengkak dan juga seksi itu. Mereka pernah berciuman sebelumnya dan rasanya masih sama. Manis dan membuatnya candu.
Lucy menatap dada Declan yang kancing kemejanya sudah terbuka sebagian dan memperlihatkan dada atletisnya. Ada kesan kekuatan dan juga daya tarik pada tubuh pria itu, dan membuat Lucy tidak bisa memikirkan pria lain selain Declan. Dan memang sejak dulu hanya pria inilah yang ia sukai.
Declan mulai mengancingkan kembali kemeja Lucy yang ia lepaskan dengan paksa saat mereka berciuman, dan membiarkan aliran hasrat mengalir di sekujur tubuhnya ketika jemarinya menyentuh kulit lembut wanita itu.
''Tubuhmu terlihat sangat bugar dibandingkan dulu'' komentar Lucy setelah berhasil mengatur nafasnya dan ikut mengancingkan kemeja pria itu. ''Apakah kau menghabiskan waktumu dengan banyak berolahraga?''
''Ucapanmu sangat kasar, Lucy'' Declan berkata pelan kemudian mundur perlahan dan kembali memakai dasi dan juga jasnya.
Ia memperhatikan wanita itu memperbaiki rambutnya yang acak-acakan dan menggelungnya keatas karena tidak menemukan jepitan rambutnya.
''Kurasa aku akan bersikap baik jika kau tidak menarikku kesini dan menciumku dengan paksa'' Lucy menatap berkeliling mencari dapur untuk mengambil air minum.
"Kau yang memulainya. Apa kau akan membuat salah satu dari kita terbunuh? Karena kau dengan berani datang menemuiku?" Sahut Declan yang berdiri menyandarkan tubuhnya dilemari pendingin yang berada tak jauh dari Lucy.
Declan menatap Lucy ketika wanita itu meneguk minumannya hingga tak tersisa. Leher jenjang wanita itu selalu membuat ia tidak mampu untuk berpikir dengan baik. Ketertarikan yang dirasakan pada wanita itu semakin bertambah jika ia terus-menerus melihatnya. Mereka benar-benar tak boleh bertemu dan itu lebih baik untuk keduanya.
"Jangan pernah datang lagi kemari" Declan berkata sembari menyentuh leher wanita itu dengan jemarinya naik turun.
"Declan..." Lucy menjaga agar suaranya terdengar biasa saja ketika jemari pria itu masih bermain disepanjang lehernya.
"Aku sudah mengatakan berulangkali kita tidak akan pernah bisa memulai hubungan apapun. Dan kau sangat tahu alasannya, Lucy." Declan memberitahu wanita itu lagi seperti yang pernah ia katakan lima tahun lalu.
"Kau bahkan tidak bisa menjauhkan tanganmu dari tubuhku." Ucap Lucy dengan kilatan matanya yang mendadak emosi.
Declan tahu wanita itu sangat keras kepala, ia menahan nafas dan menjaga jarak. "Untuk itu kita tidak boleh bertemu lagi. Aku sudah berusaha dan lima tahun ini semua terkendali. Jangan membuatku bersikap kasar padamu."
"Lima menit lagi kau akan rapat. Aku akan menyiapkan semua yang kau butuhkan." Lucy berkata sembari berjalan masuk kedalam lift dan menutupnya. "Ia tidak akan menyerah kali ini." batin Lucy begitu pintu lift terbuka lagi dan pria itu masuk bersamanya.
"Jangan memaksaku bertindak tidak masuk akal" gumam Declan ketika lift mulai berjalan turun.
"Apakah aku akan digiring keluar oleh para penjagamu?" Balas Lucy lagi tanpa takut sedikitpun.
Declan melirik wanita yang tingginya sangat pas dengan tubuhnya itu kemudian menghembuskan nafas perlahan. "Kau sangat tahu seperti apa watak dan sikapku sejak dulu."
"Kau juga tahu aku keturunan dari siapa? Dan kami tidak pernah takut akan siapapun" Balas Lucy kemudian keluar dengan langkahnya yang sengaja dipertegas.
...****************...
Selama rapat berlangsung, Declan memperhatikan bagaimana Lucy dengan cepat bisa membaur bersama rekan-rekan bisnisnya yang beberapa merupakan wanita cerdas dan berkelas. Beberapa dari mereka mengenalinya sebagai penulis terkenal yang karyanya sempat booming dan mendapatkan penghargaan.
Declan bisa mendengar tawa wanita itu menggema diseberang ruangan dan juga sangat sensual di telinganya. Wanita yang cantik dan unik itu selalu bisa membuat pikirannya tidak fokus dan itu yang membuat ia harus menjauhinya sejauh-jauhnya.
"Sekretaris barumu sangat cantik dan juga cerdas, ia berhasil membuat kami menandatangani proyek ini. Jika kau merasa ingin menggantinya, kau bisa mengatakannya padaku, Dec. Aku akan merekrutnya." Ucap salah satu rekan bisnisnya.
"Dia bukan sekretarisku, dan kau tidak bisa mengatasinya. Wanita itu sangat kejam dan juga keras kepala." Ujar Declan malas dan memandang berkeliling mencari sosok Lucy.
"Siapa yang kau maksud?" Tanya Lucy yang sudah berada di sisi Declan.
"Bisakah kau tidak mengendap-endap seperti itu?" Sahut Declan yang terkejut dengan keberadaan wanita itu disampingnya.
Lucy tersenyum dan duduk disalah satu kursi disamping Declan. "Bukankah kau mencariku?"
"Antarlah semua rekan bisnisku, saat mereka berpamitan. Aku lelah." Ucap Declan kemudian tanpa menjawab pertanyaan Lucy.
"Tentu saja. Aku akan menjadi nyonya rumah yang baik untuk tamu-tamumu" Lucy berkata sembari membaur bersama rekan-rekan bisnis Declan.
"Mira salah satu rekan bisnismu mengadakan pesta makan malam dan mengundangmu untuk datang bersama pasangan." Ucap Lucy beberapa saat kemudian di ruang kerja Declan. "Aku bisa menemanimu."
Declan yang sedang duduk sembari memejamkan matanya tersenyum kecil. "Aku akan datang dengan wanita lembut dan berbudi halus bersamaku. Perlu kau ingat, kita bukan pasangan."
"Tidak masalah. Kita bisa bertemu disana. Dia juga mengundangku sama resminya dan memaksaku untuk datang. Perlu kau ingat, aku datang sendiri." Balas Lucy tidak ingin kalah.
Lucy meletakkan undangan milik Declan dimejanya dan keluar perlahan membiarkan pria itu melanjutkan istirahatnya. Declan terlihat lelah, andai saja pria itu mengijinkan. Lucy ingin memijat pundak dan juga kepalanya.
"Bawakan makan siang untukku, Lucy." Sahut Declan yang masih menutup matanya.
"Tentu."
Setelah kembali di ruang kerjanya sendiri. Lucy mengambil ponselnya dan memesan makan siang di restoran langganan tempat ia dan Declan sering makan dulu. Ia kemudian memesan makanan kesukaan pria itu.
Beberapa saat kemudian, mereka berdua tampak menikmati Makan siang bersama-sama. Declan terlihat tidak peduli lagi dengan Lucy yang dengan santainya ikut makan diruang kerjanya.
"Aku sudah lama tidak makan makanan di restoran ini," Ujar Lucy dengan mulut penuh makanan.
Declan mengambil tisu dan memberikan kepada wanita itu, ketika melihat saos menempel didagunya. Lucy sendiri menyodorkan wajahnya ke dekat pria itu agar dirinya bisa membersihkannya.
"Bagaimanapun juga tak ada yang ingin kembali ketempat itu sendirian" Sambung Lucy lagi dengan wajah cemberut.
Lucy tersenyum ketika mengetahui pria itu masih sama seperti dulu, dengan jemarinya yang besar itu Declan dengan terampil mengupas kulit udang yang merupakan kesukaan Lucy dan meletakkan diatas piringnya.
"Aku akan membiarkanmu hari ini. Besok jangan datang dan menemuiku lagi, Lucy. Aku bersungguh-sungguh dengan ucapanku." Declan berkata tegas dan kembali dingin.
"Declan,"
"Cukup" Declan berhasil mengucapkan kalimat itu dengan tajam. "Kita harus berhenti, Lucy. Kau sangat tahu alasan kita tidak bisa bersama dan aku tetap tidak ingin mencobanya."
"Baiklah."
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!