NovelToon NovelToon

Ninja Rian: Sang Pengantar Paket Dari Surabaya

Judul: Ninja Rian dari Surabaya

(Bab 1: Kehidupan Sehari-hari Ninja Rian)

Di sebuah warung kopi pinggir jalan di Surabaya...

Rian: (meminum es teh dengan santai) “Aku ini ninja loh, tapi kok kerjaanku malah jadi kurir paket, ya?”

Farid (teman Rian): (tertawa kecil) “Ninja dari mana, Ri? Orang Surabaya kok ninja? Ninja itu dari Jepang, bukan?”

Rian: “Lah, ninjanya internasional dong! Mana ada ninja cuma di satu tempat aja. Sekarang kan eranya globalisasi. Ninja Surabaya juga ada.”

Farid: (mengangguk sambil menahan tawa) “Terus, apa jurus andalanmu?”

Rian: (bersemangat) “Jurus kiriman kilat! Paketmu pasti sampai dalam 30 menit atau gratis!”

Farid: “Itu bukan jurus ninja, Ri. Itu ekspedisi.”

Rian: “Eh, jangan salah! Ninja itu kan harus cepat, tak terlihat, dan efisien. Aku kalau kirim paket nggak pernah kelihatan sama orang, tiba-tiba aja paketnya sampai depan rumah! Aku bahkan pakai motor ninja.”

Farid: “Jadi kamu ninja yang pakai motor ninja, gitu?”

Rian: “Lah, iya. Kalau ninja Jepang kan loncat-loncat di atap rumah. Kalau aku loncat-loncat ngelewatin kemacetan. Bedanya cuma di cara loncat aja.”

(Tiba-tiba, masuklah seorang pelanggan ke warung kopi, seorang wanita muda bernama Sari.)

Sari: (mengamati Rian dari ujung kepala sampai ujung kaki) “Kamu beneran ninja? Kok nggak ada topengnya?”

Rian: (tersenyum penuh percaya diri) “Di Surabaya, topeng ninja diganti dengan masker! PPKM kemarin kita semua jadi ninja. Kalau topeng full, kasihan kan nggak bisa ngopi. Aku ninja versi lokal.”

Sari: (tersenyum kecil) “Kamu bisa apa aja selain kirim paket?”

Rian: “Banyak dong! Aku bisa menghilang.” (Rian berdiri dengan gaya siap melakukan sesuatu)

Farid: “Mau ngapain kamu, Ri?”

Rian: “Liat aja.” (Tiba-tiba Rian pergi ke kamar mandi di belakang warung dan... tak terlihat lagi.)

Sari: (bingung) “Ke mana dia?”

Farid: (tersenyum kecil) “Lagi-lagi jurus ninja kiriman kilat. Menghilang selama lima menit buat buang air kecil.”

(Setelah beberapa menit, Rian kembali ke meja dengan ekspresi penuh kemenangan.)

Rian: “Nah, gimana? Aku menghilang kan?”

Sari: (menggeleng dengan tawa) “Aku nggak tahu harus bangga atau kasihan.”

Rian: “Tenang aja, kamu bakal lihat aksi ninja sesungguhnya nanti malam. Aku lagi ada misi penting.”

Farid: “Misi apa lagi sekarang, Ri?”

Rian: “Mengambil pesanan nasi goreng dari Pak De Tono sebelum tutup warung.”

Farid: “Kamu ninja apa kurir, sih?”

Rian: “Lho, aku ninja kurir! Sekarang yang penting adalah kecepatannya, bung! Kau lihat nanti, aku akan dapatkan nasi goreng itu tanpa ada yang tahu.”

Sari: (tertawa kecil) “Aku ikut lihat aksimu, ninja Rian.”

(Dengan percaya diri, Rian memakai helm motornya dan bersiap untuk misi 'nasi goreng'nya. Farid dan Sari hanya bisa menggeleng sambil tertawa kecil. Petualangan ninja Rian baru saja dimulai, dan setiap harinya selalu diwarnai dengan aksi-aksi ninja yang... tak biasa.)

Tamat Bab 1

Di bab-bab selanjutnya, Rian akan menghadapi berbagai tantangan seperti mengirim paket ke alamat yang salah, bertemu saingan ninja dari kota lain, dan tentu saja, tetap menjaga kecepatan kirimannya agar tetap jadi ninja kurir tercepat di Surabaya.

Judul: Ninja Rian dari Surabaya

(Bab 2: Perseteruan dengan Ojek Online)

Di sebuah gang sempit di Surabaya, Rian dengan bangga mengendarai motornya, sambil mengenakan helm bertuliskan "Ninja Kilat". Namun, di depan gerbang rumah pelanggan, terlihat seorang pria berseragam ojek online, berdiri dengan gaya siap tempur sambil memegang HP-nya.

Ojek Online (Dodi): (melihat Rian dengan tatapan sinis) “Eh, bro, mau ngapain di sini? Ini daerah kekuasaanku, bro. Daerah Gubeng sini aku yang pegang, nggak boleh ada kurir lain.”

Rian: (berdiri dari motor dengan gaya ninja penuh percaya diri) “Aku bukan kurir biasa. Aku Ninja Rian. Gubeng? Itu cuma sebagian dari wilayah misiku. Aku kirim paket ke mana saja, tak ada yang bisa menghalangi.”

Dodi: (tertawa) “Ninja? Bro, sini Indonesia, bukan Jepang. Ninja nggak laku di sini. Apalagi, saingan sama ojek online kayak aku. Aku bisa antar makanan, paket, jemput orang, bahkan beli obat di apotek. Ninja bisa apa?”

Rian: (tersenyum penuh percaya diri) “Ninja bisa bergerak cepat, tanpa jejak, dan... (berhenti sejenak) kalau soal beli obat, aku juga bisa kok, tinggal buka aplikasi apotek.”

Dodi: “Terus, gimana kalau soal promo dan diskon? Liat nih...” (Dodi menunjuk layar HP-nya) “Diskon ongkir, cashback, promo makanan gratis! Kamu punya nggak?”

Rian: (terdiam sejenak, lalu tertawa kecil) “Diskon? Aku nggak butuh diskon. Karena jasa ninja... eksklusif. Hanya untuk orang-orang terpilih yang mau pelayanan tanpa cela. Pasti aman dan cepat sampai tujuan!”

Dodi: (menggeleng) “Pelanggan nggak butuh eksklusif, bro. Mereka butuh murah. Ninja-ninjaanmu itu, nggak bakal menang lawan teknologi dan promo.”

(Tiba-tiba, seorang pelanggan keluar dari rumah. Ibu-ibu dengan tas belanja yang terlihat kebingungan.)

Bu Tini (Pelanggan): “Mas-mas, ini paket saya mana, kok ada dua orang yang datang?”

Rian: (berdiri tegap dengan gaya superhero) “Paket ibu ada di saya. Ini langsung dari tangan ninja Surabaya. Paket pasti aman, tidak terlacak oleh mata manusia biasa.”

Dodi: (menunjukkan aplikasi di HP-nya) “Bu, saya juga sudah sampai. Paket ibu ada di saya, dan ada diskon 10%. Jadi lebih hemat.”

Bu Tini: (berpikir keras) “Hmmm, lebih murah yang ini, tapi ninja... unik juga ya. Jadi pilih yang mana, ya?”

Rian: (berpikir cepat) “Bu, saya ini ninja, artinya tidak ada yang lebih cepat dan tangguh dari saya. Kalau ibu pilih saya, saya akan langsung kirim paket ini dalam waktu tiga detik.”

Dodi: “Tiga detik? Bro, ini cuma ngasih paket, nggak perlu gaya-gayaan ninja. Pelanggan butuh cepat dan hemat, bukan sulap!”

Rian: “Lihat saja.” (Dengan gaya ninja, Rian menjatuhkan sebuah bom asap mini dari kantongnya, dan tiba-tiba sekeliling menjadi kabur oleh asap putih. Beberapa detik kemudian, paket sudah ada di tangan Bu Tini.) “Taraaa... paket sudah sampai, tanpa ribet.”

Bu Tini: (terkaget) “Wah, cepet banget! Nggak nyangka ninja beneran cepat begini.” (Mengangguk senang sambil memegang paketnya)

Dodi: (terbatuk-batuk karena asap) “Hah! Itu nggak adil! Pakai bom asap segala. Nih, lihat paket saya, lebih aman, nggak ada drama! Dan ada diskon lagi!”

Bu Tini: (melihat dua pilihan di tangannya) “Hmm... diskon sih memang menarik, tapi tadi itu keren banget, Mas Ninja! Seumur hidup baru pertama kali nerima paket kayak gini.”

Dodi: (kesal) “Tapi, Bu, diskon kan lebih penting. Bayangkan, lebih hemat, tiap kali ada pesanan, cashback lagi. Ninja ini cuma gaya-gayaan.”

Rian: (menoleh dengan santai) “Gaya-gayaan? Ninja itu soal prinsip, bro. Prinsip kehormatan. Kalau soal diskon, biarlah mereka yang cari. Tapi kalau soal kecepatan, keamanan, dan gaya... itu yang hanya ninja yang punya.”

Dodi: “Ya udah, lihat saja. Nanti pelanggan bakal balik lagi ke kami ojek online, karena kami praktis, murah, dan banyak promonya.”

Rian: (tersenyum penuh percaya diri) “Dan aku tetap akan di sini, sebagai ninja Surabaya, melayani mereka yang butuh kecepatan dan ketepatan!”

(Bu Tini hanya bisa tersenyum kecil dan pamit masuk ke rumah dengan paket di tangan, sementara Dodi dan Rian tetap saling memandang penuh persaingan.)

Dodi: “Besok kita lihat siapa yang lebih cepat, lebih disukai pelanggan.”

Rian: “Dengan senang hati. Dan jangan lupa, selalu siap untuk... jurus Ninja Kilat! Hiaaat!” (Rian menghilang di balik asap kecil, meninggalkan Dodi yang masih kesal sendiri.)

(Bab ini ditutup dengan Rian yang selalu optimis bahwa dirinya, meski dengan cara yang sedikit konyol, tetap akan menang dalam setiap persaingan. Di bab-bab berikutnya, perseteruan antara ninja dan ojek online akan semakin seru dengan berbagai tantangan unik.)

Tamat Bab 2

Judul: Ninja Rian dari Surabaya

(Bab 3: Misi Nasi Bungkus Tengah Malam)

Setelah pertarungan sengit dengan Dodi, Rian merasa lapar. Seorang ninja tak bisa beraksi maksimal tanpa makanan yang tepat, dan bagi Rian, makanan yang paling cocok adalah nasi bungkus langganannya. Namun, kali ini misinya lebih sulit dari biasanya, karena warung nasi bungkus Pak De Tono terkenal akan antreannya yang panjang.

(Di sisi lain, Dodi yang tak mau kalah, juga memutuskan untuk memesan makanan dari tempat yang sama. Kini, dua "pejuang" ini siap bersaing, bukan hanya soal kirim paket, tapi juga siapa yang duluan dapat nasi bungkus Pak De Tono.)

---

Di depan warung Pak De Tono...

Rian: (berdiri di samping motornya sambil melihat antrean panjang) "Wah, rame betul! Tapi seorang ninja tak akan gentar. Nasi bungkus ini adalah bagian dari misi malam ini!"

Dodi: (muncul tiba-tiba dengan motor ojeknya) “Hah! Kamu di sini lagi? Bro, kita belum selesai tadi, sekarang mau bersaing buat nasi bungkus juga?”

Rian: (tertawa kecil) “Lapar itu universal, bro. Ninja juga butuh makan. Tapi kali ini aku yang menang. Kau lihat saja, dalam waktu 10 menit, aku akan bawa pulang nasi bungkus dengan sambal ekstra!”

Dodi: (mengangkat bahu) “Lihat dulu nih, aku pakai aplikasi. Tinggal klik, dan pesanan beres. Tak perlu antre, tak perlu gaya ninja!”

Rian: “Tapi kau lupa, Dodi, warung Pak De Tono ini legendaris. Di sini tidak terima aplikasi, hanya terima pesanan langsung.”

Dodi: (terkejut) “Apa?! Warung legendaris yang kayak gini masih manual?”

Rian: (mengangguk penuh kemenangan) “Di sinilah keahlian ninja diuji. Kau tak bisa andalkan teknologi di sini.”

Dodi: “Hmph, ya sudah. Lihat saja, aku juga bisa antre cepat.”

(Mereka berdua mendekat ke antrean panjang di depan warung. Ada banyak orang yang sedang menunggu dengan wajah lesu. Waktu sudah menunjukkan jam 11 malam, tapi antrean tak kunjung surut.)

---

Dalam antrean...

Bu Marni (Pelanggan setia Pak De Tono): “Ya ampun, kok panjang betul antreannya. Saya dari tadi belum dipanggil.”

Rian: (berpikir keras) “Hmm, ini tidak bisa dibiarkan. Ninja tak boleh kalah oleh antrean.”

(Rian tiba-tiba memasang topeng ninja kecil di wajahnya dan bersiap dengan rencana liciknya. Ia merapat ke samping Dodi yang sedang asyik dengan HP-nya.)

Rian: “Dodi, aku dapat info rahasia dari dalam warung. Katanya, yang antre di belakang pintu sebelah itu bakal dilayani lebih dulu.”

Dodi: (mengintip ke pintu samping yang lebih gelap) “Serius, nih? Tapi kok sepi di sana?”

Rian: “Ninja tak pernah bohong. Itu pintu rahasia. Kalau kau ke sana, kau bisa langsung pesan.”

(Dengan polosnya, Dodi berjalan ke arah pintu samping. Rian tertawa kecil sambil menggeser posisinya ke depan antrean, dengan licik melompati beberapa orang tanpa ada yang sadar. Namun, Dodi mendapati pintu samping itu terkunci rapat.)

Dodi: (kembali dengan kesal) “Woi, Rian! Itu pintunya terkunci! Kamu nipu aku, ya?”

Rian: (tersenyum lebar) “Kau salah, Dodi. Pintunya mungkin terkunci, tapi hatimu harus selalu terbuka untuk belajar dari ninja!”

Dodi: “Awas kau! Aku bakal dapet nasi bungkus sebelum kamu!”

---

Saat itu, tiba-tiba ada seorang pelanggan VIP yang datang, seorang lelaki gemuk yang selalu mendapat prioritas karena dia adalah pelanggan paling lama di warung Pak De Tono.

Pak Tarman (Pelanggan VIP): “Maaf ya, semua. Aku duluan, seperti biasa!”

(Semua orang di antrean tampak kesal, termasuk Rian dan Dodi.)

Rian: (berbisik) “Hmm, ini tidak adil. Tapi seorang ninja tak bisa langsung bertindak frontal... aku butuh strategi.”

(Rian melihat ke arah kantong plastik besar Pak Tarman yang sudah penuh dengan nasi bungkus. Ia lalu berbisik pada Dodi.)

Rian: “Dodi, gimana kalau kita kerja sama kali ini?”

Dodi: “Kerja sama gimana?”

Rian: “Kita curi kesempatan saat Pak Tarman lengah. Aku akan alihkan perhatiannya, dan kau ambil satu bungkus nasi di kantong plastiknya. Kita bagi dua.”

Dodi: “Apa? Itu pencurian!”

Rian: “Ini strategi, bro. Aku ninja, bukan pencuri. Kalau kita kalah antre lagi, kita bakal kelaparan. Kau mau itu?”

Dodi: (berpikir sejenak) “Oke, tapi cuma sekali ini.”

(Rian mulai bergerak dengan jurus ninja perhatiannya: ia berdiri tepat di depan Pak Tarman sambil berpura-pura tersandung, lalu pura-pura jatuh ke depan. Saat itu, kantong plastik nasi bungkus terayun lepas dari tangan Pak Tarman.)

Pak Tarman: “Wah, hati-hati, Mas! Liat-liat jalannya!”

Rian: “Maaf, Pak, maaf! Kaki saya kesleo nih!”

(Sementara itu, Dodi dengan gesit mengambil satu bungkus nasi dari kantong plastik Pak Tarman, lalu cepat-cepat kabur ke belakang.)

Dodi: (berbisik ke Rian) “Berhasil! Kita dapat satu.”

Rian: “Luar biasa! Sekarang, mari kita makan dengan penuh kemenangan.”

(Namun, saat Rian dan Dodi akan membuka bungkus nasi, tiba-tiba dari belakang, terdengar suara keras.)

Pak Tarman: “Eh, nasi bungkus saya kok kurang satu?! Siapa yang ambil?!”

(Rian dan Dodi membeku. Mereka saling pandang, dan tanpa bicara lebih lanjut, keduanya segera kabur dari tempat itu, meninggalkan nasi bungkus yang baru saja mereka curi. Mereka berdua berlari sejauh mungkin, tertawa kecil meski napas ngos-ngosan.)

Dodi: (tertawa sambil terengah-engah) “Kau gila, Rian! Tapi seru juga, ya.”

Rian: (tertawa) “Ninja selalu punya cara. Tapi lain kali, kita jangan curi nasi bungkus lagi.”

Dodi: “Ya, benar. Tapi setidaknya kita sudah belajar satu hal.”

Rian: “Apa itu?”

Dodi: “Bahwa meskipun ninja lebih cepat, ojek online lebih pintar kalau soal promo.”

Rian: (tertawa kecil) “Mungkin, tapi soal gaya... ninja tetap juaranya.”

(Mereka tertawa bersama, berjalan pulang tanpa nasi bungkus tapi dengan perasaan puas. Siapa sangka, di balik perseteruan mereka, ada persahabatan yang mulai terbentuk.)

---

Tamat Bab 3

Petualangan berikutnya, siapa tahu? Mungkin mereka akan bersaing dalam hal yang lebih besar, atau justru menjadi tim duo yang tak terkalahkan!

Misi Paket Rahasia untuk Presiden

(Bab 4)

Hari itu terasa seperti hari-hari biasa bagi Rian, sang ninja kurir, hingga teleponnya berdering keras. Ternyata ada sebuah misi rahasia yang tak biasa. Paket yang harus dia antar kali ini adalah untuk Bapak Presiden. Sebagai ninja, ini adalah misi tertinggi yang pernah dia dapatkan. Namun, siapa sangka, misi ini penuh dengan kekonyolan!

 

Di rumah Rian...

Rian: (melihat telepon sambil terbengong-bengong) “Apa?! Kirim paket untuk Presiden? Waduh! Ini misi nasional, bro. Kalau gagal, bisa dicari sama intel negara!”

Farid: (datang tiba-tiba sambil minum es teh) “Ri, kirim paket buat Presiden? Kamu serius? Jangan-jangan kamu kena prank?”

Rian: “Nggak, nih beneran. Ada stempel rahasianya dan kode Mission Impossible gitu di aplikasiku. Mana paketnya katanya rahasia negara lagi!”

Farid: “Wah, kalau begitu serius banget, dong. Tapi... kamu yakin bisa? Kan ngirim paket biasa aja kamu sering nyasar.”

Rian: (tersenyum penuh percaya diri) “Farid, ini saatnya dunia tahu bahwa Ninja Rian tak pernah salah dalam menjalankan misi. Ini adalah puncak dari semua petualangan ninja! Kirim paket untuk Presiden, bro!”

 

Rian dengan semangat mengendarai motornya menuju Istana Negara. Dia mengenakan helm ninja kesayangannya sambil sesekali berteriak sendiri untuk menambah semangat.

Rian: (meneriakkan mantra ninja) “Hiaaat! Misi Presiden akan segera sukses! Ninja Rian akan membawakan paket rahasia tanpa hambatan!”

Namun, di tengah jalan, tiba-tiba hujan deras mengguyur tanpa ampun. Jalanan mulai licin dan berlubang.

Rian: (berbicara sendiri sambil melaju) “Hujan ini adalah ujian! Tidak ada yang bisa menghentikan seorang ninja! Tidak hujan, tidak badai!”

(Namun, di saat itu, sebuah motor ojek online yang dikenal Rian muncul di sebelahnya.)

Dodi: (tertawa) “Wih, bro! Lagi mau ke mana nih, kayaknya penting banget?”

Rian: “Hah! Ini misi super rahasia, Dodi! Jangan tanya banyak-banyak!”

Dodi: (tertawa) “Rahasia apaan? Kamu bawa paket buat Presiden, ya?”

Rian: (tercengang) “Eh, kok kamu tahu?!”

Dodi: “Lah, kan tadi aku liat di aplikasi juga. Tapi aku nggak ambil, karena susah banget harus masuk Istana segala. Gila kali! Pasti banyak aturan yang ribet.”

Rian: (tersenyum penuh percaya diri) “Makanya, itu misi buat ninja, bukan buat ojek online biasa!”

Dodi: “Hah, kita lihat aja nanti! Jangan sampai kamu nyasar, bro, Istana Negara kan gede. Jangan-jangan kamu malah masuk ke kandang rusa.”

 

Beberapa waktu kemudian, Rian tiba di depan gerbang Istana Negara, dengan motornya yang penuh lumpur karena hujan. Seorang petugas keamanan berjaga di pintu depan.

Petugas Istana (Pak Agus): “Mas, ada keperluan apa ya? Ini bukan tempat sembarangan, loh.”

Rian: (dengan semangat tinggi) “Saya Rian, kurir ninja. Ada paket penting untuk Bapak Presiden!”

Pak Agus: (mengernyitkan dahi) “Ninja? Presiden? Emangnya ini film laga?”

Rian: “Bukan, Pak. Ini serius! Saya punya paket rahasia. Lihat nih, ada stempel resminya.”

(Rian menunjukkan kode rahasia di paketnya. Pak Agus mendekati paket itu dan memeriksa dengan cermat.)

Pak Agus: “Oh, iya. Ini benar. Tapi, ada prosedurnya, Mas. Harus melewati beberapa pos dulu. Dan nggak boleh sembarangan bawa motor ke dalam.”

Rian: (kebingungan) “Hah? Tapi saya harus kirim cepat, Pak! Waktu adalah segalanya. Ninja tak boleh terhambat prosedur!”

Pak Agus: (tertawa kecil) “Di sini semua pakai prosedur, Mas. Ninja juga harus tertib.”

(Rian mengangguk, walau di dalam hati dia merasa ribet. Dia kemudian diberi izin masuk ke pos pemeriksaan pertama, di mana dia harus melewati alat pemindai dan beberapa penjagaan ketat. Semua peralatan ninja-nya, seperti bom asap dan bintang lempar, disita.)

Petugas Keamanan 2 (Pak Budi): “Mas, bom asap ini nggak boleh dibawa masuk. Apalagi bintang ninja. Ini istana, bukan lapangan latihan silat.”

Rian: (merasa kecewa) “Tapi itu alat kerjaku, Pak. Bagaimana kalau ada halangan?”

Pak Budi: “Halangan apa? Ini istana, Mas, bukan arena balap. Silakan lanjut, paketnya aman di sini.”

(Dengan perasaan sedikit canggung, Rian akhirnya melewati pemeriksaan dan tiba di depan Istana Presiden. Seorang ajudan presiden yang sangat serius muncul untuk menerima paket.)

Ajudan Presiden (Pak Anton): “Mas, ini paket untuk Presiden. Tolong jangan macam-macam.”

Rian: “Iya, Pak. Saya cuma kirim paket. Tapi... boleh saya ketemu langsung sama Bapak Presiden? Cuma buat selfie aja, Pak. Momen langka, gitu loh.”

Pak Anton: (melotot) “Ini bukan tempat buat minta selfie, Mas! Silakan tinggalkan paket dan kembali.”

(Rian merasa gagal dalam usahanya untuk bertemu Presiden. Namun, tiba-tiba pintu Istana terbuka, dan keluarlah sosok yang tidak dia sangka-sangka.)

Presiden: (tersenyum kecil) “Ada apa ini? Siapa yang kirim paket? Kamu kurirnya?”

Rian: (langsung berdiri tegak) “Iya, Pak! Saya Ninja Rian dari Surabaya! Ini paket super rahasia untuk Bapak!”

Presiden: (tertawa kecil) “Ninja dari Surabaya, ya? Keren juga. Ya sudah, terima kasih atas paketnya. Apa isinya, nih?”

Rian: “Maaf, Pak, saya nggak tahu. Katanya rahasia negara.”

Presiden: (tertawa) “Oh, kamu benar-benar menjalankan tugas, ya? Bagus itu. Terus, mau selfie tadi, katanya?”

Rian: (kaget) “Eh, beneran boleh, Pak?”

Presiden: “Ya, asal cepat saja. Saya juga ninja... ninja dalam hal ngurus negara.”

(Rian tertawa bersama Presiden, dan mereka berdua berfoto. Rian merasa ini adalah puncak karir ninjanya sebagai kurir. Namun, saat hendak pulang, tiba-tiba telepon Rian berbunyi lagi.)

Farid: “Ri, paket buat Presiden udah sampe? Bagus. Eh, tapi katanya paket itu cuma isi sambel bawang langganan Presiden, lho. Katanya favorit beliau.”

Rian: “Sambel bawang?! Jadi paket rahasia yang aku kirim itu... cuma sambel?”

Farid: “Iya, bro. Tapi tenang aja, kamu sekarang ninja resmi negara! Gokil, kan?”

Rian: (tertawa kecil sambil menepuk dahinya) “Ya ampun... misi besar-besaran ini cuma buat kirim sambel bawang.”

(Meski kecewa, Rian tetap tersenyum. Setidaknya, dia berhasil menjalankan misi dengan sukses dan punya selfie dengan Presiden. Misi kali ini mungkin bukan tentang penyelamatan dunia, tapi setidaknya dia belajar satu hal: ninja juga perlu kirim sambel bawang.)

 

Tamat

Petualangan berikutnya, siapa tahu? Mungkin Rian akan menghadapi tantangan yang lebih aneh lagi, atau mungkin... kirim paket ke luar angkasa!

(Bab .5 Ninja Rian vs Maling Motor)

Setelah misi paket rahasia untuk Presiden, Rian merasa hidupnya kembali tenang. Seperti hari-hari biasanya, ia menjalankan tugasnya sebagai ninja kurir di Surabaya. Tapi hari ini, tugasnya bukan hanya sekadar mengantar paket, melainkan juga mempertahankan motornya yang hampir diambil maling!

 

Suatu pagi di jalanan Surabaya...

Rian: (berbicara sendiri di atas motornya sambil menunggu lampu merah) “Hari ini sepertinya lancar banget. Cuaca cerah, nggak ada hujan tiba-tiba, dan... eh, bentar. Kok kayak ada yang aneh?”

(Rian melirik ke arah sekeliling. Di seberang jalan, ada dua orang pria yang tampak mencurigakan dengan helm hitam besar. Mereka terus melirik ke arah motornya.)

Rian: (berpikir) “Wah, feeling ninja gue mengatakan ada yang nggak beres. Ini pasti ada sesuatu yang bakal terjadi. Apa mereka maling motor?”

(Benar saja, saat lampu hijau menyala dan Rian melaju, salah satu dari pria itu mulai mengikuti motornya dengan kecepatan pelan. Rian yang sudah curiga, mempercepat laju motor, tapi kedua pria itu tak mau kalah. Mereka terus mengejar!)

 

Beberapa blok kemudian, Rian memutuskan berhenti di sebuah warung pinggir jalan untuk istirahat dan memesan kopi. Kedua pria itu juga berhenti, tapi tetap mengawasi dari jauh.

Rian: (sambil minum kopi) “Oke, ini pasti maling motor. Tapi mereka nggak tahu, mereka berhadapan dengan Ninja Rian—bukan kurir biasa!”

(Rian pura-pura tidak sadar, tapi dia mulai merancang rencana. Dia dengan sengaja memarkirkan motornya agak jauh dari tempat duduknya, agar terlihat lebih mudah dicuri.)

Rian: (berbisik sendiri) “Ayo, coba ambil motorku kalau berani. Ini jebakan, bro.”

(Benar saja, salah satu dari pria itu mulai bergerak mendekati motor Rian dengan langkah-langkah pelan. Rian yang sudah siap dengan jurus ninjanya, mengintip dari balik pohon.)

Maling 1 (Joko): (berbisik pada rekannya) “Woy, ayo cepetan! Orangnya lagi duduk, nggak bakal nyadar.”

Maling 2 (Soleh): “Iya, iya. Tapi hati-hati, bro. Motor ini kayaknya punya orang penting. Lihat tuh helmnya ada logo aneh.”

Joko: “Halah, apaan sih. Ini paling kurir biasa. Yuk, eksekusi!”

(Joko mulai mencoba membuka kunci motor Rian menggunakan alat khusus. Sementara Soleh berjaga-jaga. Rian, yang mengintip, merasa ini adalah waktu yang tepat.)

 

(Rian tiba-tiba melompat ke udara dengan jurus andalan ninjanya. Dengan gerakan super cepat, ia mendarat tepat di samping motornya tanpa suara. Maling-maling itu sama sekali tidak sadar!)

Rian: (berbisik dari belakang mereka) “Kalian cari sesuatu?”

Joko & Soleh: (kaget, langsung meloncat mundur) “Wah! Siapa nih? Kok tiba-tiba ada orang?!”

Rian: (memasang pose ninja) “Aku Rian, ninja kurir dari Surabaya! Dan ini motorku. Kalau kalian mau motor ini, kalian harus berhadapan denganku dulu!”

Joko: (tertawa) “Ninja kurir? Halah, becanda apa, sih? Nih motor bisa kita ambil kapan aja, ninja-ninjaan nggak ada gunanya di sini.”

Soleh: “Iya, bro. Kita ini maling profesional, nggak takut sama kurir. Sana ambil motormu aja kalau bisa.”

Rian: “Oh, kalian mau coba? Aku kasih kalian kesempatan untuk kabur sebelum terlambat.”

(Bukannya kabur, Soleh justru berusaha mendekati Rian sambil memasang wajah mengancam.)

Soleh: “Udah deh, nggak usah sok jago. Serahin motor ini, dan kita bakal pergi dengan damai.”

(Soleh mencoba menarik jaket Rian, tapi tiba-tiba Rian mengeluarkan jurus andalannya: melemparkan bintang ninja yang selama ini dia sembunyikan di kantongnya!)

Rian: (berteriak) “Jurus Bintang Ninja Ultra Cepat! Hiaaat!”

(Bintang ninja Rian melesat dan mengenai helm Soleh, membuatnya jatuh tersungkur ke tanah.)

Soleh: (mendesis sambil kesakitan) “Aduh! Apa-apaan ini?! Itu bintang lempar beneran?!”

Joko: (melotot) “Wah, kita nggak berhadapan sama kurir biasa, bro! Dia beneran ninja! Ayo kabur!”

(Tapi sebelum mereka sempat kabur, Rian mengeluarkan bom asap dari kantong kecilnya, melemparnya ke udara, dan dalam sekejap, asap tebal mengepung mereka.)

Rian: (tertawa dalam asap) “Ini cuma peringatan kecil. Kalau kalian nekat, aku akan mengejar kalian sampai ke ujung Surabaya!”

(Saat asap mulai menghilang, Joko dan Soleh sudah lari terbirit-birit meninggalkan Rian dan motornya. Orang-orang di warung hanya bisa terheran-heran melihat aksi Rian.)

Bu Siti (Pemilik Warung): “Ya ampun, Mas! Itu tadi ninja beneran? Apa saya lagi mimpi?”

Rian: (sambil memungut kembali bintang ninjanya) “Bukan mimpi, Bu. Ini cuma tugas sehari-hari seorang ninja. Dan hari ini, motorku selamat!”

(Rian kembali ke motornya dengan penuh kemenangan. Meski tadi harus menghadapi maling motor, ia berhasil menjaga motornya tetap aman. Hari itu, Rian merasa misi ninja yang satu ini adalah yang paling memuaskan.)

 

Tamat

Petualangan Rian sebagai ninja kurir belum berakhir. Siapa tahu, mungkin di lain waktu dia harus menghadapi tantangan yang lebih besar lagi, mungkin kali ini dengan... mafia motor?

(Bab 6: Pertarungan dengan Mafia Motor)

Setelah sukses menggagalkan usaha pencurian motornya, Rian merasa puas. Namun, kebahagiaan itu tidak bertahan lama. Beberapa hari kemudian, rumor tentang sebuah mafia motor yang menguasai jalanan Surabaya mulai menyebar. Mereka dikenal sangat berbahaya dan siap melakukan apa saja untuk mempertahankan kekuasaan mereka.

---

Di warung kopi tempat Rian sering nongkrong...

Farid: (menyeruput kopi) “Ri, kamu sudah dengar tentang mafia motor yang lagi bikin onar di kota? Mereka nggak segan-segan nyerang kurir, lho!”

Rian: (mengernyit) “Mafia motor? Wah, itu bisa jadi masalah. Kita harus segera menghentikan mereka sebelum semakin banyak yang jadi korban.”

Farid: “Tapi gimana? Mereka terkenal kejam, bro. Kita bukan ninja yang bisa melawan mereka dengan mudah.”

Rian: (menggenggam tangan) “Tapi aku ninja! Jika tidak kita yang melawan, siapa lagi? Kita harus melindungi kurir dan warga!”

(Rian yang bersemangat langsung berencana untuk menyelidiki keberadaan mafia tersebut. Dia memutuskan untuk menyamar dan mencari informasi.)

---

Di jalanan Surabaya...

Rian mengenakan jaket kulit dan helm yang lebih keren, berusaha terlihat seperti pengendara motor biasa. Dia mengamati sekelilingnya, berharap bisa menemukan jejak mafia itu. Beberapa jam kemudian, dia melihat sekelompok pengendara motor dengan tato mencolok dan sikap menantang berkumpul di pinggir jalan.

Rian: (berbisik pada dirinya sendiri) “Ini dia. Saatnya ninja beraksi.”

(Rian menyelip di antara para pengendara dan mendengarkan pembicaraan mereka.)

Mafia 1 (Budi): “Kita harus ambil alih wilayah ini! Kurir-kurir ini harus tahu siapa bos di sini!”

Mafia 2 (Tono): “Iya! Nggak ada yang bisa ngelawan kita! Kita udah rampok banyak motor, ini tinggal nambah koleksi!”

(Rian merasa ada sesuatu yang harus dilakukan. Dia mengumpulkan keberanian dan melangkah maju.)

Rian: “Kalian berani-beraninya mengganggu orang-orang tidak bersalah! Apa kalian pikir kalian bisa begitu saja merampas?”

(Semua mafia langsung menoleh dengan kaget, termasuk Budi dan Tono.)

Budi: (tertawa sinis) “Siapa nih bocah? Berani-beraninya sok pahlawan? Ini wilayah kita!”

Rian: “Aku Rian, ninja kurir Surabaya! Dan aku tidak akan membiarkan kalian terus berbuat jahat!”

---

(Budi dan Tono saling pandang sebelum mereka berdua tertawa terbahak-bahak.)

Tono: “Ninja? Hahaha! Mau apa kamu? Pertarungan ini akan berakhir cepat!”

Rian: “Bukan begitu! Mari kita buktikan siapa yang lebih kuat. Kalau aku kalah, aku akan menyerahkan motorku. Tapi jika aku menang, kalian harus berhenti mengganggu warga!”

Budi: “Tantangan yang menarik! Kita lihat siapa yang lebih hebat!”

(Mereka sepakat untuk bertarung di area yang lebih terbuka, di sebuah lapangan kosong di pinggir kota. Rian menyiapkan diri, sementara mafia motor bersiap dengan keangkuhan mereka.)

---

Di lapangan...

Rian berdiri tegak, memusatkan perhatian dan mengingat semua jurusnya. Sementara itu, Budi dan Tono sudah bersiap dengan gaya agresif.

Rian: “Siap? Ayo!”

(Pertarungan dimulai! Rian menghindar dengan lincah saat Budi menyerang dengan tinju keras. Ia melompat dan menghindar, kemudian balas menyerang dengan jurus tendangan ninja yang cepat.)

Budi: (terkejut) “Wah, ternyata dia nggak bisa diremehkan!”

(Rian terus bergerak cepat, melakukan kombinasi serangan yang membuat kedua mafia terdesak. Dia bahkan melempar bintang ninja ke arah Tono, membuatnya terjatuh.)

Tono: (sambil mengeluh) “Aduh, ini sih bukan pertarungan, ini perampokan!”

(Namun, Budi tidak mau kalah. Ia menarik Rian dan mendorongnya ke tanah.)

Budi: “Kamu harus membayar untuk semua ini!”

(Rian merasa terdesak, tetapi dia tidak menyerah. Dia berusaha bangkit dan melihat sekeliling, mencari inspirasi.)

Rian: “Aku tidak akan kalah! Ninja tidak pernah mundur!”

(Dengan semangat baru, Rian melakukan serangan balik dengan semua tenaga yang tersisa. Dia berhasil mendorong Budi menjauh dan kembali menghadapi Tono.)

Rian: “Ingat, ini bukan hanya untukku, tapi untuk semua kurir di Surabaya!”

(Dengan satu gerakan cepat, Rian menghindari serangan Tono dan melontarkan satu bintang ninja terakhir. Bintang itu tepat mengenai helm Tono, membuatnya terjatuh ke tanah.)

---

(Dengan kedua mafia yang terjatuh dan terkapar, Rian berdiri di tengah lapangan, mengangkat tangan sebagai tanda kemenangan.)

Rian: “Sekarang, kalian semua harus berhenti! Pulanglah dan ubah jalan hidup kalian!”

(Mafia yang lain mulai mundur, menyadari bahwa mereka tidak bisa melawan ninja yang bersemangat dan gigih.)

Budi: “Oke, oke! Kita nggak akan ganggu lagi. Kita cari jalan lain.”

(Rian merasa lega, dia berhasil mengusir mafia motor dan melindungi kota. Dia pun kembali ke motornya dengan rasa bangga.)

---

Di warung kopi setelah pertarungan...

Farid: “Wah, Ri! Dengar-dengar kamu berhasil melawan mafia motor? Gila, kamu jadi pahlawan kota, bro!”

Rian: (tersenyum) “Ya, tapi ini semua berkat latihan dan semangat ninja. Dan juga karena bantuan kalian semua!”

Farid: “Kita harus rayakan! Yuk, kita beli kopi dan bakso!”

(Rian pun merayakan keberhasilannya, menyadari bahwa menjadi ninja bukan hanya soal kekuatan, tetapi juga tentang melindungi orang-orang di sekitarnya.)

---

Tamat

Petualangan Rian sebagai ninja kurir masih berlanjut. Apa tantangan selanjutnya? Mungkin petualangan yang lebih gila, atau misi yang lebih seru menanti di depan!

Judul: Ninja Rian dari Surabaya

(Bab 7: Rian Belajar Silat)

Setelah mengusir mafia motor, Rian merasa perlu meningkatkan kemampuannya. Dia pun memutuskan untuk belajar silat agar bisa lebih siap menghadapi berbagai tantangan. Namun, tidak semua berjalan mulus.

 

Di sebuah dojo silat di Surabaya...

Rian: (masuk dengan percaya diri) “Halo, saya Rian, mau belajar silat! Saya ninja kurir, lho!”

Guru Silat (Pak Darto): (melihat Rian dengan skeptis) “Ninja kurir? Hm, baiklah. Silakan gabung, tapi ingat, silat itu butuh disiplin dan ketekunan.”

Rian: “Siap, Pak! Saya ninja, pasti bisa!”

(Setelah beberapa menit pemanasan, Pak Darto mulai mengajarkan gerakan dasar silat. Rian mencoba menirukan dengan semangat.)

 

Pak Darto: “Oke, sekarang coba gerakan ini. Namanya Tendangan Kuda. Kaki depan lurus, dan tendang dengan kuat.”

Rian: “Oke, Pak! Siap!”

(Rian mengangkat kaki dan melakukan tendangan, tapi dengan terlalu semangat, dia malah terjatuh ke belakang.)

Rian: “Aduh! Coba lagi, deh!”

 

Setelah beberapa kali jatuh dan mencoba gerakan lain, Rian mulai merasa frustrasi.

Pak Darto: (menyemangati) “Jangan patah semangat, Rian! Semua butuh proses. Coba sekarang Gerakan Ayam Jantan. Lebih sederhana!”

Rian: “Ayam jantan? Bisa, Pak!”

(Dia mencoba melakukan gerakan itu, tetapi kakinya terbelit, dan dia hampir jatuh lagi.)

Rian: “Wah, sepertinya saya lebih cocok jadi ayam daripada ninja.”

(Teman-teman di dojo tertawa, termasuk Pak Darto.)

 

Setelah sesi latihan yang panjang dan penuh jatuh bangun, Rian masih berusaha keras. Di tengah latihan, dia mengeluarkan jurus andalannya, yang dia kira bisa membantunya.

Rian: “Hiaaat! Jurus Ninja Super Cepat!”

(Dia berlari dan berusaha melakukan gerakan berputar, tetapi malah tersandung dan jatuh ke kolam kecil di sisi dojo.)

Pak Darto: (sambil tertawa) “Rian, itu bukan jurus, itu namanya Jurus Terjun Bebas!”

Rian: (basah kuyup) “Wah, tidak ada yang bilang belajar silat itu basah!”

 

Setelah sesi latihan, Rian merasa lelah tapi tetap semangat. Di luar dojo, dia bertemu teman-teman baru.

Teman Dojo (Dewi): “Kamu lucu banget, Rian! Belajar silat sambil bikin kita ketawa.”

Rian: “Ya, tapi saya harus bisa! Suatu saat, saya ingin jadi ninja yang tangguh!”

(Dewi tersenyum dan menawarkan untuk membantunya berlatih.)

 

Beberapa minggu kemudian, Rian semakin terbiasa dengan gerakan silat, meskipun tetap ada momen lucu. Dia mulai bisa menguasai beberapa teknik, tapi kadang-kadang masih saja tergelincir.

Rian: “Nah, sekarang saya sudah bisa, nih! Coba lihat!”

(Dia melakukan tendangan, tetapi kali ini malah mengenai botol minum di sampingnya, yang kemudian tumpah ke arah Pak Darto.)

Pak Darto: “Awas! Mungkin kamu harus latihan lebih fokus!”

 

Rian terus berlatih dan belajar dari kesalahan. Meskipun sering mengalami kejadian lucu, dia tetap bertekad untuk menjadi ninja yang lebih baik. Suatu hari, dia berencana untuk menggabungkan kemampuan ninja dan silatnya dalam satu misi yang lebih besar!

 

Tamat Bab

Siapakah yang akan menjadi lawan Rian selanjutnya? Apakah dia bisa menggunakan keterampilan silatnya dalam petualangan mendatang? Tunggu saja!

(Bab 8: Rian Mulai Belajar Silat)

Rian, yang baru saja menyelesaikan petualangan melawan mafia motor, memutuskan untuk belajar silat. Dia berpikir, “Kalau bisa menggabungkan kemampuan ninja dan silat, pasti jadi pahlawan super!”

 

Di dojo silat yang penuh dengan aroma keringat dan semangat belajar...

Pak Darto (Guru Silat): “Selamat datang, Rian! Siap untuk belajar silat?”

Rian: (dengan semangat) “Siap, Pak! Saya ninja, jadi pasti bisa!”

(Setelah pemanasan, Pak Darto mengajari gerakan dasar.)

Pak Darto: “Oke, coba lakukan Tendangan Kuda. Kaki depan lurus, dan tendang!”

Rian: “Oke, ini dia!”

(Rian mencoba melakukan tendangan, tetapi dengan semangat berlebih, dia malah terjatuh dan terpelosok ke tumpukan karpet.)

Rian: “Aduh! Satu-satu, Pak! Nggak ada yang bilang saya harus melawan karpet juga!”

 

Setelah berusaha bangkit, Rian berusaha mengalihkan perhatian dengan berlatih lagi. Dia mulai mencoba gerakan baru.

Pak Darto: “Sekarang coba gerakan Ayam Jantan. Lihat ini!”

(Pak Darto memperagakan gerakan ayam dengan anggun. Rian berusaha menirukan, tapi dia malah berputar dan kehilangan keseimbangan.)

Rian: “Hah! Saya jadi ayam, ya? Jangan-jangan saya bisa jadi bintang di acara masak ayam!”

(Semua orang di dojo tertawa.)

 

Setelah beberapa sesi latihan, Rian semakin percaya diri. Namun, saat mencoba jurus baru, dia mengeluarkan jurus andalannya, yang sebenarnya tidak ada di buku panduan.

Rian: “Hiaaat! Jurus Ninja Berputar Kencang!”

(Dia berlari dan berputar, tetapi tidak lama kemudian, dia terjatuh ke dalam kolam kecil di samping dojo.)

Pak Darto: (tertawa) “Jurus apa itu, Rian? Itu jurus Jatuh Bebas! Belajar silat bukan berarti nyebur kolam!”

 

Setelah kelas, Rian bertemu teman-teman baru di dojo.

Dewi: “Kamu lucu banget, Rian! Belajar silat sambil bikin kita ketawa!”

Rian: “Ya, harus bisa menghibur! Siapa bilang belajar silat itu serius terus?”

(Mereka mulai berlatih bersama, dan Rian tidak mau ketinggalan untuk menunjukkan kemampuannya.)

 

Di sesi latihan selanjutnya, Rian merasa percaya diri dan ingin melakukan serangan keren.

Rian: “Sekarang saya mau coba gerakan Tendangan Maut! Hiaaat!”

(Dia melompat tinggi, tapi saat mendarat, kakinya terpelintir dan dia malah terjatuh ke belakang.)

Rian: “Eh, ini sih bukan tendangan maut, ini Jatuh Terbang! Ayo, siapa yang mau niru?”

(Semua orang tertawa terbahak-bahak.)

 

Walaupun banyak kejadian konyol, Rian terus berlatih dan tidak menyerah. Dia mulai mengenal teknik-teknik silat, meski kadang masih terjatuh atau tersandung.)

Pak Darto: “Rian, ingat, silat butuh konsentrasi. Jangan sampai jatuh lagi, ya!”

Rian: “Tenang, Pak! Saya sudah belajar banyak dari jatuh! Kalau jatuh, artinya saya sedang berlatih melompat!”

(Semua orang tertawa lagi.)

 

Di akhir sesi, Pak Darto memberikan pujian kepada Rian.

Pak Darto: “Rian, kamu memang unik! Silat itu tentang ketekunan dan tidak menyerah. Teruslah berlatih!”

Rian: “Terima kasih, Pak! Dengan silat ini, saya akan jadi ninja terhebat di Surabaya! Atau setidaknya, ninja terlucunya!”

(Semua orang di dojo bersorak, menyemangati Rian. Dia merasa senang meskipun perjalanan belajarnya penuh tawa dan kesalahan.)

 

Tamat Bab

Petualangan Rian sebagai ninja dan silat baru saja dimulai. Siapa tahu, mungkin akan ada tantangan yang lebih seru dan lucu di depan!

(Bab 9: Rian Kaya Mendadak)

Suatu hari, saat Rian sedang menjalani rutinitasnya sebagai ninja kurir, dia menemukan sesuatu yang tidak terduga. Di pinggir jalan, ada sebuah tas yang tergeletak. Rian, yang penasaran, menghampiri tas tersebut.

 

Di pinggir jalan Surabaya...

Rian: (melihat tas) “Hmm, apa ini? Tas mahal banget. Semoga bukan jebakan, deh.”

(Dia membuka tas tersebut dan terkejut melihat isinya. Uang tunai berjilid-jilid dan beberapa perhiasan berkilauan.)

Rian: “Wow! Ini bisa beli motor baru, mobil, bahkan rumah! Saya kaya mendadak!”

(Rian merasa seperti pahlawan super, seolah-olah baru saja menemukan harta karun. Dia bergegas pulang dengan tas itu.)

 

Di rumahnya, Rian mulai menghitung uang dengan semangat. Temannya, Farid, datang berkunjung.

Farid: “Eh, Rian! Apa kabar? Kenapa kamu terlihat sumringah banget?”

Rian: (senyum lebar) “Lihat ini, Farid! Saya menemukan tas berisi uang!”

Farid: (kaget) “Serius? Banyak banget! Kamu mau ngapain?”

Rian: “Saya mau investasi! Pertama, beli motor ninja baru!”

(Farid tertawa.)

Farid: “Ninja beneran, ya? Kamu yakin mau belanja, bukan kasih ke orang yang butuh?”

Rian: “Ah, tenang saja! Saya juga mau bagi-bagi. Mulai dari es krim di depan rumah!”

 

Rian pun mulai berbelanja. Dia membeli motor baru, pakaian mahal, dan makanan enak. Semua teman-temannya pun diajak merayakan kekayaan barunya.

 

Di restoran mewah...

Rian: “Semua makanan di sini! Ambil yang paling mahal!”

(Setelah makan, tiba-tiba seorang pria datang dan terlihat gelisah.)

Pria Misterius: “Maaf, apakah Anda menemukan tas ini? Itu milik saya!”

Rian: (panik) “Eh, saya… saya tidak tahu!”

(Namun, Rian merasa bersalah. Dia ingat pesan Farid.)

Rian: “Tunggu! Ini kan uangmu? Saya mau kembalikan!”

(Rian mengembalikan tas itu. Pria itu tampak terkejut.)

Pria Misterius: “Terima kasih! Kamu adalah orang yang jujur. Ini untukmu sebagai imbalan!”

(Pria itu memberi Rian sejumlah uang yang lebih sedikit, tapi Rian merasa bahagia.)

 

Rian kembali ke rumah dengan senyum lebar.

Rian: “Jadi, ternyata jujur itu bikin hati tenang!”

(Farid datang lagi.)

Farid: “Bagaimana? Dapat uang tambahan?”

Rian: “Iya! Dan yang terpenting, saya tidak perlu berurusan dengan polisi!”

(Mereka berdua tertawa. Rian menyadari bahwa kekayaan yang sesungguhnya bukan hanya dari uang, tetapi juga dari kebaikan hati.)

 

Tamat Bab

Rian belajar bahwa harta bisa datang dan pergi, tapi kebaikan akan selalu membawanya ke jalan yang lebih baik. Siapa tahu, petualangan baru apa yang akan datang selanjutnya?

(Bab 10: Ninja vs Tetangga, Perang Kocak)

Hari itu tampak cerah di Surabaya, dan Rian, sang ninja kurir, sedang menikmati sore santai di rumahnya. Namun, ketenangan itu tidak bertahan lama. Tetangganya, Pak Slamet, tiba-tiba datang dengan wajah penuh kemarahan.

---

Di depan rumah Rian...

Pak Slamet: (sambil mengetuk pintu keras-keras) “Rian! Keluar kamu!”

Rian: (kaget) “Wah, ada apa ini? Perasaan tadi saya nggak bikin masalah, deh.”

(Rian membuka pintu dan langsung disambut oleh Pak Slamet yang melotot.)

Pak Slamet: “Kamu! Gara-gara kamu, jemuran saya hilang ditiup angin ke rumah Bu Tini!”

Rian: (bingung) “Hah? Apa hubungannya sama saya, Pak?”

Pak Slamet: “Kamu latihan jurus ninja di depan rumah, anginnya bikin baju saya terbang ke mana-mana!”

(Rian yang awalnya bingung, sekarang mulai tertawa dalam hati. Namun, dia berusaha untuk tetap serius.)

Rian: “Oh, jadi karena jurus saya? Maaf, Pak. Saya nggak sengaja. Tapi, kan, Pak Slamet bisa ambil bajunya lagi ke Bu Tini?”

Pak Slamet: “Ya nggak segampang itu! Masa saya mau nyusul bajuku sampai ke kandang ayam?!”

(Mendengar itu, Rian hampir saja tertawa terbahak-bahak, tapi dia menahannya.)

Rian: “Wah, kalau gitu saya bantu ambil, Pak. Kita bisa mulai dari kandang ayam Bu Tini, siapa tahu baju Pak Slamet lagi main petak umpet.”

(Pak Slamet melotot, sementara Rian berusaha menenangkan situasi.)

---

Setelah kejadian "baju terbang", Rian mengira semuanya selesai. Tapi, tidak lama kemudian, Bu Tini muncul dengan ember cucian di tangannya.

Bu Tini: “Rian! Saya juga mau protes!”

Rian: (mengelus dahi) “Waduh, apa lagi ini? Ada apa, Bu Tini?”

Bu Tini: “Jurus ninja kamu kemarin itu bikin burung peliharaan saya stres! Sekarang nggak mau berkicau lagi. Kamu bikin burung saya jadi kayak meditasi!”

(Rian langsung teringat dia pernah latihan lompat-lompat di halaman belakang, dan mungkin tanpa sadar membuat burung Bu Tini kaget.)

Rian: “Maaf, Bu! Nanti saya ajarin burungnya jurus ninja juga biar bisa tenang.”

Bu Tini: “Jangan-jangan burung saya malah jadi ninja juga!”

(Rian tertawa keras membayangkan burung dengan ikat kepala ninja, sementara Bu Tini hanya bisa menggeleng.)

---

Tidak berhenti di situ, tetangga lainnya, Pak Udin, datang sambil menyeret sapu lidi.

Pak Udin: “Eh, Rian! Saya juga mau komplain!”

Rian: “Astaga, Pak Udin, ada apa lagi sekarang?”

Pak Udin: “Kamu latihan ninja sampai tengah malam! Suara 'hiyah-hiyah' kamu bikin saya mimpi dikejar hantu ninja!”

Rian: “Pak, itu bukan hantu. Itu jurus Bayangan Malam saya!”

Pak Udin: “Mimpi saya malah berubah jadi film horor, tau nggak? Saya bangun keringat dingin karena suara kamu!”

(Rian tidak bisa lagi menahan tawanya dan tertawa terbahak-bahak.)

Rian: (sambil tertawa) “Maaf, Pak Udin! Mungkin besok saya latihan pakai mode bisu aja, ya?”

(Pak Udin menatap Rian dengan serius, tapi tidak lama kemudian ikut tertawa juga.)

Pak Udin: “Kamu memang bikin susah, tapi juga bikin ngakak!”

---

Pertemuan tetangga berubah menjadi sesi tertawa bersama. Mereka mulai bercerita tentang kejadian lucu lainnya saat Rian berlatih ninja di sekitar rumah. Dari jemuran yang terbang, burung yang stres, sampai Pak Udin yang mimpi buruk.

Pak Slamet: “Ayo, Rian! Jurus ninja apa lagi yang kamu punya? Saya mau lihat, siapa tahu bisa bikin ayam-ayam saya malah berbaris sendiri!”

Rian: (tertawa) “Pak, kalau jurus itu mah terlalu canggih! Nanti ayamnya malah ikut demo!”

(Semua tertawa lebih keras, hingga beberapa tetangga yang lain datang dan ikut nimbrung.)

Bu Tini: “Rian, kamu bikin kita susah, tapi tanpa kamu, nggak ada hiburan di sini!”

Rian: “Hahaha, tenang, Bu. Saya akan terus latihan. Tapi nanti saya coba jangan sampai burungnya stres lagi!”

---

Setelah kejadian itu, hubungan Rian dengan tetangga-tetangganya menjadi lebih akrab. Meskipun jurus-jurus ninjanya sering menimbulkan kekacauan, mereka tahu bahwa hidup di sekitar Rian selalu penuh dengan tawa.

---

Tamat

Rian belajar bahwa meskipun menjadi ninja adalah tugas yang serius, sesekali menciptakan tawa di antara tetangga bisa menjadi jurus terbaik. Tapi, siapa tahu, ke depannya mungkin ada tetangga yang justru ikut belajar ninja dengannya!

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!