NovelToon NovelToon

Di Antara Peran Dan Hati

Pertemuan tak terduga

Luna Amanda duduk di ruang ganti, menatap cermin besar di depannya. Bayangan yang memantul memperlihatkan seorang wanita dengan riasan sempurna, rambut terurai indah, dan gaun mewah yang membalut tubuhnya.

Hari ini, ia akan menghadiri acara penghargaan bergengsi, sebuah malam yang akan menambah kilauan dalam kariernya. Namun, di balik senyum yang ia suguhkan pada dunia, ada kekosongan yang tak pernah bisa diisi.

“Luna, kau sudah siap?” tanya Aurel, manajernya yang setia. “Seperti biasa, Rel. Siap untuk menjadi pusat perhatian,” jawab Luna dengan nada yang datar. Ia menghela napas panjang. Entah mengapa, semakin ia naik ke puncak popularitas, semakin terasa hampa hidupnya. Cinta yang datang selalu dangkal, sementara keintiman sejati terasa semakin jauh.

Di sisi lain kota, Dr. Dafa Donofan baru saja menyelesaikan operasi yang rumit di rumah sakit tempat ia bekerja. Wajahnya yang tampan dan ketenangannya dalam situasi darurat membuatnya menjadi pujaan banyak staf wanita di rumah sakit. Namun, Dafa bukanlah pria yang mudah terpengaruh oleh perhatian tersebut.

Baginya, kehidupan cinta hanyalah gangguan yang tak perlu. Ia lebih suka menghabiskan waktu untuk penelitian atau bekerja di ruang operasinya.

Saat Dafa berjalan keluar dari ruang operasi, ponselnya bergetar. Sebuah pesan dari ibunya muncul di layar. “Dafa, malam ini kau harus datang ke acara penghargaan. Ini penting untukmu. Jangan sampai terlambat. ”Dafa mendengus pelan. Ia tahu apa maksud ibunya.

Keluarganya sudah lama mencoba menjodohkannya dengan berbagai wanita, berharap ia segera menetap dan menjalani kehidupan yang ‘normal’. Tapi Dafa tak pernah tertarik. Baginya, cinta sejati bukanlah sesuatu yang bisa direncanakan atau dipaksakan. Namun, demi menghormati orang tuanya, Dafa pun bersiap. Ia mengenakan setelan jas hitam klasik dan melangkah keluar dari apartemennya.

Pikirannya masih dipenuhi jadwal operasi esok hari, namun ia berusaha menyingkirkannya sejenak.

Di acara penghargaan itu, Luna bersinar seperti biasanya. Setiap gerakannya, setiap senyum yang dilemparkan, membuat semua orang terpikat. Namun, ia tetap merasa asing di tengah keramaian.

Acara ini bukanlah tempatnya untuk menemukan kenyamanan, hanya panggung lain yang harus ia kuasai. Ketika Luna sedang mengobrol dengan beberapa rekan selebritas, tiba-tiba ia merasa ada yang memperhatikannya.

Matanya tertuju pada sosok pria tinggi dengan jas hitam yang berdiri di pojok ruangan. Wajahnya tampan dan ekspresinya tenang, namun ada aura ketidakpedulian yang kuat di sekelilingnya. Itu membuatnya berbeda dari pria-pria lain yang biasanya berusaha mati-matian menarik perhatiannya.

“Siapa itu?” gumam Luna, lebih pada dirinya sendiri. “Oh, itu Dr. Dafa Donofan,” jawab salah satu temannya, seorang model yang berdiri di sampingnya. “Dia dokter bedah terkenal. Anak orang kaya juga. Tapi katanya dia orangnya dingin sekali. Tidak peduli pada wanita.”Kata-kata itu membuat Luna semakin penasaran.

Ada sesuatu yang berbeda dari pria itu, sesuatu yang tidak pernah ia lihat pada pria-pria yang selama ini mendekatinya. Saat itu juga, sebuah ide gila muncul di benaknya.

“Kalau begitu, mari kita lihat apakah dia benar-benar tidak peduli,” kata Luna sambil melangkah menuju arah Dafa. Dafa, yang sedang berdiri sendiri dengan pikiran melayang, tersadar ketika melihat Luna Amanda mendekat. Ia tahu siapa wanita itu.

Bagaimana tidak? Luna Amanda adalah selebriti yang wajahnya hampir selalu muncul di setiap layar televisi dan media sosial. Meski begitu, Dafa tak pernah merasa tertarik. Ia menganggap kehidupan selebriti penuh kepalsuan dan drama yang tidak perlu.

“Dr. Dafa, bukan?” suara Luna yang lembut namun penuh percaya diri membuyarkan lamunan Dafa. Ia menoleh dan mendapati Luna berdiri di depannya, tersenyum manis. “Boleh aku bergabung?”

Dafa menatapnya sekilas, lalu mengangguk tanpa ekspresi. “Tentu saja.”Luna tertawa kecil. Reaksi yang tidak terduga. Kebanyakan pria akan langsung terbata-bata jika didekati olehnya.

Tapi pria ini… Dia benar-benar berbeda. Mereka mulai berbincang, dengan Luna yang lebih banyak bertanya tentang pekerjaan Dafa dan kehidupan pribadinya. Dafa menjawab dengan singkat dan formal, tapi tetap sopan.

“Jadi, kau seorang dokter bedah. Hebat sekali. Pasti sangat sibuk dan menegangkan, ya?” kata Luna dengan nada menggoda. “Bisa dibilang begitu,” jawab Dafa singkat. Matanya tetap tenang, seperti tidak terpengaruh oleh aura pesona yang selalu Luna tunjukkan. “Tapi itu memang sudah jadi pilihan hidupku.”Percakapan mereka berlanjut hingga beberapa menit, dan meski Luna berusaha menarik perhatian, Dafa tetap acuh tak acuh.

Ketika acara hampir selesai, Luna merasa ada perasaan aneh yang menyelinap dalam dirinya. Ini pertama kalinya ia merasa… tertantang. Biasanya, pria-pria akan berusaha membuatnya terkesan, namun kali ini dia yang merasa ingin membuat pria ini terkesan.

“Sepertinya aku harus pergi. Terima kasih atas obrolannya, Dr. Dafa,” ujar Luna sambil tersenyum.

“Semoga kita bisa bertemu lagi.”Dafa hanya mengangguk. “Selamat malam, Nona Amanda.”

Saat Luna berjalan pergi, Dafa menatapnya sejenak. Ada sesuatu yang berbeda dari wanita ini. Bukan hanya kecantikannya yang menawan, tetapi juga cara dia berusaha menyelami dunia yang sangat asing baginya. Meski Dafa tidak menunjukkan minat, pertemuan ini meninggalkan kesan yang tak biasa di benaknya.

...****************...

Malam itu, setelah acara penghargaan, Luna Amanda tidak bisa memejamkan mata. Pikirannya terus berputar mengingat percakapannya dengan Dr. Dafa Donofan. Tatapan pria itu yang tenang dan tak terpengaruh, seakan tidak melihatnya sebagai seorang selebriti, melainkan sebagai manusia biasa. Sesuatu yang jarang ia rasakan. Seolah, untuk pertama kalinya dalam hidupnya, ia dipandang tanpa pamrih.

“Apa yang sebenarnya aku pikirkan?” gumamnya pada diri sendiri. Luna meraih segelas anggur di meja kecil di sebelahnya, mencoba menenangkan pikirannya. Ia tahu banyak pria yang akan melakukan apa saja untuk mendapatkan perhatiannya, namun mengapa justru pria yang tidak peduli padanya itu yang membuat hatinya berdebar? “Aku tidak bisa seperti ini,” katanya sambil menggelengkan kepala.

Ia harus mengalihkan perhatian dari pikiran tentang Dafa. Sebagai seorang aktris terkenal, ia tidak seharusnya terjebak dalam fantasi konyol tentang seorang pria yang nyaris tidak ia kenal.

Besoknya, Luna mencoba kembali ke rutinitasnya. Ia menghadiri beberapa pertemuan dengan manajer dan produser, membahas proyek film baru, dan melakukan beberapa sesi pemotretan. Hari-harinya biasanya begitu sibuk sehingga tak ada waktu untuk memikirkan hal lain, namun kali ini berbeda.

Bayangan wajah Dafa terus muncul di pikirannya, menghantuinya seperti sebuah misteri yang belum terpecahkan.

Malam harinya, setelah seharian penuh kegiatan, Luna memutuskan untuk pergi ke sebuah kafe kecil di sudut kota. Kafe itu adalah tempat favoritny ketika ingin menyendiri, jauh dari hiruk-pikuk kehidupan selebriti. Ia butuh waktu untuk menenangkan pikiran, dan secangkir kopi hangat di tempat ini selalu bisa membantunya berpikir jernih.

Luna duduk di pojok ruangan, jauh dari pandangan orang lain. Ia mengenakan topi dan kacamata hitam, mencoba menyembunyikan identitasnya. Pesanan kopinya baru saja tiba ketika pintu kafe terbuka, dan seseorang masuk.

Luna mengangkat wajahnya sedikit dan matanya langsung terbelalak. Itu Dafa. Pria itu masuk ke dalam kafe dengan ekspresi serius, mengenakan mantel panjang, dan membawa beberapa dokumen di tangannya. Luna menahan napas. Ia tidak menyangka akan bertemu pria itu lagi, apalagi di tempat ini.

Kembali Bertemu

Dafa tidak menyadari kehadiran Luna. Ia langsung menuju ke meja di dekat jendela dan duduk, membuka dokumen-dokumen itu sambil memesan secangkir kopi. Ekspresinya terlihat tegang, seolah sedang memikirkan sesuatu yang sangat penting. Luna memperhatikan dari jauh, tidak tahu apakah ia harus menyapa atau tetap di tempatnya.

Setelah beberapa menit, dorongan dalam dirinya tak tertahankan lagi. Luna berdiri dan dengan langkah ringan mendekati meja Dafa. Ia mengatur napas, berusaha menjaga ekspresi tenang di wajahnya.

“Hai, Dr. Dafa,” sapanya pelan. Dafa mendongak, dan untuk sesaat ekspresi terkejut terlihat di wajahnya. “Nona Amanda? Apa yang kau lakukan di sini?” Luna tersenyum. “Aku sering datang ke sini. Ini tempat favoritku untuk bersantai.

Tapi, kau… Aku tidak menyangka akan bertemu denganmu di sini.”Dafa mengangguk, mencoba menutupi keterkejutannya. “Aku hanya kebetulan lewat.

Ada beberapa dokumen yang harus kubaca dan aku butuh tempat yang tenang.“Mind if I join you?” tanya Luna dengan senyum yang lebih lebar. Ia tahu ini sedikit nekat, tapi ada sesuatu dalam dirinya yang mengatakan bahwa ia harus mendekati pria ini.

Dafa terdiam sejenak, lalu mengangguk. “Silakan.”

Luna duduk di seberang Dafa, dan suasana di antara mereka terasa canggung.

Ini berbeda dengan pertemuan mereka sebelumnya di acara penghargaan. Di sini, tidak ada lampu kamera atau orang-orang yang memperhatikan. Ini hanya mereka berdua, duduk di kafe kecil, seperti dua orang biasa.“Apa yang kau baca?” tanya Luna, mencoba mencairkan suasana.“Ini hasil penelitian medis,” jawab Dafa singkat.

“Ada kasus rumit yang sedang kutangani, dan aku perlu mempelajari ini lebih lanjut.”Luna mengangguk, meski ia tidak benar-benar mengerti. “Kedengarannya sangat serius. Kau pasti seorang dokter yang luar biasa.”Dafa tersenyum tipis, hampir tak terlihat.

“Hanya melakukan tugasku.”Luna terdiam sejenak, mengamati pria di depannya. Ada ketenangan yang luar biasa dalam dirinya, namun juga semacam jarak yang selalu ia pertahankan. Seolah-olah ia menolak untuk membiarkan siapa pun masuk ke dalam hidupnya.

Dan itu membuat Luna semakin penasaran.

“Aku ingin tahu lebih banyak tentangmu, Dr. Dafa,” kata Luna akhirnya, suaranya penuh rasa ingin tahu. “Bukan sebagai dokter, tapi sebagai pribadi.”Dafa menatapnya, seolah mencoba memahami maksud perkataannya. “Mengapa? Kita baru bertemu sekali.

“Karena aku merasa kau berbeda. Ada sesuatu dalam dirimu yang menarik perhatianku,” jawab Luna jujur. Ia tahu ini bukan cara terbaik untuk memulai percakapan, tapi ia tidak ingin bermain-main. “Aku tahu ini terdengar aneh, tapi aku benar-benar ingin mengenalmu lebih jauh.

”Dafa terdiam lama, menatap Luna dengan ekspresi yang sulit dibaca. “Aku bukan orang yang mudah diajak berteman, apalagi untuk hal seperti ini. Hidupku cukup sibuk, dan aku tidak punya waktu untuk hal-hal di luar pekerjaanku.”

“Aku juga sibuk, tapi aku selalu percaya, kita harus membuat waktu untuk hal-hal yang penting,” balas Luna dengan senyum hangat. “Dan sekarang, aku merasa kau adalah salah satu hal yang penting itu.”Mendengar itu, Dafa tak bisa menahan tawanya yang lembut. “Kau benar-benar berbeda, Nona Amanda. “Luna. Panggil aku Luna,” koreksi Luna cepat. “Baiklah, Luna.” Dafa mengangguk pelan.

“Kau terlalu baik untuk seseorang seperti aku.”Luna merasa hatinya menghangat. Ada sesuatu dalam nada suara Dafa yang membuatnya merasa nyaman, meski pria itu berusaha menutup diri. Mereka terus berbincang, tentang banyak hal, dari film-film yang pernah Luna bintangi hingga pekerjaan Dafa di rumah sakit.

Meski Dafa tetap menjaga jarak, percakapan itu mengalir dengan lancar. Dan di akhiri Luna memberikan nomor ponselnya setelah mengetiknya sendiri di ponsel Dafa.

...****************...

Malam itu, Luna pulang dengan perasaan yang campur aduk. Ia tahu Dafa bukanlah pria yang mudah didekati, tapi ia juga merasa ada sesuatu yang mulai berubah. Mungkin ini awal dari sebuah perjalanan panjang, tapi Luna sudah memutuskan ia akan terus berusaha mendekati pria itu, meski harus menghadapi banyak tantangan.

Sementara itu, Dafa duduk sendirian di kafe, memandang pintu yang baru saja dilalui Luna. Ada perasaan aneh dalam dirinya, sesuatu yang belum pernah ia rasakan sebelumnya.

Luna duduk di sofa ruang tamunya yang nyaman, sesekali menyeruput teh hangat yang disediakan oleh asisten rumah tangganya.

Pikirannya masih melayang pada pertemuan tak terduga dengan Dafa tadi malam. Pria itu memang berbeda, dan entah mengapa, Luna merasa ada dorongan kuat dalam dirinya untuk terus mengenal Dafa lebih jauh.

Dia hanya berharap usahanya kali ini tidak sia-sia.“Aku pikir kau akan mengurung diri seharian karena kelelahan, tapi ternyata sudah ceria lagi, ya?” suara Aurel, manajernya, memecah keheningan. Aurel baru saja datang membawa beberapa skrip film baru untuk dipertimbangkan Luna.

“Yah, aku punya sesuatu yang menyenangkan untuk dipikirkan,” jawab Luna sambil tersenyum misterius.

Aurel mengangkat alisnya, memasang ekspresi penasaran. “Oh? Ceritakan padaku.

Apa sesuatu yang menyenangkan itu?” Luna menghela napas panjang, lalu menatap Aurel dengan pandangan yang sedikit ragu. Namun, keinginan untuk bercerita terlalu kuat. “Aku bertemu seseorang. Maksudku, seseorang yang sangat berbeda dari orang-orang yang biasanya aku temui.”

“Oh, apakah ini tentang pria yang membuatmu tidak bisa tidur nyenyak belakangan ini?” goda Aurel sambil duduk di samping Luna. “Siapa dia? Aktor? Pengusaha? Atau… jangan-jangan seseorang dari keluarga bangsawan?” Luna tertawa kecil, meskipun dalam hatinya ia merasa sedikit gugup. “Bukan. Bukan seperti itu. Dia… seorang dokter.”

Aurel terdiam sesaat, lalu ekspresi wajahnya berubah menjadi lebih serius. “Dokter? Wah, ini baru sesuatu yang berbeda. Jadi, apa yang membuatnya begitu spesial sampai kau, Luna Amanda, tertarik padanya?”

“Aku tidak tahu harus mulai dari mana,” jawab Luna sambil menatap langit-langit.

“Dia bukan seperti pria-pria yang biasanya aku temui. Dia sangat tenang, acuh tak acuh, dan sama sekali tidak terpengaruh oleh statusku sebagai selebriti. Rasanya seperti… dia melihatku bukan sebagai Luna yang semua orang kenal, tapi sebagai seorang wanita biasa.”

Aurel mendengarkan dengan seksama, matanya berbinar. “Ini terdengar menarik. Lanjutkan.”

“Namanya Dafa Donofan. Dia seorang dokter bedah. Aku pertama kali bertemu dengannya di acara penghargaan beberapa hari lalu.

Awalnya, aku hanya penasaran. Dia begitu berbeda, begitu… tidak peduli. Jadi, aku mencoba mendekatinya. Dan anehnya, dia sama sekali tidak terpengaruh. Bahkan mungkin bisa dibilang, aku yang mulai tertarik,” cerita Luna dengan nada antusias.

Luna tersenyum, merasa sedikit lega. “Terima kasih, Rel. Aku tidak tahu apa yang harus kulakukan tanpamu. “Yah, aku hanya penasaran dengan siapa yang bisa membuat Luna Amanda jatuh hati,” kata Aurel sambil tertawa kecil. “Ini sesuatu yang harus diselidiki dengan serius.”

Di balik layar

Aurel tersenyum lebar, hampir tertawa. “Wah, kau benar-benar jatuh cinta kali ini. Luna Amanda tertarik pada seorang dokter yang tidak peduli pada selebritas. Ini seperti plot drama yang baru! “Jangan bercanda, Rel,” protes Luna sambil mencubit lengan Aurel. “Aku serius.

Dia benar-benar membuatku berpikir. Kau tahu kan, biasanya aku tidak pernah tertarik pada pria manapun untuk jangka waktu lama.”

“Baiklah, baiklah. Maaf. Tapi aku memang penasaran. Seperti apa sih pria ini? Kau punya fotonya?” tanya Aurel dengan antusias. Luna terdiam, lalu tersipu. “Nah, masalahnya… aku tidak punya fotonya.

Aku bahkan tidak tahu apakah dia punya media sosial atau tidak.”Aurel menatap Luna dengan heran. “Jadi, kau sama sekali tidak punya gambaran jelas tentang dia? Tidak ada foto, tidak ada profil media sosial, apa pun?” Luna mengangguk lemah. “Iya. Aku tahu, itu konyol.

Aku hanya tahu namanya dan pekerjaan dia sebagai dokter. Aku bahkan tidak tahu cara menghubunginya.”

Aurel mengerutkan kening. “Luna, ini sangat tidak seperti dirimu. Biasanya kau sangat teliti. Tapi kali ini, kau sepertinya begitu terpesona sampai tidak memikirkan hal-hal praktis.”Luna menghela napas.

“Ya, aku juga merasa seperti itu. Tapi ada sesuatu tentang dia yang membuatku ingin tahu lebih banyak, meski aku tidak tahu harus mulai dari mana.”

Aurel menepuk pundak Luna dengan lembut. “Oke, jangan khawatir. Aku akan coba mencari tahu tentang dia. Pasti ada cara untuk mendapatkan informasi.

Aku yakin, dokter bedah terkenal seperti dia pasti ada di media sosial atau setidaknya di situs resmi rumah sakit tempat dia bekerja.”

Hari itu, setelah Luna dan Aurel selesai mendiskusikan beberapa skrip film baru, Aurel langsung membuka laptopnya dan mulai mencari informasi tentang Dafa.

Ia mengetikkan nama “Dr. Dafa Donofan” di mesin pencari dan menunggu hasilnya muncul. Beberapa artikel tentang prestasi medis dan beberapa foto dari seminar kesehatan muncul, tetapi tidak ada informasi pribadi yang berarti.

“Wow, pria ini benar-benar misterius,” gumam Aurel. “Tidak ada profil media sosial sama sekali. “Apa? Tidak ada?” tanya Luna, yang duduk di sebelah Aurel, ikut melihat layar laptop.

“Aku pikir setidaknya ada beberapa informasi tentang dirinya.“Tidak, tidak ada. Hanya ada artikel tentang keberhasilannya dalam operasi dan beberapa foto resmi dari rumah sakit.

Dia benar-benar menjauh dari sorotan publik, sepertinya.”Luna menghela napas kecewa. “Jadi, aku benar-benar tidak tahu bagaimana cara mendekatinya lagi.”

Aurel tersenyum tipis. “Jangan khawatir, kita punya banyak cara. Mungkin kita bisa mencari tahu dari rekan kerjanya atau mencari tahu kapan dia akan menghadiri seminar atau acara kesehatan.

Bagaimanapun, kita akan menemukan cara untuk mendapatkan lebih banyak informasi.”Luna mengangguk, sedikit terhibur. “Baiklah. Aku akan mencoba tetap tenang. Aku hanya berharap… dia tidak terlalu sulit untuk didekati.”Aurel mengangguk sambil menutup laptopnya.

“Tenang saja, Luna. Jika kau benar-benar tertarik padanya, kita akan menemukan caranya. Kadang, cinta memang datang dari tempat yang tidak terduga. Mungkin kali ini kau harus bersabar dan melihat ke mana semua ini akan berjalan.”

Luna tersenyum. Untuk pertama kalinya, ia merasa harapan baru tumbuh di hatinya. Meski perjalanannya untuk mendekati Dafa mungkin tidak akan mudah, Luna merasa siap untuk menghadapi tantangan itu.

...****************...

Matahari sore menyorot lembut dari jendela kamar Luna, menimbulkan bayangan halus di dinding. Luna duduk di depan meja rias, tangannya sibuk memegang beberapa skrip sambil sesekali memijat pelipisnya yang terasa sedikit tegang. Beberapa menit yang lalu, Aurel baru saja menelepon dan memberitahukan jadwal syuting yang harus ia hadiri sore ini.

“Luna, kau sudah siap?” suara Aurel menggema dari pintu kamar yang terbuka. Ia masuk dengan wajah penuh antusias, membawa beberapa lembar naskah tambahan yang harus Luna pelajari. Luna menghela napas panjang. “Yah, sejujurnya aku sangat malas untuk beradu akting dengan Elvin,” katanya sambil meletakkan skrip di meja.

Aurel menatap Luna dengan penuh perhatian. “Aku tahu kau tidak terlalu nyaman dengan dia, tapi ini kontrak besar, Lun. Iklan minuman isotonik ini bisa meningkatkan branding kita. “Aku bukan tidak profesional, Rel,” kata Luna dengan nada sedikit lesu. “Aku hanya… yah, kau tahu sendiri bagaimana Elvin.”

Aurel mendesah dan mengangguk. Ia tahu dengan baik situasi ini.

Elvin adalah salah satu aktor pria yang sedang naik daun, tampan, berbakat, dan punya banyak penggemar. Namun, ada satu masalah besar: obsesinya pada Luna. Elvin tidak pernah ragu untuk menunjukkan ketertarikannya, bahkan sering kali melewati batas privasi.

“Aku mengerti,” kata Aurel, menepuk bahu Luna dengan lembut. “Tapi ingat, ini hanya beberapa jam syuting. Aku akan ada di sana sepanjang waktu, dan tim produksi sudah tahu bahwa kau ingin menjaga jarak. Mereka akan memastikan tidak ada momen-momen canggung.”Luna mengangguk perlahan.

“Baiklah, aku akan mencoba. Tapi jika dia mulai bertingkah aneh lagi, aku tidak akan ragu untuk menghentikan syuting.”Aurel tersenyum kecil. “Tentu, aku akan memastikan semuanya berjalan lancar.”

Setelah bersiap-siap dan memastikan penampilannya sempurna, Luna berangkat ke lokasi syuting bersama Aurel. Perjalanan mereka diiringi obrolan ringan, namun Luna tidak bisa sepenuhnya menghilangkan kekhawatirannya tentang bertemu Elvin lagi. Ia sudah cukup sering melihat betapa berlebihannya pria itu menunjukkan perasaannya.

Setibanya di lokasi, suasana sudah ramai. Kru produksi, tim make-up, serta beberapa model tambahan sedang mempersiapkan diri. Luna menyapa beberapa staf yang dikenalnya, mencoba menjaga senyum terbaik di wajahnya, meski hatinya masih merasa tak nyaman.

“Elvin sudah datang?” tanya Luna pada Aurel saat mereka berjalan menuju ruang make-up. “Baru tiba tadi. Dia ada di ruangannya, sedang berdiskusi dengan sutradara,” jawab Aurel sambil mengecek ponselnya. “Kau masih punya waktu untuk bersantai sebentar sebelum mulai.”Luna mengangguk.

Ia duduk di kursi make-up, membiarkan tim stylist mengatur rambut dan riasannya. Di cermin, ia melihat refleksi wajahnya yang berusaha terlihat tenang. Dia tahu ini hanyalah bagian dari pekerjaannya, tapi rasa tak nyaman itu sulit ia singkirkan. Bagaimana tidak? Beberapa kali Elvin sudah melewati batas dengan cara-cara yang tidak profesional, dan Luna tak ingin kejadian-kejadian itu terulang lagi.

Tidak lama kemudian, terdengar suara pintu terbuka dan Elvin muncul. Aktor itu mengenakan pakaian olahraga kasual, sesuai dengan tema iklan yang akan mereka lakukan.

Senyumnya lebar, dan matanya langsung tertuju pada Luna.“Hai, Luna!” sapanya dengan suara yang terlalu akrab. “Sudah lama tidak bertemu. Aku sangat menantikan syuting ini. Bisa bekerja denganmu selalu menyenangkan.”Luna memaksakan senyum kecil. “Hai, Elvin. Ya, sudah lama tidak bertemu. Semoga syuting hari ini berjalan lancar.”

.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!