Berlatar belakang disebuah Kerajaan Hua yang dipimpin langsung oleh seorang Raja yang bernama Hua Long dengan wilayah kekuasaannya yang begitu luas serta dikaruniai sumberdaya alam melimpah ruah.
Dunia persilatan menguasai hampir seluruh dataran luas di wilayah kekuasaan kerajaan Hua. Banyak pendekar hebat dari berbagai kalangan ditambah bibit-bibit unggul mulai tumbuh seiring berjalannya waktu.
Akan tetapi, konflik yang terjadi dalam beberapa tahun terakhir ini membuat Kerajaan Hua akan mendapatkan masalah besar jika tidak segera di atasi.
Setiap sekte seakan menjadi boomerang bagi sekte lainnya. Tidak peduli sekte aliran putih maupun sekte aliran hitam, mereka sama-sama memusuhi satu sama lainnya. Terdapat dinding pemisah antara keduanya sehingga sulit disatukan lagi.
Pada awalnya, sekte di wilayah kerajaaan Hua satu abad yang lalu hanya sekitar sepuluh sampai belasan sekte. Namun sekarang, terdapat hampir puluhan bahkan ratusan sekte yang berada di wilayah kerajaan tersebut. Belum lagi sekte-sekte ilegal berdiri dengan sendirinya tanpa izin dan diketahui oleh pihak Kerajaan.
Di tengah hiruk pikuk dunia persilatan, sekte aliran hitam semakin gencar ingin menaklukkan berbagai sekte aliran putih guna menguasai dunia persilatan.
Perbandingan ilmu yang cukup mencolok antara sekte aliran gelap yang memiliki kekuatan berbanding jauh dibanding dengan sekte aliran putih membuat dunia persilatan sedang tidak baik baik saja.
Masalah besar antara sekte aliran putih yang sekarang tidak bersatu dengan sekte aliran putih lainnya membuat celah bagi para pendekar dari kalangan sekte aliran hitam memanfaatkan situasi tersebut. Perbedaan pendapat menjadi faktor utama renggangnya hubungan persaudaraan antara satu sekte dengan sekte lainnya.
Memanfaatkan kesempatan emas ini, mereka pendekar sekte aliran hitam mulai diam-diam masuk dari dalam melakukan provokasi antara satu sekte aliran putih dengan sekte aliran putih lainnya sehingga sedikit demi sedikit hilanglah rasa keperdulian terhadap mereka sesama sekte aliran putih.
Adu domba.
Namun, bukan berarti semua sekte aliran putih bisa dengan mudah tertipu daya oleh trik licik murahan seperti ini. Hanya saja kebanyakan dari mereka memang sudah masuk ke dalam permainan yang dibuat oleh pendekar sekte aliran hitam sehingga bagi mereka yang mengetahui, lebih memilih mengabaikan dan tidak mengindahkan permainan adu domba licik demi menjaga persaudaraan sesama kalangan pendekar sekte aliran putih.
Rencana sekte aliran hitam terbukti manjur, mereka bahkan berani melancarkan aksinya secara terang terangan tidak seperti sebelumnya secara sembunyi-sembunyi tanpa ada halangan yang berarti kecuali dari pihak Kerajaan.
Pemberontakan.
Tidak sedikit korban berjatuhan dan gugur akibat serangan-serangan sekte aliran hitam demi melumpuhkan sekte-sekte aliran putih dengan menghabisi para petinggi sekte yang berusaha menghalang-halangi ambisi mereka untuk mendapatkan warisan kitab kuno demi mendalami isi dari kitab tersebut guna meningkatkan kekuatan secara signifikan serta mempelajari ilmu-ilmu terlarang di dunia persilatan.
Yang mana kitab-kitab itu telah dititipkan para leluhur mereka ribuan tahun yang lalu agar menjaga dan tidak mempelajarinya dengan sebab menimbulkan berbagai masalah dan ketidakseimbangan didalam dunia persilatan.
Ya, dalam beberapa tahun terakhir ini baru terkuak jikalau nenek moyang mereka meninggalkan kitab-kitab terdahulu (kitab kuno) yang dapat meningkatkan kekuatan dan ilmu beladiri secara drastis sehingga membuat semua pendekar ingin memperebutkannya.
Hal ini dipicu oleh seseorang ahli beladiri, salah satu dari pemimpin sekte aliran hitam yang sekarang mampu mencapai Tingkatan Pendekar alam hanya dalam beberapa tahun saja sesudah mempelajari salah satu pecahan kitab seribu jurus dari sekte Elang putih.
...(Sekte Elang putih adalah salah satu sekte pendekar aliran putih )...
Note: Tingkatan kekuatan para pendekar terbagi menjadi 6 tingkatan
Pendekar murni
Pendekar mula
Pendekar bumi
Pendekar langit
Pendekar alam
Pendekar surgawi
Setelah berita dan isu soal kitab-kitab kuno telah tersebar luas dan membuat gempar dunia persilatan, para pendekar ahli beladiri dari sekte aliran gelap yang haus akan kekuatan mulai melancarkan aksi mereka dalam beberapa tahun terakhir ini yang menyebabkan perang darah tak tertahankan.
Namun, letak kitab-kitab tersebut masih menjadi misteri sehingga perlu mengeluarkan tenaga ekstra untuk mencari dan memilikinya.
Tidak hanya sampai disitu, setiap kitab memiliki tipe dan tingkatan yang berbeda-beda serta tingkat kesulitan untuk mempelajarinya.
Para pendekar dari sekte hitam tidak mempedulikan apapun larangan atau perintah dari siapapun. Asalkan itu bisa membuat mereka menjadi kuat dan terkenal di dunia persilatan, mereka akan melakukan apa saja menghalalkan segala cara untuk menaklukkan dunia.
Prinsip mereka beranggapan kalau orang lemah adalah parasit dan tidak pantas untuk hidup di dunia persilatan ini. Dalam arti yang kuat adalah raja dan yang lemah adalah budak.
Setelah mereka tahu pasti bahwa ada golongan dari mereka yang telah mencapai tingkatan Pendekar alam hanya dengan beberapa tahun saja bermodalkan membaca dan memahami isi kitab kuno tersebut, membuat mereka semakin membara untuk segera mendapatkannya.
Berbanding terbalik dengan sekte aliran putih yang menentang habis-habisan prilaku dari kalangan sekte aliran hitam. Hal itu justru menjadi pantangan bagi mereka jika tidak mengindahkan pesan-pesan dari Nenek moyangnya.
Namun Sekte-sekte aliran hitam dapat berbicara banyak. Dengan bakat dan ilmu beladiri mereka yang sekarang, sekte aliran putih bukan halangan yang berarti untuk mereka seharusnya.
Terbukti dengan setiap lancaran serangan oleh sekte hitam yang mampu memporak-porandakan pertahanan dari pendekar sekte aliran putih.
Hal ini berdasarkan keyakinan dari sekte aliran putih jika kekuatan dan ilmu beladiri harus sesuai dengan warisan nenek moyangnya dan melarang untuk mempelajari ilmu beladiri diluar dari ilmu perguruan nya tersebut.
Berbeda dengan sekte aliran hitam, mereka mempelajari semua teknik teknik ilmu beladiri yang terbukti sekarang jikalau mereka diatas angin dibandingkan sekte aliran putih.
Namun bukan berarti di sekte aliran putih tidak mempunyai pendekar-pendekar hebat. Mereka salah besar jika beranggapan demikian.
Ya walaupun hanya sedikit, tapi setidaknya masih bisa untuk meladeni mereka dari kalangan sekte aliran gelap.
Kerusakan dimana mana, masalah dimana mana, pertikaian dimana mana, ketidakadilan dimana mana.
Siapakah yang akan menyelamatkan dunia persilatan ini?
Siapa yang akan mendamaikan diantara kubu-kubu besar yang saling melemparkan kekuatannya?
Dan siapakah yang akan membawa perdamaian?
Suara pedang beradu disertai jeritan jeritan manusia berpadu menjadi satu. Disebuah desa kecil dan terpencil di salah satu wilayah kekuasaan Kerajaan Hua.
Ting...ting...trang..trang..
Bunyi senjata saling bertabrakan menimbulkan kebisingan tidak terbendungkan. Aura yang dikeluarkan setiap individu dengan jurus yang berbeda membuat suasana begitu mencengkam.
Kobaran api dimana mana, membakar hampir seluruh pemukiman desa itu. Begitu juga suara ledakan yang sesekali lebih dominan dibandingkan suara suara lainnya.
Darah seakan air yang tengah mengalir membasahi tanah. Tangis dan jeritan anak kecil seolah-olah alunan biola yang sedang dimainkan.
Seorang anak kecil berlari pelan berhati-hati menghindar dari pertarungan. Matanya sendu dengan darah segar seakan keringat melekat hampir di seluruh bagian tubuhnya.
Ekspresi kebingungan, takut, sedih terpancar jelas dari raut wajah anak tersebut. Keadaan dirinya juga sangat berantakan, namun itu bukan masalah besar. Selamat, kata itu terus berputar-putar di kepala anak kecil itu. Ada janji dari seseorang yang harus ditepatinya.
Duarrrr... Suara ledakan
Tak jauh dari posisi anak itu, pergelutan juga terjadi cukup seru membuat banyak pasang mata menyaksikan bagaimana keindahan seni bela diri itu sendiri.
"Siapa kalian ha!!!!"
Seorang pria yang sudah berumur berteriak kepada musuhnya sambil menangkis beberapa serangan yang cukup banyak dilancarkan oleh para pemberontak tersebut.
Umur memang hanyalah angka. Tetua desa yang diketahui sebagai pemimpin Desa bunga air, mampu menahan serangan beberapa Pendekar pemberontak di hadapannya saat ini.
Walaupun terkesan keroyokan, perbedaan kekuatan terlihat begitu jelas. Malahan tetua dari desa bunga air itu dapat membuat beberapa dari mereka kelompok pemberontak terkena luka yang agak lumayan parah.
"Kalian mau apa ha!!!!"
Tetua Chow, seorang pendekar sekte aliran putih yang memimpin desa tersebut berteriak kencang. Dia tetap waspada mengambil ancang-ancang takut ada serangan tak terduga datang ke arahnya.
Bukannya menjawab, para pendekar pemberontak hanya tersenyum sinis dan malah melancarkan serangan-serangan lanjutan kearah Tetua Chow.
Tang..tang...
Pedang tetua Chow menangkis setiap serangan kelompok pemberontak itu dengan sangat mudah.
Salah seorang pemberontak tiba-tiba melesat cepat menggunakan ilmu meringankan tubuh menyerang tetua Chow.
"Pedang api pembasmi" (Jurus pedang)
Dari permukaan pedang itu secara tiba-tiba mengeluarkan api hitam lengkap dengan satu perisai pelindung yang menjadi tameng bagi penggunanya.
Tetua Chow sedikit kaget menerima serangan mendadak itu. Belum lagi jurus yang dikeluarkan oleh salah satu pemberontak itu terbilang cukup unik. Namun serangan itu belum mampu melukai dirinya. Hanya dengan beberapa gerakan mampu membuat pengguna jurus tadi mundur seketika.
Tetua Chow tidak hanya bertahan saja. Gerakan gerakan saat dia bertahan dari serangan pemberontak, juga dimanfaatkannya dengan mencari celah kecil menciptakan satu serangan telak yang mampu menimbulkan efek besar bagi penerimanya.
Cukup lama mereka bertarung, tetapi Tetua chow tidak menunjukkan kalau dirinya kelelahan sedikitpun.
Tanpa tetua Chow sadari, dirinya sekarang adalah tontonan semua orang disana. Lebih tepatnya menjadi tontonan semua para pemberontak disitu.
"Apa yang terjadi?" Tetua Chow mengerutkan keningnya. Dia cukup terkejut melihat sekelilingnya.
Bagaimana tidak terkejut, semua pendekar desanya itu dan beberapa pendekar penjaga yang notabennya dikenal sebagai pendekar tangguh, sekarang tergeletak ditanah tidak bernyawa.
"Bagaimana bisa?"
Bingung, sudah pasti. Tetua Chow memang kurang memperhatikan sekitarnya. Dia terlalu fokus pada pertarungan sampai tidak tahu apa yang menjadi penyebab gugurnya semua pendekar di desanya itu.
Tetua Chow sendiri. Dia benar-benar sendiri sekarang menghadapi para pemberontak. Mayat-mayat manusia berserakan disekelilingnya. Teridentifikasi oleh Tetua Chow jika semuanya sudah gugur.
"Sial!!"
Tetua Chow mengumpat dalam hatinya.
Dengan mata memanas bak singa kelaparan, tak peduli berapa orang dihadapannya, tetua Chow melakukan penyerangan mendadak secara brutal.
Diawali dengan penguasaan ilmu meringankan tubuh yang sangat baik, ditambah dengan gerakan pedang ditangannya yang cukup lincah, satu ayunan pedangnya tanpa disadari oleh salah satu pemberontak tiba-tiba....
Srekkkk...
"Arkhhhhh" Rintihan suara.
Pedang Tetua Chow sempat menari-nari sebelum akhirnya melewati tenggorokan salah seorang pemberontak. Kepala dan badannya terpisah hanya dalam hitungan detik.
Tidak ada mata yang berkedip. Kejadiannya begitu cepat untuk dicerna. Mata mereka menjadi saksi jika orang tua dihadapan mereka ini yang melakukannya.
"Cih, desa kecil ini ternyata punya kekuatan tersembunyi" ucap seseorang yang dari kejauhan melihat serangan Tetua Chow. Sedari tadi orang tersebut hanya melihat pertarungan Tetua Chow.
Lengahnya pertahanan pemberontak itu karena dibalutkan oleh rasa takjub, Tetua Chow memanfaatkan kesempatan itu untuk menyerang yang lainnya.
"Mereka terlalu banyak" keluhnya dalam hati.
Tetua chow berusaha mengatur strategi demi mempertahankan posisinya saat ini dalam keadaan menyerang. Sampai pada akhirnya dia memutuskan untuk mengeluarkan satu jurus pedangnya.
"Tarian angin utara"
Pedang ditangannya berputar-putar membentuk seperti puluhan bayangan pedang mengelilingi Tetua Chow.
"Jurus ilusi? Aku tidak asing dengan jurus itu" ucap seseorang dari kejauhan yang melihat Tetua Chow mengeluarkan jurus tersebut.
Tetua Chow mengeluarkan tarian jurus pedangnya yang bersifat ilusi. Tangannya seolah mengerakkan pedang dengan cepat, yang dilihat oleh musuh seperti tarian tarian nan begitu indahnya.
Bergerak kedepan melayangkannya satu tebasan pedang dengan kecepatan tinggi.
"Satu"
Dilanjutkan dengan serangan kedua memanfaatkan ilmu meringankan tubuhnya mendorong jurus pedang tetua Chow semakin akurat dan mematikan.
Srekhhh...
Dua kepala dalam satu serangan berikutnya. Tetua Chow berputar kearah belakang mencari celah untuk memaksimalkan jurusnya itu biar memakan korban lebih banyak dari sebelumnya.
Srekhhh.. Arkhhh..
Kali ini tiga kepala sudah berpisah dengan badannya dalam sekejap.
Kejadiannya begitu cepat. Semua mata para pemberontak tertegun melihat 6 orang kawanan mereka sudah tidak bernyawa hanya dalam satu kali serangan. Sedangkan mereka tidak menyadari kapan orang tua dihadapan mereka ini melakukan penyerangan.
Setelah berhasil membunuh 6 orang pemberontak tersebut, Tetua chow semakin menggila. Satu persatu pemberontak itu maju mundur bergantian menyerang serta bertahan dari serangan mematikan Tetua Chow. Namun selalu ada korban disetiap pergerakan mereka.
"Hati hati!!" teriak saah satu pemberontak.
Belum sempat para pemberontak mencerna situasi dan mempelajarinya, Tetua Chow juga mengeluarkan aura pembunuhnya yang membuat semua mata terbelalak tak percaya.
"Gila!!!!"
Umpat salah seorang pemberontak.
"Aura ini... Tidak mungkin"
Benar saja, efek dari pancaran aura yang dikeluarkan oleh Tetua Chow membuat mereka semua mengeluarkan keringat dingin. Badan mereka seakan kaku untuk di gerakkan.
"Sudah lama sekali aku tidak menggunakannya. Maafkan aku, aku janji ini terakhir kalinya" ucap tetua Chow dalam hati. Entah untuk siapa kalimat itu ditujukan.
Pertempuran yang tidak seimbang antara satu orang melawan satu kelompok itu akhirnya berlangsung sengit dengan Tetua Chow mendominasi. Bahkan para pemberontak yang dari tadi hanya menonton juga ikut membantu.
Saat melakukan penyerangan, Tetua Chow terbayang mayat-mayat yang berada di sekitarnya mati bergelimpangan. Tak terasa hatinya teriris melihat dan membayangkan penduduknya sudah tak bernyawa dalam kondisi mengenaskan.
Ting.. Trang...srekhhh
Satu kepala kembali lepas dari tubuh salah satu pemberontak tersebut.Tetua Chow lagi dan lagi berhasil menghabisi musuh dengan pedangnya.
Saat akan melakukan serangan berikutnya, matanya merekam hal yang paling menyakitkan, yaitu melihat putri kecilnya juga menjadi imbas dalam pemberontakan ini.
Tetua Chow mempunyai satu orang anak yang beberapa tahun yang lalu baru diberikan keturunan setelah belasan tahun dia menikah dengan seorang gadis belia. Di usianya yang sudah tua, seharusnya dia sudah memiliki seorang cucu. Namun takdir tidak menyetujuinya untuk mempunyai banyak keturunan. Sebab itu Tetua Chow begitu menyayangi putri kecilnya tersebut.
"Zia...."
Tergeletak satu mayat yang sangat dikenal Tetua Chow. Tak lain ialah anak kandungnya sendiri. Anak yang telah dibesarkannya dengan kasih sayang sekarang tergeletak tak berdaya menghadap maut.
Hatinya begitu sakit. Belum sembuh melihat penduduknya yang terbunuh, sekarang melihat jasad seorang putri kecil yang sangat dicintainya.
"Tidak!!!"
"Ini tidak mungkin!!"
Tetua Chow langsung menerobos banyaknya pasukan pemberontak tanpa berfikir panjang.
"Zia, bangun nak. Maafkan ayah, ayah mohon bangunlah" Tetua Chow menepuk pelan pipi anaknya itu berharap kendaraan putri kecilnya itu kembali.
"Tidak, tidak mungkin" Tetua Chow menampar pipinya sendiri berharap ini semua adalah mimpi.
"Tidak!!!!!!!!!!!!" Teriak Tetua Chow kuat melampiaskan kesedihannya.
Melihat perut putri kecilnya itu tidak bergerak, hidungnya tidak lagi mengeluarkan nafas, serta nadinya sudah tidak ada lagi, Tetua Chow tidak percaya jika putrinya itu sudah pergi jauh meninggalkannya.
"Maafkan ayah zia" Ucapnya dalam hati. Tetua Chow tidak mampu untuk melepaskannya seolah ada sesuatu yang tersangkut di tenggorokan. Dia menangis sesenggukan.
Cukup raut wajahnya menjadi saksi jika dirinya sedang bersedih. Dia benar benar tinggal sendirian sekarang. Padahal beberapa jam lalu mereka sempat bercanda bersama sampai akhirnya tiba tiba pemberontak ini meluluh lantahkan desanya. Entah apa maksud dan tujuannya, sampai sekarang Tetua Chow masih mempertanyakan didalam hatinya.
Dipandangnya satu persatu musuhnya itu sambil bersiap menyerang, matanya memerah menandakan amarah yang terpancar. Kali ini dendam karena kematian putri kecilnya, membuat Tetua Chow makin brutal.
"Kalian bukan manusia!!! Sial!!!" Tetua Chow mulai menggila. Langsung menyerang tanpa memperdulikan apapun. Hawa panas tubuhnya membuat dirinya gelap mata.
Begitu juga dengan para pemberontak dari sekte aliran hitam, mereka juga melancarkan beberapa serangan namun selalu gagal untuk melumpuhkan orang tua dihadapannya ini.
Mereka para pemberontak juga mulai kewalahan dan mulai menyadari jikalau orang tua dihadapannya ini bukan orang sembarangan.
Setelah bertukar banyak serangan, sedikitpun mereka tidak bisa melukai Tetua Chow.
"Hati hati, dia bukan orang sembarangan" ucap salah satu dari mereka.
Namun lagi dan lagi jumlah sangat mempengaruhi pertarungan. Kepercayaan diri mereka yang awalnya jatuh, seketika meningkat lagi karena mengingat sekarang jumlah mereka lebih unggul. Sekuat apapun orang pasti ada kelemahannya dan sebanyak apapun tenaga dalam seseorang, lama kelamaan pasti akan terkuras.
Tetua Chow menyerang kearah depan dengan sesekali matanya bergerilya memantau situasi. Pertarungan berlangsung sengit dengan beberapa orang pemberontak terluka parah serta ada juga yang tewas akibat terkena serangan mematikan tetua Chow.
Dari arah belakang, Tetua Chow merasakan ada serangan kejutan yang akan dilancarkan kepadanya. Namun serangan tersebut bukan hal yang berarti baginya. Dengan sekali tangkisan, pedang musuhnya jatuh seketika dan sekarang pedang tetua Chow lah yang bersarang didalam perut pemberontak itu sebelum dia menarik paksa pedangnya yang membuat pemberontak itu jatuh tersungkur meregang nyawa.
Tapi bukan itu permasalahannya. Tetua Chow baru menyadari jika ada seseorang yang dari kejauhan mengawasi dirinya. Dialah yang dari tadi mengawasi Tetua chow dan para pemberontak. Tak lain tak bukan orang itu adalah pemimpin kelompok tersebut.
Pemimpin kelompok pemberontak itu menyadari jika posisi dirinya saat ini sudah diketahui langsung bersiap mengambil ancang-ancang.
syutttttt...
Sebuah jarum dengan kecepatan tinggi hampir mengenai Tetua Chow. Untung nalurinya sebagai pendekar, terbilang cukup kuat. Sehingga serangan itu dengan mudah dihindari nya.
Tetua Chow menyipitkan matanya, kecepatan sebuah jarum itu menunjukkan jika orang yang melemparkannya bukanlah pendekar biasa.
Pertarungan yang tadinya seimbang, sekarang mendadak berbalik arah menjadi tetua Chow yang terpojok. Fokusnya sekarang terpecahkan dengan serangan jarak jauh orang misterius tersebut.
Beberapa kali jarum-jarum dengan kecepatan tinggi itu hampir mengenai dirinya.
"Aku tidak boleh kalah" ucapnya pelan.
Disaat yang bersamaan, para pemberontak menyerang dengan membabi buta.
Seluruhnya tanpa terkecuali mereka menyerang Tetua Chow.
Tetua Chow seperti biasa dengan mudah menghindarinya. Namun sekarang fokusnya terpecahkan, takut-takut jarum dengan kecepatan tinggi itu menyerangnya lagi.
Benar saja, saat dia fokus untuk melancarkan serangan mematikannya kepada anggota pemberontak, tiba-tiba dari arah yang sama seperti sebelumnya jarum dengan kecepatan tinggi kembali dihadapkan kepadanya dan kali ini tertancap di lengan Tetua Chow.
Arghh....
Tetua Chow meringis, dia menarik jarum itu yang sempat melekat ditubuhnya.
"Racun!!" batin Tetua Chow.
Seketika secara drastis tubuh tetua Chow kehilangan keseimbangan disertai hawa panas menyebar ke seluruh tubuhnya. Racun itu bereaksi dengan cepat.
Dia berusaha menetralisir racun itu dengan tenaga dalamnya. Namun alangkah terkejutnya Tetua Chow ternyata tidak seperti racun biasanya, racun ini mempunyai daya rusak yang tinggi dan cepat bahkan tenaga dalamnya tidak mampu membendung kinerja dari racun tersebut.
Keringat dingin mulai tampak. Tubuh tetua Chow pun seakan lemah. Bahkan untuk menopang dirinya sendiri, Tetua Chow tidak sanggup.
"Racun ini" gumamnya
Hal itu dimanfaatkan para pemberontak untuk menyerang Tetua Chow bersamaan saat itu juga.
Baru beberapa kali bertukar serangan, Tetua Chow langsung berlutut. Tenaga dalamnya begitu cepat terkuras karena efek racun jarum tersebut.
Disaat itulah orang yang dari tadi bersembunyi di kejauhan keluar menampakkan diri.
Senyumnya lebar memandang rendah Tertua Chow.
Tubuh Tetua chow benar benar lunglai seketika. Dia kehilangan kekuatan untuk mengendalikan tubuhnya.
Semua pemberontak tertawa terbahak-bahak menyaksikan kejadian itu. Tetua Chow benar-benar direndahkan.
Bahkan orang misterius itu juga ikut tertawa sinis sambil mengeluarkan pedangnya.
"Kembali lah dengan tenang pak tua" ujarnya sambil mengayunkan pedang untuk mengeksekusi tetua Chow.
Bau amis darah menyengat indra penciuman bagi siapa saja yang berada di situ. Rumah-rumah banyak yang hangus terbakar, ada juga yang roboh akibat terkena efek jurus jurus para pendekar yang saling jual beli serangan.
Dalam beberapa jam, kampung kecil yang asri nan Indah berubah menjadi seperti kampung hantu dengan suasana yang sangat mencengkam.
Dibalik reruntuhan itulah terdapat seorang anak kecil yang sedang bersembunyi meringkuk ketakutan. Matanya sendu mengandung kesedihan.
Anak kecil berusia 7 tahun itu menjadi saksi bisu saat desanya di luluh lantahkan.
Namanya LiuYuan.
LiuYuan seorang anak laki-laki dari Desa bunga air yang sekarang telah menyandang status sebagai anak yatim piatu.
LiuYuan merupakan seorang anak dari pasangan salah satu pendekar penjaga dari desa bunga air.
Pendekar penjaga adalah pendekar kepercayaan suatu desa yang dipilih berdasarkan kemampuan dan kemauan seorang pemimpin. Biasanya jumlahnya tergantung besar atau tidaknya suatu wilayah.
Ayah dan ibunya sama sama memiliki kontribusi besar buat desa kecil itu dengan jabatan yang tinggi sebagai pendekar penjaga.
Namun semua itu hanyalah tinggal kenangan. LiuYuan atau biasa dipanggil Yuan oleh kedua orangtuanya, sekarang telah menyandang status baru yaitu sebagai yatim piatu.
Yuan kecil melihat sendiri bagaimana kekejaman mereka para pemberontak membunuh kedua orang tuanya dengan sangat bengis tanpa belas kasih.
Ingatan buruk bagaimana ayahnya terbunuh begitu juga bagaimana ibunya terbunuh, membekas di pikiran anak kecil yang berusia 7 tahun itu.
Dia tidak tau harus berbuat apa kecuali menangis. Hanya mampu meringkuk didalam bongkahan reruntuhan sebagai objek untuk bersembunyi sebagaimana perintah terakhir orangtuanya agar menyelamatkan diri.
Dibalik reruntuhan, Yuan juga melihat pertarungan antara pamannya dengan pemberontak.
Chow adalah Tetua didesa bunga air. Dia membahasakan dirinya sebagai paman kepada Yuan agar tidak kelihatan tua. Chow juga adalah guru dari kedua orang tua Yuan. Oleh sebab itu Yuan cukup dekat dengan Chow yang dipanggilnya sebagai Paman tersebut.
Dibalik puing-puing reruntuhan, Yuan dengan mulut komat-kamit nya berdoa kepada sang pencipta alam agar pamannya itu diselamatkan.
Dia tidak mau pamannya bernasib sama dengan kedua orangtuanya.
Yuan pengagum berat dari sosok Chow pamannya itu. Selain orangnya yang penyayang, dia juga merupakan Tetua kampung yang sangat disegani. Kewibawaannya membuat semua orang di desa mengaguminya tak terkecuali Yuan yang baru berusia 7 tahun.
Yuan juga sempat diajari ilmu beladiri oleh Tetua Chow walaupun hanya dasar dasarnya saja. Namun Yuan cuma bermain-main saja tidak serius dengan semua itu, dan Tetua Chow memakluminya.
Anak kecil ya tetap anak kecil. Tetua Chow tidak mau membebani anak anak di desanya untuk berlatih keras sebelum usia menginjak 10 tahun.
Berbeda dengan desa atau Sekte-sekte lainnya yang mewajibkan anak-anak untuk mempelajari ilmu beladiri sejak dini.
Tetua Chow beranggapan jika anak-anak masih perlu banyak waktu untuk bermain. Biarlah mereka bersenang-senang terlebih dahulu, menikmati hidup usia dini di negeri yang penuh dengan kekejaman tersebut.
Walaupun kadang keputusannya itu menimbulkan pro kontra dari masyarakat Desa bunga air, tapi Tetua Chow tetap kekeh tanpa menghiraukannya.
Selain terpencil, desa bunga air juga terkenal akan desa terlemah dibandingkan desa-desa lainnya. Bukan tanpa sebab, desa itu bahkan tidak pernah mengikuti pertandingan pertandingan resmi yang diselenggarakan oleh pihak kerajaan. Desa ini juga baru terbentuk yang pendiri utamanya adalah Tetua Chow itu sendiri.
Biasanya setiap desa pasti memiliki sekte. Paling sedikit 2 sekte. Tapi tidak untuk desa dengan pimpinan Tetua Chow. Di desa ini mereka sama sekali tidak mempunyai sekte.
Walaupun mereka berasal sekte aliran putih. Tapi mereka tidak mempunyai nama sekte resmi, yang membuat mereka dijuluki desa aneh tanpa sekte oleh kebanyakan desa di wilayah kekaisaran Hua.
Kekaisaran Hua satu abad yang lalu tidak sama dengan yang sekarang, bahkan sangat sangat jauh perbedaannya. Wilayahnya yang besar menjadi salah satu faktor ketidakseimbangan antara desa satu dengan desa lainnya.
Belum lagi pertumbuhan penduduk yang signifikan, membuat perpecahan antar Sekte akibat ketidakharmonisan dan beberapa faktor internal lainnya.
Dari sini muncul lah sekte -sekte baru, yang sekarang mampu bersaing dengan sekte besar lainnya sehingga seiring berjalannya waktu bisa mencapai puluhan bahkan ratusan sekte di wilayah kekuasaan Kerajaan Hua.
Ada desa desa yang di favorit kan. Namun ada juga desa-desa yang dikucilkan oleh pihak kerajaan.
Walaupun mereka berada dalam wilayah kekuasaan Kerajaan, bukan berarti hidup mereka terjamin aman dari hal apapun. Ada beberapa yang luput dari pengawas pihak kerajaan. Contohnya sekarang, di desa bunga air yang terpencil ini tidak ada satu orang luar pun yang tahu kalau desa tersebut telah diserang oleh pemberontak dari sekte aliran hitam.
........
Yuan dengan mata kepalanya sendiri melihat kehebatan Tetua Chow. Sedikit tercengang bagaimana mungkin satu orang bisa mengimbangi satu kelompok. Sesuatu yang diluar nalar buatnya.
Selama ini dia memang tidak pernah melihat pertarungan pada umumnya. Pernah sekali dia melihat bagaimana Tetua Chow melatih murid muridnya, itupun latihan sekedarnya saja. Bukan bertarung, lebih tepatnya hanya mengajarkan beberapa gerakan saja.
Memang pada dasarnya Tetua Chow membuat aturannya sendiri, yaitu berupa latihan tertutup bagi muridnya sehingga anak-anak dibawah umur tidak menjadikannya sebagai tontonan umum.
Yuan tertegun sejenak menyaksikan Tetua Chow mengahadapi para pemberontak tersebut.
Darah darah yang melekat ditubuh dan bajunya hampir sudah mengering sepenuhnya, menandakan jika anak kecil itu telah lama bersembunyi dibalik puing-puing tersebut.
Banyak jurus-jurus yang dikeluarkan tetua Chow maupun kelompok pemberontak. Namun jelas Yuan tidak mengetahui apa apa tentang jurus.
Yuan juga mulai tertarik dengan ilmu beladiri. Seandainya dia menguasai ilmu beladiri, setidaknya dia bisa melindungi orang-orang yang disayanginya.
Jual beli serangan Tetua Chow dengan anggota pemberontak berlangsung sengit. Yuan yang melihat dari balik reruntuhan fokus menjadi penonton dengan dukungan penuh terhadap Tetua Chow.
"Paman, mereka pembunuh. Ayo hajar mereka"
"Tidak, bunuh mereka paman"
Yuan hanya bisa mengucapkannya didalam hati. Tangannya dikepal tanda jika anak kecil itu sedang marah. Sambil memikirkan tindakan apa yang harus dilakukannya untuk berkontribusi dalam membantu Tetua Chow.
Saat Yuan fokus lagi pada pertarungan, tiba-tiba saja di melihat ada yang aneh pada gerakan paman Chow.
Yang awalnya dia melihat pamannya itu terus menyerang, tiba-tiba dia melihat pergerakan tetua Chow agak tidak seimbang.
"Ada apa ini, apa yang terjadi?" gumam Yuan panik. Keadaan berbalik arah.
Pada kesempatan itu Yuan melihat para pemberontak mulai menyerang pamannya.
Anehnya, Tetua Chow tidak bisa menghindari serangan tersebut. Tidak seperti beberapa saat sebelumnya dia mampu dengan mudah membentuk pertahanan dan melakukan penyerangan balik.
Tapi kali ini.....
"Ada apa dengan paman"
Hanya dengan beberapa serangan, Yuan membelalakkan matanya. Hampir berteriak untuk menyemangati pamannya tersebut. Namun diurungkannya karena sebelum orang tuanya meninggal, ibunya sempat berpesan supaya Yuan bersembunyi dan menyelamatkan diri tanpa ikut campur dengan pertarungan.
Dari kejauhan muncul lah seseorang yang terasa familiar dimata Yuan. Orang yang dikenalnya. Sampai mati pun dia tidak akan melupakan wajah itu.
Yuan melihat orang itu menertawakan tetua Chow bersama dengan yang para pemberontak lainnya.
"Dia pemimpinnya?" tanya Yuan didalam hati.
Sebilah pedang dikeluarkan orang tersebut. Menariknya dari sampul dan bersiap untuk mengeksekusi Tetua Chow.
Seorang anak kecil yang sama sekali tidak punya ilmu beladiri tiba-tiba keluar dari puing-puing reruntuhan dengan langkah kecilnya langsung berlari menuju ke arah Tetua Chow.
"Aku telah kehilangan ayahku, aku juga telah kehilangan ibuku. Aku tidak mau kehilangan lagi!" Batin Yuan.
Seorang anak kecil berlari cepat membawa sebuah balok kayu kecil yang berada digenggaman tangannya.
"Tidak!!!!"
"Lawan aku kalian pengecut!!!"
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!