NovelToon NovelToon

Ours Time

Bab 1

"Sudah setahun kita kembali ke Indonesia, Vanya sudah tampak terlihat ceria kembali mas. Khalisa harap, penyakit Vanya tidak akan kembali lagi. Khalisa tidak kuat harus melihat putri kita berjuang melawan penyakitnya." Seorang ibu mana yang sanggup melihat putrinya melawan penyakit yang ia derita bertahun-tahun lamanya.

Daffa mengelus bahu sang istri lembut. Mereka telah banyak menghabiskan waktu di negeri orang untuk pengobatan Putri mereka. Berharap penyakit itu tidak akan kembali menggerogoti putri mereka.

Putri mereka yang sedang mereka bicarakan terlihat tersenyum mendekat bersama kembarannya. Khalisa langsung menghapus bulir bening yang sempat jatuh di pipinya. Ia tak ingin putrinya malah bertanya yang tidak-tidak. Apalagi Vanya sangat tidak suka melihat ummahnya bersedih. Bahkan jika sang baba yang membuat ummahnya menangis, ia akan memarahi babanya dan menceramahi sang baba panjang lebar. Tentu saja Daffa hanya akan diam saja menerima omelan putrinya.

"Ummah... Baba... sedang ngobrolin apa, seru sekali. Baba minggir dulu, Anya mau di dekat ummah." Daffa hanya bisa mengalah. Padahal di sebelah kiri sang istri masih kosong. Sang kembaran yang bernama Vanka pun ikut nimbrung dan duduk di samping ummahnya. Mereka menggandeng sang ummah bersamaan.

"Hei, istri baba kenapa jadi rebutan kalian. Sana jauh-jauh dari istri baba. Sedari tadi baba mengalah sama kalian tahu." Tentu saja Daffa hanya bercanda mengatakannya. Mereka memang selalu seperti itu. Khalisa sang ibunda selalu menjadi rebutan dua anak dan ayah itu.

Vanya berbalik menatap ayahnya dan gantian memeluk sang ayah. Ia juga begitu mencintai sang ayah. Baginya, ayahnya adalah cinta pertama untuknya. Daffa mengelus lembut kepala sang putri dan mengecupnya dengan sayang.

"Baba jangan cemburu dong," Kekehan terdengar dari mulut Vanya. Khalisa hanya bisa geleng-geleng kepala melihat putrinya dan suaminya. Mereka bercengkrama sore itu. Kebetulan hari itu hari libur.

Kebersamaan seperti ini selalu mereka luangkan berkumpul bersama keluarga setiap akhir pekan. Itu juga karena permintaan Vanya yang tak ingin ayahnya terlalu sibuk bekerja dan kembarannya yang terlalu sibuk di luar sejak kuliah. Apalagi sebelumnya Vanya berobat di LN hanya bersama ke dua orang tuanya meninggalkan sang kembaran yang harus melanjutkan kuliahnya yang sudah semester empat memasuki semester lima.

Sedangkan Vanya yang harus melakukan pengobatan dua tahun terakhir otomatis harus kehilangan waktu untuk ia kuliah. Ke dua orang tuanya hanya ingin putrinya fokus berobat.

"Ummah, baba, Anka, Anya mau berbicara serius kali ini. Tolong jangan memotong pembicaraan Anya dan melarang keinginan Anya kali ini." Ia menatap satu persatu keluarganya. Ummah, Baba dan Abang kembarnya menatap Vanya serius. Apa yang ingin di minta gadis berusia dua puluh tahun tersebut. Karena selama ini Vanya tak pernah meminta apapun kepada mereka selain untuk tidak bersedih dengan penyakitnya.

"Apa sayang? Anya mau bilang apa? sepertinya sangat serius." Daffa mewakili pertanyaan ke duanya. Vanya tampak menarik nafas dan tersenyum lembut.

"Vanya mau kuliah seperti Anka, boleh ya. Anya janji akan menjaga diri Anya. Ummah, baba dan Anka lihat sendiri, sudah setahun ini penyakit Anya tidak kambuh lagi." Ia menatap penuh permohonan dengan keinginannya. Ia ingin seperti gadis lainnya yang bisa berkuliah dan melanjutkan cita-cita. Walaupun ia tak tahu akan sampai di mana usianya.

Sebenarnya mereka pernah mendengar pertanyaan ini sebelumnya. Tepatnya satu tahun lalu saat mereka masih di USA. Vanya meminta untuk di izinkan kuliah jika mereka kembali ke Indonesia. Baik ummah dan babanya waktu itu tak menganggap permintaan putri mereka serius. Namun kini mendengar kembali permintaan itu membuat mereka tak kuasa menolak permintaan Vanya.

"Anya jangan buat ummah dan baba bingung. Anya tahukan kenapa..." Belum selesai Vanka berbicara, Vanya langsung memotong perkataan Abang kembarnya.

"Maaf Anka jika Anya memotong perkataan Anka. Anya tahu, Baba, ummah dan Anka jangan menghawatirkan kondisi Anya. Cukup dukung permintaan Anya kali ini. Kalian tahu, Vanya selalu iri dengan gadis-gadis di luar sana yang bebas melakukan apapun yang mereka inginkan. Ya walaupun ummah dan baba juga tidak membatasi aktivitas Anya selama di rumah. Tapi Anya juga ingin merasakan kehidupan normal kembali. Kalian janji akan menepati permintaan Anya di usia Anya yang ke dua puluh tahun jika Anya berhasil melawan penyakit Anya."

Vanya menggenggam tangan ummah dan babanya. "Jangan khawatir kan Anya. Ada Anka, Abi dan Hanan yang akan menjaga Anya di kampus. Anya akan kuliah di kampus Anka. Please... Anya janji tidak akan sakit lagi. Anya gadis yang kuat, Anya mohon Ummah, Baba. Anka ayo bujuk ummah dan baba." Vanya tak tahu lagi harus memohon seperti apa.

Vanka juga tidak tega melihat permohonan adik kembarnya. Ia tahu apa yang di rasakan oleh sang kembaran. Pasti di hati mungil Vanya, ia juga ingin bisa melakukan aktivitas seperti dirinya. Ia menatap ummah dan babanya memohon untuk Vanya. Ia berjanji akan menjaga Vanya di kampus nanti. Tatapan Vanka terlihat memohon. Namun sepertinya Baba dan ummah mereka harus mempertimbangkan kembali permintaan putri mereka.

Allahuakbar... Allahuakbar...

Suara azan berkumandang, membuat obrolan mereka harus tertunda. Vanya menunduk meninggalkan ummah dan babanya setelah mencium tangan mereka. Di susul oleh Vanka yang terlihat ingin menyemangati sang kembaran. Ia merangkul adik kembarnya hingga mereka tiba di depan kamar masing-masing.

"Jangan sedih Anya-nya Anka. Anka janji akan bantu Anya bujuk ummah dan baba." Vanka mengacungkan jari kelingkingnya. Vanya terlihat bersemangat kembali. Ia menautkan jari kelingkingnya dengan jari sang kembaran. Seketika senyuman manis Vanya kembali terlihat. Vanka mengelus kepala adiknya dengan sayang dan menyuruh adiknya untuk segera mengambil wudhu. Seperti biasa mereka akan shalat berjamaah.

"Udah sana wudhu. Kasian ummah dan baba nungguin kita." Vanka membukakan pintu untuk adik kembarnya. Vanya terlihat hormat kepada sang kembaran.

......................

Paginya mereka sudah di meja makan. Setelah semalaman Daffa dan Khalisa berdiskusi bersama Vanka untuk keinginan Vanya, akhirnya mereka memutuskan untuk mendaftarkan Vanya di kampus yang sama dengan Vanka dan dua sepupunya.

"Anya, setelah baba, ummah dan Vanka berdiskusi, kami memutuskan untuk mengizinkan Anya kuliah." Vanya langsung tersenyum lebar dan berdiri memeluk baba dan ummahnya secara bergantian.

"Terimakasih ummah, baba, muachh..." Ia mengecup pipi ummah dan babanya karena kesenangan.

"Tunggu dulu sayang, ada syaratnya. Anya tidak boleh menyembunyikan apapun dari kita semua jika Vanya tiba-tiba merasakan sakit." Vanya mengangguk semangat. Ia senang sekali akhirnya bisa kuliah, walaupun ia harus tertinggal empat semester dari kembarannya.

"Ummah sama baba saja ni yang mendapatkan terimakasih. Anka loh yang membujuk ummah sama baba." Vanya langsung mendekati Vanka dan memeluk kembarannya. Ia juga mendaratkan kecupan sayang di pipi Vanka. Ummah dan baba mereka hanya tersenyum melihat kedekatan ke dua anak mereka. Mereka berhasil mendidik keduanya menjadi saudara yang saling menyayangi. Bahkan Vanka akan menjadi orang pertama setelah ke dua orang tua mereka yang akan menangis jika tahu Vanya kenapa-kenapa. Apalagi saat Vanya berjuang melawan penyakitnya dua tahun lalu. Ia bahkan tak bisa berkonsentrasi belajar selama kuliah.

......................

Assalamualaikum sahabat Salju 🤍

Akhirnya siquel "Cerita Kita" hadir dengan cerita yang berbeda. Jangan lupa subscribe, like dan tinggalkan komentar ya. Agar author semangat untuk melanjutkan bab berikutnya. Terimakasih 🤗

Bab 2

Vanya telah resmi terdaftar sebagai mahasiswi psikologi di kampus yang sama dengan saudaranya. Namun anehnya, Vanya tak ingin di kenal oleh warga kampus sebagai adik kembar dari seorang Vanka. Apalagi Vanya tahu dari sahabatnya, Vanka, Hasbi dan Hanan begitu populer di kalangan mahasiswa kampus.

Mereka bertiga boleh menjaganya, tapi hanya dari jarak jauh saja. Vanya tidak ingin menjadi perhatian orang-orang jika semua orang tahu bahwa ia adalah anggota keluarga dari ke tiga lelaki populer tersebut. Vanya takut jika dirinya hanya akan di jadikan sumber untuk minta di kenalkan kepada para saudaranya. Karena dulu waktu SMA seperti itulah yang terjadi. Vanya kerap kali menjadi tempat penitipan surat dan hadiah-hadiah mahal dari para penggemar tiga idola sekolah itu.

"Ummah, Anya boleh ya main ke taman. Ummah jangan khawatir, Vanya pergi sama si kembar kok, Zenia dan Zelfa." Ia nyengir menampakkan deretan giginya yang putih dan rapi.

Ya, Zenia dan Zelfa adalah sahabatnya sejak ia duduk di bangku sekolah menengah pertama, bahkan hingga saat ini. Mereka awalnya tidak tahu jika mereka sama-sama memiliki kembaran. Ya walaupun kini si kembar Zenia dan Zelfa telah mengenal saudara-saudara Vanya, justru Vanya sama sekali tidak tahu siapa kembaran Zelfa dan Zenia yang satu lagi, karena mereka mengatakan jika saudara kembar sahabatnya itu sekolah dan kuliah di luar negeri.

Mungkin kalian yang pernah membaca karya author yang berjudul Hidayah Terindah, dan tidak asing dengan nama-nama berikut. Ya, Zelfa, Zenia merupakan anak kembar dari Zayn dan Zahra. Satu lagi saudara kembar mereka bernama Zehan. Dimana mereka kembar tiga. Yang penasaran dengan cerita Hidayah Terindah boleh mampir ya. Author numpang promo dulu, hihi.

"Ya sudah boleh, jadi Anya di jemput kan sayang?" Khalisa yang sedang fokus mengupas buah untuk suaminya hanya melirik sekilas menanti jawaban sang putri.

"Iya Ummah, seperti biasa. Mereka tahu jika Anya tidak akan di izinkan pergi sendirian." Vanya menjawab dengan tenang. Ia pun senang karena penyakitnya sudah jarang kambuh setahun belakangan ini. Paling sesekali, itupun ia pandai menyembunyikannya di hadapan ke dua orang tua dan saudaranya.

Vanya yang sudah mendapatkan izin langsung berpamitan dan mencium pipi sang bunda. Ia pun menemui sang ayah yang sedang menonton berita di ruang keluarga. Daffa memang tidak pernah bisa menolak permintaan putri kecilnya. Ya, sedewasa apapun Vanya, di matanya Vanya tetaplah putri kecilnya.

Vanya yang sudah mendapatkan izin dari dua orang terkasih langsung berlari menuju halaman rumah. Si kembar Zenia dan Zelfa pasti sudah menantikan dirinya. Tak lupa Vanya membawa sepatu roda miliknya dan juga wireless miliknya untuk mendengarkan musik serta menyandang ransel mini di punggungnya.

Vanka muncul dari arah tangga dan menghadang sang kembaran. "Eh, mau kemana sih dek lari-lari." Vanka memang terkadang memanggil Vanya dengan sebutan adek, terkadang juga Anya. Sesuai mood dia saja. Padahal jarak usia mereka hanya selang sepuluh menit saja.

"Mau ke taman bareng si kembar Anka. Tolong jangan melarang Anya kali ini. Anya sudah sangat bosan selalu di pingit di rumah. Anka jangan khawatir, Anya pasti di jagain oleh duo kembar." Vanya menjawab sembari melewati sang kembaran. Namun belum sampai ia di dekat pintu, Vanya kembali dan mengecup pipi kembarannya.

"Muach, Anya pergi dulu ya. Assalamualaikum."

"Wa'akaikumsalam, hati-hati! Kalau ada apa-apa kabari Anka loh!" Vanka berteriak karena Vanya sudah hilang di balik pintu. Ia hanya geleng-geleng kepala melihat semangat sang kembaran. Sejujurnya terkadang Vanka takut jika penyakit Vanya tiba-tiba kambuh seperti dulu. Namun melihat semangat dan senyum kembarannya itu membuat hatinya lebih tenang.

Ternyata di halaman rumah, Vanya bertemu ke dua sepupunya dan juga Ayah dan bundanya. Ya, ayah dan bunda yang di maksud adalah Dhafi dan Humaira. Mereka memang sengaja ingin bermain di kediaman Daffa dan Khalisa. Apalagi rumah mereka hanya berjarak beberapa meter saja.

Sedangkan neneknya si kembar sedang di tanah suci. Tidak menyangka ya Balqis dan almarhum Taqa sudah menjadi nenek saja. Bagi yang memang mengikuti karya author dari awal pasti sudah tahu ceritanya.

Nenek Balqis kemungkinan sekitar dua hari lagi beliau pulang dari kota Mekkah. Ingatkan siapa nenek si kembar? Jika lupa, boleh baca karya author yang berjudul"Kau Hanya Untukku". Ceritanya author promo untuk kedua kalinya nih, hihi.

......................

"Anya, kamu jadi daftar kuliahkan?" Zelfa menanti jawaban Vanya. Mereka memang sangat menantikan untuk melihat Vanya kuliah seperti mereka. Ya walaupun tentu saja mereka beda angkatan, tapi tidak masalah. Yang penting mereka bisa meraih cita-cita secara bersama.

"In Syaa Allah jadi, Alhamdulillah baba sama ummah sudah mengizinkan. Bahkan Anya sudah di daftarkan kuliah. Senang deh bisa kuliah seperti kalian. Oh iya, Anya mau main sepatu roda ke sana dulu ya." Ia langsung memasang sepatu roda miliknya dan memasang wireless di telinga. Penampilannya yang anggun versi muslimah namun tomboy itu menjadi daya tarik tersendiri untuk Vanya. Tanpa mereka sadari, ada yang memperhatikan mereka dari kejauhan. Lebih tepatnya berfokus ke arah Vanya yang selalu ceria dan tertawa.

Vanya meninggalkan si kembar di kursi panjang itu. Ia ingin menikmati suasana taman dengan mengelilingi taman menggunakan sepatu roda kesayangannya. Gerakannya terlihat lincah. Gamis yang ia kenakan ikut terbang mengikuti arah angin. Vanya sangat menikmati waktunya sore itu. Tanpa ia sadari, ia melihat seorang anak kecil tiba-tiba berlari di hadapannya. Dengan gerakan refleks, Vanya langsung menghindar dan hampir saja terjatuh jika tidak di sambut oleh seseorang yang mengenakan topi hitam dan masker.

"Astaghfirullah, maaf dan terimakasih sudah menolong Anya." Vanya langsung memberi jarak. Jika ayah ataupun Vanka melihat ia bersentuhan dengan lawan jenis, sudah pasti mereka langsung memarahi Vanya. Apalagi Vanka, dia bahkan lebih protektif dari pada sang ayah.

Namun si lelaki bermasker pergi begitu saja. Bahkan tidak menjawab ucapan terimakasih Vanya. Vanya hanya bisa terbengong melihat kepergian lelaki tersebut. Lelaki aneh, begitu mungkin fikir Vanya. Si kembar yang melihat dari kejauhan Vanya hampir terjatuh langsung berlari kecil menghampiri sahabat mereka.

"Anya, kamu oke?" Vanya hanya tersenyum, bahkan tak ada rasa cemas di wajahnya.

"Udah santai, yuk kita ke sana. Kita beli ice cream. Anya yang traktir." Memang Vanya suka sekali berbagi. Ke dua orang tuanya memang selalu mengajarkan Vanya dan Vanka sedari kecil untuk berbagi dengan siapapun.

Tiga gadis cantik tersebut berjalan menuju stand ice cream. Si kembar Zenia dan Zelfa berlari kecil, sedangkan Vanya mengenakan sepatu roda kesayangannya. Mereka tiba dalam waktu lima menit. Namun si kembar ngos-ngosan menyeimbangi Vanya.

"Ya ampun An, kamu kira-kira dong. Kamu enak pakai sepatu roda, kita mah lari. Hosh... Hosh..." Si kembar tampak ngos-ngosan. Vanya hanya terkekeh melihat dua sahabatnya. Sebelum memesan ice cream, Vanya membelikan mereka air mineral.

"Nih minum dulu. Maaf ya besti. Yuk ah duduk, aku sudah pesankan menu favorit kalian." Mereka mengobrol banyak hal. Tertawa riang membahas perkuliahan Vanya sebentar lagi. Vanya sendiri tak sabar akan menjadi seorang mahasiswi. Pasti menyenangkan, begitu fikir Vanya.

......................

...To Be Continued...

Bab 3

Hari ini Vanya resmi menjadi mahasiswi di kampus yang sama dengan sang kembaran. sebulan sudah berlalu sejak Vanka libur panjang dari kuliahnya. Ya walaupun selama liburan Vanka sibuk membantu sang ayah di perusahaan. Ia memang sudah di ajarkan bagaimana cara berbisnis. Sedangkan Vanya tentu saja menyiapkan segala yang di butuhkan untuk kuliah dan berbagai buku yang memungkinkan di butuhkan.

Di halaman rumah, Hasbi dan Hanan saudara sepupu si kembar telah tiba seperti biasa. Mereka memang selalu berangkat bersamaan, walaupun mereka berangkat dengan kendaraan yang berbeda. Vanka selalu menggunakan mobil, Hasbi menaiki vespa yang sudah di modifikasi, sedangkan Hanan menaiki motor Harley. Mereka bertiga memang memiliki kesukaan yang berbeda.

Siapa yang tidak jatuh cinta setiap melihat ke tiga lelaki tampan itu ketika mengendarai kendaraan kesayangan masing-masing. Yang satu terlihat seperti seorang CEO yang selalu turun naik mobil, yang satu persis seperti Aa Sunda yang sukanya hanya menaiki vespa saja, yang satunya lagi terlihat seperti ketua club motor. Hah, jika mendeskripsikan mereka bertiga, sepertinya waktu tidak akan cukup.

"Assalamualaikum ummah, baba, kita mau jemput Aa. Em, teteh juga sudah mulai masuk kuliah kan?" Hanan mewakili saudaranya. Mereka bertemu dengan Khalisa yang sepertinya memang ingin mengantarkan sang suami ke mobilnya.

"Wa'akaikumsalam nak, iya itu teteh sama Aa sebentar lagi bakalan turun. Kalian cakep-cakep pisan." Khalisa memuji ke dua keponakannya. Namun sepertinya sang suami sedikit cemburu. Membuat ke dua keponakan mereka terkekeh geli melihat kelakuan paman mereka.

"Tetap tampan mas mu ini loh dek." Khalisa langsung mencubit pinggang sang suami. Bisa-bisanya narsis di depan anak-anak. Vanka dan Vanya yang baru saja tiba pun ikut menimpali.

"Iya baba yang paling tampan." Daffa langsung tersenyum lebar sembari menaik turunkan alisnya menatap ke dua keponakannya. Khalisa hanya geleng-geleng kepala melihat kelakuan sang suami. Daffa memang narsis sejak memiliki anak-anak mereka. Bahkan sikapnya yang dulu cool sewaktu muda sudah hilang di makan usia.

Mereka tak lama mengobrol, karena satu persatu berangkat meninggalkan Khalisa sendirian di rumah mewah itu. Satu persatu menaiki kendaraan masing-masing. Dan Vanya sendiri sesuai kesepakatan di antarkan oleh sang supir. Ia tak ingin di kenali sebagai saudara tiga serangkai. Biasanya orang-orang ingin di akui oleh ketiga lelaki tampan tersebut. Namun justru Vanya kebalikannya.

Ketiga pemuda itu mengikuti kendaraan yang membawa Vanya di belakang. Mereka tampak iring-iringan memenuhi jalanan ibukota. Vanya menikmati perjalanan menuju kekampus. Rasanya ia sangat bahagia bisa menjadi seorang mahasiswi. Setelah proses pendaftaran sebelumnya juga lumayan panjang.

Saat tiba di lampu merah, Vanya melihat sebuah kendaraan roda dua menyalip mobilnya. Perawakan lelaki itu seperti tak asing. Namun Vanya sama sekali tak mengingat di mana mereka bertemu. Hingga tak terasa mobil yang membawa Vanya tiba di gerbang kampus. Sesuai mandat nona muda, sang supir berhenti di ikuti oleh ke tiga pemuda tampan yang sedari tadi mengiringi keberangkatan Vanya. Vanya langsung menoleh dan memberikan isyarat agar mereka duluan saja. Mau tak mau ketiganya melewati Vanya.

"Non yakin turun di sini?" Sang supir terlihat khawatir. Namun Vanya meyakinkan bahwa ia baik-baik saja. Vanya seperti biasa dengan hobinya ingin mengenakan sepatu roda mengelilingi kampus tempat ia menempuh jenjang pendidikan.

"In Syaa Allah yakin pak. Udah bapak pulang saja, hati-hati ya pak, Assalamualaikum." Setelah memasang sepatu roda itu, Vanya langsung meninggalkan sang supir.

Semua mata tertuju kepada Vanya, gadis ceria yang begitu cantik berhasil menjadi bahan perhatian orang-orang. Apalagi dengan keunikannya yang mengenakan sepatu roda. Ia tak peduli dengan pandangan orang-orang. Telinga pun tersumbat oleh wireless. Jika orang-orang berpikir ia sedang mendengarkan musik, jawabannya salah. Wireless itu di gunakan Vanya untuk membantu ia me-muroja'ah hafalannya. Mulutnya juga tak henti komat-kamit mengulang bacaan ayat suci Al-Qur'an.

Vanya yang berpakaian hitam putih layaknya seorang maba, tiba di gedung fakultas psikologi. Ia langsung menyimpan sepatu roda miliknya di dalam ransel dan juga wireless miliknya, dan bergabung dengan teman-teman yang lain.

"Eh kamu, anak baru." Seorang wanita yang juga cantik menunjuk Vanya. Vanya pun menoleh ke kiri dan ke kanan. Ia pikir orang di sekitarnya yang di panggil.

"Saya kak!" Senior itu terlihat kesal. Siapa lagi kalau bukan Vanya.

"Iya kamu! Saya lihat kamu tadi datang menggunakan sepatu roda. Kamu fikir ini teh tempat bermain. Gaya-gayaan lagi. Mau mencaper kamu. Siapa nama kamu!" Vanya hanya tersenyum di katakan seperti itu. Vanka yang mengawasi adiknya dari jarak dekat ingin menghampiri mereka, namun ia di tahan oleh dua sepupunya. Jangan sampai mereka melanggar kesepakatan dengan Vanya kalau tidak ingin di diamkan oleh wanita cantik itu.

"Kenapa teh dengan saya? Memangnya ada aturan di kampus ini? Lagian Saya pakai sepatu roda biar enggak capek jalan kaki. Saya tidak bisa membawa kendaraan kak. Jadi alternatif satu-satunya ya menggunakan sepatu roda. Kalau tadi saya lari, pasti saya akan terlambat dan akan mendapatkan hukuman."

Ternyata Vanya selain cantik, ia juga gadis yang pemberani. Semua yang ada di sana termasuk para senior kaget mendengar jawaban Vanya. Sesama maba mendukung Vanya. Memang tidak ada aturan tertulis melarang mahasiswa menggunakan sepatu roda.

Senior yang bernama Ayu itu terlihat malu. Namun ia tak ingin terlihat kalah oleh anak baru. Namun lagi-lagi ada yang membela Vanya.

"Berani ya kamu!"

"Udah deh Yu, lagian apa yang di katakan dia benar kok. Ayo kita mulai saja masa pengenalan nya. Ayo semuanya berkumpul dan buat tiga berbanjar."

Seorang lelaki tampan yang di yakini seorang presiden mahasiswa itu tampak ikut membela Vanya. Ayu menjadi semakin kesal saja. Ia merasa kepopulerannya akan tersaingi oleh Vanya. Ayu sendiri mengakui jika Vanya begitu cantik. Apalagi dengan penampilan yang terlihat anggun dan sedikit tomboy.

Mereka berbaris mengikuti arahan. Beruntung Vanya membawa semua yang di perintahkan seniornya. Sehingga tidak ada celah ia akan mendapatkan hukuman. Namun lagi-lagi dari kejauhan seseorang memperhatikan Vanya. Sedangkan Vanka dan ke dua sepupunya setelah memastikan Vanya baik-baik saja meninggalkan tempat.

......................

"Hay, aku Irena. Kamu teh namanya siapa?"

"Aku Vanya. Senang berkenalan dengan kamu." Vanya langsung mendapatkan teman baru. Saat jam istirahat mereka di berikan kesempatan untuk makan siang. Vanya yang sudah mendapatkan teman pergi bersamaan dengan Irena ke kantin.

Vanya melihat para mahasiswi di sana bersorak saat tiga lelaki yang ia kenal ikut makan di kantin yang sama dengannya. Padahal kantin fakultas masing-masing ada. Vanya yakin Vanka dan dua kurcacinya ingin memperhatikan dirinya. Vanya sebenarnya tak ingin terlalu di khawatirkan, namun ia pasrah asalkan tak ada yang tahu siapa dia.

"Vanya, itu mereka ganteng-ganteng banget. Pasti mereka idola kampus." Vanya tak tertarik. Sudah biasa baginya melihat pemandangan tersebut di rumah. Karena duo kurcaci selalu datang ke rumah menemui Vanka. Sedari kecil mereka memang sudah terbiasa bermain bersama.

......................

...To Be Continued...

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!