NovelToon NovelToon

Behind The Teärs

Bab 1 Buah Manis

📍Jurong, Singapore

"Dengar dan ingat perkataanku ini. Ayah hanya bisa menyekolahkan kalian hingga sekolah menengah atas saja. Jika kuliah, ayah tidak mampu membiayainya."

"Iya, bu. Aku mengerti."

Saat itu ia baru menginjak usia 9 tahun, namun perkataan Ibu masih selalu terngiang ditelinga dan terus teringat di kepalanya.

Namun disisi lain ia juga memiliki cita-cita yang harus digapai. Ia harus belajar bersungguh-sungguh untuk bisa menggapai cita-citanya.

Sejak duduk di bangku sekolah dasar, ia sudah mulai menunjukkan bakatnya dibidang akademik. Ia selalu mendapat ranking dan memenangkan beberapa perlombaan yang diikutinya.

Prestasinya terus ia pertahankan hingga ia duduk di bangku sekolah menengah atas. Sejak awal hingga akhir masuk di sekolah menengah atas, ia semakin mengasah bakatnya.

Mulai mencoba mengikuti berbagai organisasi dan perlombaan non akademik, demi mendapat peluang besar untuk impiannya.

Bahkan mewakilkan Singapore dalam Olimpiade Biologi di Malaysia dan Cina.

Dengan semangat yang menggebu ia berencana akan mendaftar jalur beasiswa di universitas impiannya secara diam-diam tanpa sepengetahuan keluarganya.

Disekolah saat jam istirahat, ia bersama satu siswa laki-laki dari kelas lain dipanggil oleh wakil kesiswaan untuk menghadap mereka ke kantor.

"Juliet, kau dipanggil juga?" Tanya siswa itu menghampiri Juliet.

"Iya. Kau juga? Kira-kira ada apa ya?"

"Aku juga kurang tau. Ayo!" Mereka berjalan bersama menuju kantor.

Pak guru itu memberikan ia sebuah amplop. Tanpa berniat memberitahu apa isi didalamnya, membiarkan Juliet dan temannya membacanya dan mencari tahu sendiri.

Ternyata jauh dari rencananya, ia sudah lebih dulu mendapat undangan jalur beasiswa dari universitas tersebut.

Ya! Isi didalam amplop tersebut adalah undangan dari pihak kampus impiannya. Kampus itu mengkonfirmasi dirinya. Berkat prestasi dan kecerdasannya, ia diundang untuk menjadi salah satu bagian dari kampus terkenal itu.

Keberuntungan berpihak pada orang yang bersungguh-sungguh. Keberuntungan sedang berpihak padanya.

"Ini adalah buah manis, hasil dari jerih payah kalian sendiri. Sepulang ini, tunjukkan kejutan indah ini pada orang tua kalian. Mulai lah persiapkan semuanya. Jangan sia-sia kesempatan emas yang tidak akan datang dua kali ini!"

"Tunjukkan pada dunia kalau kalian memang layak mendapatkannya. Buatlah Orang tua, guru, dan sekolah bangga pada kalian! We so proud of you, muridku!" Ucap wakil kesiswaan itu, pada dua siswa kebanggaan sekolah.

"Yes, sir! We promise! Thank you, sir!"

*

*

Juliet pulang dengan hati gembira dan tidak sabar untuk memberitahu kabar bahagia ini pada keluarganya.

Setelah makan malam selesai, mereka berkumpul dan menonton tv bersama. Ini adalah suasana yang baik untuk memberitahu mereka.

Ia mengambil undangan itu dan memberikan kepadanya ayahnya.

"Apa ini?" Tanya ayah saat putrinya memberikannya sebuah amplop dan membukanya.

"Kau diundang di Harvard University? Apa aku yang salah baca? Bagaimana bisa?" Ucap Ayah tak menyangka, membaca ulang surat tersebut.

"Kau tidak ada salah baca, yah. Itu karena aku siswa berprestasi." Jawab gadis itu sambil tersenyum.

"Sini aku lihat!" Sambung kakak, merebut undangan yang ada ditangan Juliette dan membacanya.

"Harvard University? Itu adalah kampus bergengsi!" Bilang Kakak juga tak menyangka.

"Lebih dari sekedar kampus bergengsi, tapi juga Top Number One in The World!" Jawab Juliet.

"Tapi bagaimana bisa kau? Itu tidak mungkin! Ini pasti milik temanmu kan?" Tanya Kakak, masih tidak percaya.

"Disitu jelas tertena namaku, kak. Tidak ada yang tidak mungkin selagi kita bersungguh-sungguh." Jawab lagi Juliet.

Bab 2 Jangan Diterima

"Oh! Karena mendapat undangan itu, jadi kau sombong?" Ucap ibu yang baru bergabung.

"Aku tidak merasa begitu, bu. Aku belajar bersungguh sungguh untuk bisa masuk ke kampus hebat itu." Jawab Juliet memegang erat undangan tersebut.

"Juliet, Juliet! Kau tidak ingat dengan apa yang pernah aku katakan padamu dulu? Ayahmu tidak mampu membiayai kuliahmu." Tutur Ibu.

"Itu beasiswa, bu. Semuanya gratis. Sama sekali tidak mengeluarkan biaya apapun." Jelas Juliet.

"Ibu, apakah Juliet akan kuliah? Bagaimana bisa dia kuliah sedangkan aku tidak?" Tanya Kakak pada Ibu dengan wajah sedih.

"Aku tidak mengizinkanmu kuliah!" Larang Ibu.

"Tidak, bu. Aku sudah bekerja sangat keras untuk ini. Aku akan tetap kuliah!" Jawab Juliet.

"Buang jauh-jauh ambisimu itu. Kuburlah cita-citamu itu!"

"What? No way!" Jawab Juliet lagi, ia tidak menyangka dengan perkataan ibunya.

"Jika kakakmu tidak kuliah maka kau pun juga begitu!" Tegas Ibu pada Juliet.

"Tidak kuliah adalah pilihannya dan pilihanku adalah kuliah. Kenapa aku harus sama dengannya disaat pilihan kami sudah jelas berbeda?" Jawab Juliet tak kalah tegas.

"Beraninya kau mengatakan hal seperti itu pada Ibumu?"

Ibu mengambil paksa surat undangan yang ada ditangan Juliet dan merobeknya, membuang sobekan kertas itu ke lantai.

"Itulah balasannya jika membangkang pada orang tua!"

"Kau sudah merasa tinggi dan hebat ya, hingga ingin merendahkan kakakmu?"

"Baru mendapat undangan saja kau sudah lupa diri! Bagaimana jadinya jika kau masuk disana ha?"

Ibu marah, mengeluarkan semua kata-kata apapun yang diinginkannya. Kakak menangis.

Sedangkan Ayah langsung pergi setelah menyaksikan kami tanpa bereaksi apapun.

Dan aku, apa yang harus aku lakukan?

"Maafkan aku, bu. Aku benar-benar tidak ada niatan untuk merendahkan kakak ataupun membangkang pada Ibu. Ini adalah kesalahanku, aku tidak bisa menjaga perkataanku. Maafkan aku bu, kak!" Ucap Juliette, menundukkan kepala.

"Pergilah ke kamarmu!" Titah Ibu pada Juliet tanpa merespon permohonan maafnya.

"Kau juga, pergi ke kamarmu! Berhenti menangis seperti anak kecil!" Titah Ibu pada kakak juga, lalu pergi menyusul Ayah ke kamar.

Juliet memunguti undangannya yang sudah menjadi sobekan kertas dan pergi ke kamarnya. Namun saat didepan pintu, kakak menarik tangan Juliet.

"Juliet, apa kau tetap akan kuliah?" Tanya Kakak.

"Tentu saja, iya."

"Jangan diterima, Juliet! Bagaimana bisa kau akan kuliah di kampus terkenal itu, sedangkan aku tidak kuliah?" Bilang Kakak dengan wajah memelas.

"Kakak tau, aku benar-benar berjuang untuk mendapatkan ini. Dan aku menolak hasil usahaku hanya karena keinginan kakak yang tak berbobot?" Jawab Juliet, sambil menunjukan sobekan surat undangan yang ada di genggaman tangannya.

"Apa kau tidak kasihan dengan aku?"

"Ini sudah malam, kak. Aku ingin tidur." Ucap Juliet mencoba mengakhiri pembicaraan, hendak menutup pintu kamar.

"Tunggu, Juliette! Aku mohon pertimbangkanlah lagi. Tolak undangan itu!" Kakak menahan pintu, memohon sambil menangis dan menggenggam erat tangan Juliet.

"Jangan mengeluarkan air mata untuk suatu hal yang sia-sia. Dengan kau seperti ini tidak akan mengubah keinginanku, kak." Bilang Juliet pada kakaknya.

"Kau tidak boleh egois seperti ini! Aku adalah kakakmu, kau harus menuruti aku! Kau tidak akan kuliah!" Kakak semakin erat menggenggam tangan sang adik, bahkan sambil menarik-narik dengan paksa.

"Lepaskan aku, kak! Biarkan aku beristirahat!" Pinta Juliet, mencoba melepaskan tangannya dari tarikan sang Kakak

...

Bab 3 Tak Terduga

"Tidak mau! Pokoknya kau tidak boleh melanjutkan sekolah disana!" Kakak semakin kuat menggenggam tangan Juliet dengan kuku-kukunya.

"I said, let me go!" Juliet menghempaskan tangan kakaknya. Namun bersamaan dengan itu, sang kakak malah melepaskan pegangannya hingga membuat kakak terjatuh.

Akh! Brukk!

"Aww, sakit!" Ucap kakak, mengelus kepalanya.

"Kak Novi, are you okay?" Tanya Juliet terkejut, kakaknya tiba-tiba saja terjatuh.

"Kau sengaja mendorongku ya?" Tuduh Kakak.

"What? Tentu saja tidak!"

"Ibu! Tolong aku, bu! Juliet ingin mencelakaiku!" Teriak Novi, memanggil ibu.

"Kak Novi! Kau ini apa apaan!"

"Ada apa ini? Novi, kau kenapa? Juliet apa yang kau lakukan pada kakakmu!" Ibu datang dan langsung membantu Novi berdiri.

"Akh, sakit bu! Juliet mendorongku!" Novi mengusap bahu dan kepalanya.

"Apa? Tidak, bu! Ini ketidak sengajaan! Aku tidak melakukannya!"

"Dia sengaja melakukannya! Dia sengaja mendorongku dan membuat tubuh terguling dan kepalaku terbentur ke lantai. Padahal aku memohon dengan baik agar dia tidak kuliah. Tapi dia malah marah dan sengaja mencelakaiku, bu! Kepalaku sakit sekali, bu!" Tuduh Novi lagi, sambil menunjuk Juliet.

"Iya, sayang. Bagian mana yang sakit?" Tanya Ibu dengan lembut, khawatir pada anak pertamanya.

"Kau sudah gila ya! Kau benar-benar sudah kelewatan!" Bentak Ibu dengan nada tinggi, marah pada Juliet.

"Tidak seperti itu, bu. Itu hanya menghempas tangannya saja. Itupun tanpa tenaga yang kuat. Tidak akan sampai terjatuh. Paling tidak hanya jatuh terduduk saja. Tapi kakak malah menggulingkan tubuh kakak sendiri. Itu berlebihan, Kak Novi!" Jawab Juliet, mencoba menjelaskan dan hendak menghampiri sang kakak.

"Omong kosong! Jangan mendekat! Bisa-bisa kau akan melukaiku lagi! Lihat bu, dia mulai berbohong sekarang!" Sela Novi.

"Tidak, bu! Aku sama sekali tidak omong kosong dan aku tidak melakukannya! Kak Novi yang berbohong! Dia yang lebih dulu-" Belum selesai Juliet menjelaskan, tamparan sudah lebih dulu mendarat di pipi kanannya.

Plakk!

Suara tamparan menggema diruangan itu. Ibu menampar Juliet dengan sangat keras.

"Anak kurang ajar! Sudah salah masih mengelak!"

"Minta maaf pada kakakmu!"

"Tidak mau! Kenapa aku harus minta maaf untuk sesuatu yang bukan karena kesalahanku?" Jawab Juliet menolak. Meski tidak menduga dengan yang barusan terjadi.

"Jadi maksudmu, ini adalah salahku? Aku sengaja mencelakai diri sendiri?" Tanya Novi.

"Kau sendiri tau jawabannya. Lagipula sengaja atau tak sengaja itu hanyalah hal kecil. Tidak perlu bersikap berlebihan." Jelas Juliet dengan santai.

"Ibu, kau percaya padanya? Lihat wajahnya, dia bahkan berbicara tanpa rasa bersalah!" Adu Novi pada Ibu, kesal dengan sikap adiknya padahal jelas-jelas dia baru saja di tampar.

"Sebelum kau mengakui kesalahanmu dan meminta maaf pada kakakmu, jangan harap kau bisa pergi ke Harvard! Ingat baik-baik perkataanku!" Ancam Ibu, membela Novi.

"Masuk ke kamarmu!" Ibu mendorong Juliet agar masuk ke kamarnya.

Brukk! Ibu menutup pintu kamar Juliet dengan sangat keras.

"Ayo sayang!" Ibu mengantar Novi ke kamarnya.

Sementara Juliet yang berada dibalik pintu kamarnya segera keluar setelah memastikan Ibu dan kakaknya sudah pergi.

Ia kembali memunguti sobekan surat undangannya yang sudah tidak berbentuk.

"Akh, tanganku." Juliet memegang pergelangan tangannya yang terluka dan bercap-kan kuku kakaknya.

Berjalan menuju meja belajarnya, ia beralih pada kotak p3k dan mengobati pergelangan tangan yang kini berdarah akibat cakaran dari kuku kakaknya yang panjang.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!