...----°°•PROLOG•°°----...
"Sini!" Duduk di atas ranjang bertabur kelopak bunga mawar merah, dengan telunjuk yang bermain maju mundur, Nathalie menyapa suami yang beberapa jam lalu menikahinya.
Busana tipis berenda sedikit transparan berwarna hitam melapisi tubuh moleknya. Gadis 25 tahun itu berpose seksi untuk suami sahnya.
Bertahun lamanya Nathalie mencintai satu pria yang sama. Putra dari Niko Dewantara yang sudah menganggap dirinya layaknya putri sendiri.
Pada akhirnya perjodohan ini berlangsung juga seperti khayalan Nathalie. Kini, saatnya Nathalie memberikan keperawanan yang telah dijaganya pada pria beralis tebal itu.
"Peluk aku." Nathalie merentangkan kedua tangannya manja, merayu.
Namun, lelaki yang berdiri di hadapannya justru termangu memandanginya. Tak ada jawaban hingga lama, kemudian bersuara setelah dering ponsel meminta perhatian.
Mata Nathalie mengikuti langkah Rahadian meraih ponsel di atas nakas, lalu menjawab telepon yang entah dari siapa.
"Aku akan ke sana," ucapnya dingin.
Nathalie mengernyit keheranan, bukankah malam ini yang ditunggu bagi sepasang pengantin baru? Lalu, kenapa Rahardian bilang akan pergi keluar?
"Mau ke mana?"
Rahardian juga tampak mengenakan jaketnya sebelum meraih kunci mobil, dompet yang sempat tercecer di atas meja.
"Dari awal kau tahu, Nathalie. Aku sudah memiliki kekasih, dan kau harus terbiasa menerimanya mulai saat ini. Bukan hanya kau yang menjadi tanggung jawab ku. Dira akan tetap di sisi ku meski kita sudah menikah."
"Bagaimana bisa begitu?!" sergah Nathalie, ia berdiri untuk mengutarakan protesnya.
"Kau yang mau bukan?" Rahardian mendekati wajah Nathalie yang kian memerah, jengkel membuat napas gadis itu berderu kasar.
"Kau yang terlalu memaksakan diri untuk menjadi jodoh ku padahal kau tahu aku sudah memiliki kekasih," kata Rahardian.
Visual tokoh utama.
...----°°•BAB SATU•°°----...
"Kamu hanya istri pilihan Daddy."
Pernah Nathalie mendengar kalimat itu dari bibir Rahardian, dan selama dua tahun ini, mereka masih sama- sama bertahan di bawah payung pernikahan yang toxic.
Angin kencang menerpa uraian rambut bergelombang Nathalie, wanita itu termenung menatap pemandangan laut lepas dari geladak kapal yang menuju Emirat Arab.
Detik ini, di atas kapal ini, Nathalie bersama Sergey, lelaki yang mengaku amat sangat mencintainya, bahkan rela membuang semua wanitanya demi wanita seksi itu.
Namun, sungguh, Nathalie masih berpikir ribuan kali untuk menerimanya. Nathalie malah menganggap, Sergey hanya pelarian disaat dirinya tengah berada di posisi yang begitu lelah dengan sikap Rahardian.
Kapal sudah dekat dengan darat. Nathalie mulai mendapat signal setelah sekian hari tak mengaktifkan nomor ponselnya.
Panggilan tak terjawab berdatangan, salah satunya dari nomor Rahardian. Nathalie menekan nomor suaminya, demi menjawab panggilan yang kemarin tertolak signal buruk.
Sejenak, Nathalie mengingat pertengkarannya dengan Rahardian tempo hari. Saat, Nathalie meminta Rahardian memutuskan Dira dan hanya mendapatkan jawaban tidak mungkin.
📞 "Brengsek!!" Umpatan terdengar keras dari seberang telepon. Agaknya Rahardian marah besar atas tindakannya kali ini. "Di mana kamu hah?! Kamu lari dengan pria lain?!"
Nathalie menghela udara, menikmati ketenangan yang dihembuskan angin pantai, berlari dari Rahardian, sesekali membuatnya melupakan bagaimana toxic-nya mereka.
"Aku tenang di sini ... Aku harap kau cepat ceraikan aku ... Dian, asal kau tahu, aku sudah tidak sanggup menyandang gelar istri yang tak dianggap olehmu."
📞 "Pulang, aku mau kamu pulang secepatnya, Nathalie!!" Nathalie mematikan teleponnya sepihak. Menangisi pria yang dua tahun terakhir hanya membubuhkan serpihan garam pada lukanya.
...----°°••°°----...
Tepatnya di ambalan anak tangga darurat, tempat di mana Rahardian mengangkat telepon dari istrinya, lelaki itu terduduk.
Nada tut yang terdengar menyulut emosi Rahardian. Hampir saja ia melempar ponselnya, tapi, urung, mengingat sudah dua ponsel yang dilemparkan sebelumnya.
Ditatapnya sang asisten, kemudian menyeletuk hal langka. "Lacak tempatnya, aku mau Nathalie pulang secepatnya!"
"Baik, kami akan segera temukan." Pria itu segera melakukan titah sang Tuan. Bertolak untuk mencari sang Nyonya.
Rahardian ingin tahu di mana Natalie saat ini, masihkah bersama pria yang kemarin atau tidak, karena sepertinya baru kali ini Natalie tampak serius bermain dengan lawan jenis.
Rahardian kembali ke bartender, lagi, ia menenggak minumannya hingga tandas. Di sisinya Dira baru saja tiba, terkejut akan aksi pria itu.
"Kamu tidak seharusnya minum, Dian!!"
Dira berteriak keras, Rahardian hanya asyik dengan gelas-gelas di depannya. Meminum satu persatu tanpa peduli teguran teguran Dira, hingga terjatuh pingsan di lantai.
"DIAN!!" Dira histeris. Meminta tolong pada orang-orang di sekelilingnya. "Kenapa kau harus seperti ini, Dian--"
...INFO: Cerita Nathalie di sini berbeda versi dari yg ada di cerita Pacar Bayaran. Sudah melalui modifikasi yang cukup agar lebih baik lagi jalan ceritanya. Dengan sudut pandang yang lebih mengulik lagi hidup Nathalie tentunya. Stay tuned, yaaa....
Singapura.
Di Emirat Arab, Nathalie diringkus oleh orang-orang Rahardian. Pulang kembali ke kediaman mereka di Singapura.
Dua tahun menjadi istri Rahardian Dewantara, dua tahun pula Nathalie melakukan segala cara untuk menepis kesakitannya.
Terkadang ia terang- terangan meminta perceraian, tapi, tidak semudah itu saat lagi dan lagi Nathalie harus berhadapan dengan Papa mertuanya.
Nathalie amat sangat mencintai Niko Dewantara selaku lelaki yang sudah seperti ayahnya sendiri, bahkan mengasuhnya sedari masih remaja hingga dewasa setelah sang ayah dan sang ibu tiada.
Saking kesepiannya, Nathalie sampai bekerja dengan penghasilan perbulan yang tidak lebih banyak dari uang pemberian Rahardian, kegiatan itu semua dilakukannya hanya supaya bisa terlepas dari kesepiannya.
Dua temannya; Allura dan Patricia turut andil dalam memeriahkan kekosongan harinya yang tidak sempurna.
Berbelanja, berjalan- jalan, menikmati hasil kerja keras Rahardian; setidaknya keuntungan fasilitas istri direktur masih didapatinya.
Nathalie pasrah jika hari ini Rahardian akan memukulinya, bahkan menamparnya berkali- kali karena mencoba lari bersama pria lain.
Namun tidak, Rahardian sudah menyambut kedatangannya. Tak ada marah sama sekali, lelaki itu justru memeluknya dengan lembut.
"Dian--" Nathalie mengernyit heran.
"Jangan pernah pergi lagi dariku."
Rahardian mengatakan itu. Yah, telinga Nathalie memang tidak salah mendengar, Nathalie sampai beku dibuatnya hingga tak dapat bicara sepatah pun kata.
Seseorang yang kemarin mengamuk di telepon, bahkan mengatainya brengsek ketika menanyakan keberadaannya, hari ini bersikap seolah kemarin, ia hanya pergi ke salon.
Pria itu mencium kening Nathalie, lantas mengusapnya. "Istirahatlah, aku akan suruh orang menyiapkan makanan untuk mu."
Nathalie bingung jujur saja. Sebelumnya, Nathalie sempat berpikir, Rahardian akan memukulinya atau bahkan semakin mantap menceraikannya setelah aksi kaburnya kemarin.
Namun, lihatlah, yang terjadi justru malah sebaliknya. Rahardian berlaku seolah tidak pernah terjadi apa-apa.
"Jadi kapan dia menceraikan aku?"
...----°°••°°----...
Jakarta, Indonesia.
Mobil hitam itu bergerak santai, Nathalie tengah berada di perjalanan bersama kedua sahabat terbaiknya menuju salon kecantikan langganan mereka.
"Nath, lihat deh. Story Rahardian." Patricia baru saja memindai media sosial Rahardian, dua buah tiket pesawat ke Bali dilihatnya.
"Mungkin mau ke Bali sama Dira." Natalie paham betul agenda suaminya, sebulan sekali, Rahardian akan pulang ke Indonesia untuk membawa Dira ke tempat wisata.
"Kamu sabar banget sih, heran!" Patricia mengedut bibirnya sinis. "Kamu beneran nggak mau bales selingkuh lagi?"
"Tidak, aku lelah." Natalie menatap kosong ke arah jendela. "Aku sudah cukup mengejarnya, aku juga cukup berselingkuh demi mencari kecemburuan dan simpatinya, cukup."
Awalnya memang Natalie selalu ingin Rahardian melupakan Dira. Namun, setelah dipikir ulang, untuk apa dia melakukannya?
Nyatanya Rahardian tidak pernah mau meninggalkan Dira. Pun, Natalie sudah lelah membayar Berondong sana- sini hanya untuk menumbuhkan kekesalan Rahardian, tapi, Rahardian tetap tidak menceraikannya.
Jadi, kungkungan pernikahan bersama Rahardian ini, biarkan Natalie nikmati, biarkan Natalie menjadi wanita serakah, biarkan Natalie foya- foya atas penghasilan suaminya.
Dia tidak perlu capek melayani, dan uang terus mengalir ke dompetnya. Kapan lagi hidup seperti ini didapatkan banyak wanita?
Klik di ponsel membuat Natalie segera beralih pada gawai tersebut. Sebuah pesan singkat dari suami terdapat di sana. "Aku sudah beli tiket ke Bali, untuk kita, besok aku pulang."
Allura langsung rebut ponsel Natalie untuk dilihatnya kemudian. "Nggak salah Dian kirim pesan ke kamu duluan?"
Natalie angkat bahu. "Nggak tahu lah. Akhir- akhir ini, dia memang lagi sweet banget."
Entah apa tujuannya, yang pasti Rahardian pernah bilang akan memperbaiki kualitas hubungan bersamanya. Tapi, yang dia tahu, Dira ananda juga masih memposting foto bersama suaminya.
"Kamu cinta enggak sih sama Dian?" cecar Patricia, kalau masih cinta kenapa tidak merebut lagi saja cinta Rahardian?
"Aku nggak tahu." Natalie angkat bahunya sekali lagi dengan wajah yang datar ringan.
Allura menghela napas, ini lucu sekali baginya, hubungan Natalie dan Rahardian tidak sehat sedari awal pernikahan tapi mampu bertahan hingga lama.
Lihat, sekarang ponsel Natalie berdering dan langsung diangkat wanita itu. Bahkan suara panggilannya sengaja dikeraskan.
📞 "Kita akan ke Bali kan?"
"Besok aku ada fitting baju buat acara pernikahan Allura yang seabreg itu loh. Bisa kapan- kapan saja kan ke Bali-nya?"
📞 "Kamu lebih mentingin acara yang lain dari pada pergi sama suami kamu?"
"Aduh, Yan!" sela Nathalie. "Sejak kapan kamu jadi ribet begini sih? Bukannya biasanya kamu pergi sama Dora ekspor kamu?"
Patricia dan Allura tertawa cekikikan mendengar Dora ekspor. 📞 "Aku mau sama kamu, ya harus sama kamu."
Nathalie kekeuh. "Kalau begitu undur sampai dua bulan lagi deh. Mungkin, Allura mau bulan madu juga di Bali nanti."
📞 "Kalau nunggu nanti kapan kamu hamilnya, Nathalie?"
"Oh ... kamu mau kita ke Bali cuma buat bikin aku hamil aja?" tukas Nathalie. "Kenapa? ... Supaya warisan kamu lebih banyak lagi hmm? ... Kenapa? ... Kamu nggak bisa dapat apa- apa dari kehamilan Dira?"
📞 "Kamu kenapa sih berpikir buruk terus dengan semua perlakuan suamimu?" Nathalie lantas mematikan teleponnya sepihak.
Nathalie bosan membahas hal yang tidak menarik baginya. Hamil? Hello, Nathalie tidak akan pernah mau hamil jika itu hanya untuk membuat Rahardian mendapatkan warisan yang lebih banyak dan Dira semakin kaya.
"Rahardian menyesal kah?" tanya Patricia.
Nathalie mencebik. "Aku yakin tidak. Karena dia tidak akan pernah menyesal mencintai Dora di sepanjang hidupnya. Dia sendiri yang bilang itu terus- menerus di depan telingaku."
Allura menyimpulkannya walau tidak yakin hal itu benar terjadi. Tapi, ... "People, ... can change, right...?"
"Tidak untuk Rahardian!" tepis Nathalie.
Bali, kota di mana dua tahun yang lalu, pernikahan mewah Nathalie dan Rahardian dilangsungkan. Dan kamar ini, kamar hotel yang sama seperti waktu itu.
Nathalie menatap kosong ke arah jendela, dari sinilah, Nathalie bisa melihat hamparan lautan yang luas. Deburnya menentramkan sejenak.
Kamar yang menjadi saksi atas kekecewaan Nathalie kala itu, malam pertama yang seharusnya menjadi waktu untuk beradu kehangatan, Rahardian Dewantara justru mengatakan sebuah kabar kepahitan.
"Kita mulai?" Rahardian membuyarkan lamunan Nathalie dengan menggapai perutnya untuk dipeluk dari belakang.
"Kita akan punya anak dan aku akan tinggal lagi di Indonesia."
Rahardian pernah bilang jika masa kerjanya di cabang Singapura hanya lima tahun sebelum dirinya menjadi kandidat untuk presiden direktur di perusahaan keluarga.
"Kau pasti diangkat menjadi CEO."
"Benar sekali." Rahadian mulai merangsek menghirup secara dalam setiap ceruk yang ada di leher istrinya. "Makanya kita perlu penerus untuk melanjutkan kepemimpinan."
"Bagaimana kalau aku mandul?"
Rahardian mendadak melepas pelukannya, sontak tatapan mata yang lembut menjadi begitu nanar. "Jangan bercanda."
"Kita bahkan sudah mencobanya selama dua tahun terakhir, dan tidak pernah berhasil."
Rahardian meredup tatapannya.
"Nikahi saja kekasih mu, Dian, aku sudah tidak berguna lagi, bahkan hamil pun aku tidak bisa. Kau akan semakin memiliki alasan untuk mengabaikan aku sekarang."
"Aku sudah memilih mu." Rahardian menyeletuk. Dan jujur saja, Nathalie begitu terkejut akan info ini. "Kemarin saat Dira bertanya Dira atau Nathalie. Aku lebih memilih hidup bersama mu."
"Kenapa harus memilih ku?" Nathalie tertawa walau ini tidak lucu. Rahardian yang selama dua tahun mengkhianati, kini memilihnya di depan mata Dira katanya? hebat bukan?
"Kau mencintai Dira" Nathalie ingatkan lagi bagaimana dulu Rahardian mencemooh dirinya hanya untuk selingkuhannya.
"Lagi pula aku sudah sering pergi bersama pria lain! Hubungan kita ini tidak sehat sama sekali, Dian!!"
"Ssstt--" Rahardian tidak ingin mendengar itu lagi, cukup mereka saling mengkhianati, dia ingin memperbaikinya.
"Kita bisa memulai dari nol."
Rahardian belai pipi Nathalie. Memang tidak sering, tapi dia juga tidak lupa memberikan nafkah batin pada wanita itu selama ini.
Namun, memang tidak ditampiknya kalau Nathalie hanya merasa seperti pemuas. Cinta Rahardian sudah tersemat untuk Dira, dan Nathalie sangat amat paham itu.
"Entahlah. Aku rasa kamu terlalu memaksa dirimu sendiri, Dian. Tapi ini awal yang baik jujur saja. Jadi mari kita mulai kalau begitu."
Rahardian meraih pipi Nathalie. "Kita akan program punya anak."
Nathalie manggut- manggut setuju. Siapa tahu saja memang takdirnya seperti itu.
Dia buka kimono miliknya, lantas terpejam menerima kecupan bibir Rahardian. Perilaku ini memabukkan, tapi, entah kenapa Nathalie masih terlihat datar- datar saja.
Bahkan, ketika Rahardian mabuk dengan tubuhnya yang amat seksi, Nathalie seakan tak bergairah. Wanita itu hanya diam menerima, tidak menyerang lawan mainnya.
"Tatap aku, Nathalie!!" Hanya untuk ditatap saja Rahardian sampai harus meraih pipi wanita itu, dan berhasil karena Nathalie lekas memandang ke arah maniknya.
Nathalie terpejam menerima kecupan di kening, selembut yang belum pernah dia dapatkan selama ini dari Rahardian.
Sungguh, perilaku ini lah yang selama ini Nathalie impi impikan, akan tapi, kenapa setelah terealisasi justru terasa hambar?
"Kita akan punya anak yang nantinya akan memimpin perusahaan besar, jadi tolong serius dengan kegiatan ini," desah Rahardian.
"Aku harap jika memang aku hamil, anakku tidak akan mirip dengan watak mu," gumam Nathalie.
...----°°••°°----...
Rahardian mengulur kopi susu untuk Nathalie yang duduk bergulung dengan selimut putih tebal, ia lantas menatap wanita yang mencium aroma dari cangkir pemberiannya.
"Kamu menginginkan pria mu?"
"Tidak," geleng Nathalie.
"Kau tidak menikmatinya seharian ini."
Rahadian rasa Nathalie tidak menikmati sentuhan dan amukan ranjangnya, mungkin, memang ada seseorang yang membuat Nathalie lebih puas.
Dua kali mereka melakukannya, tidak ada raut yang mengatakan jika Nathalie menyukainya.
"Maafkan aku kalau kau tidak merasa senang dengan permainan ranjang Nathalie."
Hardian mencebik. "Aku puas. Tapi aku tidak merasakan kepuasan mu. Mungkin karena kamu pernah melakukannya dengan pria lain."
Nathalie meletakkan cangkir di nakas, lalu meraih CD dan bra kembali untuk dipakainya, mata Rahardian mengikuti arah langkah wanita itu hingga berhenti di sisi jendela.
Bila diingat ke belakang, Rahadian amat sangat bodoh karena menyia- nyiakan wanita seksi seperti Nathalie. Pantas banyak lelaki yang bergiliran ingin menjadi penggantinya.
"Dia baik meski keras. Dia meratukan aku meski di bawah kakinya tertunduk ratusan anggotanya. Dia kuat untuk hal bercinta. Tapi, aku masih bodoh pulang lagi padamu."
Nathalie membicarakan Sergey dengan nada yang terkesan menyesali. Beberapa bulan terakhir ia dicintai oleh pria berkuasa yang menjanjikan kesetiaan, tapi bodohnya lagi dan lagi Nathalie kembali pada Rahardian.
Entah kenapa sulit sekali mengurus sebuah perceraian dengan Dian? Kenapa cintanya begitu membuatnya bodoh dan konyol?
"Kau sudah sepakat kita akan kembali."
Rahardian pikir, mereka pernah sama- sama melakukan perselingkuhan, jadi apa salahnya jika mulai saling memaafkan?
Nathalie kemudian menatap suaminya, hal yang tentu saja asing baginya. Dua tahun lamanya Rahardian menyelingkuhi, sepinya dia usir dengan menjadi jalang tak tahu malu.
Nyatanya sudah sejauh ini dia mengalami gejolak dari kehancuran hidup sampai yang benar- benar berada di titik terendah ketika kabur di pelukan Sergey, Rahardian masih memungut dirinya kembali untuk hamil.
"Apa alasan mu lebih memilih aku dari pada Dira yang kau sayangi sepanjang hidupmu?"
Rahardian angkat bahu. "Aku tidak mau melihat mu terus menerus mengarungi kehidupan bodoh dengan para pria bodoh mu. Aku mau kita mulai kembali dengan hubungan yang lebih sehat lagi."
Nathalie bisa menyimpulkannya sekarang, Rahardian menyesal setelah dirinya pergi bersama Sergey bahkan tidak mengabarinya untuk waktu yang lama.
"Gimana dengan Dira?" tanya Nathalie.
Nathalie masih melihat foto Rahardian diunggah wanita itu. Dan sekarang Rahardian bersikap seolah hubungan mereka sudah beres.
"Sudah kubilang aku memilih mu," kata Rahardian.
Lantas, apa Nathalie harus percaya? Apa Nathalie harus langsung tersentuh? Tidak! Nathalie sulit mempercayai pria yang bahkan menyiksanya dengan kehadiran Dira.
"Kau bisa menikahinya kalau kau mau, dan aku akan menutupinya dari Papa." Nathalie meraih handuk kimono miliknya yang lekas dicekal tangan Rahardian.
"Kau ini kenapa?" tukasnya. "Kemarin kau mau aku memperhatikan mu bukan?!"
Benar, Nathalie ingin itu. Tapi, entahlah, dua tahun berharap itu tidak sebentar. Nyatanya omongan Rahardian tidak mudah dipegang.
"Aku cuma mau kamu bersikap transparan lagi seperti kemarin. Aku tidak suka kalau kamu tipu aku dari belakang secara diam- diam, setidaknya kemarin lebih baik, Dian!"
"Aku sudah memilih mu! Dengan cara apa aku meyakinkan mu?!"
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!