Symphony of Shadows
Symphony of Shadows adalah sebuah mahakarya yang tak tertandingi dalam genre fantasi. Setiap karakter di dalamnya seolah memiliki kehidupan sendiri, dengan motivasi, tujuan, dan perasaan yang begitu nyata. Tidak ada tokoh utama yang dominan—semua karakter berperan penting dalam menggerakkan alur cerita yang rumit dan mendalam. Para pembaca sering kali sulit memercayai bahwa novel ini hanyalah karya dari satu orang penulis.
Kepopuleran novel ini mencapai puncaknya saat ilustrasi karakternya dirilis. Ilustrasi itu begitu hidup, seolah-olah para karakter melompat keluar dari halaman buku dan berdiri di hadapan para penggemarnya. Perdebatan pun meledak di media sosial—siapa karakter terbaik, siapa yang paling kuat, dan siapa yang paling mencerminkan kegelapan dari dunia Symphony of Shadows. Novel ini tak hanya memikat melalui kata-kata, tapi juga melalui visual yang tak terelakkan, membuatnya sebuah mahakarya sempurna yang memadukan cerita dan seni.
Semua orang berkata demikian. Tapi, bagaimana dengan aku?
Tak bisa dipungkiri, novel ini adalah karya yang luar biasa. Akan menjadi sebuah kebohongan jika aku berkata sebaliknya. Dari sudut pandang seorang pembaca, Symphony of Shadows adalah mimpi setiap pecinta fantasi. Namun, segalanya berubah ketika aku menemukan diriku di dalam dunia tersebut.
Ya, aku terjebak di dalam dunia Symphony of Shadows.
Kedengarannya seperti mimpi yang menjadi kenyataan, bukan? Setiap orang pasti pernah membayangkan bagaimana rasanya hidup di dunia fiksi—bertransmigrasi ke dalam tubuh seorang bangsawan kaya raya, menjadi pahlawan yang tak terkalahkan, atau bahkan mengalahkan karakter utama yang lemah dengan idealisme naifnya. Aku juga pernah memimpikannya. Tapi dunia ini... berbeda.
Aku tidak merasa bahagia. Yang ada hanyalah ketakutan dan kemarahan yang terus-menerus menghantuiku. Mengapa? Karena dunia ini terlalu gelap, terlalu kacau, dan penuh dengan ancaman yang datang dari setiap sudut. Bayangan yang perlahan-lahan menggerogoti dunia ini bukan sekadar metafora, mereka nyata, dan mereka haus akan kehancuran.
Mengapa aku menyebut dunia ini mengerikan?
Awalnya, Symphony of Shadows adalah tiga cerita yang terpisah. Sang penulis pernah berkata bahwa ia telah menulis tiga novel sebelumnya, tetapi tak ada satupun yang sukses. Karya-karya itu tenggelam di lautan ketidakpedulian, membuat penulisnya merasa frustrasi. Hingga suatu hari, dia memutuskan untuk menggabungkan ketiga novel itu menjadi satu. Eksperimen gila, katanya. Dan dari kegilaan itulah, Symphony of Shadows lahir—novel dengan alur yang tak terduga dan atmosfer yang menakutkan.
Cerita ini berpusat pada bayangan yang semakin menggerogoti dunia, menelan cahaya dan harapan. Setiap sudut gelap bisa menjadi ancaman, dan tak ada tempat yang benar-benar aman. Mungkin kamu berpikir bahwa karena asalnya dari tiga novel, ada tiga karakter utama? Salah besar. Dunia ini hanya memiliki satu karakter utama, namun ia bukan pahlawan kuat yang biasanya kau temukan dalam kisah epik. Dia lemah, terlalu berpegang pada idealisme tanpa kekuatan yang memadai untuk mewujudkannya.
Sang penulis memilih untuk fokus pada karakter-karakter pendukung—mereka yang kuat, cerdas, dan penuh intrik. Mereka yang sebenarnya membawa cerita ini maju. Protagonisnya tersisih, seakan hanya menjadi bayangan di tengah dunia yang terus digerogoti oleh kegelapan.
Namun, kini aku berada di dunia itu. Dan aku bisa merasakan betapa putus asanya mereka. Setiap langkahku diawasi, setiap kesalahan bisa berarti kematian, dan tidak ada pilihan untuk kembali. Dunia ini bukan sekadar cerita. Ini adalah kenyataan yang terlalu menakutkan untuk dihadapi. Aku tak lagi seorang pembaca yang nyaman di balik halaman. Aku adalah bagian dari bayangan itu.
Ronan Darius Nightshade.
Saat ini, aku adalah Ronan, terjebak dalam tubuh ini. Ronan Darius Nightshade, seorang karakter penjahat dalam novel Symphony of Shadows—tokoh yang hanya bertahan selama kurang dari sepuluh bab sebelum kematiannya yang mengenaskan. Karakternya tidak lebih dari seorang sampah, bodoh tanpa strategi, sebuah nasib tragis yang sepertinya dipaksakan kepadaku. Sungguh ironis.
Namun, sekarang aku adalah dia. Semua kebodohannya telah menjadi bebanku.
"Sialan, kenapa aku harus menjadi penjahat bodoh seperti ini?" keluhku keras. "Seharusnya aku mendapatkan peran yang lebih baik, setidaknya jadi karakter sampingan yang membantu sang pahlawan. Mereka punya kekuatan aneh yang selalu menyelamatkan keadaan tanpa alasan yang jelas!"
Aku berjalan ke depan cermin besar di kamarku, yang memantulkan diriku dari kepala hingga kaki. Rambut hitam pendek dan rapi, mataku merah menyala yang mencolok—seperti darah yang baru saja tertumpah. Kulitku pucat tapi sempurna, menunjukkan asal-usul bangsawan yang kaya dan berkuasa. Penampilan fisik Ronan memang sempurna, mencerminkan status seorang tuan muda yang terhormat. Namun, meskipun tubuh ini tampak sempurna, itu tidak mengubah kenyataan betapa tidak berdayanya aku dalam narasi ini.
Tubuh ini berusia 17 tahun, artinya aku masih punya waktu tiga tahun sebelum alur cerita utama novel dimulai. Namun, bukan berarti aku punya banyak waktu untuk bersantai. Dalam tiga tahun itu, dunia ini akan tenggelam dalam kekacauan besar. Bayangan gelap yang menghancurkan segalanya akan datang, dan tidak ada yang tahu dari mana asalnya. Ketakutan akan hal itu akan membuat semua orang panik. Dunia akan retak di bawah tekanan ketidakpastian.
Namun, seperti dalam kebanyakan novel, selalu ada secercah harapan. Di sinilah karakter utama muncul dengan para rekannya—orang-orang yang anehnya memiliki kekuatan yang tidak dapat dijelaskan. Mereka adalah cahaya kecil di antara kegelapan, pahlawan tanpa cela yang menyelamatkan dunia dari kehancuran.
"Sungguh alur yang klise," gumamku. "Pahlawan datang, membawa harapan di tengah malapetaka, mengalahkan musuh, lalu semua orang bahagia. Aku suka cerita seperti itu ketika masih muda. Tapi seiring bertambahnya usia, aku menyadari bahwa dunia tidak bekerja sesederhana itu."
Aku tersenyum sinis di hadapan bayanganku sendiri. "Tiga tahun... Aku hanya punya tiga tahun untuk memikirkan cara bertahan hidup. Setelah itu, kekacauan dimulai. Jadi, apa yang harus kulakukan?" pikiranku sibuk mencari solusi. Aku tidak bisa hanya berdiam diri menunggu takdir Ronan berakhir begitu saja.
Keuntungan terbesar saat ini adalah aku berada dalam tubuh seorang tuan muda dari keluarga Nightshade, salah satu keluarga bangsawan paling berpengaruh di seluruh benua. Dengan nama keluarga Nightshade, tidak ada yang mustahil untuk dicapai. Harta, kekuasaan, dan pengaruh—semuanya ada dalam genggaman.
Namun, semua itu tidak berarti jika aku tidak tahu bagaimana memanfaatkan waktuku. Walaupun aku memiliki pengetahuan tentang masa depan, menggunakannya dengan efektif adalah hal yang berbeda. Informasi yang aku miliki sekarang hanyalah potongan-potongan kecil dari sebuah teka-teki besar.
"Ada seseorang yang mungkin bisa memberikan jawaban," pikirku. "Tapi dia sangat sulit dijangkau, dan mendekatinya bisa lebih berbahaya daripada yang kubayangkan. Orang itu adalah opsi terakhir. Jika aku tidak benar-benar terdesak, aku tidak akan melibatkan diriku dengannya."
Aku menatap ke luar jendela, melihat langit senja yang perlahan berubah gelap. Cahaya terakhir dari matahari tenggelam di balik pegunungan, menyisakan bayangan panjang yang menyelimuti seluruh wilayah Nightshade.
Tiba-tiba, ketukan di pintu kamarku memecah keheningan. Suara seorang pelayan wanita terdengar dari luar, suaranya halus tapi penuh dengan kepatuhan. "Tuan muda, Tuan Besar memanggil Anda untuk menghadapinya sekarang."
Aku mendesah pelan, membiarkan seluruh pemikiran liar di kepalaku untuk sementara mereda. "Baiklah," jawabku, menjaga suaraku tetap tenang dan tegas.
Aku membuka pintu dan melangkah keluar dari kamarku, melewati pintu besar berukir yang menjulang tinggi. Pelayan wanita itu menundukkan kepalanya sedikit, lalu memimpin jalan di depanku. Aku berjalan mengikutinya dengan tenang di sepanjang koridor luas, yang dindingnya dihiasi lukisan-lukisan leluhur Nightshade yang memandang kami dengan mata tajam dari masa lalu. Langit-langitnya tinggi, dihiasi ukiran-ukiran rumit dan lampu-lampu gantung kristal yang berkilauan, memberikan suasana megah tapi sedikit menekan.
Langkah-langkahku mantap, tapi pikiranku kembali bergelut dengan kemungkinan yang bisa kulakukan. Pertemuan dengan ayahku—Tuan Besar Nightshade—mungkin akan menentukan langkah awal di dunia ini. Aku tidak bisa menghadapinya sebagai Ronan yang lama—aku harus mulai bermain cerdas. Aku punya waktu, tapi setiap detiknya berarti.
Aku sudah sampai di depan ruangan Tuan Besar keluarga Nightshade, ayahku sendiri. "Kau bisa pergi," kataku sambil mengangkat tangan dengan sikap otoriter kepada pelayan wanita yang telah memanduku sepanjang lorong. Suaraku tegas, namun penuh kehati-hatian.
Pelayan wanita itu membungkuk dengan hormat, tanpa berani menatap mataku, dan segera beranjak pergi.
Aku menarik napas panjang, mencoba menenangkan jantungku yang berdegup cepat. Dengan perlahan, aku membuka pintu. Suara gesekan engsel pintu yang kasar terdengar nyaring di keheningan ruangan, seperti suara peringatan yang membuat hatiku semakin ragu dan gelisah.
Tuan Besar Nightshade, Ayahku, adalah sosok yang misterius. Dalam novel, sosoknya jarang dijelaskan secara rinci, hanya disebut sebagai 'Pembunuh Terbaik Sepanjang Masa.' Reputasinya saja sudah cukup untuk membuat siapa pun gemetar. Aku melangkah masuk dengan hati-hati, berusaha tidak menimbulkan suara yang tidak perlu, lalu menutup pintu perlahan. Suara derit pintu mengunci ruangan seakan memenjarakan diriku di dalam, bersama sosok mengerikan ini.
Di depanku, duduklah pria berusia awal 40-an dengan tubuh kekar yang luar biasa. Dia tengah duduk di kursi kerjanya yang besar, dikelilingi tumpukan dokumen yang terorganisir dengan rapi. Kepalanya menunduk, fokus pada tumpukan kertas di tangannya. Cahaya dari lampu di meja kerjanya memancarkan bayangan tegas di wajahnya yang ditumbuhi brewok lebat, membuat kesan dingin dan tanpa emosi semakin jelas.
Kemiripan antara kami tak bisa disangkal. Rambut hitam pekat yang sama, mata merah darah yang dingin dan penuh perhitungan. Wajah kami seolah bayangan cermin yang tak terhindarkan—warisan Nightshade yang mengalir dalam darah kami berdua.
"Tuan, apakah Anda memanggil saya?" Aku berbicara dengan nada hormat, berdiri tegak tanpa berani duduk. Menyebutnya "Ayah" terasa tidak pantas. Dalam keluarga Nightshade, kekuatan adalah segalanya; darah keturunan hanyalah formalitas. Hanya mereka yang kuat yang layak dihormati.
Tuan Besar Nightshade, Ayahku, mengangkat kepalanya perlahan dari kertas yang dia pelajari, dan menatapku dengan tajam. Matanya yang merah itu menusuk seperti belati, membuat setiap inci tubuhku terasa seperti ditelanjangi dan dianalisis.
Seketika, aura yang mengerikan menyelimuti tubuhnya. Rasanya seperti ditimpa gunung yang tak terlihat. Nafasku terasa tercekik, keringat dingin mulai mengalir deras di punggungku. Kakiku gemetar di bawah tekanan yang luar biasa, namun aku tetap berdiri tegak. Aku tahu, jika aku jatuh atau menunjukkan tanda kelemahan, aku akan dianggap kalah. Di keluarga ini, tunduk sama dengan mati.
'Jangan pernah tunduk pada siapa pun, bahkan jika itu berarti kau harus mati.'
"Oh," Ayahku bersuara pelan, terdengar seperti ada sedikit ketertarikan. Dalam sekejap, aura mengerikan itu hilang, seperti bayangan yang disapu cahaya. Aku bisa bernapas sedikit lebih lega, meskipun tubuhku masih terasa tegang. "Duduklah, aku akan segera selesai," katanya, suaranya berat, dipenuhi pengalaman seorang veteran yang telah menghadapi kematian berkali-kali. Tanpa menunggu tanggapanku, dia kembali fokus pada tumpukan kertas di hadapannya.
Aku mengikuti perintahnya dengan patuh, duduk di sofa di hadapannya. Setiap gerakanku terasa kaku, hasil dari ketegangan yang masih menahan tubuhku. Menghadapinya secara langsung jauh lebih menakutkan daripada yang pernah aku bayangkan dari novel. Aura dan wibawa yang dia pancarkan terasa begitu nyata, begitu mengerikan.
Kenapa sosok seperti ini tidak muncul ketika konflik memanas dalam cerita? Seolah-olah sang penulis takut bahwa jika dia muncul, peran karakter utama akan tersingkirkan. Dalam novel aslinya, dia hanya dikenalkan sebagai Ayah Ronan, dan setelah itu seolah dilupakan begitu saja.
Jika aku bisa menjadikannya, ayahku sendiri, sebagai kekuatan yang aku kendalikan, maka peluangku untuk bertahan hidup akan jauh lebih besar. Namun, aku tahu, memikirkan hal itu sekarang adalah sesuatu yang terlalu berbahaya. Untuk saat ini, aku harus tetap fokus.
Setelah beberapa saat, ayahku tampaknya telah menyelesaikan pekerjaannya. Dia berdiri dari kursi kerjanya dengan gerakan tenang namun penuh kekuatan, lalu beralih ke sofa yang berada tepat di seberangku.
Dari jarak dekat seperti ini, aku bisa melihat betapa menakutkannya sosok ini. Meski usianya sudah menginjak kepala empat, tubuhnya masih terlihat seperti milik seorang pemuda yang terlatih, dengan otot yang terukir sempurna. Matanya masih sekeras baja, tidak kehilangan ketajaman sedikit pun.
Inilah Tuan Besar Nightshade, Damian Vesper Nightshade, ayah kandung dari Ronan Nightshade.
Tanpa sadar, aku tersenyum kecil, mungkin karena ketegangan yang mulai melonggar. Namun, aku segera menyembunyikan senyumanku.
"Tuan, apakah ada hal khusus yang ingin Anda sampaikan?" tanyaku untuk memecah keheningan yang mulai terasa mencekam.
"Ronan, berapa usiamu saat ini?" Ayahku bertanya dengan suara yang berat, namun lebih tenang daripada sebelumnya.
"17 tahun," jawabku cepat dan tegas, meskipun ada sedikit keheranan dalam hatiku. Rasanya aneh bagi seorang ayah tidak mengingat usia anaknya sendiri. Namun, dengan latar belakang Ronan yang sebelumnya hanyalah seorang anak bodoh dan tidak berharga, mungkin itu bisa dimaklumi.
"Maka itu cukup." Ayahku tersenyum kecil, namun senyumnya terasa misterius dan penuh arti.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!