NovelToon NovelToon

Dolfin Band Kisahku

6 sahabat dan lahirnya Band.

Di sebuah kota kecil bernama Cilacap, terdapat SMA yang terkenal karena prestasi musiknya. Di sanalah enam sahabat bersekolah dan berprestasi dengan bermusik, bukan hanya karena bakat mereka, tetapi juga karena ikatan persahabatan yang begitu kuat.

Mereka adalah

Ayya cewe cantik baik berambut panjang yang memiliki suara khas, sifatnya yg baik, manja dan jahil juga humoris, jika sedang perfom diatas panggung selalu dengan style rock seperti Su-metal/suzuki nakamoto(baby metal).

Tiara cewe manis tomboi baik humoris berambut pendek sebahu, humoris, dia seorang bass dengan style rock seperti idolanya chua kotak.

Puji cowo kurus humoris baik tapi cerewet, rambut visual kei style nya, dia seorang gitaris dengan style idola nya uruha the gazette.

Damas cowo manis baik pendiam dan humoris memiliki badan sedang, rambut emo style, dia seorang gitaris dengan style idolanya aoi the gazette.

Ferdy cowo manis humoris, memiliki idea yang bagus bilang sedang berdiskusi, dia memiliki badan atletis, rambut visual kei, dia seorang vocalis dengan style idola nya ruki the gazette.

Iqbal cowo tampan dengan badan yang kekar karena sering pergi ke gym,rambut pendek. Jika perfom sering kali tidak memakai baju atau hanya singlet saja, style main dia seprti drummer kesukaannya yang bernama tomoya kanki(one ok rock)

Setiap hari Sabtu, ruang ekstrakurikuler musik diisi dengan suara dentuman drum, petikan gitar, dan suara bass yang menggema. Sabtu itu, mereka kembali berkumpul di ruang musik, tempat mereka biasa berlatih bersama.

"Eh, gimana kalo kita bentuk band sendiri aja?" ucap Ferdy sambil duduk di atas meja, mengayunkan kakinya dengan santai.

"Hah? Maksud lo, Fer? Bukannya kita udah sering ikut event musik sekolah?" tanya Ayya sambil memainkan rambutnya yang diikat tinggi, tatapannya penasaran.

"Iya, Ay. Tapi, kita selalu main bukan nama kita tapi buat nama sekolah doang. Gimana kalo sekarang kita bikin band? Kita bawa nama kita sendiri!" jawab Ferdy dengan semangat.

Tiara yang duduk di pojok sambil menyetel bassnya, menyela, "Wah, kayaknya seru sih! Gue udah lama pengen ngerasain bikin lagu sendiri. Apalagi kalo kita bisa nge-rock, dengan genre kemauan kita sendiri bukan kemauan apa yang disuruh oleh sekolah!"

"eh bukannya lo lagi pake rock ti...hahahhhahah?" celetuk Puji, gitaris melody mereka yang terkenal jahil dan suka bercanda.

Tiara melempar pandangan tajam ke arah Puji. "apaan sih Ji? Lo tuh ya.... Awas aja lo!"

"Gue ngerti kok. Gue ngerti kok nenek lampir......hahahaha" balas Puji sambil tertawa keras. Teman-teman yang lain ikut tertawa terbahak-bahak.

Ayya mengangkat tangannya, mencoba mengembalikan fokus ke topik. "Oke, oke, fokus! Gimana kalo kita beneran bentuk band? Namanya apa?"

Ferdy, yang dari tadi terlihat serius, tiba-tiba tersenyum lebar. "Gue punya ide. Gimana kalo kita namain band kita... *Dolfin Band*?"

Semua langsung terdiam. "Dolfin Band? nama makanan ya?" tanya Damas, gitaris rythem yang pendiam, tapi terkenal suka melontarkan komentar lucu.

"ya elah, bro! Otak lo isinya makanan mulu,kali kali encer dikit ngapa.......! Dolfin itu istilah nama dengan bahasa italia yang berarti Lumba-lumba dan ikan itu kan memiliki sifat pintar, setia, suka menolong, dan mereka simbol keceriaan! Cocok banget sama kita, kan?" kata Ferdy penuh percaya diri.

Iqbal, drummer mereka yang kekar, mengangguk sambil tersenyum. "Gue setuju. Lumba-lumba juga bisa berenang cepat kayak kita yang selalu siap buat bersaing."

"Ya, bener. Dan yang terpenting, mereka cute banget!" celetuk Ayya, dengan nada centil yang membuat teman-temannya tertawa lagi.

Akhirnya, mereka semua setuju. Pada tanggal 10 November 2009, mereka resmi mendirikan band yang diberi nama Dolfin Band.

Genre Aliran musik mereka adalah Rock alternatif, dengan sentuhan visual kei dan Japanese Rock, sesuatu yang benar-benar mereka cintai.

"Kita mulai dari mana nih?" tanya Tiara sambil memainkan beberapa nada di bassnya. "Bikin lagu dulu, atau gimana?"

Ferdy berdiri dan mulai menyusun rencana. "Kita butuh lagu. Gue udah punya beberapa lirik. Tapi kita juga harus mikirin komposisi musiknya. Gue mau yang ada scream-nya, terus bagian melodinya harus keren!"

Puji langsung bersuara, "Scream? Haha, Ferdy mau teriak-teriak, nih. Oke, gue bakal bikin melodi yang bikin merinding deh, lo liat aja nanti!"

Damas, yang biasanya diam, tiba-tiba berkata, "Yang penting, jangan terlalu ribet, gue males ngafalin yang susah-susah."

Iqbal menepuk bahu Damas sambil tertawa. "Udah, Dam, lo tenang aja. Yang penting lo main aja dengan hati. Nanti jadi kok."

Sesi diskusi berlanjut, penuh dengan canda tawa dan ide-ide yang muncul begitu saja.

Tiara terus mengocok bassnya, menghasilkan ritme yang membuat kepala semua orang mengangguk. Ayya mulai menyanyi dengan suara yang membuat bulu kuduk berdiri.

Sementara itu, Puji dan Damas beradu ide soal bagian gitar, dengan Puji sesekali menggoda Damas yang tampak serius.

Iqbal dan Ferdy sibuk membicarakan beat dan scream yang pas untuk lagu mereka.

Mereka begitu larut dalam sesi latihan hingga waktu terasa berlalu dengan cepat.

Hingga akhirnya, salah satu guru musik mereka, Pak Dedi, datang dan mengetuk pintu.

"Eh, kalian belum pulang? Ini udah sore lho, besok sekolah lagi," ujar Pak Dedi, dengan senyuman ramahnya.

Ayya langsung berdiri. "Maaf, Pak. Kita lagi seru banget diskusi bikin band baru nih."

Pak Dedi mengangguk. "Wah, bagus dong kalau begitu. Tapi, kalian juga jangan lupa istirahat. Kalau butuh bantuan, Pak Dedi siap bantu, ya."

Setelah Pak Dedi pergi, Ferdy berdiri dan mengangkat tangannya. "Oke, fix! Mulai sekarang, kita serius! Kita bakal bikin Dolphin Band jadi band terkenal di Cilacap, bahkan Indonesia!"

Semua bertepuk tangan. Ada perasaan semangat dan kebahagiaan di ruangan itu.

Mereka tahu, perjalanan ini tidak akan mudah. Tapi mereka juga tahu bahwa mereka tidak akan pernah menyerah.

"Besok kita mulai latihan pertama dengan serius, ya!" kata Tiara dengan tegas.

"Siap, Kapten!" jawab Iqbal sambil memberikan hormat yang konyol, membuat semua orang tertawa lagi.

 

Hari demi hari, mereka terus berlatih. Setiap Sabtu, mereka berkumpul di ruang musik, menciptakan lagu demi lagu.

Ada saat-saat di mana mereka merasa frustrasi, terutama ketika lagu tidak berjalan sesuai harapan. Tapi setiap kali, selalu ada seseorang yang melontarkan lelucon atau candaan untuk meredakan ketegangan.

"Aduh, tangan gue pegel banget, nih!" keluh Damas setelah latihan selama beberapa jam.

Puji tertawa kecil. "Lo beneran gitaris apa cuma nyamar, sih, Dam? Baru segitu aja udah pegel?"

Damas memasang muka pura-pura sedih. "Badan gue gede, tapi tangan gue lemah."

Ayya tertawa keras. "Aduh, lo kocak banget sih, Dam. Tapi serius deh, gue suka banget lagu yang kita buat hari ini."

Tiara mengangguk setuju. "Iya, gue juga. Ritmenya keren, melodinya juga pas."

Ferdy yang duduk di sudut ruangan sambil memainkan gitarnya tersenyum. "Ya, ini baru awal. Gue yakin kita bisa bikin lagu yang lebih keren lagi."

Iqbal berdiri dan mengangkat kedua tangannya. "Kita bakal jadi band paling top di Cilacap! *Dolphin Band* bakal go internasional!"

Semua tertawa mendengar pernyataan Iqbal yang begitu ambisius. Tapi jauh di lubuk hati mereka, mereka tahu bahwa dengan kerja keras dan semangat yang mereka miliki, impian itu bukanlah hal yang mustahil.

Mereka berenam duduk di ruang musik, menatap satu sama lain dengan senyuman.

Tidak ada yang tahu apa yang menunggu di depan, tapi satu hal yang pasti: mereka akan menghadapinya bersama.

Band ini bukan hanya tentang musik, tapi tentang persahabatan, kebahagiaan, dan perjalanan yang mereka jalani bersama.

Dolphin Band baru saja dimulai, dan perjalanan ini akan menjadi kisah yang luar biasa.

Festival music pertama yang kacau

Setelah beberapa bulan latihan intens, *Dolfin Band* mulai dikenal di kalangan siswa SMA dan beberapa sekolah lainnya di Cilacap.

Mereka bahkan mendapat tawaran untuk tampil di acara musik tahunan sekolah yang sangat dinantikan *Festival Musik SMA Cilacap*.

Ini akan menjadi konser pertama mereka sebagai *Dolpfin Band*, bukan sekadar band yang mewakili sekolah.

Pagi itu, mereka berkumpul di kantin sekolah. Ayya, seperti biasa, memimpin obrolan dengan gayanya yang centil tapi konyol. "Guys, ini beneran nih, konser pertama kita? Gila, gue deg-degan!"

Tiara yang sedang menggigit sandwich menoleh sambil berkata, "Ayya, lo tuh kan vokalis, jangan sampe lo keringetan di panggung gara-gara gugup. Ntar lo fals!" Dia tertawa kecil sambil meneguk minumannya.

Ayya langsung mencibir. "Awas lo, Tiara! Gue bakal nyanyi sambil salto biar keren!"

"Jangan salto, lo jatuh aja biar lucu," goda Puji yang duduk di sebelah Ayya sambil memainkan gitar imajiner di tangannya. Semua tertawa mendengar celetukan itu.

Damas yang biasanya pendiam, tiba-tiba angkat bicara. "Eh, serius, kita siap gak sih buat tampil di festival ini?"

Ferdy yang selalu penuh ide mengangguk yakin. "Siap! Kita udah punya lima lagu keren. Gue yakin mereka semua bakal suka, apalagi kalo lo bisa jaga tempo, Dam," katanya dengan nada menggoda.

Damas tertawa kecil, "Tenang, gue gak bakal ngaco. Tapi lo, Ferdy, jangan sampai salah scream. Kita semua tau lo kadang kebawa emosi."

Semua tertawa lagi. Ferdy memang terkenal suka kebablasan ketika scream, kadang membuat suasana menjadi terlalu intens.

Namun, semua setuju bahwa dia punya bakat luar biasa sebagai vokalis, terutama dengan ide-idenya yang selalu cemerlang.

Tiba-tiba, Iqbal, yang sedari tadi diam, menyela. "Eh, tapi kalian tau nggak? Gue denger ada band saingan dari SMA sebelah yang udah sering menang lomba juga. Namanya *Dark Eclipse*. Kabarnya mereka jago banget."

Ayya menoleh cepat. "Dark Eclipse? Ih, namanya aja serem, apalagi band-nya. Gue gak suka band yang gayanya terlalu dark-dark gitu."

Tiara mengangguk setuju. "Iya, gue juga pernah denger mereka. Katanya sih mereka suka pakai kostum serba hitam dan makeup tebal, kayak anak emo."

"Yang penting, kita nggak perlu takut," ujar Ferdy penuh percaya diri. "Mereka mungkin punya pengalaman lebih, tapi kita punya energi, persahabatan, dan... *kelucuan*, ya kan?"

Puji mengangkat tangannya tinggi-tinggi. "Kelucuan nomor satu! Gue bakal pastikan penonton gak cuma headbanging, tapi juga ketawa liat aksi kita."

---

Malam konser tiba. Ruangan aula sekolah yang besar dipenuhi oleh para siswa dari berbagai sekolah. Suasana riuh, lampu-lampu berkilauan, dan panggung besar sudah siap menyambut band-band yang akan tampil malam itu.

Di belakang panggung, *Dolfin Band* sedang bersiap. Ayya sibuk memeriksa make-up-nya di cermin kecil yang dibawa dari rumah. "Gue harus keliatan flawless malam ini," gumamnya.

Tiara hanya bisa menggelengkan kepala. "Lo tuh fokus ke suara aja, bukan make-up," ujarnya sambil menyesuaikan strap bass-nya.

Ferdy, yang sejak tadi terlihat serius, berusaha menyemangati teman-temannya. "Oke, denger ya. Ini adalah momen kita. Ingat, kita tampil bukan cuma buat menang, tapi juga buat nunjukin siapa kita. Kita *Dolphin Band*, band yang bisa bikin orang senang dengan musik kita. Ayo bikin malam ini berkesan!"

Iqbal mengambil stik drumnya dan mengetuknya pelan ke meja di belakang mereka. "Kita bakal menggebrak panggung, bro! Gue yakin banget."

Sementara itu, Puji sudah sibuk dengan gitarnya. "Gue bakal bikin interlude yang bikin mereka semua merinding. Udah gak sabar gue!"

Saat itu, terdengar pengumuman dari MC di panggung, "Dan selanjutnya, kita sambut... *Dolphin Band*! Band baru dari SMA Negeri Cilacap!"

Sorakan penonton membahana. Ayya menarik napas dalam-dalam dan menatap teman-temannya. "Ayo, kita tunjukkan siapa kita!"

Mereka naik ke panggung, lampu-lampu sorot langsung mengarah ke mereka.

Ayya mengambil posisi di depan mikrofon, sementara Tiara, Puji, Damas, Ferdy, dan Iqbal bersiap di posisi masing-masing.

Penonton mulai bersorak lebih keras ketika mereka mendengar Tiara memetik bass dan Iqbal memulai dengan gebrakan drum yang menghentak.

Ayya memulai dengan senyum centilnya, "Hai semuanya! Kami dari *Dolfin Band*! Kalian siap buat malam yang seru?"

Penonton langsung berteriak semangat. Mereka memulai lagu pertama dengan tempo cepat, riff gitar dari Puji dan Damas mengalir deras, sementara Ferdy mengisi dengan scream yang menghentak.

Ayya menari-nari di atas panggung, suaranya melambung tinggi, seolah menghipnotis penonton.

Namun, di tengah-tengah lagu, sesuatu yang tak terduga terjadi. Mikrofon Ayya tiba-tiba mati.

"Aduh, apaan nih?!" Ayya berbisik panik sambil mengetuk-ngetuk mikrofon yang tak berfungsi.

Ferdy, yang menyadari situasi tersebut, segera mengambil alih. "Tenang, Ayya!" teriaknya sambil melanjutkan scream untuk mengisi kekosongan. Tiara dan Puji terus memainkan instrumen mereka, meski wajah mereka sedikit tegang.

Di belakang panggung, teknisi berlari ke arah mikrofon Ayya untuk menggantinya.

Namun saat itu, terlihat sekelompok orang di pojok ruangan, tertawa pelan.

Salah satu dari mereka tampak memakai jaket hitam dengan lambang *Dark Eclipse* di punggungnya.

"Lo liat itu? Kayaknya anak-anak *Dark Eclipse*!" bisik Tiara sambil terus memetik bassnya, mencoba untuk tidak kehilangan fokus.

"Awas aja kalo mereka main curang," balas Puji dengan wajah kesal.

Setelah mikrofon diganti, Ayya kembali bernyanyi dengan suara lantangnya.

Penonton bersorak lagi, seolah tidak peduli dengan insiden kecil itu.

Lagu mereka selesai dengan dentuman dramatis dari Iqbal, dan tepuk tangan menggema di seluruh ruangan.

Selesai penampilan, mereka berkumpul di belakang panggung, berkeringat dan kelelahan. Tapi ada senyum di wajah mereka, meskipun insiden mikrofon tadi sempat mengganggu.

"Gila, gue kira tadi kita bakal kacau," ujar Ayya sambil menghapus keringat di dahinya.

Ferdy mengangguk. "Iya, tapi kita bisa atasi. Itu sih pasti ulah anak-anak *Dark Eclipse*," tebaknya dengan nada kesal.

"Tenang, Fer. Kita udah tampil keren kok. Mereka bisa aja sabotase, tapi kita tetep menang di hati penonton," ucap Damas, kali ini dengan serius.

Puji tertawa kecil. "Bener juga. Gak ada yang bisa ngalahin kita dalam hal bikin orang ketawa sama musik keren kita."

---

Saat pengumuman pemenang, jantung mereka berdebar kencang. MC akhirnya mengumumkan, "Dan pemenang *Festival Musik SMA Cilacap* tahun ini adalah... *Dark Eclipse*!"

Sontak semua anak-anak *Dark Eclipse* berdiri, bersorak dengan penuh kemenangan. Wajah-wajah mereka sombong saat menerima piala.

Ayya menunduk, sedikit kecewa. "Kita kalah, guys..."

Ferdy menepuk bahu Ayya. "Kalah itu cuma bagian dari perjalanan. Yang penting, kita udah nunjukin siapa kita. Kita gak perlu piala buat buktiin betapa kerennya kita."

Tiara tersenyum. "Bener. Gue seneng banget bisa ngeband bareng kalian. Ini baru awal."

Iqbal mengangkat stik drumnya. "Kita bakal balik lebih kuat lagi, bro! Ini cuma pemanasan."

Damas, yang biasanya tidak banyak bicara, kali ini menyelipkan senyuman kecil. "Gue gak sabar buat penampilan kita berikutnya. Kita bakal bikin semua orang tercengang."

Mereka semua mengangguk setuju. Malam itu, meski mereka tidak membawa pulang piala, mereka membawa sesuatu yang jauh lebih berharga persahabatan dan tekad yang lebih kuat dari sebelumnya. *Dolfin Band* akan kembali, lebih kuat dan lebih siap menghadapi segala rintangan yang akan datang.

masalah datang dan intropeksi diri

Setelah konser pertama mereka, meskipun tidak membawa pulang piala, suasana hati personil *Dolfin Band* tetap ceria.

Mereka semua memutuskan untuk merayakan malam itu di sebuah kafe kecil bernama *Choco Beans*, tempat nongkrong favorit mereka.

Tiara sudah bersandar malas di kursinya sambil tertawa keras mengingat insiden mikrofon mati di atas panggung.

"Lo liat muka Ayya pas mikrofonnya mati? Gue kira dia mau nangis!" Tiara tak henti-hentinya tertawa, sementara Ayya mencibir dari seberang meja.

"Heh, gue gak nangis! Gue cuma... panik dikit," balas Ayya dengan nada kesal tapi masih tersenyum. "Untung Ferdy cepet tanggap, ya kan, Fer?"

Ferdy hanya mengangguk sambil tersenyum. "Iya, kita harus bisa improvisasi kapan aja. Itulah kunci jadi band yang solid."

Puji melanjutkan dengan gaya bercandanya yang khas, "Gue sih yakin kalo itu ulah *Dark Eclipse*. Mereka emang suka cari masalah."

Damas, yang sedari tadi hanya diam mendengarkan, tiba-tiba mengangguk serius. "Mereka kelihatan seneng banget pas mikrofon lo mati. Gue liat mereka ngetawain dari belakang."

Belum selesai obrolan mereka, pintu kafe tiba-tiba terbuka dan masuklah empat orang dengan langkah penuh percaya diri.

Mereka adalah personil *Dark Eclipse* Gilang, Ali, Wisnu, dan Bayu.

Semua mata langsung tertuju ke mereka. Suasana yang semula santai mendadak berubah tegang.

"Oh, liat siapa yang ada di sini. *si lumba lumba*, hahhahahahya?" Gilang, vokalis *Dark Eclipse*, berkata dengan nada meremehkan. Dia tersenyum sinis sambil mendekati meja anak-anak *Dolfin Band*.

Ayya berdiri, tak ingin kalah. "eh lo bilang barusan! Emang kita punya masalah sama lo... Ha? Apa kalian mau ikut gabung sama kita?"

Gilang terkekeh. "Gak perlu, gue cuma mau ngasih tau kalau kalian gak bakal pernah ngalahin kita. Mikrofon lo mati di atas panggung itu cuma kebetulan, tapi lo liat hasil akhirnya, kan? Kami yang menang."

Tiara berdiri, menatap tajam ke arah Gilang. "Kebetulan? Gue yakin lo yang sabotase! Coba kalo kita tampil tanpa masalah teknis, hasilnya bakal beda."

Ali, yang berdiri di samping Gilang, tertawa kecil. "Oh, jadi lo nyalahin teknis sekarang? C’mon, lo cuma gak cukup bagus, Tiara."

Ferdy menarik napas dalam-dalam, mencoba menenangkan suasana. "Denger, kita gak mau ribut. Kalian menang, itu udah lewat. Tapi jangan anggap kita gak bisa balas."

Bayu, yang biasanya pendiam, tiba-tiba angkat bicara, "Kita lihat aja di kompetisi berikutnya, apakah lo bisa bicara segede ini."

"Deal," jawab Damas pendek, suaranya rendah namun tegas. "Kompetisi berikutnya, kita bakal siap. Kita lihat siapa yang beneran jago."

Suasana semakin tegang, tapi untungnya, sebelum perdebatan memanas, pemilik kafe mendatangi mereka. "Tolong jaga suasana, ya. Ini tempat santai, bukan buat berantem."

*Dark Eclipse* pun mundur dengan senyum sinis. Sebelum mereka pergi, Gilang berbisik kepada Ferdy, "Gue tunggu balasannya, Fer."

Setelah mereka pergi, suasana di meja *Dolphin Band* kembali hening. Semua tampak kesal dan frustasi.

"Si Gilang itu bener-bener ngeselin!" keluh Ayya sambil melipat tangannya.

Tiara menghela napas panjang. "Gue pengen banget ngebales mereka di festival berikutnya."

---

Hari berikutnya di sekolah, masalah baru muncul. Pak Dedi, guru musik yang mendukung mereka sejak awal, memanggil seluruh personil *Dolphin Band* ke ruang guru.

Di sana, mereka disambut oleh beberapa guru lain termasuk Pak Warto, guru matematika, Pak Dakir, guru fisika, dan kepala sekolah, Pak Singgih.

Pak Singgih membuka pembicaraan dengan nada serius. "Anak-anak, saya dengar kalian baru saja membentuk band bernama *Dolfin Band* dan tampil di acara musik. Tapi saya dan para guru merasa khawatir."

Tiara yang penasaran segera bertanya, "Khawatir kenapa, Pak?"

Pak Dedi menghela napas panjang. "Kalian harus ingat bahwa kalian masih pelajar. Ujian akhir semakin dekat. Jika kalian terlalu fokus dengan band ini, bagaimana dengan nilai akademis kalian?"

Pak Warto menambahkan, "Kami juga memperhatikan bahwa nama *Dolfin Band* ini tidak mewakili nama sekolah. Kalau kalian ingin terus tampil, lebih baik bawa nama sekolah, bukan band sendiri."

Damas, yang biasanya tenang, merasa ini tidak adil. "Tapi, Pak, kita juga butuh ekspresi diri. Kita ingin bikin band yang bawa nama kita sendiri, bukan cuma sebagai wakil sekolah."

Pak Singgih terlihat tidak terkesan. "Kalian harus buat pilihan. Kalau kalian terlalu banyak menghabiskan waktu dengan band ini dan tidak fokus pada pelajaran, saya tidak ragu untuk melarang kalian tampil di acara apa pun."

Ayya ingin membantah, tapi Pak Dedi memotong, "Ayya, ingat, ini untuk kebaikan kalian juga. Kalian harus bisa menyeimbangkan antara akademis dan band. Ujian akhir itu penting."

Pertemuan itu berakhir dengan perasaan yang campur aduk.

Di satu sisi, mereka ingin terus bermain musik dan mengejar impian mereka, tapi di sisi lain, tekanan dari pihak sekolah dan tanggung jawab sebagai pelajar mulai membebani mereka.

---

Kekacauan tidak hanya datang dari pihak sekolah. Jadwal latihan mereka pun semakin kacau.

Tiara sering terlambat datang ke latihan karena harus menemani pacarnya, Dika, yang selalu menuntut waktu lebih banyak.

Iqbal mulai sering tidak muncul karena sibuk dengan pacarnya, Santi.

Bahkan Puji dan Damas mulai kehilangan fokus di latihan karena sering membawa pasangan mereka ikut serta.

Suatu hari, saat latihan yang seharusnya berlangsung penuh semangat, suasana justru sepi dan hambar. Hanya Ferdy dan Ayya yang datang tepat waktu. Ferdy sudah mulai kesal melihat kursi-kursi kosong di studio latihan mereka.

"Duh, ke mana sih mereka? Udah telat satu jam!" keluh Ferdy sambil memukul drum pelan-pelan.

"Gue gak tau, Fer. Tapi gue rasa ini gak bener. Latihan kita kacau gara-gara mereka lebih fokus sama pacar masing-masing," balas Ayya dengan nada kesal.

Saat akhirnya Tiara datang, dia datang dengan Dika, pacarnya, di belakangnya.

Iqbal pun akhirnya datang, tapi bersama Santi. Melihat mereka masuk dengan pasangan masing-masing, Ferdy berdiri.

"Oke, cukup! Gue gak tahan lagi. Ini seharusnya waktu latihan, bukan waktu kencan!" kata Ferdy, suaranya tegas.

Tiara menatap Ferdy dengan bingung. "Ferd, tenang aja. Gue masih bisa latihan kok, cuma Dika mau nonton."

Ayya menggelengkan kepala. "Tiara, lo sendiri liat kan, latihan kita kacau. Lo sering telat, Iqbal juga. Ini gak bisa dilanjutin kayak gini."

Iqbal, yang jarang terlibat dalam perdebatan, akhirnya angkat bicara. "Gue ngerti, tapi ini cuma sementara. Gue janji gue bakal lebih fokus."

Suasana semakin memanas hingga akhirnya Puji datang terlambat, kali ini tanpa pacarnya, dan langsung menyadari ketegangan yang terjadi.

"Aduh, gue telat, ya?" Puji bertanya sambil menggaruk kepala.

Damas, yang biasanya diam, ikut angkat bicara. "Ini udah gak sehat buat band kita. Kita harus ngomong jujur soal ini."

Akhirnya, satu per satu dari mereka mulai berbicara, saling mengakui kesalahan masing-masing.

Tiara meminta maaf karena terlalu sering membawa pacarnya ke latihan.

Iqbal berjanji akan lebih disiplin dan tidak mengutamakan urusan pribadi saat waktu latihan. Mereka semua menyadari bahwa egonya masing-masing telah membuat band ini kacau.

---

Sebulan kemudian, setelah tidak ada latihan yang rutin, mereka berkumpul lagi di studio.

Kali ini, tidak ada satu pun yang membawa pasangan, dan semua tampak lebih fokus.

Ayya, yang selalu menjadi energi positif, mencoba membuka dengan senyuman.

"Guys, kita udah ngobrol jujur, dan gue harap kita bisa balik lagi kayak dulu," kata Ayya dengan nada optimis.

Tiara menambahkan dengan semangat. "Gue setuju. Dan gue denger ada kabar bagus! Festival musik berikutnya bakal diadakan lagi, dan kalau kita menang, kita bisa jadi band pembuka untuk konser *Kotak Band*! Lo tau kan, Chua, bassis *Kotak*, idola gue banget!"

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!