NovelToon NovelToon

Mad Mafia Obsession

Prancis

Malam hari di pulau Nisida, kota Napoli Italia...

Beberapa pria berkumpul di meja bulat berkapasitas 20 orang. Lalu, beberapa pria dengan jas rapih juga tersimpan di belakang mereka. Dari semua pria tersebut, terdapat satu pria yang terlihat sendirian. Dia duduk tanpa pengawal dan bawahan yang menjaga punggungnya. Seolah dia sosok paling dominan, tampangnya cukup berani.

Dia Matteo Baldovino Dicaprio. Anak dari Leonardo Federico Dicaprio, pemegang perusahaan elektronik sekaligus pemilik pasar gelap yang sangat terkenal di Italia.

pria muda dengan paras beringas itu mendengarkan setiap usulan dengan baik. Namun, dia tidak berpartisipasi dalam percakapan. Dia hanya meneguk wine sampai kenyang. Saat gelasnya kosong, dia mengisi kembali dan meneguknya lagi. Terus seperti itu sampai diskusi berakhir, dia tiba-tiba berdiri.

Setiap orang di buat gemetar, kala pria dengan tubuh kokoh bak bongkahan es itu menepuk meja dengan kuat.

"Aku harus pergi. Beberapa klien sudah menungguku untuk pemesanan."

Dia tersenyum palsu, menunjukkan giginya yang rata, dan keluar dari ruang rapat. Yang lain di tinggalkan begitu saja, menatap dengan linglung, memperhatikan kepergian Matteo.

...***...

Pria dengan eksistensinya yang dapat mengintimidasi itu mengemudi dengan Rolls Royce keluar pulau. Dia pergi ke salah satu bar yang di jalankan langsung olehnya. Bar besar dengan fasilitas super mewah. Pelanggan disana bahkan disuguhi wine yang di impor dari beberapa negara pembuat wine terbaik.

Saat dia masuk ke dalam bar, beberapa wanita dengan gerakan terlatih mulai mendekatinya dengan niat merayu dan menambah penghasilan.

Matteo, pria sejati yang tidak tertarik dengan wanita berlengok itu terlihat acuh tak acuh.

Tidak. Dia bukan pria sejati, melainkan pria yang takut dompetnya kosong karena tipuan licik dari madam penghasut.

"Bos, klien kita menunggu di ruang VVIP. "

Seorang pria dengan jas abu-abu muncul dari depan. Saat dia melangkah, wanita pelekat itu menjauh secara bertahap.

Matteo mengencangkan penampilannya. Mengancingkan lengan kemeja, lalu memakai jas hitam. Sepatu yang di poles mengkilap ikut serta dalam menambah aura mahal dari sang bandar.

"Satu pinot noir untukku."

Pria berjas abu itu mengangguk, lalu pergi untuk mengambilkan Matteo Wine dengan popularitas terbaik.

*

*

*

Saat Matteo memasuki ruang VVIP, beberapa pria berpakaian rapih terlihat mengisi semua kursi. Tidak tersisa satupun untuk Matteo duduki, seolah dia hanya salah satu pengunjung biasa. Kursi nyaman berkapasitas 30 orang itu kebanyakan di isi oleh wanita penghibur yang mereka pesan.

"Oh, tuan Dicaprio!"

Salah satu dari mereka berseru, sementara yang lain masih sibuk dengan wine. Matteo menatap mereka dengan tatapan jijik, namun masih berusaha untuk tetap terlihat ramah.

Tak punya pilihan, dia hanya berdiri dan mulai menjelaskan tentang pemesanan yang akan di lakukan.

Keluarga Dicaprio sebenarnya lebih banyak mendapat uang dari bisnis ilegal. Sebagai salah satu konglomerat terkaya, Leonardo memulai bisnis baru dengan membangun perusahaan elektronik sebagai sarana pencucian uang dari kegiatan ilegal seperti perdagangan narkoba, perdagangan senjata, prostitusi, penyelundupan, pemalsuan dan perampokan.

Setelah menyelesaikan beberapa perjanjian, Matteo segera keluar dari ruangan itu. Dengan sebotol pinot noir, dia berjalan sambil meneguknya berkali-kali.

"Sial, mereka benar-benar bajingan. Bagaimana bisa mereka menawarkan gadis berusia 15 tahun untuk di tukar dengan segunduk narkoba?"

Di sepanjang jalan, pria itu terus melepas satu demi satu kancing di jas dan kemejanya. Sambil menyimpan wine favorit di tangan kiri, dia memijat dahi dengan tangan kanan.

Saat asik meneguk wine sambil menonton permainan papan, dia tiba-tiba mendapat panggilan telepon. Matteo perlahan bangkit dan mengangkat teleponnya. Dia tak langsung menjawab, memeriksa siapa penelepon. Bahkan saat dia menjawab telepon, dia tak menyapa dan hanya mendengarkan orang itu dalam diam.

Setelah panggilan berakhir, Matteo pergi dengan tergesa-gesa. Dia bahkan melupakan pakaian mahal yang di pesan terpisah, dan di desain khusus untuk pelengkap kesempurnaannya.

"Bos, tunggu bos!"

Gabriel, satu-satunya bawahan andalan Matteo menyusul dengan cepat. Dia berhasil mengejar Matteo. Saat pria itu hendak bertanya apa yang terjadi, Matteo menyela.

"Ayahku tertembak."

"Apa?! Bagaimana bisa, tuan Leo--"

"Jangan banyak bertanya. Kita harus cepat ke lapangan golf!"

Matteo dan Gabriel bergegas pergi untuk melihat kondisi Leonardo. Pria paruh baya dengan hobi menghamburkan uang untuk kesenangan. bermain golf, ski, judi dan permainan papan lainnya.

*

*

*

Saat tiba di Golf Course, terlihat beberapa pria bertubuh kekar dengan tampang beringas, tengah membantu menahan darah di tubuh bos Mafia itu.

"Ayah!"

Saat Matteo mendekat, Leonardo mendongak menatapnya. Mata mereka bertemu, namun setelahnya kelopak mata menutup sepenuhnya.

Benar, Leonardo meninggal tepat setelah dia melihat wajah penerusnya.

Sebelumnya, dalam telepon Leonardo mengatakan; semua yang ada padaku, sekarang adalah milikmu.

...***...

Seminggu setelah meninggalnya sang ayah, Matteo menjadi seorang pria dengan kepribadian sedingin kutub utara. Saat ini, dia mewarisi segala bisnis dan perusahaan keluarga Dicaprio, termasuk pasar gelap yang di jalankan di balik perusahaan elektronik.

Dua minggu setelahnya, dia memutuskan untuk berlibur ke Paris. kota dengan momentum-momentumnya yang indah dan megah. Dan tentang makanan, mencari sesuatu untuk memulihkan rasa lelah bekerja, tentu Prancis rajanya.

...***...

Saat tiba di kota Paris, dia merasa bahwa bar di kota itu terlalu biasa. Sebagai pemilik bar dengan fasilitas terbaik, Matteo sangat enggan untuk merasakan bar dengan fasilitas sederhana.

"Gabriel, apa kau tau dimana bar terbaik di Prancis?"

Gabriel mulai berpikir. Dia juga melakukan beberapa pencarian dalam ponselnya untuk segera memberi Matteo jawaban.

"Hmm.. Di sini tertulis, bar terbaik ada di kota Lyon."

"Kalau begitu tunggu apa lagi. Ayo berburu pinot noir!"

Matteo dan Gabriel kembali mengemudi menuju kota Lyon, kota yang berjarak cukup jauh dari Paris. Untuk sebotol anggur terbaik, mereka rela mengemudi setelah beristirahat selama satu jam.

*

*

*

Setibanya di kota Lyon, mereka memutuskan untuk mengisi perut di sebuah restorant sederhana, sebelum pergi ke bar dan mabuk. Tepat saat dia membuka pintu, seorang gadis tidak sengaja menabraknya dari dalam.

Brukkk

"Aduh..."

Gadis itu memantul dan hampir jatuh terjungkir. Sementara itu, Matteo hanya merengut bingung. Apa sesuatu berukuran kecil baru saja menabraknya?

"Maafkan saya, tuan."

Matteo mengabaikannya, lalu masuk ke dalam. Setelah dia duduk dan mendapat makanan, lagi-lagi gadis itu muncul di hadapannya. Matteo tidak mengerti kenapa gadis itu terus muncul di hadapan orang asing.

"Tuan, ini kue yang baru saja kami keluarkan. Anda tidak perlu membayarnya, ini gratis sebagai testimoni dan permintaan maaf saya."

"Oke."

Matteo hanya menyimpan kue itu di meja. Sekalipun tidak menyentuh atau mencobanya, meskipun godaan dari tekstur yang lembap dan kenyal dapat di rasakan oleh mata kepala sendiri.

Setelah dia menghabiskan makanannya, dia melakukan pembayaran dan pergi. Kue yang di berikan secara gratis masih tersimpan rapih di sana. Gabriel bahkan tidak peduli.

Konsultasi

...***...

Mereka melanjutkan perjalanan menuju bar terbaik yang katanya berada di kota itu. Setelah menempuh perjalanan 20 menit dari restoran, mereka akhirnya tiba di bar besar yang terletak di ujung jalan.

Matteo meneguk botol demi botol wine favoritnya, sementara Gabriel terus terjaga untuk tetap sadar. Dia hanya meneguk satu gelas pinot noir yang di tuangkan langsung oleh bosnya.

Setelah Matteo cukup mabuk, dia tiba-tiba keluar dari bar tersebut. Dia mengemudikan Rolls Royce mengitari jalan panjang kota dengan beribu bangunan. Di kota itu, melihat bintang saja terasa sulit karena tertutup cahaya lampu. Matteo yang mabuk terlihat kesulitan mengendalikan mobil, dan berakhir menabrak sebuah pohon besar di jalanan sepi.

Brukkk

"Ugh.. Sial!"

Dia berusaha membuka pintu mobil, sementara kap depan sudah mulai berasap. Karena tubrukan yang keras, kepalanya terbentur dan membuat dia semakin pusing.

Saat pintu di buka, dan satu kaki sudah mencapai tanah, seorang gadis tiba-tiba muncul di hadapannya. Dia mengulurkan tangan untuk membantu Matteo keluar. Saat pria itu mendongak, dia dapati wajah gadis yang tadi ada di restoran.

Juliet Laferriere, gadis dengan keahlian memasak makanan Prancis yang luar biasa. Gadis itu saat ini tengah membantu pria tak tahu sopan santun, yang meninggalkan kue mousse lumer gratis buatan ibunya.

"Kemari, saya akan membantu anda keluar."

Suara dan wajahnya memang samar, namun Matteo yakin wajah itu memang pernah dia lihat. Apalagi suara lembut yang melengking mencapai telinga, tidak di ragukan lagi bahwa gadis itu memang gadis yang menabrak dan menawarkan kue gratis.

Saat Juliet mulai menarik Matteo keluar, dia hampir terjungkir karena perbedaan berat badan. Sekali lagi mencoba, mengeluarkan seluruh tenaga yang tersisa dan mulai memapah pria asing itu.

"Tuan, anda berat sekali."

Matteo yang pucat tiba-tiba menunduk. Sepertinya dia ingin memuntahkan kembali wine mahal kebanggaannya itu.

"Ugh.. Blehh.."

"Si-- Huk.. Blehh.."

Juliet tidak menjauh. Meskipun Matteo terus memuntahkan isi perutnya, dia masih setia menopang tubuhnya.

Di antara waktu itu, sebuah taksi tiba-tiba berhenti di samping mereka. Juliet, yang sibuk menepuk-nepuk tengkuk Matteo tiba-tiba berhenti. Itu tepat saat dia melihat Gabriel turun dari taksi.

Melihat Matteo yang tampak tak berdaya, Gabriel dengan cepat menarik tubuhnya. Dia juga melihat Rolls Royce Matteo tengah melekat dengan pohon. Pemandangan yang benar-benar asing dan kacau.

"Bos! Ya ampun, padahal aku hanya pergi sebentar."

Tanpa basa basi, dia membawa Matteo masuk ke dalam taksi. Namun, sebelum Gabriel menyusul masuk, dia menoleh dan menatap Juliet sekali lagi. Dia membungkuk, seolah mengatakan permisi dan terimakasih.

...***...

Keesokan harinya, setelah tak sadarkan diri selama 12 jam, Matteo tiba-tiba bangkit seolah baru saja bermimpi buruk. Keringan dingin bercucuran di wajahnya yang pucat. Nafasnya tak beraturan, sementara kedua tangannya mengepal kuat di antara selimut tebal.

Gabriel, yang saat itu tengah duduk menunggu kesadaran Matteo, ikut terkejut melihat tingkah bosnya.

"A-ada apa bos?"

"Gadis itu.. Bagaimana cara dia masuk ke dalam mimpiku?"

"Memangnya apa yang kau mimpikan, bos?

Matteo tidak membuat tanggapan. Dia menoleh ke arah jendela, lalu dia dapati cuaca yang sudah sangat panas. Tanpa pikir ulang, dia beranjak dari kasur dan pergi ke luar kamar. Sekali lagi, saat dia menatap kosong pemandangan di luar, wajah Juliet kembali memenuhi kepalanya.

"Ini gila. Hanya karena dia menyelamatkanku sekali, aku langsung memimpikan sesuatu yang aneh."

Karena frustasi, dia berseru. "Gabriel! Siapkan mobil, kita harus pergi ke rumah sakit!"

*

*

*

Mereka benar-benar pergi menuju rumah sakit. Gabriel berpikir mungkin Matteo mengalami kesemutan pada kepalanya yang terdapat luka. Jika bukan karena itu, lantas alasan apa lagi?

Setelah bertemu dokter, Matteo mulai menceritakan alasan kedatangannya.

"Ada seorang wanita di dalam kepalaku. Tolong di keluarkan dok, dia sangat mengganggu aktivitasku."

Dokter dan Gabriel yang mendengar keluhan tersebut sontak menatap linglung satu sama lain. Sementara Matteo masih berharap dokter itu dapat membantunya di sini.

"B-bagaimana bisa tubuh seorang wanita muat di..."

Dokter itu menatap Gabriel sekali lagi. Seolah meminta penjelasan tentang kejiwaan Matteo, dia terus memberi isyarat dengan matanya.

Namun, Gabriel sendiri tidak mengerti. Dia hanya bisa mengangkat bahu seolah tidak mau terlibat.

"Hei, aku serius. Apa kau pikir ini sebuah lelucon?!"

Matteo menggeram. Dia sadar keluhannya tidak di anggap serius oleh dokter tersebut. Padahal menurutnya penyakit ini berhubungan dengan otak yang sepertinya mulai koslet.

"Maafkan saya tuan. Baik, apa wanita itu terlihat menyeramkan? Seperti sosok hitam namun berambut panjang, atau seperti seorang monster?"

Matteo menggeleng. Saat dia mengalihkan pandangan, lagi-lagi wajah Juliet terbesit di kepalanya. Wajah gadis yang terlihat khawatir sambil mengulurkan tangan ke arahnya.

"Dia sangat cantik."

Dengan tatapan tajam dan yakin, pria itu menjawab dengan berani. Tidak di ragukan lagi, Juliet memang sangat cantik meski pada awalnya dia tidak peduli dengan paras seorang wanita.

Gabriel kembali di buat terkejut. Saat matanya dengan mata dokter itu bertemu, dia angkat bahu sekali lagi.

"J-jika wanita dalam kepalamu tidak menyeramkan dan malah terlihat sangat cantik, itu tandanya anda sedang jatuh cinta, tuan."

Mendengar jawaban Dokter tersebut, Matteo bangkit dengan cepat. Dia memukul meja dengan kuat, lalu menunjuk tajam seolah memperingatkannya untuk tidak bicara lagi.

"Kau dokter gadungan! Tidak berguna, omong kosong apa itu?! Gabriel, ayo pergi ke rumah sakit yang lebih mahal."

Restoran

...***...

Meski terus berpindah rumah sakit, Matteo tidak mendapat jawaban yang dia inginkan. Bahkan, Gabriel pernah mengusulkan untuk pergi ke dokter psikolog, namun Matteo menolak. Alhasil, pria keras kepala itu hanya bisa menahan kepalanya untuk tidak pecah.

Hari-hari liburan di Prancis, dia habiskan untuk memikirkan Juliet. Sampai suatu hari, dia memutuskan untuk menemui gadis itu di restoran sebelumnya.

*

*

*

Saat dia melangkah masuk ke dalam restoran, matanya langsung tertuju pada Juliet yang tengah membawa nampan berisi makanan. Tepat saat mata mereka bertemu, hatinya berdegup sangat kencang. Ini perasaan yang sangat asing bagi Matteo. Dia bahkan tidak mengerti betapa keras detak jantungnya berdegup saat Juliet membalas tatapannya.

Juliet sadar Matteo adalah pria yang dia tolong beberapa hari lalu. Setelah Matteo masuk dan melakukan pemesanan, Juliet menghampirinya untuk bertanya.

"Tuan, bagaimana kondisimu?"

Matteo tidak membuat tanggapan. Dia hanya sibuk dengan seorang wanita yang berada di kasir, dan memilih menu. Bahkan saat Juliet sekali lagi bertanya untuk memastikan, pria itu tetap tidak menjawabnya.

Karena mulai kesal dengan sikap acuh Matteo, Juliet meninggalkannya begitu saja. Dia mulai ingat tentang betapa dinginnya sikap Matteo saat pertama kali mereka bertemu.

Tepat saat Juliet melangkah lebih jauh, Matteo baru menoleh dan menjawab.

"Sudah membaik."

Mendengar jawaban tak terduga, Juliet menoleh dengan cepat. Namun, saat dia membuka mulut untuk membalas, seorang wanita memanggilnya dari belakang.

"Juliet, kemarilah."

"Baik, ibu."

Gadis itu pergi begitu saja. Di sisi lain dia merasa bersyukur karena harus pergi dari suasana canggung. Melihat kepribadian Matteo, sepertinya pria itu juga tidak berniat mengobrol lebih banyak.

Saat Juliet berjalan semakin jauh, Matteo tanpa sadar bergumam, "Juliet? Namanya cukup unik." Dengan mulut yang tiba-tiba membentuk senyuman.

*

*

*

Setelah menyelesaikan makan malam dan pembayaran, Matteo pergi ke bagian pembuangan sampah untuk mengejar Juliet. Beberapa menit lalu gadis itu terlihat keluar dengan sekantung sampah atas perintah ibunya.

Tepat saat Matteo sampai di bagian belakang restoran, dia melihat Juliet tengah berbicara dengan seorang pria dalam bahasa Prancis. Suaranya cukup keras seolah terdapat emosi di dalamnya.

"Kapan kau akan berhenti bermain judi, Jeff?!

"Maafkan aku, Juliet. Aku akan berhenti setelah membayar hutangku. Jadi, bisakah kau membantuku melunasinya?"

"Ini bukan sekali atau ke dua kalinya aku membayar hutangmu. Aku tidak punya uang lagi!"

"Juliet, kau bilang kau mencintaiku. Maka bantu aku sedikit lagi. Setelah ini aku janji akan berhenti dan menikahimu."

"Berhenti Jeff, aku sudah muak denganmu."

Juliet berbalik lalu pergi dengan langkah yang cepat. Namun, sebelum gadis itu bisa masuk lewat pintu belakang, Jeff menahan pundaknya.

"Apa maksudmu? Kau harus membantuku, Juliet. Jika bukan padamu, lalu kepada siapa lagi aku harus meminta tolong? Aku mohon.. Mereka terus mengancam untuk membunuhku, jika aku tidak membayar dalam waktu seminggu."

Jeff memeluknya dari belakang. Tingkahnya yang pemaksa semakin membuat Juliet kesal. Namun, di sisi lain Jeff adalah kekasihnya. Dia tidak mungkin membiarkan seseorang menyakitinya hanya karena masalah uang.

Semakin Jeff memohon, maka semakin Juliet merasa iba. Dia lalu melepaskan tangan Jeff dari tubuhnya, dan mulai merogoh saku untuk mengambil ponsel. Setelahnya dia menyuplai beberapa uang untuk menutup mulut Jeff.

"Aku sudah mengirimkan beberapa uang untuk menutup mulut rentenir itu, sekarang pergilah."

"Terimakasih, Juliet! Kau memang wanita terbaik, aku mencintaimu!"

Setelahnya Jeff pergi dari tempat itu. Kini, hanya tersisa Juliet dan Matteo yang setia menyembunyikan tubuhnya. Sebenarnya Matteo tidak mengerti dengan pembicaraan mereka, karena dia tidak mahir bahasa Prancis.

Yang dia simpulkan hanya 'kekasih Juliet adalah seorang pria kere.' Itu sangat berbanding terbalik dengannya yang memiliki segudang harta.

Setelah di pastikan Jeff benar-benar tidak kembali lagi, Matteo mulai mendekati Juliet. Dengan dalih mencari udara segar untuk merokok, dia berjalan mendekat.

Di malam yang sunyi, langkah sepatu Matteo terdengar keras meski dia hanya menambahkan sedikit hentakkan. Mendengar langkah seorang pria yang semakin dekat, Juliet menoleh dengan cepat.

Tepat saat itu terjadi, Matteo sudah berada di sampingnya. Gadis itu terkejut, namun masih berusaha untuk terlihat tenang.

"T-tuan, apa yang anda butuhkan?"

"Aku sedang mencari udara segar untuk merokok."

"Ah begitu. Baiklah nikmati rokok anda, tuan. Saya akan masuk duluan."

Saat Juliet berbalik untuk kembali masuk ke dalam, Matteo tiba-tiba berucap, "Apa pria tadi pacarmu? Dia terlihat sangat menyedihkan."

Juliet terdiam. Dia merasa takut sekaligus malu karena seseorang ternyata melihat pembicaraannya dengan kekasihnya, apalagi Matteo adalah orang asing.

"Apa tuan mendengar pembicaraan kami?"

Matteo menggeleng. Dia melangkah lebih dekat dan lebih dekat. Jarak tertentu di pertahankan, namun Juliet beringsut mundur.

"Aku mendengarnya," Matteo mulai menyalakan pemantik dan membakar rokok di tangannya. Saat Juliet membuka mulut untuk bertanya lebih jauh, Matteo melanjutkan. "Hanya saja, aku tidak bisa bahasa Prancis."

Juliet terkejut sekali lagi. Sebelumnya dia memang sudah tahu bahwa Matteo adalah orang luar, namun dia tidak menyangka pria kaya itu tidak bisa bahasa Prancis.

"Kalau begitu, anggap saja bahwa tuan tidak mendengar apapun."

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!