NovelToon NovelToon

Suami, Wasiat Abi

Prolog.

"Bunda…"

Suara lirih dari seorang gadis kecil yang tengah terbaring lemas tak berdaya di atas ranjang, mengalihkan perhatian seorang wanita yang sejak berjam jam yang lalu duduk bersimpuh di atas sajadahnya dengan sebuah Al-Quran berukuran sedang di tangan nya.

Mendengar suara lirih dari putrinya, wanita itu pun segera bangkit dari duduknya dan bergegas menghampiri sang putri yang tengah memanggil dirinya.

"Sayang, kamu sudah bangun Nak? Apa, ada yang sakit? Mau Bunda panggilkan dokter?" tanya sang Bunda yang begitu khawatir akan kondisi dari putri semata wayang nya itu.

Karena kondisinya yang sangat lemah, gadis kecil itu pun hanya mampu menjawab pertanyaan dari sang bunda dengan sebuah gelengan kepala dan itu pun terlihat begitu lemah.

"Lalu, apa Zingga membutuhkan sesuatu? Katakan, biar Bunda carikan untuk Zingga," lanjut sang Bunda saat putrinya yang bernama Zingga itu menggelengkan kepalanya.

"Ayah. Zingga, ingin bertemu dengan Ayah, Bunda."

Deg…

Jantung wanita yang masih menggunakan mukena itu terasa berhenti berdetak. Manakala, pada akhirnya putrinya itu meminta apa yang selama ini tidak mungkin bisa Ziya berikan.

Ayah. Iya, sosok Ayah adalah hal yang paling mustahil Ziya berikan untuk putri semata wayang nya itu. Selain trauma akan pernikahan, Ziya juga masih belum mampu memberi tahu sang mantan suami jika diantara mereka berdua ada sosok Zingga yang hadir karena ketidaksengajaan.

Atau, lebih tepatnya karena sebuah kecelakaan yang tidak disengaja karena pada malam kejadian. Mantan suami Ziya yang bernama Dirga Bimantara, tengah mabuk berat dan tidak sengaja menodai sang istri yang selama pernikahan mereka terjalin sama sekali tidak pernah Dirga sentuh.

Satu bulan pasca kejadian itu, Ziya pun dinyatakan hamil dan bertepatan dengan itu juga, Dirga menjatuhkan talak pada Ziya. Tanpa Dirga tahu jika saat dirinya menjatuhkan talak pada Ziya, Ziya tengah dalam keadaan hamil anaknya.

Itulah kenapa, sampai saat ini Ziya tidak pernah mempertemukan putrinya dengan mantan suaminya itu. Karena Dirga memanglah tidak tahu jika dirinya memiliki seorang putri dari pernikahan nya bersama dengan Ziya dan karena itu juga lah, Ziya pun menjadi trauma akan pernikahan dan enggan untuk kembali menikah setelah menjalani hidup baru di sebuah daerah yang jauh dari ibu kota dan juga jauh dari Dirga tentunya.

"Sayang, tapi itu ti____,"

"Zingga mohon Bunda. Zingga ingin sekali bertemu dengan Ayah, setidaknya Zingga bisa bertemu sekali saja. Sebelum Zingga pergi, Zingga ingin sekali bertemu dulu dengan Ayah."

Deg…

Jantung Ziya kembali berdenyut hebat manakala sang anak menyinggung kematian. Tidak, Ziya tidak sanggup meski hanya sekedar membayangkan nya saja. Hidup Ziya adalah Zingga dan Ziya akan melakukan apapun demi putrinya itu agar bisa tetap bertahan disaat penyakit cancer tengah menggerogoti tubuh mungilnya itu.

"Tidak Nak, jangan bicara seperti itu. Zingga tidak akan pergi kemana mana. Zingga pasti sembuh dan Bunda janji, Bunda akan lakukan apapun itu agar Zingga sembuh," dengan suara yang bergetar, Ziya meyakinkan putrinya jika putrinya itu akan baik baik saja dan kembali sembuh dari sakitnya.

"Termasuk, membawa Ayah kemari?" tanya Zingga yang kembali membuat Ziya tertegun.

Ingin sekali menolak permintaan itu, karena sangat tidak mungkin untuk Ziya membawa Dirga ke sana. Namun, sulit juga untuk menolak permintaan yang untuk pertama kalinya sang putri minta selama 5 tahun hidupnya.

Sebelum jatuh sakit, Zingga adalah anak yang ceria dan penurut. Dia sama sekali tidak pernah membahas perihal sosok sang ayah yang tidak pernah dia dapatkan di sepanjang hidupnya.

Meski hidup tanpa sosok ayah, tapi Zingga tumbuh dengan baik dan menjadi anak yang pintar dan mandiri. Dan kali ini, untuk pertama kalinya Zingga meminta untuk dipertemukan dengan ayahnya.

"I_iya sayang. I_insya Allah, Bunda akan berusaha menghubungi Ayah. Semoga, Ayah bisa datang kemari ya Nak," Jawab Ziya dengan suara terbata karena takut tidak bisa menepati janjinya untuk membawa Dirga bertemu dengan Zingga.

"Alhamdulillah. Terima kasih ya Bun, kalau begitu Zingga istirahat dulu ya. Zingga ingin terlihat sehat di depan Ayah nanti. Jadi, Zingga harus banyak istirahat,"

"Iya, sayang. Istirahatlah, Nak."

*

*

Beberapa hari kemudian.

Setelah berpikir selama beberapa hari pasca pembicaraan nya dengan Zingga. Akhirnya, setelah hampir 6 tahun lamanya berpisah. Ziya pun memberanikan diri untuk mendatangi Dirga di kantornya.

Dengan langkah yang penuh dengan ke raguan. Ziya pun terus membawa langkahnya memasuki gedung tinggi, tempat dimana mantan suaminya itu bekerja sebagai seorang CEO.

Ziya terus melangkah, mendekati meja resepsionis untuk menanyakan keberadaan Dirga di sana. Dengan perasaan yang bercampur aduk Ziya pun kembali memberanikan diri untuk bertanya pada dua orang wanita yang bertugas menjadi resepsionis di perusahaan sang mantan suami.

"Pe_permisi, Mbak," ucap Ziya setelah berada di depan meja resepsionis yang di sambut cukup ramah oleh kedua wanita muda yang bertugas di sana.

"Selamat siang, Bu. Ada yang bisa kami bantu?" tanya salah satu dari dua resepsionis yang ada di sana.

"Eemm, be_begini. Apa, saya bisa bertemu dengan Pak Dirga?" tanya Ziya, ragu ragu.

"Pak Dirga? Mohon maaf, tapi yang anda maksud itu Pak Dirga yang mana ya, Bu? Soalnya diperusahaan ini kebetulan ada dua yang bernama Pak Dirga. Yang satu bekerja di bagian marketing dan yang satu lagi, beliau adalah CEO kami. Jadi, Ibu mau bertemu dengan Pak Dirga yang mana ya?" tanya balik sang resepsionis saat Ziya menyebutkan nama Dirga.

"Sa_saya, ingin bertemu dengan Pak Dirga Bimantara Mbak. Apa, beliau ada?" Jawab Ziya semakin di buat gugup dan juga takut.

Karena Ziya tahu betul jika pria yang ingin dia temui bukan lah orang sembarangan. Pria itu adalah seorang CEO yang tidak bisa di temui oleh orang sembarangan. Termasuk dirinya, yang sejak 6 tahun yang lalu, sudah tidak memiliki hubungan apapun dengan pria itu.

"Oh, Pak CEO ya? Maaf, kalau boleh tahu dengan ibu siapa ya? Biar nanti saya konfirmasi ke pihak atas," tanya resepsionis itu lagi, masih dengan nada yang cukup ramah.

"Zi_Ziya Mbak. Ziyana Syahira,"

"Baik Ibu Ziya. Mohon di tunggu ya, saya hubungkan terlebih dahulu ke pihak nya Pak Dirga,"

"I_iya, Mbak. Terima kasih,"

"Tidak perlu. Saya di sini."

Deg...

Seketika, jantung Ziya terasa jatuh dari porosnya saat mendengar suara bariton seseorang yang berada tepat di belakang nya. Suara dari seorang pria yang selama 6 tahun ini begitu Ziya hindari.

Akan tetapi, karena putrinya lah akhirnya Ziya pun harus membuang jauh ego nya dan kembali datang untuk menemui pria itu. Pria yang yang dulu pernah menikahi nya, tapi tidak pernah menerima nya sebagai seorang istri.

Hingga talak pun akhirnya di jatuh pria itu tepat di 6 bulan pernikahan mereka. Karena sang pria harus menikahi kekasihnya yang saat itu juga tengah hamil dan tanpa pria itu tahu jika sang istri juga dalam keadaan hamil saat dia menjatuhkan talak kepadanya.

Awal Kisah 6 Tahun Lalu

Seketika, tubuh Ziya dibuat membeku ditempat manakala tatapan nya bertemu kembali dengan sorot mata yang tajam, khas milik seorang Dirga Bimantara. Pria yang 6 tahun yang lalu, mengucap ijab kabul atas nama dirinya.

Sayang, pernikahan itu hanya bertahan selama 6 bulan saja. Karena saat itu, Dirga harus menikahi wanita yang menjadi kekasihnya, karena wanita tersebut tengah berbadan dua.

Enam tahun berlalu, tapi sosok Dirga tidak pernah berubah sama sekali. Sorot matanya masih tajam seperti 6 tahun yang lalu dan hal itu kembali mengingatkan Ziya akan pertemuan keduanya tepat di hari pernikahan mereka.

***

...🌸 Flash Back 🌸...

*

Enam Tahun Yang Lalu.

***

"Ini. Baca, lalu tanda tangani lah." ucap seorang pria pada wanita yang baru beberapa jam yang lalu telah resmi dia nikahi.

Wanita yang masih menggunakan gaun pengantin syar'i itu pun akhirnya mengangkat kepalanya yang sejak masuk ke dalam kamar hotel yang akan keduanya tempati untuk menginap, terus saja menundukkan kepala.

"I_ini, apa Mas?" tanya sang wanita, yang akhirnya memberanikan diri menatap pria yang saat ini sudah resmi menjadi suaminya.

"Lihat dan baca lah sendiri. Lalu, setelah itu tanda tangani. Aku harus pergi karena masih ada urusan penting yang harus aku selesaikan. Besok pagi, akan ada orang yang datang untuk menjemputmu. Pulang lah ke rumahku bersama dengan nya," jawab sang pria, yang langsung pergi begitu saja tanpa menunggu jawaban dari si wanita.

Usai kepergian suaminya, wanita itu pun mulai membuka map coklat yang tadi di berikan oleh suaminya. Seketika, mata wanita itu membulat sempurna setelah membaca isi dari map coklat tersebut.

"Ko_kontrak pernikahan? Ja_jadi, pernikahan ini hanya sandiwara semata? Ya Allah, ya robb, cobaan apa lagi yang engkau berikan pada hambamu ini?" lirih nya setelah tahu apa isi dari map tersebut.

Ziyana Syahira, wanita berusia 23 tahun itu tidak menyangka jika kepulangan nya ke tanah air akan membawanya kepada sebuah hubungan yang rumit dan tidak masuk akal.

Dimana Ziyana, atau biasa di panggil Ziya diharuskan menikah dengan seorang pria yang sama sekali tidak Ziya kenali bernama Dirga Bimantara. Seorang pria berusia 30 tahun yang saat ini tengah menjabat sebagai seorang CEO di perusahaan ayahnya.

Ziya tidak bisa menolak pernikahan itu, dikarenakan itu adalah wasiat yang di tinggalkan oleh mendiang Abi nya. Sebelum meninggal, Abi Samsul meninggalkan sebuah wasiat yang berisikan jika putrinya harus menikah dengan anak dari salah satu kolega bisnisnya yang bernama Dirga Bimantara.

Anak sulung dari keluarga Bimantara yang terkenal dengan sikap dingin nya. Dirga yang selalu menolak untuk menikah itu pun akhirnya di jodohkan dengan putri dari sahabat sang ayah yang bernama Ziyana.

Seorang wanita cantik serta sholehah itu mampu menarik perhatian kedua orang tua dari Dirga. Karena itu lah, kedua orang Dirga pun akhirnya memilih Ziyana untuk menjadi menantu pertama di keluarga Bimantara.

Sayang, satu bulan sebelum kepulangan Ziya ke tanah air setelah menyelesaikan pendidikan nya di salah satu universitas terbaik yang ada di Kairo, Mesir. Abi Samsul pun meninggal dunia karena serangan jantung dan saat itu, Ziya belum bisa pulang dikarenakan saat Abi Samsul berpulang. Bertepatan dengan sidang skripsi yang tidak boleh Ziya lewati. Hingga akhirnya, Ziya pun hanya bisa pasrah dengan menyaksikan prosesi pemakaman sang ayah lewat video call yang di lakukan oleh kakaknya yang bernama Zahira Syafira.

Belum juga reda keterkejutan Ziya akan pernikahan nya dengan Dirga. Kini, Ziya kembali di kejutkan dengan kontrak pernikahan yang di sodorkan oleh pria itu kepada dirinya.

Ziya tidak menyangka, jika moment sakral yang baru saja dia lalui beberapa jam yang lalu bersama dengan Dirga ternyata hanya sandiwara semata. Seketika, perasaan bersalah pun langsung hadir di dalam lubuk hati Ziya yang terdalam saat mengetahui jika pernikahan yang dia lakukan hari ini, hanya sandiwara semata.

Cita citanya yang ingin menikah sekali seumur hidup dengan pria pilihan kedua orang tuanya pun akhirnya harus kandas, setelah Dirga memberikan surat kontrak itu. Tidak tanggung tanggung, Dirga menyerahkan surat kontrak yang telah di bubuhi oleh tanda tangan dari pria itu.

Sakit, hancur dan kecewa tidak bisa lagi di sembunyikan oleh Ziya akan perlakuan Dirga saat ini. Jujur, sebagai seorang wanita Ziya yang begitu menjaga marwahnya merasa sangat terhina akan perlakuan Dirga saat ini.

Ziya tidak menyangka jika pria berpendidikan dan pintar seperti Dirga bisa melakukan hal yang tidak masuk akal seperti mempermainkan sebuah pernikahan yang sakral dan suci. Namun, meski begitu Ziya pun tidak bisa berbuat apa apa dimana hal itu sudah lah terjadi dan kini, mau tidak mau Ziya pun harus mengikuti apa yang Dirga inginkan.

Karena bagi Ziya yang patuh dan penurut, perintah dari sang ayah dan suami. Adalah dua hal yang tidak bisa dia abaikan dan wajib untuk di turuti. Sehingga, mau tidak mau Ziya pun akhirnya menanda tangani surat kontrak yang diserahkan oleh Dirga.

"Maafkan Ziya Abi. Ziya tidak bermaksud mempermainkan pernikahan. Ini semua Ziya lakukan atas permintaan dari suami Ziya. Semoga Abi, bisa memaafkan apa yang Ziya lakukan saat ini." lirih Ziya yang tidak bisa lagi membendung air matanya, setelah menanda tangani surat kontrak itu.

*

*

Keesokan harinya.

Ting...

Tong...

Kreeekkkkk...

Ziya mengerutkan kening saat membuka pintu, Ziya melihat seorang pria yang diperkirakan seusia dengan suaminya tengah berdiri tepat di depan pintu kamar hotel yang dia tempati.

"Maaf, anda siapa ya?" tanya Ziya, kepada pria yang baru saja dia lihat untuk pertama kalinya.

"Permisi Nyonya. Saya Arman, saya sekertaris dari Pak Dirga dan saya di perintahkan oleh beliau untuk menjemput Nyonya." jawab pemuda itu, tersenyum cukup ramah dan sopan kepada Ziya.

Mendengar jawaban dari pria itu, Ziya pun kembali teringat akan perkataan suaminya tadi malam. Sebelum pria itu pergi meninggalkan nya seorang diri di dalam kamar itu.

"Oh, jadi Tuan yang akan menjemput saya?"

"Iya, Nyonya dan maaf, tolong jangan panggil saya Tuan. Panggil saya Arman saja,"

"Begitu, ya? Baiklah. Kalau begitu, tunggu sebentar saya ambil barang barang saya dulu," jawab Ziya yang langsung kembali masuk ke dalam kamar untuk mengambil barang barang nya.

''Baik, Nyonya. Silahkan." jawab Arman memberi waktu pada Ziya untuk membawa barang barang nya.

Tidak berselang lama, Ziya pun sudah kembali dengan membawa sebuah koper berukuran sedang dan juga tas selempang yang dia letakkan di bahu nya.

"Mari, biar saya bawakan koper nya," lanjut Arman saat melihat Ziya menyeret koper dari dalam kamar.

"Tidak usah. Biar saya saja." tolak Ziya, yang merasa sangat aneh dan juga canggung. Saat di layani oleh seseorang.

Pasalnya, sejak tumbuh besar Ziya sudah di didik untuk menjadi wanita yang mandiri oleh kedua orang tuanya. Meski terlahir dari keluarga uang berkecukupan. Namun, kedua orang tuanya tidak serta merta memanjakan dirinya.

Bahkan, sejak memasuki usia sekolah. Ziya sudah diungsikan ke sebuah asrama, untuk membiasakan diri hidup dengan mandiri dan tidak bergantung pada orang lain.

Rumah Baru Ziya.

"Ayo, Nyonya. Silahkan turun, kita sudah sampai."

Seketika, suara dari Arman membangunkan Ziya dari lamunan nya. Ziya cukup di buat takjub saat melihat bangunan yang mewah dan megah yang baru saja dia datangi.

Sebuah rumah yang begitu besar dan juga mewah. Bisa Ziya bayangkan, bagaimana kaya nya orang yang memiliki rumah yang baru saja dia datangi itu.

"Ini, rumah siapa Mas?" tanya Ziya, yang seketika hal itu membuat Arman tertegun. Karena untuk pertama kalinya, Arman di panggil 'Mas' oleh majikan nya.

"Maaf, Nyonya. Sebelum saya menjawab, bisa saya minta tolong?"

"Minta tolong? Apa itu? Insya Allah, kalau saya bisa akan saya bantu,"

"Tolong, jangan panggil saya Mas. Anda adalah majikan saya. Jadi, tolong panggil saja saya Arman,"

"Tapi, itu tidak sopan. Apalagi, sepertinya Mas juga usianya di atas saya,"

"Dalam urusan pekerjaan tidak ada istilah usia lebih tua atau lebih muda. Sebagai seorang karyawan, saya di wajibkan hormat pada majikan saya. Meski usia majikan saya jauh lebih muda dari saya sekalipun. Akan sangat tidak pantas jika seorang majikan seperti nyonya, memanggil karyawan nya dengan sebutan Mas. Saya juga takut, hal itu akan menimbulkan persepsi lain dari orang yang mendengarnya. Jadi, saya mohon demi kenyamanan bersama tolong biasakan untuk memanggil saya dengan sebutan Arman saja,"

"Baiklah. Jika itu yang harus saya lakukan, akan saya usahakan. Tapi, balik lagi ke pertanyaan saya tadi. Ini, rumah siapa? Kenapa kita datang ke sini?"

"Ini adalah rumah utama milik Pak Dirga dan mulai sekarang, Nyonya akan tinggal di sini. Mari, Nyonya. Kita masuk kedalam, agar Nyonya bisa beristirahat didalam sana."

Arman pun akhirnya membawa Ziya masuk kedalam rumah besar dan mewah itu. Disana, Ziya disambut dengan cukup baik oleh pengurus rumah yang sudah bekerja bersama dengan Dirga sejak pria itu berusia muda.

"Mari, Nyonya. Silahkan masuk," lanjut Arman setelah membukakan pintu rumah itu untuk Ziya.

"Iya, terima kasih Arman. Assalamualaikum," jawab Ziya, lalu mengucapkan salam saat memasuki rumah baru nya pasca menikah dengan Dirga.

"Wa'alaikum salam warahmatullahi wabarakatuh. Selamat datang, Nyonya. Perkenalkan saya Bi Inah, saya adalah pengurus rumah ini dan jika Nyonya butuh bantuan, jangan sungkan untuk mengatakan nya kepada saya," jawab Bi Inah, saat menyambut kedatangan majikan barunya itu.

"Iya, Bi. Salam kenal, saya Ziya dan terima kasih sebelumnya. Maaf jika mulai saat ini saya akan banyak merepotkan Bibi dan juga Arman,"

"Tidak apa apa Nyonya. Itu bukan masalah, karena membantu Tuan dan Nyonya adalah tugas kami. Mari, Nyonya saya antar ke kamar anda,"

"Iya, baik Bi. Terima kasih."

Bi Inah pun segera membawa Ziya menuju ke lantai atas. Dimana kamar yang akan Ziya tempati berada di sana. Sepanjang jalan menuju ke lantai atas tidak henti hentinya Ziya di buat kagum dengan isi rumah yang akan dia tempati mulai dari hari ini.

Semua furniture yang mengisi seluruh sudut ruangan itu terlihat begitu mewah dan juga mahal. Seketika, kepercayaan diri Ziya pun semakin menghilang manakala menyadari betapa kaya nya seorang Dirga Bimantara.

Setiba nya di lantai atas, Ziya pun kembali di buat takjum dan kagum. Dimana, di lantai itu juga sama halnya dengan di lantai bawah. Seluruh sudut ruangan di isi dengan barang barang yang terkesan mewah dan mahal.

Hingga, langkah Ziya dan Bi Inah pun terhenti tepat di depan pintu berwarna putih tulang. Salah satu pintu kamar yang ada di lantai dua rumah mewah milik Dirga.

Kreekkkk...

"Ayo, Nyonya. Silahkan masuk, mulai sekarang ini adalah kamar milik Nyonya," ucap Bi Inah setelah membuka pintu kamar itu.

"Iya, Bi. Terima kasih." jawab Ziya, yang turut serta masuk ke dalam kamar yang pintunya baru saja di bukakan oleh Bi Inah.

Seketika, Ziya pun kembali di buat takjub setelah memasuki kamar yang akan dia tempati mulai dari hari ini. Karena kamar itu begitu luas dan juga mewah karena seluruh isi dari kamar itu begitu terlihat mewah serta mahal.

Bayangkan, kasur di kamar itu pun memiliki ukuran yang cukup besar. Hingga cukup untuk di tempati oleh 3 sampai 4 orang untuk ukuran tubuh yang standar seperti Ziya.

Memiliki tinggi badan 160cm dengan berat badan 50kg. Tubuh Ziya cukup terbilang kecil di banding kan Dirga yang memiliki tinggi badan 180cm dengan berat badan 72kg dan kini, Ziya tengah berada di kamar yang memiliki luar 3x lipat dari luas kamarnya yang berada di rumah kedua orang tuanya.

Meski lahir dari keluarga yang berkecukupan. Namun, sepertinya keluarga Ziya tidaklah sekaya keluarga Dirga. Sehingga, Ziya pun merasa insecure saat tahu jika pria yang kemarin menikahi nya adalah seorang konglomerat.

"Silahkan Nyonya, istirahatlah. Jika butuh bantuan atau sesuatu, jangan sungkan untuk menghubungi saya. Nyonya bisa menggunakan telepon yang ada di meja dekat kasur, lalu tekan angka no.1 untuk menghubungi saya. Jadi, Nyonya tidak perlu repot repot turun ke lantai bawah untuk meminta bantuan dari saya. Cukup sampaikan lewat telepon saja," lanjut Bi Inah, setelah keduanya berada di dalam kamar.

"Iya, Bi. Terima kasih," jawab Ziya, di sela kekagumannya melihat seisi rumah pribadi milik Dirga.

"Iya, Nyonya. Sama sama, kalau begitu silahkan anda beristirahat. Saya pamit dulu untuk melanjutkan kembali pekerjaan saya,"

"Iya, Bi. Silahkan,"

"Baiklah. Kalau begitu saya permisi dulu Nyonya,"

"Iya, Bi. Silahkan."

Setelah mengantarkan Ziya ke kamarnya. Bi Inah pun segera pergi untuk kembali melanjutkan pekerjaan nya. Sementara Ziya sendiri, masih diam terpaku di tempat sembari menatap tak percaya seluruh sudut ruangan kamar barunya itu.

*

*

Malam harinya.

"Tok..."

"Tok..."

"Permisi Nyonya. Ini Bi Inah." seru Bi Inah setelah mengetuk pintu kamar milik Ziya.

Kreeekkkk...

"Iya, Bi. Ada apa ya?"

"Itu, makan malam sudah siap. Apa Nyonya mau makan sekarang?"

"Apa, Mas Dirga sudah pulang?" jawab Ziya, dengan balik bertanya tanpa menjawab pertanyaan dari Bi Inah.

"Belum, Nyonya,"

"Baiklah. Kalau begitu, saya akan nunggu Mas Dirga pulang dulu. Biar kami bisa makan bersama," jawab Ziya lagi.

"Tapi, Tuan Dirga tidak akan pulang ke rumah ini Nyonya. Tadi sore, beliau menghubungi saya untuk menitipkan Nyonya karena Tuan akan bertolak ke luar negeri untuk melakukan perjalanan bisnis,"

"Oh, begitu ya? Baiklah kalau begitu, saya akan makan sekarang."

Mendengar jika suaminya tidak akan pulang, Ziya pun akhirnya ikut turun ke lantai bawah untuk makan malam. Ada perasaan tidak nyaman saat Ziya tahu jika Dirga pergi ke luar negeri untuk melakukan perjalanan bisnis dan hal itu Ziya ketahui dari orang lain.

Sementara Dirga sendiri tidak pernah menghubunginya untuk mengatakan hal tersebut. Namun, Ziya pun sadar jika pernikahan mereka memanglah hanya untuk sementara. Jadi, wajar saja jika Dirga tidak menganggap Ziya ada.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!