Kencan ke-8
***
Pria Botak berusia 45 tahun itu tersenyum menjijikkan. Wajahnya berminyak dan karena lampu di ruangan tersebut tepat diatas kepalanya, kepala nya bersinar seperti bohlam.
Berta Samily, gadis berusia 23 tahun yang kini tengah kencan buta dengan pria botak itu kini tengah menguras otaknya.
Ini adalah kencan butanya ke delapan yang sudah diatur oleh Paman dan Bibi nya.
Di kencan pertamanya, Berta bertemu dengan kakek kakek berusia 80 tahun, jalan saja dia minta bantuan tongkat dan orang untuk menuntunnya. "Aku hanya perlu pendamping untuk diajak makan makanan enak!" Katanya.
Kemudian Berta bertindak gila. Dia menaikkan satu kakinya diatas kursi, lalu makan steak dengan tangan. Kemudian sambil mengunyah dia terus bicara, mengeluh mengenai temannya yang kemarin meminjam uangnya untuk fotokopi KTP. Dia bahkan mengupil, lalu setelahnya memilih makanan acak tanpa mencuci tangan. Melihat tingkah tersebut, pria tua itu langsung mengumpat dan membatalkan keinginan nya untuk mempersunting Berta .
Di kencan keduanya, Berta bertemu dengan preman . Yah, sepertinya dia kepala geng kelompok entah berantah. Di situasi ini, Berta menggila dengan pura pura kesurupan . Dia menjambak rambut sang preman, bahkan memakan tanah . Membuat preman tersebut malu .
Dia kencan ketiganya, Berta menjadi wanita yang selalu pesimis dan ketakutan .
Lalu kencan ke empat dan kelimanya , keenam dan ketujuh nya, semuanya berhasil Berta batalkan.
Sekarang sisa lah kencan ke delapan nya.
Berta Samily adalah anak dari mantan pengusaha terkenal, Lorena dan Hans. Sayangnya mereka kecelakaan dan meninggalkan Sonic dan Berta. Di usia kecil mereka itulah, Paman dan Bibi mereka datang untuk menggantikan peran orang tua mereka. Siapa sangka, yang katanya darah lebih kental dari air dikalahkan dengan nafsu dan keserakahan.
Dengan dalih menjadi wali, harta orang tua mereka di kuras sedikit demi sedikit. Kakak Berta, Sonic mereka tanamkan bahwa semua hal yang mereka lakukan untuk membesarkan mereka. Hutang Budi, yah semacam itulah. Mereka memisahkan Sonic dan Berta dan mengadu domba kedua saudara kandung tersebut.
Sonic kini berada di luar negeri. Agar apa? Agar Sonic tidak bisa memantau pergerakan Paman Frank dan Bibi Dorta.
Berta dibesarkan agar bisa di jual. Melihat kondisi ny yang sekarang, sepertinya perusahaan memang berada di situasi yang sulit .
Seolah menanamkan pesan bahwa perusahaan tersebut adalah peninggalan orang tuanya, Berta dipaksa menjadi tumbal untuk menyelamatkan perusaan tersebut.
-Lebih baik perusahaan hancur dari pada aku jadi tumbal. Bukannya aku tidak sayang, toh bukan aku yang menikmati semua itu . Bertahan hidup lebih penting, tapi sekarang ini lebih penting lagi untuk selamat dari pria botak ini .
"Apa kriteria paling penting untuk menjadi istri paman?"
"Cantik."
Yah untuk itu, Berta langsung lolos .
"Perawan!"
"Paman sebenarnya aku sedang hamil!"
Pria botak itu melotot. "Hahaha... Jangan memprovokasi ku dengan tindakan kekanak Kanakan itu."
"Kenapa aku harus memprovokasi, Ayah anak tersebut jga ada disini!"
-Ini adalah tindakan paling nekad yang pernah kulakukan.
Berta segera mengatur emosinya, dia tidak boleh terlihat grogi.
"Pria berjas disana."
Berta asal tunjuk saja, karena hanya lelaki di sebrang sana yang sendiri dan tampangnya masih muda, tampan pula, jadilah Berta dengan percaya diri menunjuk ke arah sana.
"Kau pikir aku percaya?"
Mode siaga menyala .
Berta membutuhkan bantuan. Dia segera mengirim sinyal.
"Hei Paman Botak!"
Tak disangka seorang wanita datang, dia seusia Berta, Cantik dan tidak seksi seperti Berta.
"Temanku ini tengah mengandung, jangan sampai bayinya kaget!"
Dia adalah Clara, teman sepergilaan Berta. Orang yang selalu menyukseskan misi Berta dalam menggagalkan semua kencan yang sudah diatur tersebut.
"Harusnya bayi itu melihat hal yang baik baik, bukannya bohlam lampu 20 Watt." Clara terus mengeluh dan menyalahkan pria botak tersebut.
"Kalian main main denganku ya?" Sepertinya Clara menambah provokasi tersebut.
"Owh... Kau kira aku main main?"
"Hiks ... Hiks... kenapa anda sangat jahat sekali tuan, saya adalah saksi bahwa dia memang benar bahwa dia tengah mengandung dan anda ingin memisahkan bayi itu dengan ayah kandungnya?"
Clara mulai menangis dan membuat perhatian di restoran tersebut .
Melihat tatapan orang orang, Pria botak itu mendengus kesal.
"Kau lihat saja!" Tangannya menuding ke arah Berta, kemudian dia pergi.
"Fiuh...."
"Jadi lelaki disana adakah Ayah bayimu?" Clara meskipun tahu Berta tengah bersandiwara dia terus menggoda nya .
"Hei Clara..." Berta melotot
"Dia Tampan."
"Aku setuju."
Kedua kemudian cekikikan.
Berta tak ingin pulang, Karena dia pasti akan jadi samsak untuk meluapkan semua amarah . Kencan ini pun gagal, jadi Berta harus bersiap menyambut teman kencan butanya yang ke 10 .
-Menjalani hidup bisa sesusah ini.
Berta kembali tersenyum.
"Aku yang traktir."
"Okeeeee ...." Clara kemudian duduk di sebrang Berta. Mereka kemudian memesan ulang makanan dan menikmati makan malamnya yang berharga.
Setiap manusia punya masalah ~
***
Wildan Andreas, lelaki berumur 25 tahun yang sudah sukses untuk membuat namanya sendiri bersinar di kancah para pengacaranya . Mulutnya tajam dan blak blakang, tak jarang lidahnya itu sering menyakiti orang. Dia tidak suka penjilat makanya temannya bisa di hitung jari.
Hari ini dia sangat frustasi, makanya dia menon-aktifkan ponselnya dan makan dengan tenang. Kepalanya berdenyut karena pusing harus menghadapi ketiga keponakannya.
Kakaknya, Arina meninggal bersama sang suami dalam sebuah insiden kecelakaan dua tahun yang lalu. Meninggalkan ketiga anaknya yang masih dibawah umur.
Dengan begitu, Wildan lah yang harus mengambil ketiga keponakannya untuk dia besarkan. Yang paling besar namanya Viona (15 tahun), yang kedua Jean (13 tahun) dan yang paling kecil Simphony ( 8 tahun).
Masalahnya hadir sejak kakaknya meninggal karena semua tingkah anaknya berubah. Di mata Wildan, ketiganya menjadi liar dan tidak terkendali.
Wildan bahkan mengalami kerontokan parah karena memikirkan ketiganya.
"Bahkan kasus pembunuhan berantai saja tidak pernah membuat rambutku rontok."
Satu satunya orang yang kadang di dengarkan oleh ketiga keponakannya adalah Bibi Pam, pengasuh yang sudah lama tinggal di kediaman Andreas.
Di restoran elit itu, Wildan makan sendirian. Daging steak itu sudah dia iris. Dia mulai memasukan potongan pertama kedalam mulutnya.
Dengan jadwalnya yang sibuk, makan teratur saja sudah terdengar mustahil.
Kesibukannya inilah yang membuat Wildan sedikit lalai untuk memperhatikan ketiga keponakannya. Jadi Wildan hanya selalu memantau perkembangan keponakannya lewat asisten yang dia tugaskan untuk mengamati semua kegiatan keponakannya.
Wildan tau mungkin dirinya tidak bisa seperhatian seperti kedua orang tuanya, tapi minimal semua kebutuhan sudah Wildan cukupi, terlebih soal materi. Warisan kakaknya saja sebetulnya lebih dari cukup, tapi Wildan ingin menyimpan itu semua untuk keponakannya. Jadi selama ini Wildan menggunakan uang pribadinya untuk pengeluaran mereka.
Di sela sela dia makan, dia melihat ada seorang wanita yang menunjuk ke arah dirinya .
"...?" Wildan hanya heran saja. Dia kemudian menengok ke arah kiri dan kanannya. Tidak ada orang. Berarti benar kan yang di tunjuk oleh perempuan itu adalah dirinya.
Di lihat dari tingkahnya sepertinya dia terlihat sedang berdebat sengit.
"Apa aku seterkenal itu?" Wildan tau dia terkenal dengan profesi nya, juga kinerjanya, hampir 80% kasus yang dia tangani berhasil. Dia pernah gagal tentu saja, dia manusia biasa yang pernah gagal. Tapi itu dia jadikan landasan pacu untuk terus maju hingga sesukses sekarang ini.
"Apa mungkin dia butuh bantuan?" Lama berpikir. "Ah... Kalau dia butuh bantuan hukumku pasti dia akan kesini kan?" Karena tak mau ambil pusing, Wildan melanjutkan makannya.
Tapi Wildan terus memantau juga perdebatan mereka. Seolah mendapatkan tontonan gratis, mungkin dia butuh popcorn dan air bersoda sekarang ini.
"Sayang sekali tempat dudukku terlalu jauh, aku jadi tidak bisa menyimak obrolan mereka." Sudah berapa lama Wildan tidak memperhatikan lingkungan sekitar. Mungkin baru ini lagi. Biasanya karena dia sibuk, dia akan terus melihat layar ponselnya untuk memantau perkembangan kasus yang dia bawakan.
Wildan menenggak minuman anggur nya.
"Wah ada pemain baru." Seorang perempuan muda menyela diantara percakapan mereka.
"Dia pasti teman si perempuan itu. Punya sekutu memang lebih bagus." Wildan semakin tertarik dengan pertengkaran tersebut.
Tapi sepertinya si botak itu kalah, dia pergi dengan sangat marah. Wildan akui bahwa perempuan itu terlihat sangat gigih. Di dunia yang penuh masalah ini, setiap orang pasti punya masalahnya sendiri sendiri.
"Untuk itu pengacara sepertiku hadir kan." Wildan tersenyum. Dia kembali menenggak minuman anggur nya di gelas dan menghabiskannya.
Setelah makan di bergegas pergi dari restoran tersebut.
Yah lumayan lah dia menghibur dirinya sendiri hari ini.
Survival itu ada dimana pun kamu berada~
Klek...
Begitu pintu terbuka vas bunga melayang ke arahnya. Beruntungnya arah vas tersebut meleset dan mengenai tembok.
Pyar... Langsung pecah karena menghantam dinding yang kokoh. Pecahan vas bunga itu ada yang jatuh, ada juga yang melayang. Nahas, pecahan yang melayang ada yang mengenai pelipis Besta.
Kulit yang tergores itu awalnya tidak terasa, tapi setelah ada darah yang mengalir , rasa perih dirasakan Berta.
Berta meringis kesakitan, saat tangan kanannya meraba pelipisnya, tangan Berta disertai lengket karena darah. Baunya anyir .
"Dasar anak kurang ajar, tidak tahu diri!" Bibi Berta melotot kearahnya. Tangannya menuding ke arah Berta.
Sejauh ini, ini yang paling jauh. Baru ini Berta merasakan kemarahan yang sampai melukai fisiknya. Sebentar... Sebelumnya Berta pernah terkena gamparan. Tapi ya tidak sampai berdarah.
Berta tidak terlalu kaget, sifat manusia itu akan terungkap di saat terdesak.
"Sudah dibesarkan, masih saja tidak tau terimakasih."
Berta masih diam saja.
Paman Berta hanya diam saja. Tidak membela istrinya, juga tidak membela Berta.
Adik Ibunya itu tipe suami takut istri, makanya dia hanya diam saja.
"Sudahlah Bu, sudah terjadi... mau bagaimana lagi." Kenn, anak tertua Paman dan Bibi nya itu mencoba meredakan amarah Bibinya.
"Kakak membela anak kurang ajar itu?" Summer sang adik tak terima .
"Bukan membela, memang sudah terjadi, kan tidak bisa diperbaiki."
Berta yang menyaksikan obrolan mereka pun tertawa.
"Ha...."
"Kau tertawa?" Summer tambah kesal dibuatnya.
"Hahahaha....." Berta semakin tertawa keras. Ha... dia terjebak diantara keluarga gila.
Pamannya yang tidak pernah bisa melindunginya. Sepupu laki lakinya yang terus menggoda dan bernafsu kepadanya. Sepupu perempuan yang terus merusaknya dan Bibi nya yang terus berusaha menjualnya.
Apakah benar lebih baik tinggal di dalam hutan. Di sini pun rasanya setiap hari seperti sebuah survival.
"Dasar perempuan Gila!" Seru Summer .
Bibinya pun sudah kelewat narah, jadi dia mendatangi Berta dan menjambak rambutnya.
Kenn berusaha memisahkan keduanya. "Sudahlah Bu, ini tidak akan menyelesaikan masalah."
Memang benar, marah marah dan meluapkan semua amarahnya tidak akan menyelesaikan masalah. Tapi tetap saja, merisak Berta membuat hatinya senang bukan main.
Kepala Berta berdenyut kesakitan. Rambutnya rontok parah. Dia sudah pernah begini, jadi ini bukan hal yang akan membuatnya kaget. Alih alih menangis, Berta justru yang sudah lepas segera menaiki tangga menuju kamarnya.
"Mau kemana kau? HEIII..." Berta di teriakin Bibinya.
Berta berlalu lalang tanpa menoleh ke belakang.
Dia berjalan menuju kamar yang ada di ujung pojokan.
Sejak Summer mencapai usia dewasa, kamar Berta pun di ambilnya. Dulu mereka beralasan kalau Summer suka sakit sakitan dan membutuhkan kamar yang bagus pencahayaan nya. Awalnya Berta menawarkan untuk menempati kamar itu berdua. Tapi sejak Sonic sang kakak di kirim ke luar negeri, Berta langsung di usir dari kamarnya.
Sudah sudah 10 tahun sejak kakaknya di kirim ke luar negeri. Kakaknya bahkan sudah bekerja di luar negeri selama 5 tahun. Mereka menjadi terasing dan tidak dekat satu sama lain.
Berta kesepian, tapi lebih dari itu dia menderita. Sendirian.
Berta mulai mengemasi barang barang nya. Lebih baik dia tidak tinggal disini. Persetan dengan rumah peninggalan kedua orang tuanya. Saat ini dia tidak berdaya. Jangankan memiliki kuasa, uang saja pas Pasan.
Sejak Berta kuliah, dia sudah bekerja paruh waktu untuk memenuhi kebutuhannya. Dia lebih baik tidak minta uang kepada Paman Frank dan Bibi Dorta.
Berta bisa lulus tepat waktu dan nilai yang memuaskan. Dengan ijasahnya saat ini, dia ingin mencari pekerjaan yang lebih baik lagi.
Setelah berkemas Berta menyembunyikan tas nya.
"Kalau aku keluar dari sini mereka tidak akan rela melihat hewan korban yang mereka pelihara kabur kan?"
Berta berniat lari diam diam. Dia merebahkan dirinya di kasur.
Kamarnya kecil dan pengap, tapi bersih dan rapi. Satu satunya surga di rumahnya adalah sudut pojokan yang dulunya adalah gudang.
"Pa..Ma... Aku rindu..." Berta menitikkan air matanya. Sampai akhirnya dia terpejam.
***
Berta bangun pukul 5. Dia mulai mengerjakan pekerjaannya mulai dari menyapu, mengepel, mencuci dan bahkan memasak. Dia kemudian sarapan lebih dulu dan mandi.
Selesai mandi dan bersiap, Berta turun. Di meja makan dia melihat keluarga tersebut tengah menikmati hidangan sarapan yang dia masak.
Bibi Dorta yang melihat ke arah Berta. Dia tahu kalau keponakan nya itu akan pergi bekerja, tapi melihatnya terlalu rapi hari ini itu mencurigakan.
"Mau kemana kau?"
Berta hanya melirik saja, dia enggan menjawab pertanyaan nenek lampir tersebut.
"Kerja." Singkat padat dan jelas. Berta ingin menghindari konflik di pagi hari ini.
"Aku antar ya?" Kenn langsung menawarkan diri.
Berta jijik melihat tatapan Kenn. Ada alasan mengapa Berta jijik dengan Kenn. Dulu sekali, sewaktu Berta pulang kerja dan kelelahan lalu lupa mengunci kamarnya, Kenn pernah masuk dan menggerayangi tubuhnya. Beruntung Berta langsung bangun dan menampar wajah Kenn. Berta tak mengungkapkan pengalaman yang menjijikkan itu ke keluarganya. Dia hanya akan dicap perempuan jalangg yang menggoda anaknya .
"No, Thanks." Berta langsung menolak.
"Kakak kenapa sih? Gak usah baik sama perempuan bar bar itu." Summer kesal dengan tingkah kakaknya .
Dorta pun melirik anaknya .
"Yah hanya menawarkan kebaikan saja." Kenn berkilah. Dorta beranggapan bahwa Kenn terlalu baik. Dia hanya tidak tahu kalau anaknya menyembunyikan kebusukannya.
Berta segera keluar rumah. Dia pergi ke Garden samping, tempat dia melemparkan tasnya. Sebetulnya di rumah itu memiliki sejumlah pembantu, tukang kebun dan sopir. Tapi Dorta sudah memecat mereka semua karena mereka terlalu pelit , juga agar tidak ketahuan aksi jahatnya selama ini .
Berta yang sudah mengambil tasnya membersihkan kotoran tanah menempel.
Tak banyak yang Berta bawa, hanya beberapa baju dan keperluan nya saja. Tapi tetap saja tas itu terlihat besar. Berta segera kabur dari rumah tersebut.
Berta tahu, bibi itu akan mencarinya. Yah mungkin tiket kencan butanya sudah di siapkan lagi.
Padahal Bibi Dorta memiliki anak perempuan sendiri. Alih alih menyodorkan anaknya, dia malah melemparkan Berta ke kawanan bajingan yang mengerikan.
Berta yakin, suatu saat karma pasti akan berlaku. Hanya... yah tidak tahu kapan itu akan terjadi .
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!