NovelToon NovelToon

Gelang System Universum

peperangan

raja zoltar

Raja elysia

disebuah planet yang jauh dari bumi berjarak ratusan juta km dan dengan jarak tempuh jutaan km cahaya.

terjadi peperang besar antara raja zoltar yang jahat dan berambisi menguasai seluruh alam semesta.

Dengan kekuatannya sekarang belum mampu menaklukan semuanya kecuali dia mendapatkan gelang system universum, gelang itu berada disebuah planet yang sudah ratusan juta tahun bersemayam dan dijaga oleh para penduduk dan raja planet tersebut.

pusat dari kekuatan planet dan sumber daya itu dari sebuah gelang system universum, jika diambil maka planet tersebut akan hancur lebur tak tersisa.

peperangan luar angkasa sedang berkecamuk. Pesawat tempur bergegas di antara planet-planet, meluncurkan laser dan roket dalam pertarungan yang penuh kebisingan dan ledakan. Di pusat konflik ini, ada sebuah planet yang menjadi pusat perebutan kekuasaan, planet yang dikenal dengan nama **Elysia**.

Elysia bukan hanya sebuah planet biasa; ia menyimpan **Gelang Universum**, sebuah artefak kuno yang memiliki kekuatan tak terbayangkan. Dengan kekuatan gelang itulah planet elysia menjadi subur indah dan penuh dengan sumber daya, Gelang ini bisa memberikan kekuatan untuk mengendalikan realitas, menciptakan dan menghancurkan segala sesuatu sesuai kehendak pemiliknya. Kabar mengenai gelang ini telah menyebar ke seluruh penjuru alam semesta, menarik perhatian berbagai penguasa dan penjahat yang menginginkan kekuasaan mutlak.

_____________

Ketika pertempuran mencapai puncaknya, planet Elysia berada dalam ancaman besar. Armada kapal tempur yang dipimpin oleh **Raja Zoltar**, seorang penguasa jahat yang sangat kuat, menyerbu planet ini dengan niat menghancurkan segala sesuatu dan merebut Gelang system Universum. Raja Zoltar, dengan ambisi menguasai seluruh alam semesta, memimpin pasukannya dengan tangan besi dan kehendak yang keras.

Di sisi lain, **Raja Elysian** menyadari bahwa planetnya tidak akan mampu bertahan lebih lama melawan kekuatan Zoltar. Dengan keputusasaan, Raja Elysian mengambil untuk mengirim Gelang Universum ke tempat yang aman. Gelang itu diluncurkan melalui sebuah mesin teleportasi canggih, diarahkan menuju **Bumi**, sebuah planet berada di galaksi Bima Sakti, berharap menemukan seseorang yang berhati bersih dan layak untuk mewarisi kekuatan tersebut.

**Pesan Terakhir:**

Sebelum hancur lebur oleh serangan terakhir dari Raja Zoltar, Raja Elysian menyampaikan pesan terakhir kepada para pengikut setianya. Dalam ruangan yang penuh dengan monitor dan hologram, ia berpesan:

**Raja Elysian:** "Kita telah kalah hari ini, tetapi harapan kami terletak pada Gelang Universum yang telah kami kirimkan ke Bumi. Cari orang yang memiliki hati yang baik dan berbuat baik. Gelang ini tidak boleh jatuh ke tangan yang salah. Semoga dia mampu membawa kebaikan dan menyelamatkan dunia kita dari kehancuran."

para penduduk elysian pun sedih tapi mereka tidak bisa berbuat banyak karena kekalahan tersebut. mereka berharap akan tiba waktunya sesorang akan membalaskan dendam mereka ke raja zoltar yang kejam dan mendamaikan kembali seluruh galaksi.

__<___<_<_<_>_<_<_<_<

didalam kabin pesawat yang berada diluar angkasa. raja zoltar pun kaget bukan kepalang saat melihat sebuah kilatan cahaya berkecepatan tinggi yang akan sulit dikejar oleh sebuah pesawat, dia tahu cahaya apa yang melintas.

raja zoltar " hah... ternyata disudah menyerah dan melepaskan kekuatan gelang itu, sial...."

" cepat cari kordinat lintasan teleport itu dan kita akan segera berteleport ke sana...?"

komandan kabin " siap tuan"

Beberapa saat kemudian mereka menemukan titik arah kordinat lintasan.

Pengawal " tuan titik kordinat lintasan teleport sudah kami ketahui, arah lintasan berada di planet bernama bumi, dan itu ratusan juta km dari kita berada saat ini. Jika kita gunakan mesin teleport, kita akan mengalami 5x pemberhentian untuk sampai di galaksi bima sakti, karena mesin teleport tidak mampu sampai ke titik tujuan dengan sekali teleport. Jika kita gunakan sekaligus kita gunakan sampai tujuan, maka pesawat pesawat kita akan meledek didalam teleport tersebut."

raja zoltar " baik lah berarti kita bersantai sejenak.... perjalanan akan memakan waktu yang lama. lalu tembak planet itu supaya mendapatkan kenangan dari kita... Hahahahaha"

pesawat pesawat milik raja zoltar yang berjumlah ribuan sejak tadi sudah mengelilingi planet elysia menembaki kearah planet itu. Hancur lebur daratan elysia dengan penuh kobaran api dan ledakan.

raja zoltar " hahahah... planet yang tadinya hijau sudah berubah menjadi merah hahahah.... Segera arah kan pesawat ke arah bumi dan lanjutkan perjalanan."

komandan kabin " siap tuan........ arahkan kordinat buka teleport kita berangkat sekarang"

Pengawal " siap komandan.... pesawat siap berangkat dalam 3..... 2..... 1... Portal tebuka pesawat berangkat"

berangkatlah pesawat pesawat zoltar menuju ke galaksi bima sakti yang akan tiba dalam waktu beberapa tahun kedepan.

Beberapa waktu lama nya perjalanan gelang universum melintasi beberapa galaksi dan tiba di bumi, tetapi sangat disayangkan gelang tersebut jatuh kedalam gua kecil dengan mulut gua mengarah keatas langit dan gua tersebut tidak pernah ada orang yang melintasi ataupun tahu akan keberadaan nya yang sudah ratusan mungkin ribuan tahun tertutupi rindangnya semak dan pepohonan hutan gunung.

kehancuran rumah tangga dan kesedihan

Rumah Ferdy berdiri di sudut jalan kecil, dikelilingi oleh kebun-kebun liar yang tak terawat. Dinding kayunya sudah mulai lapuk, atapnya bocor di beberapa tempat, dan suasana di dalam rumah tak kalah muram. Malam itu, hujan turun deras, mengguyur kota dengan suara gemuruh yang keras.

Di dalam rumah, Ferdy dan Yuni, istrinya, terlibat dalam pertengkaran hebat. Syahida, anak perempuan mereka yang masih kecil, bersembunyi di kamar, menutupi telinganya dengan bantal.

**Yuni** "Aku tidak bisa hidup seperti ini lagi, Ferdy! Lihatlah rumah kita! Lihat dirimu! Kau hanya pengemudi ojek online, dan kita tidak punya apa-apa! Aku tidak mau terus-menerus hidup miskin!"

Yuni berteriak, matanya penuh amarah dan rasa frustrasi.

**Ferdy:** (suara bergetar) "Aku tahu kita tidak punya banyak, Yuni. Tapi aku berusaha! Setiap hari aku bekerja keras, aku mencoba memenuhi kebutuhan kita. Apa kau pikir mudah bagiku?"

**Yuni:** (menyindir) "Berusaha? Usahamu tidak cukup! Kau sudah gagal sebagai suami dan ayah. Aku tidak akan menghabiskan sisa hidupku dalam kemiskinan ini. Aku ingin keluar dari sini!"

Ferdy terdiam. Kata-kata Yuni menusuk hatinya. Ia mencintai Yuni, tapi di satu sisi, ia tahu sudah lama istrinya tak lagi merasakan hal yang sama. Dan malam ini, ia menyadari semuanya akan berakhir.

**Yuni:** (suara rendah, dingin) "Aku sudah punya seseorang. Dia bisa memberiku kehidupan yang lebih baik. Aku ingin cerai, Ferdy. Aku akan membawa Syahida bersamaku."

Ferdy terkejut, jantungnya berdetak kencang. Ia merasa seperti dihantam palu. Ia tak bisa berkata apa-apa. Air mata menggenang di matanya, tapi ia berusaha menahan.

**Ferdy:** (penuh kesedihan) "Kau ingin pergi? Baik. Tapi jangan bawa Syahida. Dia satu-satunya yang masih membuatku bisa bertahan."

Yuni hanya menatapnya dingin, tanpa emosi. Ia sudah membuat keputusan, dan tidak ada yang bisa mengubahnya.

**Yuni:** "Besok pagi, aku akan pergi. Aku akan urus surat-surat cerainya. Ini sudah cukup, Ferdy."

Yuni berbalik, masuk ke kamar mereka, meninggalkan Ferdy yang berdiri kaku di ruang tamu. Ia menatap lantai, tangannya terkepal, tapi tak ada yang bisa ia lakukan. Dalam hatinya, ia tahu semua sudah berakhir.

---

keesokan pagi, Yuni benar-benar pergi. Ia membawa Syahida bersamanya, meninggalkan Ferdy sendirian di rumah yang sekarang terasa lebih sepi dari sebelumnya. Ferdy menatap pintu yang tertutup rapat setelah Yuni pergi. Ia merasa hampa, tapi ia harus melanjutkan hidup.

Seperti biasa, Ferdy mengambil helmnya dan keluar untuk bekerja. Ia pergi ke basecamp ojek online, tempat ia dan teman-temannya berkumpul sebelum mengambil penumpang. Basecamp itu hanya sebuah warung kecil di sudut jalan, tempat pengemudi ojek online berkumpul, minum kopi, dan mengobrol sebelum memulai hari.

Tiba dibasecamp ojek online disana terdapat ryan, anto, sukirman, warto, dan yoga mereka adalah sahabat yang saling mengerti.**Bab 3: Menuju Gunung, Meninggalkan Kesedihan**

Malam itu, Ferdy merasa lega setelah mengobrol dan berpamitan dengan teman-temannya di basecamp ojek. Mereka memberinya semangat dan dukungan yang hangat. Ia tahu hidupnya sedang berada di titik terendah, namun pendakian gunung selalu menjadi pelarian yang ampuh untuknya. Di gunung, ia bisa merasakan kedamaian dan kebebasan yang jarang ia temukan di kota dengan segala hiruk-pikuk dan masalah hidup.

Dengan penghasilan dari mengojek hari itu, sebesar 500 ribu rupiah, Ferdy merasa cukup untuk biaya perjalanannya. Pulang ke rumah yang reot, Ferdy menatap kosong ke arah kamar yang dulu ditempati Syahida. Suasana sunyi seakan semakin mempertegas kekosongan hidupnya sejak ditinggal Yuni. Ia menarik napas panjang dan berusaha mengalihkan pikirannya dengan mempersiapkan alat-alat pendakian.

Ia memasukkan barang-barang yang sudah menjadi rutinitas: sepatu gunung, jaket tebal, tenda, alat masak, dan bekal makanan yang cukup untuk beberapa hari. Ferdy bukan pendaki pemula. Dari usia remaja, ia sudah terbiasa mendaki. Gunung bagi Ferdy adalah rumah kedua, tempat ia bisa menemukan ketenangan, kedekatan dengan alam, dan terkadang, pelarian dari kehidupan yang begitu keras di kota.

---

Keesokan Hari, Pagi yang Dingin

Saat fajar menyingsing, Ferdy sudah bersiap. Dengan tas gunung besar yang tergantung di punggungnya, ia berjalan keluar rumah dan menuju halte bus. Jalanan masih sepi, embun pagi menggelayuti daun-daun di tepi jalan. Ferdy melangkah mantap menuju halte, tempat bus yang akan membawanya ke kaki gunung menunggu.

Setibanya di halte, ia bertemu beberapa pendaki muda yang juga hendak mendaki gunung yang sama. Ferdy mengenali beberapa wajah mereka. Sejak lama, nama Ferdy sudah cukup dikenal di kalangan pendaki, baik yang senior maupun junior. Ia sering kali diminta menjadi porter, pemandu yang membantu membawa barang-barang berat bagi pendaki pemula.

Di halte, seorang pendaki muda bernama **Gilang** menyapanya.

**Gilang:** "Eh, Mas Ferdy, mau naik ke gunung juga nih?"

Ferdy tersenyum tipis dan mengangguk.

**Ferdy:** "Iya, Gilang. Sudah lama nggak mendaki. Mau cari udara segar sedikit."

**Gilang:** "Wah, kebetulan banget, Mas. Aku sama temen-temen juga mau naik. Kita berangkat bareng aja kalau Mas Ferdy nggak keberatan."

**Ferdy:** "Boleh aja, nggak masalah."

Meski ia berencana mendaki sendirian, Ferdy tak menolak ajakan Gilang dan teman-temannya. Mereka adalah pendaki muda yang penuh semangat, tapi masih butuh banyak bimbingan. Ferdy merasa sedikit tanggung jawab untuk menjaga mereka selama pendakian nanti.

Setelah beberapa menit menunggu, bus datang dan membawa mereka ke kaki gunung. Sepanjang perjalanan, Ferdy tak banyak bicara. Ia lebih banyak duduk diam, menikmati pemandangan alam yang semakin hijau dan asri saat bus perlahan meninggalkan hiruk-pikuk kota. Rasa damai mulai menyusup ke dalam hatinya, meski sesekali bayangan Syahida, anak perempuannya yang ia cintai, melintas di benaknya.

---

**Di Kaki Gunung**

Bus berhenti di basecamp pertama, tempat para pendaki biasa memulai perjalanan mereka. Ferdy turun dan menyapa beberapa pendaki senior yang mengenalnya. Salah satunya adalah **Pak Manto**, seorang penjaga basecamp yang sudah bekerja di sana selama puluhan tahun.

**Pak Manto:** "Wah, Ferdy! Lama nggak keliatan, nak. Mau naik lagi ya?"

**Ferdy:** "Iya, Pak. Udah lama nggak naik, kangen udara gunung."

**Pak Manto:** "Bagus, bagus. Gunung memang tempat terbaik buat nenangin pikiran. Kau tahu sendiri, gunung ini udah banyak ngeliat orang datang bawa beban berat, tapi selalu pulang dengan pikiran yang lebih ringan."

Ferdy tersenyum tipis. Kata-kata Pak Manto seolah menggambarkan apa yang ia rasakan. Gunung memang selalu menjadi tempat pelariannya setiap beban hidup terasa terlalu berat untuk dipikul.

Setelah mengurus administrasi dan registrasi pendakian, Ferdy dan rombongan Gilang mulai bersiap mendaki. Matahari mulai naik perlahan, dan udara di kaki gunung masih terasa sejuk. Ferdy memimpin perjalanan, seperti biasa ia berjalan di depan, memastikan jalur pendakian yang aman.

---

Jalur pendakian yang mereka lewati hari itu cukup curam. Beberapa dari teman-teman Gilang mulai kelelahan, sementara Ferdy melangkah mantap tanpa ragu. Pengalamannya sebagai porter membuatnya terbiasa menghadapi medan yang berat. Sesekali ia menoleh ke belakang, memastikan semua orang baik-baik saja.

**Gilang:** (terengah-engah) "Mas Ferdy… kuat banget ya. Kita udah ngos-ngosan dari tadi, Mas masih santai aja."

Ferdy tertawa kecil, berhenti sejenak untuk menunggu mereka.

**Ferdy:** "Ya, biasa aja. Kalau udah sering naik, lama-lama badan terbiasa sama medan. Tapi ingat, jangan terlalu memaksakan diri. Kita naik pelan-pelan aja, yang penting sampai puncak dengan selamat."

Teman-teman Gilang mengangguk. Mereka terlihat terkesan dengan ketangguhan Ferdy, dan sejak saat itu, mereka lebih banyak diam, mengikuti jejak langkahnya dengan penuh hormat.

Sore harinya, mereka mencapai pos peristirahatan pertama. Ferdy memasang tendanya dengan cekatan, sementara Gilang dan teman-temannya masih berjuang mendirikan tenda mereka sendiri. Setelah semua tenda berdiri, mereka duduk mengelilingi api unggun kecil yang mereka nyalakan untuk memasak.

**Ferdy:** "Besok kita lanjut lebih awal. Kalau mau lihat matahari terbit di puncak, kita harus bangun sebelum subuh."

**Gilang:** "Siap, Mas Ferdy. Wah, nggak sabar nunggu lihat sunrise di puncak. Kata orang-orang, pemandangan di puncak sini luar biasa."

**Ferdy:** "Benar. Pemandangannya memang indah. Tapi yang lebih penting dari itu, perjalanan ke puncak yang biasanya bikin orang merasa lebih tenang."

Suara gemerisik dedaunan dan angin malam yang dingin menemani mereka sepanjang malam. Ferdy terbaring dalam tendanya, tapi pikirannya masih melayang ke tempat lain. Kenangan tentang Syahida dan Yuni terus muncul di benaknya. Malam itu, Ferdy memutuskan bahwa pendakian kali ini bukan hanya tentang menenangkan diri, tapi juga tentang menemukan jawaban. Jawaban tentang apa yang harus ia lakukan setelah ini.

---

Diambang kematian

Ferdy terbaring dalam tendanya, namun pikirannya tak bisa berhenti memikirkan kenangan tentang Syahida dan Yuni. Rasa sakit emosional dan kesedihan yang mendalam membuatnya merasa tidak nyaman. Dalam ketiduran yang tidak nyenyak, Ferdy tiba-tiba terbangun saat mendengar suara yang memanggil namanya.

**Suara** "ayah.... Aku disini.... Ayah... Ayah..."

**Ferdy:** (terjaga, bingung) "Syahida? Syahida, itu kamu?"

Ferdy berusaha mengabaikan suara itu, tetapi semakin lama, suara itu semakin jelas tapi tak kunjung melihat sosok suara itu.

Ia merasakan dorongan yang kuat untuk mengikuti suara itu. Tanpa menyadari bahwa ia meninggalkan api unggun dan tendanya, Ferdy berlari menuju sumber suara, yang tampaknya berasal dari arah puncak gunung.

Namun, dalam kegelapan malam yang pekat, ia tanpa sengaja berbelok menuju hutan lebat yang jarang dilalui.

Jalan setapak di hutan semakin sempit dan terjal. Angin dingin menyapu wajahnya, dan suasana gelap semakin menambah rasa ketidaknyamanan.

Ferdy terus berlari, berusaha menemukan suara itu, hingga tiba-tiba kakinya tersandung dan ia terjatuh ke dalam sebuah gua kecil namun dalam.

Tubuhnya menghantam dinding-dinding gua berbatu dengan keras, menyebabkan luka-luka di sekujur tubuhnya.

**Ferdy:** (dalam keadaan lemah) "Syahida… tolong…"

"Ayah...mencintaimu...nak..... jangan.... tinggalkan ayah...." Dengan terbatuk dan mengeluarkan darah segar dimulutnya.

Ferdy pun tergeletak tak bergerak, tubuhnya penuh luka dan tulangnya patah. Ia kehilangan kesadaran dan kemungkin tak tertolong jika terlalu lama.

---

**Pagi Menyambut**

Pagi menjelang, dan kelompok pendaki mulai terbangun.

Gilang dan teman-temannya memulai rutinitas pagi mereka dengan memasak makanan. Saat mereka bersiap-siap untuk summit ke puncak, mereka menyadari Ferdy belum juga bangun.

**Gilang:** (memeriksa tenda Ferdy) "Eh, di mana Ferdy? Tenda dan barang-barangnya masih di sini."

Teman-teman Gilang mulai panik. Mereka berpikir berbagai kemungkinan, mulai dari Ferdy mungkin sudah pergi ke puncak tanpa memberitahu, atau mungkin ia melarikan diri karena telah dibayar, atau bahkan mungkin sedang buang air dan belum kembali.

**wahyu** (teman gilang) "Kalau benar Ferdy pergi ke puncak, kenapa barang-barangnya masih di sini?"

**fitri**(teman gilang) "Mungkin dia ada masalah. Kita harus cari tahu. Jangan-jangan dia tertinggal atau ada sesuatu yang terjadi."

**Gilang** "sudah jangan ribut ataupun panik. Kita tunggu mas ferdy, aku tau sifat dia. Dia orangnya sangat bertanggung jawab. siapa yang menunggu mas ferdy angkat tangan dan yang tidak boleh berangkat summit tapi tanpa kami yang mengakat tangan bagaimana?" Gilang yang sudah mengetahui sifat Ferdy.

Dan memutuskan untuk tidak panik dan menunggu sebentar dan memberikan saran kepada rekannya tapi semua mengangkat tangan hanya 2 orang saja yang tidak, yang dua orang pun akhirnya pasrah mengikuti yang lainnya.

Namun, setelah satu jam berlalu dan Ferdy masih belum muncul, ia memutuskan untuk membagi tim.

**Gilang:** "Oke, kita bagi tugas. Tim pertama akan naik ke puncak dan cek kalau-kalau Ferdy ada di sana. Tim kedua akan mencari di sekitar sini dan sekitar hutan. Tim ketiga akan tinggal di pos, berjaga-jaga dan menghubungi basecamp untuk meminta bantuan."

Mereka mulai melaksanakan rencana. Gilang juga menyadari bahwa HT milik Ferdy tertinggal di tenda.

**Gilang:** "Saya coba hubungi basecamp lewat HT. Mungkin ada yang bisa kita lakukan untuk segera menemukan Ferdy."

---

**Di Dalam Gua**

Sementara itu, di dalam gua, keadaan Ferdy semakin buruk. Tubuhnya dingin dan luka-lukanya belum mendapatkan perawatan. Dalam kegelapan dan kesunyian gua, Ferdy terbaring masih belum ada tanda tanda sadar.

---

**Upaya Mencari**

Di luar, tim pencari mulai menyebar. Gilang dan timnya dengan cepat membagi tugas dan melakukan pencarian. Gilang menggunakan HT untuk menghubungi basecamp utama.

**Gilang:** (melalui HT) "Basecamp, ini Gilang dari kelompok pendaki. Kami sedang mencari rekan kami, Ferdy, yang hilang. Kami sudah memeriksa sekitar pos tenda, dan barang-barangnya masih ada. Kami butuh bantuan untuk mencari di sekitar hutan dan gunung."

**Basecamp:** "Terima kasih, Gilang. Kami sudah mendapatkan laporan dan segera mengirim tim penyelamat. Pastikan untuk terus melaporkan kemajuan kalian dan tetap hati-hati."

Setelah berkomunikasi dengan basecamp, Gilang dan timnya melanjutkan pencarian dengan semangat baru. Mereka berdoa agar Ferdy ditemukan dalam keadaan selamat.

---

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!