NovelToon NovelToon

SILVANA

chapter 1. asal-usul Silvana

Silvana gadis cantik dan ceria yang tinggal di panti asuhan sejak bayi, ia tidak tahu sebenarnya orangtuanya masih hidup atau sebaliknya. ibu panti hanya menemukannya di depan pintu dengan sepucuk surat yang tertulis "Tolong rawat dia dan beri nama Silvana". ibu panti yang bernama Martha itu memang sudah merawat Silvana hingga dewasa tapi Martha merawatnya dengan kekerasan dan bahkan Silvana diberi makan hanya satu kali dalam sehari.

Silvana tumbuh tanpa kasih sayang orangtua dan ibu panti yang ia harapkan menjadi orangtua penggantinya itu justru malah menorehkan luka pada dirinya, setiap hari Silvana harus membersihkan seluruh panti seorang diri, mencuci baju seluruh penghuni panti dan memasak itu semua Silvana lakukan dengan ikhlas, tapi tidak pernah sekalipun ia mendapat ucapan terimakasih atau bahkan mendapat perlakuan baik, itu semua tidak pernah Silvana dapatkan. Martha selalu menyalahkan Silvana tentang semua hal yang bahkan bukan kesalahan Silvana. tapi, ada satu orang yang baik kepada Silvana, yaitu bu Ayu. bu Ayu juga seorang pengurus panti tapi berbeda dengan Martha, bu Ayu selalu menjadi pembela disaat Silvana di saat Martha menyiksanya.

"Silvana, jangan menangis lagi ya" Ayu berusaha menenangkan Silvana yang sedang menangis karena perlakuan Martha.

"Aku tidak menangis" Silvana mengusap air matanya.

Sudah 25 tahun Silvana mendapat perlakuan jahat dari Martha, bahkan hampir setiap hari ia menangis.

"Aku tau kamu sudah terbiasa dengan perlakuan Martha tapi rasanya tetap sama, kamu pasti sakit hati dan berujung menangis"

"Aku hanya lelah, bu. aku tidak ingin menangis lagi, tapi air mata ini mengalir sendiri" Silvana mengusap kasar pipinya, ia merasa kesal karena selalu menangis.

"Ibu tau Silvana, sini peluk ibu" Ayu memeluk Silvana, hanya Ayu yang mau menemani dan mengajak Silvana bicara, yang lain tidak berani dekat dengan Silvana karena takut akan dibenci juga oleh Martha.

Sebenarnya bukan tanpa sebab Martha membenci Silvana, alasannya adalah karena sejak Silvana kecil sangat banyak orang yang ingin mengadopsinya, karena sejak Silvana kecil ia sudah cantik, kulitnya putih, rambutnya hitam dan panjang, hidungnya mancung, bibirnya mungil merah muda, dan bola matanya berwarna hazel. ia benar-benar gadis kecil yang sangat cantik, tapi Silvana selalu menolak jika ada yang ingin mengadopsi dirinya. Silvana sudah pernah di adopsi oleh pasangan suami istri yang kaya raya dan Martha mendapat banyak uang dari pasangan tersebut, tapi Silvana tidak mau di adopsi lalu Martha terus memaksa dan memukulinya. akhirnya dengan berat hati Silvana menyetujui dan pergi bersama pasangan suami istri tersebut. selama di tempat tinggal barunya, Silvana terus menerus menangis ingin kembali ke panti, padahal disana Silvana tidak kekurangan apapun, bahkan kasih sayang yang diberikan untuknya pun sangat tulus. pasangan suami istri tersebut sangat menyayangi Silvana, tapi Silvana tetap ingin kembali ke panti.

Setiap hari Silvana kecil selalu menangis dan meminta kembali ke panti pada orangtuanya angkatnya. orangtua angkatnya selalu mencoba membujuk Silvana dengan mainan-mainan yang bagus dan banyak. tetapi tetap saja Silvana ingin kembali ke panti asuhan.

Sampai pada akhirnya orangtua angkatnya hilang kesabaran dan mengembalikan Silvana ke panti asuhan, tak lupa mereka juga meminta kembali uang yang di berikan kepada Martha sebagai alat tukar Silvana. hal itulah yang membuat Martha membenci Silvana, karena sampai saat ini Silvana tidak ingin meninggalkan panti ini, padahal Martha sering menyiksanya agar Silvana tidak betah di panti ini. tapi usaha Martha sia-sia, Silvana terus bertahan sampai sekarang walaupun hari-harinya di isi oleh penderitaan dan tangisan.

Silvana sendiri punya alasan kenapa ia ingin tetap berada di panti asuhan ini, bahkan dengan semua perlakuan buruk Martha ia tetap bertahan. alasannya adalah ia menunggu orangtua kandungnya datang, ia punya keyakinan bahwa orangtua kandungnya masih hidup dan akan menjemputnya ke panti asuhan ini. ia berpikir, jika ia pergi nanti orangtua kandungnya mencarinya? maka dari itu ia akan tetap menunggu orangtua kandungnya walaupun Martha selalu berkata bahwa penantiannya sia-sia, Martha selalu berkata bahwa orangtua kandungnya sudah meninggal dunia, itu semua Martha lakukan agar Silvana pergi dari panti. tapi apapun yang Martha katakan, tidak sekalipun membuat pertahanan Silvana goyah, ia ingin terus menunggu orangtuanya walaupun setiap hari mendapat siksaan.

"Silvana, kamu berhak bahagia" ucap Ayu.

"Maksud ibu apa bicara seperti itu?" tanya Silvana.

"Carilah kebahagiaanku sendiri, nak. pergilah dari sini dan pergi dari semua penderitaan yang kamu rasakan" jawab Ayu bersusah payah menahan air mata.

"Apa ibu mengusirku?" Silvana menoleh.

"Bukan seperti itu, ibu menyayangi Silvana seperti anak ibu sendiri. ibu hanya ingin Silvana bahagia, mau sampai kapan kamu bertahan dengan segala penderitaan yang Martha berikan? ibu takut, nak"

"Takut apa bu?"

"Ibu takut Martha bertindak lebih jauh lagi, karena ibu tau kalau Martha adalah orang yang kejam jika sudah benci pada seseorang" Ayu menatap Silvana.

"Tapi aku bisa bertahan sampai saat ini, bu. aku sudah sangat terbiasa dengan perlakuan bu Martha padaku. aku tidak akan pergi kemana pun, aku akan tetap menunggu orangtuaku datang"

"Jangan keras kepala, Silvana. pergilah selagi masih bisa, dan carilah kebahagiaanmu, nak. kamu berhak bahagia"

"Aku tidak akan pergi, bu. aku akan tetap disini bersama ibu dan aku bisa bertahan sebentar lagi. aku yakin, orangtuaku akan datang secepatnya" Silvana memeluk Ayu.

"Silvana, hiks hiks hiks" Ayu menangisi keputusan Silvana, ia hanya takut jika keputusan yang Silvana ambil adalah keputusan yang salah.

"Jangan menangis, bu. selama masih ada ibu yang melindungi aku, tidak akan terjadi apa-apa padaku"

"Ibu selalu berdoa agar kamu segera mendapat kebahagiaan yang tiada tara, dan segera terlepas dari segala penderitaan"

"Iya bu, terimakasih sudah hadir dan mau melindungi aku"

Silvana melanjutkan pekerjaannya membersihkan panti dan Ayu pun melakukan hal yang sama.

"SILVANAAAA" Martha berteriak.

"Ada apa, bu?"

"Kenapa belum masak, hah? sudah siang belum ada apa-apa di meja!" Martha menjambak rambut Silvana.

"Akhh... a-aku bingung harus memasak apa bu, karena bahan-bahan persediaan sudah habis"

"Kenapa malah diam saja? cepat sana pergi ke pasar!" Martha melepaskan rambut Silvana dengan kasar.

"Tapi aku tidak punya uang, bu"

"Tidak berguna, sejak kecil sampai sekarang kamu memang tidak berguna, Silvana!"

"Aku sudah berusaha agar aku berguna, bu"

"Sia-sia aku membesarkanmu!"

Silvana hanya diam saja, sudah biasa ia mendapatkan makian dan kata-kata kasar dari Martha.

"Cepat pergi ke pasar dan beli apapun yang bisa dimasak!"

"Aku tidak punya uang, bu. dengan apa aku membelinya"

"Jual saja ginjalmu, buat hidupmu sedikit berguna!"

Silvana terkejut dengan ucapan Martha barusan, baru kali ini Martha menyuruhnya dengan hal yang gila.

"Kenapa masih diam? cepat, pergi ke pasar!"

Dengan bingung, Silvana melangkahkan kakinya menuju pasar, walaupun ia tidak tahu harus membeli bahan masakan dengan apa.

chapter 2. pergi saja Silvana

Dengan bingung Silvana terus melangkah menuju pasar. setiap langkah Silvana terselip rasa kebingungan bagaimana caranya mendapatkan uang untuk membeli bahan masakan, ia terus berjalan sampai ia menemukan rumah makan yang cukup ramai. ia menghampiri rumah makan tersebut dengan harapan mendapat pekerjaan.

"Permisi, bu"

"Mohon antri ya, nak. seperti yang lain"

"Tapi, bu. saya bukan ingin membeli"

"Terus mau apa? saya sibuk, jangan ganggu kalau tidak ada keperluan"

"Saya mau melamar pekerjaan, bu. apa saja yang penting saya dapat uang" Silvana memelas, berharap diberi pekerjaan.

"Oh, kebetulan sekali pegawai saya tidak masuk karena sakit. pelanggan juga sedang ramai, kamu bisa bantu-bantu saya melayani, ya"

"Beneran, bu?" Silvana tersenyum senang.

"Iya, sini cepat bantuin saya" jawab pemilik rumah makan itu yang tampak sibuk melayani para pembeli.

"Baik, bu"

Silvana dengan semangat membantu melayani para pembeli, ia sangat senang bisa mendapat pekerjaan secepat ini. tuhan memang tidak tidur, dan ia selalu menolong hambanya yang tengah kesulitan.

Silvana sibuk melayani para pembeli, ia belum istirahat sama sekali karena sejak tadi pembeli terus berdatangan tanpa kira-kira. ia mengelap keringat yang mengalir ke wajah menggunakan bajunya. Silvana bahkan belum makan dari pagi, tapi rasa laparnya hilang digantikan dengan rasa takut, ia takut tidak bisa membeli bahan masakan. sampai itu terjadi, Martha pasti akan sangat marah dan berujung mengusirnya dari panti. ia benar-benar tidak mau meninggalkan panti yang seperti neraka itu.

Hampir 3 jam Silvana sibuk melayani para pembeli. kini rumah makan tersebut sudah mulai sepi, iapun menghampiri pemilik rumah makan tersebut dan memberanikan diri meminta upahnya.

"Bu, maaf. pembelinya sudah tidak ada lagi, apa saya bisa mengambil upah saya sekarang?"

"Tapi saya tidak bisa memberi banyak karena kamu bekerja tidak sampai setengah hari. jika kamu bekerja sampai sore, maka saya akan memberimu upah satu hari full"

"Gapapa bu, saya butuh uangnya sekarang. berapapun yang ibu kasih, saya tetap berterimakasih sekali"

"Baiklah, saya hanya bisa kasih kamu 100 ribu saja. sebenarnya upah kamu 50 ribu, tapi saya merasa kamu anak yang baik dan saya tambahkan 50 ribu sebagai tip karena kamu sudah bekerja dengan baik dan juga cekatan membantu saya"

"Terimakasih, bu. saya sangat berterimakasih atas bantuan ibu"

"Kalau kamu butuh pekerjaan, kamu bisa datang kesini lagi. kerja kamu bagus dan saya suka, selain itu sepertinya kamu anak yang jujur"

"Iya, bu. sekali lagi terimakasih, saya tidak akan melupakan kebaikan ibu sama saya" Silvana tersenyum dan mengecup punggung tangan pemilik rumah makan tersebut.

Setelah menerima upahnya, Silvana langsung bergegas ke pasar. karena jarak rumah makan tersebut dengan pasar lumayan jauh, Silvana pun mencari ojek untuk mempercepat ia sampai di pasar.

Sampai di pasar, Silvana langsung membeli kebutuhan dapur secukupnya karena uang yang ia miliki hanya sedikit. terpenting sekarang, Silvana bisa memasak dan memberi makan penghuni panti. cukup atau tidak yang penting ia sudah berusaha sesuai kemampuannya.

Karena kehabisan uang, Silvana tidak bisa naik ojek. sisa uang yang ia belanjakan pun masih banyak yang belum terbeli. jarak panti dengan pasar sangat jauh, namun mau bagaimana lagi? ia harus berjalan kaki sambil membawa barang-barang belanjaannya.

Sesekali ia berhenti untuk beristirahat, bajunya sudah basah karena keringat tambah lagi ia belum makan sedari pagi jadilah tenaganya hanya sedikit. ia sudah tak kuat jika harus jalan lagi, ia mencoba memberhentikan mobil untuk di tumpangi tetapi belum ada yang mau memberinya tumpangan. hampir satu jam Silvana menunggu, akhirnya ia mendapatkan tumpangan dari mobil pengangkut pisang, Silvana duduk di belakang dengan tumpukan-tumpukan pisang.

*****

Sampai di panti, Silvana langsung berlari kecil masuk ke dalam. setelah di dalam, Silvana melihat Martha sedang makan makanan yang banyak sembari tertawa-tawa.

Tawa Martha terhenti saat melihat Silvana kembali dengan penampilan yang acak-acakan.

"Kamu sudah kembali, kenapa lama sekali? ku pikir kamu kabur. aku sudah membeli banyak makanan sebagai perayaan kepergianmu. tapi ternyata, kamu malah kembali" ucap Martha sembari bersidekap dada.

"Tapi, bu. ibu sendiri yang meminta saya untuk membeli bahan masakan ke pasar, ini aku sudah membelinya"

"Darimana kamu mendapatkan uang? menjual diri, ya? hahaha" tawa Martha terdengar menggelegar setelah melontarkan kata-kata hinaan.

Silvana menatap Martha dengan sangat marah, ingin sekali ia menampar wajahnya. ia sudah berjuang untuk mendapatkan uang agar bisa membeli bahan masakan, karena Silvana pikir Martha sedang tidak punya uang. tapi ternyata, itu adalah cara licik Martha agar Silvana pergi dari panti ini. Martha benar-benar asyik tertawa di atas penderitaan Silvana. tapi, mau semarah apapun Silvana, ia tidak bisa berbuat apa-apa apalagi sampai melawannya. Silvana memutuskan untuk masuk ke dalam kamar meninggalkan Martha yang masih asyik tertawa. sebenarnya ia sudah sangat lelah, bukan hanya fisiknya yang lelah, tetapi juga mentalnya.

Sampai di dalam kamar, Silvana langsung merebahkan tubuhnya di atas ranjang. ia memejamkan matanya di iringi dengan air mata yang juga luruh membasahi pipinya.

"Hiks, hiks...aku tidak mau menangis, aku tidak mau"

Silvana berbicara sendiri sambil mengusap kasar air matanya.

"Kenapa mata ini bodoh sekali? beberapa kali aku bilang jangan menangis, hiks hiks..."

Tak lama, terdengar suara ketukan pintu dari luar. sudah dipastikan bahwa itu Ayu yang sangat mengkhawatirkan kondisinya, apalagi ia pergi sejak pagi.

Tok...tok...tok

"Silvana, boleh ibu masuk, nak"

"Boleh, bu. masuk saja, aku tidak mengunci pintunya"

Setelah mendapat persetujuan, Ayu langsung membuka pintu kamar Silvana. Ayu melihat Silvana sedang merebahkan tubuhnya.

"Kemana kamu seharian, nak" Ayu duduk di sebelah Silvana.

Silvana bangun dan duduk di sebelah Ayu.

"Aku bekerja, bu. uang yang aku dapat di belikan bahan masakan, karena bu Martha menyuruhku ke pasar tanpa memberiku uang"

"Martha sudah keterlaluan sekali, dia malah membeli banyak makanan enak"

"Bu Martha sangat menginginkan aku pergi, bu. tapi aku masih ingin disini, aku ingin tahu sampai mana bu Martha menyiksaku, aku yakin bu Martha akan bosan dan akhirnya membiarkan aku disini menunggu sampai orangtua datang"

"Tapi, bagaimana jika Martha akan lebih keterlaluan?"

"Aku yakin, setiap orang memiliki sisi baik dalam dirinya walaupun hanya sedikit. setiap orang bisa berubah kan, bu?" Silvana menatap lirih Ayu.

"Ya, tapi tidak dengan Martha. ibu benar-benar sangat mengkhawatirkan keselamatanmu, Silvana"

"Aku akan baik-baik saja, bu" balas Silvana tersenyum tipis sembari memijit-mijit kakinya yang sakit.

"Ya ampun, kaki kamu. sebentar ya, ibu ambilkan obat" ucap Ayu khawatir setelah melihat kaki Silvana yang agak bengkak.

Lima menit kemudian, Ayu datang dengan membawa kain dan segayung air dingin serta obat pereda nyeri. Ayu mengompres kaki Silvana dengan air dingin sebelum kemudian membalurkan obat pereda nyeri. tanpa Silvana sadari, Ayu menangis hingga tetesan air matanya jatuh ke atas kaki Silvana.

"Ibu, apa ibu menangis?"

"Ibu takut terjadi apa-apa sama kamu, nak. ibu tidak bisa melindungimu jika itu terjadi, sekali lagi ibu minta, pergilah dari neraka ini, Silvana" jawab Ayu dengan suara yang lirih.

"Bu, lihat aku. aku tidak apa-apa"

"Mungkin iya untuk sekarang, tapi bagaimana dengan hari esok dan seterusnya? tidak ada yang bisa menebak apa yang akan Martha lakukan lagi padamu, nak"

"Ibu harus yakin sama aku, ibu yang tenang. sekarang, aku mau masak untuk makan malam, apa ibu mau membantu?" Silvana tersenyum manis dan tulus kepada Ayu.

"Iya, ayo ibu bantu" Ayu membalas senyum sembari mengusap air matanya, kemudian membantu Silvana berdiri.

Alasan Ayu selalu meminta Silvana untuk pergi bukan hanya karena Martha yang selalu menyiksa Silvana, tetapi Ayu mempunyai firasat buruk kalau Martha akan melakukan hal yang lebih kejam pada Silvana. tetapi Silvana selalu saja menolak dengan alasan ingin menunggu kedua orangtuanya.

*****

Selesai masak dan makan malam, Silvana bergegas masuk ke dalam kamarnya untuk mengistirahatkan tubuhnya. tubuhnya yang kian kurus karena kekurangan gizi dan selalu di paksa melakukan pekerjaan yang berat.

Silvana memegang kalung liontin yang sewaktu dirinya bayi di temukan Martha bersama dengan surat yang orangtuanya letakkan di samping keranjang Silvana, hanya kalung itu saja yang Silvana punya untuk melampiaskan rindu pada kedua orangtuanya.

"Ayah, ibu, kapan kalian datang menjemputku? kenapa sangat lama?" tanya Silvana dalam hati sembari menatap kalung liontin yang ia pegang.

"Ayah, aku sudah dewasa. jemput aku sekarang, bu"

"Aku tidak pernah membenci kalian yang sudah menitipkanku ke panti ini, karena aku yakin pasti kalian punya alasan, dan aku memaafkaan asal kalian cepat menjemputku"

Silvana terus saja berbicara dalam hati, sampai dimana ia memejamkan mata dengan sendirinya.

chapter 3. Silvana terus memohon

Silvana kembali menangis sembari memegangi kalung liontin pemberian orang tuanya, ia sangat ingin bertemu dengan orang tuanya walaupun hanya dalam mimpi. ia sangat ingin melihat wajah ayah dan ibunya, kadang Silvana tersenyum sendiri saat membayangkan pertemuan dirinya dan orang tuanya, pasti bahagia sekali. orang tuanya juga pasti sangat menyayangi dirinya, tidak seperti Martha yang terus menyiksa dan seringkali berkata-kata kasar padanya.

Semalam, Silvana tertidur dengan mata yang basah karena air mata. kalung liontin itu berada di atas dada Silvana, ia membayangkan bahwa kalung itu adalah ibunya yang sedang memeluk dirinya ketika tidur.

Benar saja Silvana mimpi bertemu dengan orang tuanya. di mimpi tersebut, orang tuanya terus memanggil dirinya dan menyuruhnya untuk segera keluar dari dalam rumah yang sudah rusak dan hampir rubuh, tapi Silvana tidak mendengarkannya dan malah balik memanggil ayah dan ibunya agar menghampiri dirinya.

-Dalam mimpi semalam-

"Silvana, kemarilah. jangan berada disana, rumah itu akan rubuh dan kamu bisa terluka, nak" ucap ibu Silvana dalam mimpi.

"Ayah, ibu, ayo kesini jemput aku. aku juga tidak ingin disini, ayo bu jemput aku. bawa aku pergi"

"Pergi, Silvana. jangan disana" ucap ayah Silvana dalam mimpi.

"Aku tidak akan pergi sebelum kalian menjemputku. ayah, ibu, kemarilah. aku sudah lama menunggu" pinta Silvana dalam mimpi dengan mata yang sudah berkaca-kaca.

Tanpa menjawab, ayah dan ibu Silvana justru membalikkan badannya dan meninggalkan Silvana seorang diri yang terus berteriak memanggilnya.

"Ayah dan ibu mau kemana? kenapa tidak membawaku, dan kenapa tidak menjemputku disini" Silvana terus berteriak dalam mimpinya.

*****

Pagi harinya...

"Ayah....ibu...." teriaknya di pagi hari.

Byurrr......

Martha menyiram Silvana dengan segayung air dingin.

"Bermimpi tentang orangtuamu lagi, hah?" tanya Martha dengan nada tinggi.

Silvana pun langsung terbangun karena air yang Martha siramkan.

"Ayah, ibu" Silvana terbangun sembari menatap sekeliling seolah mencari keberadaan orang tuanya.

"Hahaha, ayah dan ibu? orang tuamu sudah mati, jika ingin bertemu, maka segeralah mati menyusul mereka"

"Orangtuaku masih hidup dan sebentar lagi akan menjemputku kesini!"

"Apa kamu masih bermimpi? bangunlah, kenyataan pahit sudah menunggumu!" Martha menjambak rambut Silvana.

"A-ahhss, sakit"

"Cepat bangun dan segera mandi, aku ada tugas untukmu!"

"Tugas apa? apa ibu menyuruhku pergi ke pasar lagi?"

"Kamu akan segera mengetahuinya, nanti. cepat lakukan perintahku!"

"Tolong jangan usir aku dari sini, aku sudah sangat membantumu dan menuruti semua perintahmu"

"Aku tidak akan mengusirmu sebelum aku mendapat keuntungan darimu. sejak bayi ku urus itu semua tidak gratis, Silvana"

"Tapi selama ini aku sudah membayarnya dengan tenagaku"

"Hahaha, kamu pikir itu semua cukup untuk membayar semuanya? tempat tinggal dan makanan yang selama ini kamu nikmati harus kamu bayar nanti. itu semua menjadi hutang yang besar!" Martha tertawa kemudian meninggalkan Silvana.

Silvana masih duduk di atas ranjangnya yang sempit dengan bajunya yang sudah basah kuyup. apalagi yang akan Martha lakukan padanya, apa selama ini ia belum puas menyiksanya? batin Silvana menjerit.

"Aku harus kuat, aku harus bertahan. bu Martha tidak akan bisa mengusirku dari sini"

Silvana langsung bergegas ke kamar mandi untuk membersihkan tubuhnya, lalu setelahnya ia mengenakan pakaian yang sederhana. sejak kecil ia belum pernah membeli pakaian baru, semua pakaian yang ia punya adalah baju bekas yang orang sumbangkan. tapi karena Silvana cantik dan memiliki bentuk tubuh yang proporsional, apapun pakaian yang ia kenakan akan tetap terlihat bagus dan cantik. karena kecantikannya itu, ada penghuni panti yang seumuran dengannya memiliki rasa iri, namanya Mila yang sama jahatnya seperti Martha. walaupun ia juga hanya penghuni panti biasa seperti Silvana, tapi kelakuannya seperti pemilik panti. selalu menyuruh-nyuruh Silvana dan membantu Martha menyiksa Silvana.

"Mau kemana kamu?" Mila menghampiri Silvana yang sedang merias wajahnya dengan alat make up seadanya.

"Tidak, tapi bu Martha menyuruhku bersiap-siap"

"Cuci bajuku dulu"

"Tapi, aku sedang buru-buru. bu Martha akan marah jika aku terlambat"

"Makanya, lakukan dengan cepat. kamu ini bodoh sekali" Mila melempar baju kotor ke wajah Silvana.

"Kenapa kamu tidak mencucinya sendiri? kamu kan sedang tidak melakukan apapun, aku harus segera menemui bu Martha"

"Mulai bisa membangkang, ya? mau aku adukan ke bu Martha kalau kamu mengambil lipstiknya, hah?" Mila mengancam Silvana.

"Tapi aku tidak mengambilnya"

"Tentu saja, aku yang mengambilnya dan akan menuduh kamu di depan bu Martha seperti waktu itu"

Dulu Silvana pernah difitnah mengambil uang Martha padahal Mila yang mengambilnya, tapi Martha sama sekali tidak mempercayai Silvana dan malah mempercayai Mila. mungkin karena kebenciannya pada Silvana membuat apapun yang Silvana katakan tidak pernah di percaya oleh Martha.

"Kenapa kamu tega sekali? padahal selama ini, aku tidak pernah punya masalah apapun sama kamu, Mila"

"Banyak alasan untuk membencimu, bu Ayu adalah ibuku tapi dia lebih menyayangimu yang bukan siapa-siapanya. kamu hanya anak yatim piatu yang tidak berguna, kenapa kamu tidak pergi saja dari ini?"

"Aku tidak pernah meminta bu Ayu untuk lebih menyayangiku dari pada kamu, aku tidak ingin memiliki musuh. jadi, kumohon jangan seperti ini, Mila"

"Banyak bicara, cepat cuci saja bajuku. kalau tidak, kamu akan tahu akibatnya!" Mila langsung meninggalkan Silvana dan membanting pintu dengan sangat keras sampai Silvana menutup kedua telinganya.

Mau tak mau Silvana harus mencuci baju Mila dengan cepat, agar Martha tidak lama menunggunya. ia tak mau Martha memarahinya lagi dan berujung menyuruhnya untuk pergi.

Mila keluar dan bertemu dengan Martha.

"Apa kamu melihat Silvana? kenapa dia lama sekali, dari tadi aku menunggunya" tanya Martha.

"Oh, Silvana. tadi aku melihat dia sedang tiduran santai di kamarnya"

"Apa? tiduran? gadis itu benar-benar tidak berguna, kenapa tidak dari dulu aku melemparnya dari panti ini" ucap Martha dengan wajah memerah padam menahan ledakan amarah.

"Lempar saja dia sekarang, sepertinya dia sudah tidak menghargaimu, bu"

"Panggilkan dia sekarang!" perintah Martha.

"Baik, bu. aku akan memanggilnya" Mila tersenyum senang, ia tak sabar ingin melihat Silvana di lempar dari panti ini.

Mila melihat Silvana sedang mencuci bajunya di kamar mandi.

"Kamu dipanggil bu Martha" ucap Mila.

"Tapi kamu menyuruhku mencuci bajumu"

"Sudah jangan banyak bicara, bu Martha sangat marah"

"Tapi kamu tidak memfitnahku lagi, kan?" tanya Silvana merasa was-was.

Mila mengedikkan bahunya. "Lebih baik kamu temui dia sekarang" jawab Mila sembari tersenyum tipis penuh arti.

Dengan was-was dan gelisah, Silvana berjalan menghampiri Martha yang kini sedang berdiri dengan cambuk di tangan kanannya.

"Aku disini, bu"

Martha membalikkan tubuhnya dan menatap tajam pada Silvana.

"Tadi aku menyuruhmu apa? kenapa kamu malah bersantai di kamar, hah?" Martha melotot marah kemudian mencambuk Silvana dengan cambukan yang lumayan panjang.

Bukan kali ini saja Silvana di cambuk oleh Martha, ia selalu melakukannya pada Silvana jika Silvana melakukan kesalahan, walaupun kesalahan itu belum terbukti salahnya.

"Akhh, s-sakit. aku tidak bersantai, bu. t-tapi aku..."

"Gak usah banyak alasan, aku menjadi saksinya!" ucap Mila memotong perkataan Silvana.

"Tidak, Mila berbohong, bu. tadi Mila menyuruh.."

Satu cambukan lagi mendarat di tubuh Silvana sebelum Silvana menyelesaikan ucapannya.

"Silvana, kamu sudah bisa membangkang ternyata, ya. seharusnya sejak dulu aku melemparmu dari sini!"

"Ibu boleh menyiksaku sepuasmu atas kesalahan yang tidak aku lakukan, tapi jangan mengusirku dari sini. aku mohon, bu" ucap Silvana sembari membungkuk untuk melindungi tubuhnya dari cambukan Martha.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!