NovelToon NovelToon

Selingkuhan Majikan

1. GADIS MALANG

GADIS MALANG

🌸Selingkuhan Majikan🌸

Desa Sukamaju tak pernah benar-benar tidur. Di setiap sudutnya, ada suara riuh para penduduk yang selalu punya bahan pembicaraan baru, terutama tentang mereka yang dianggap berbeda.

Dan Alya, gadis desa yang berparas cantik dengan mata besar dan senyum manisnya, adalah salah satu dari mereka yang selalu menjadi bahan gunjingan.

Alya lahir dari keluarga sederhana. Ayahnya bekerja sebagai buruh tani, sementara ibunya menjual kue di pasar.

Sejak kecil, Alya sudah terbiasa hidup dalam keterbatasan. Pakaiannya sederhana, sepatunya hanya ada satu pasang, dan rumahnya yang terbuat dari kayu tua selalu bocor ketika hujan turun.

Namun, di balik kesederhanaannya, kecantikan Alya selalu menarik perhatian. Sayangnya, kecantikan itu tidak membuat hidupnya lebih mudah. Justru sebaliknya, kecantikan Alya menjadi alasan bagi orang-orang untuk mencemoohnya.

"Percuma cantik, tapi miskin! Siapa juga yang mau sama anak pembantu seperti dia?," cemooh seorang tetangga suatu hari di pasar. Alya hanya bisa menunduk seraya menggigit bibirnya agar tidak menangis.

“Lihat saja bajunya, lusuh! Jangan-jangan, itu pakaian bekas dari orang-orang kaya,” sindir seorang ibu lainnya sambil tertawa terbahak-bahak.

Mereka tidak tahu, atau mungkin tidak peduli, bahwa baju itu adalah satu-satunya yang dimiliki Alya, yang ia jahit sendiri ketika malam hari, di bawah cahaya remang-remang lampu minyak.

Meski sering dihina, Alya selalu berusaha tetap kuat. Karena sebagai anak sulung, ia menjadi satu-satunya yang bisa di andalkan oleh keluarganya.

Setiap hari, ia membantu ibunya membuat kue sebelum subuh, lalu menjualnya di pasar. Setelah itu, ia pulang untuk mengurus rumah dan adik-adiknya.

Hari-harinya dipenuhi dengan kerja keras, tanpa ada waktu untuk bermimpi besar seperti gadis-gadis lain seumurannya.

Namun, ada saat-saat di mana Alya tidak bisa menahan perasaannya. Ketika malam tiba, saat semua orang sudah tertidur, Alya sering duduk di depan rumahnya sambil memandangi bintang-bintang di langit.

Di bawah langit malam yang sepi, air mata Alya mengalir tanpa henti. Ia menangis untuk segala ketidakadilan yang ia rasakan, untuk semua hinaan yang terus menyakitinya, dan untuk hidup yang terasa begitu keras baginya.

“Mengapa, Tuhan? Mengapa aku tidak bisa hidup normal seperti orang lain? Mengapa kecantikanku hanya membuatku menderita?," bisiknya lirih, seakan berharap bintang-bintang bisa mendengar keluhannya.

Di balik wajahnya yang cantik, Alya menyimpan luka yang dalam. Luka yang tergores oleh hinaan dan cemoohan, oleh perasaan tidak dihargai hanya karena ia miskin.

Alya merasa jika dunia ini kejam bagi orang-orang sepertinya. Dan meski ia selalu berusaha kuat, ada saat-saat di mana ia merasa begitu lelah.

Lelah harus terus tersenyum meski hatinya menangis, lelah harus berpura-pura tidak peduli meski setiap kata-kata kasar itu menusuk hatinya seperti belati.

Namun, di balik semua penderitaannya, Alya bertekad untuk bertahan. Ia percaya, meski hidupnya penuh kesulitan, suatu hari nanti ia akan menemukan jalan keluar.

Dan mungkin, di balik semua ini, ada rencana yang lebih besar yang sudah Tuhan siapkan untuknya.

"Alya, kamu harus kuat dan jangan menyerah! Demi dirimu, demi ayah dan ibu, juga demi adik-adikmu!," gumamnya menguatkan diri sendiri.

**

Pagi itu, pasar Desa Sukamaju penuh dengan hiruk-pikuk. Para pedagang menjajakan barang dagangan mereka, dan para pembeli sibuk tawar-menawar.

Di tengah keramaian, Alya berdiri di balik meja kayu sederhana sambil menjajakan kue-kue yang ia buat bersama ibunya.

Senyum tipis menghiasi wajahnya, meski hatinya masih menyimpan luka dari cemoohan yang ia terima setiap hari.

Tidak jauh dari tempat Alya berdiri, seorang pria bertubuh besar dan berwajah tegas tengah melangkah pelan di antara kerumunan.

Juragan Anton, begitu ia dikenal, adalah salah satu orang paling berpengaruh di desa itu.

Ia adalah juragan tanah kaya raya yang memiliki banyak lahan dan sawah. Kekayaannya membuatnya dihormati, bahkan ditakuti oleh banyak orang.

Saat itu, tatapan Anton tertuju pada sosok Alya yang sedang melayani pembeli. Kecantikan Alya seolah memancarkan cahaya di tengah keramaian pasar yang menyilaukan matanya.

Anton berhenti sejenak, matanya menyipit saat ia mengamati gadis muda itu. Sesuatu dalam dirinya tergugah, membuat hatinya yang keras mendadak berdesir.

"Siapa gadis itu?," gumam Anton pada dirinya sendiri, tapi cukup keras untuk didengar oleh anak buahnya yang berdiri di sampingnya.

"Itu Alya, Juragan. Anak Pak Bakar, buruh tani di desa ini," jawab anak buahnya dengan cepat.

Anton mengangguk pelan dengan senyum penuh arti mulai terlukis di wajahnya. Ia merasa menemukan sesuatu yang berharga, sesuatu yang ingin ia miliki.

Tanpa berpikir panjang, Anton pun memberi isyarat kepada anak buahnya. "Selidiki lebih lanjut tentang dia. Aku ingin tahu segalanya. Dan pastikan kau temukan di mana rumahnya," perintahnya.

Tak butuh waktu lama bagi anak buah Anton untuk menjalankan perintahnya. Mereka pun segera menyelidiki kehidupan Alya dengan mengikuti gadis itu hingga ke rumah kayunya yang sederhana di ujung desa.

Ketika Anton menerima laporan itu, senyum di wajahnya pun semakin lebar. Gadis cantik yang telah mencuri perhatiannya ternyata hanyalah anak dari keluarga miskin. Ini membuatnya semakin yakin untuk melangkah lebih jauh.

**

Beberapa hari kemudian, dengan percaya diri, Anton datang ke rumah Alya. Ditemani oleh beberapa anak buahnya, ia disambut dengan hormat oleh keluarga Alya yang terkejut melihat kedatangan orang berpengaruh itu.

Kini, Pak Bakar dan istrinya hanya bisa duduk terpaku ketika Anton menyampaikan niatnya dengan tegas. Sementara, Alya hanya duduk menunduk di samping orang tuanya.

"Alya," kata Anton. "Aku ingin kau menjadi istriku. Istriku yang keempat. Jangan khawatir soal apapun, keluargamu akan hidup sejahtera jika kau setuju," lanjutnya.

Kata-kata itu menggema di ruangan kecil rumah Alya. Alya sendiri hanya bisa terdiam dan merasa shock mendengar permintaan yang begitu tiba-tiba dan tidak pernah ia bayangkan sebelumnya.

Dalam hatinya, ia tahu jawabannya. Ia tidak ingin menjadi istri keempat dari seorang pria yang tidak ia cintai, tidak peduli seberapa kaya dan berkuasa pria itu.

Namun, sebelum Alya sempat memberikan keputusan, desas-desus tentang lamaran Anton telah menyebar cepat di seluruh desa.

Orang-orang mulai berbicara di belakangnya, menyebarkan gosip dan fitnah.

"Alya itu memang gadis tak tahu malu. Miskin tapi berani menggoda juragan kaya," kata salah satu warga.

"Ya, dia pasti sudah merencanakan ini dari awal. Memang dasar perempuan pelakor, mau saja jadi istri keempat," tambah yang lain dengan sinis.

Setiap kali Alya melangkah ke luar rumah, ia merasakan tatapan penuh hinaan dari orang-orang.

Bisikan-bisikan keji itu menghantam hatinya seperti cambukan. Nama baiknya tercemar oleh gosip yang tidak berdasar, hanya karena lamaran yang tidak pernah ia minta.

Bahkan, di pasar tempat yang selama ini menjadi tempat Alya mencari nafkah, kini berubah menjadi arena penuh cemoohan.

Setiap kali ia melayani pembeli, ia mendengar orang-orang membicarakan dirinya.

Mereka menyebutnya sebagai pelakor, perempuan rakus yang ingin mengambil keuntungan dari kekayaan juragan.

Alya merasa dunianya runtuh. Tidak ada yang mau mendengarkan kebenarannya. Tidak ada yang peduli bahwa ia tidak pernah menginginkan semua ini.

Alya hanya ingin hidup tenang, menjalani hari-harinya tanpa gangguan. Tapi sekarang, semua orang memandangnya dengan kebencian, seolah ia adalah sumber dari segala masalah.

"Ya Tuhan, mengapa semua menjadi seperti ini? Apa salahku? Apa aku di ciptakan hanya untuk menderita seperti ini? 😭😭😭."

🌸🌸🌸🌸🌸🌸🌸🌸🌸🌸🌸🌸🌸🌸🌸

Bersambung...

Jangan lupa kasih dukungan like, komen, vote juga hadiahnya ya... Terima kasih sudah membaca... 🙏😘

2. TUNDUK PADA NASIB

TUNDUK PADA NASIB

🌸Selingkuhan Majikan🌸

Beberapa hari setelah kunjungan pertama Anton, udara di rumah Alya terasa semakin berat. Ketegangan menggantung di antara dinding-dinding kayu rumah kecil itu.

Alya hanya bisa terdiam, sementara pikiran dan perasaannya kini sedang berperang hebat.

Ia tahu bahwa hari ini, Anton akan datang kembali untuk meminta jawaban atas lamarannya.

Dan apa yang akan Alya katakan? Ia belum bisa memutuskan, tetapi tekanan dari setiap hinaan yang terus ia dengar semakin mempengaruhinya.

Benar saja, saat matahari mulai naik, Anton tiba dengan segala kemegahannya. Diikuti oleh beberapa anak buahnya, ia melangkah masuk ke rumah Alya dengan langkah yang yakin.

Sebagai orang yang banyak di segani, ia memasang wajah yang menunjukkan bahwa ia tidak mau menerima penolakan.

“Jadi, bagaimana, Alya? Sudahkah kau pikirkan lamaranku?,” tanya Anton sedikit mendesak, seolah dia yakin jawabannya akan sesuai dengan keinginannya.

Kini Alya menunduk seraya menatap jemarinya yang menggenggam kain bajunya erat-erat.

Hatinya berperang karena ia sama sekali tidak mencintai Anton. Bahkan ia merasa jijik dengan gagasan menjadi istri keempat.

Namun, hinaan yang tak henti-hentinya dilontarkan orang-orang desa padanya itu semakin menekan jiwanya. Setiap hari, setiap saat, ia merasa seperti tercekik oleh gunjingan mereka.

Setelah beberapa saat, akhirnya Alya mengangkat kepalanya lalu menatap Anton yang menunggu dengan sabar. Dengan suara bergetar, Alya berkata, “Aku... aku terima lamarannya, Juragan Anton.”

Seolah tidak percaya pada telinganya, Anton menatap Alya sejenak hingga akhirnya ia tersenyum dengan lebar. “Bagus! Kau tidak akan menyesal, Alya. Kau akan hidup dalam kemewahan, dan keluargamu tidak akan kekurangan apapun lagi,” ucapnya dengan puas.

**

Tanpa menunggu lebih lama, Anton segera memerintahkan anak buahnya untuk mempersiapkan pesta pernikahan yang mewah.

"Siapkan segalanya dengan cepat! Aku ingin pernikahan ini terjadi secepat mungkin," perintahnya dengan suara yang tegas.

Dalam waktu singkat, persiapan pun dimulai. Rumah kecil Alya yang dulunya sederhana kini dipenuhi oleh berbagai hadiah mahal dan dekorasi untuk pesta pernikahan.

Namun, alih-alih merasa bahagia, Alya justru merasa semakin tenggelam dalam kesedihan.

Setiap hadiah yang datang hanya mengingatkannya bahwa ia sedang dijual ke dalam kehidupan yang tidak pernah ia inginkan.

Ketika malam hari tiba, ia duduk sendirian di kamarnya. Alya tidak bisa menahan air mata yang mengalir terus menerus.

Hatinya pedih, tetapi ia tidak punya pilihan lain. Tangisannya terdengar lirih, tertahan di tengah-tengah perasaan putus asa.

Namun, ia sadar, bahwa menangis pun percuma karena tidak akan ada yang peduli dengan perasaannya. Nasibnya sudah terlanjur dipertaruhkan.

**

Hari-hari berlalu dengan cepat, dan dalam waktu seminggu, segala sesuatu telah dipersiapkan untuk pernikahan.

Hari itu tiba dengan cepat, lebih cepat dari yang Alya harapkan. Pagi hari, rumahnya dipenuhi oleh suara-suara orang yang datang membantu. Musik mulai terdengar yang menandakan pesta besar sedang disiapkan.

Sementara, kini Alya duduk di depan cermin, wajahnya dipulas dengan riasan pengantin yang membuat kecantikannya semakin bersinar.

Namun, di balik semua itu, matanya terlihat sayu dan menampakkan kesedihan yang tidak bisa ia sembunyikan.

Setiap sentuhan make-up di wajahnya seperti semakin menutup lapisan kebahagiaannya yang semakin tipis.

“Alya, kau begitu cantik. Ini adalah hari yang besar bagimu,” kata seorang wanita yang meriasnya, yang tidak tau dengan perasaan Alya sesungguhnya.

Alya hanya bisa tersenyum lemah. Hatinya ingin berteriak, tetapi suara itu tertahan di tenggorokannya.

Lalu, ketika ia melangkah keluar dan melihat pelaminan yang megah sudah dipersiapkan di depan rumahnya, rasa sesak di dadanya pun semakin kuat.

Pelaminan itu, tempat di mana ia seharusnya berbahagia dengan pria yang ia cintai, kini berdiri sebagai simbol dari nasib yang tidak bisa ia lawan.

Orang-orang desa pun terus berdatangan. Beberapa dari mereka datang dengan membawa hadiah, tapi beberapa juga datang hanya untuk menonton.

Kebencian mereka pada Alya kini seolah berubah total karena akan di nikahi juragan kaya raya hingga membuat hati Alya semakin teriris.

Mereka melihat Alya yang sudah dirias cantik dan menawan, tetapi di balik tatapan mereka, Alya bisa merasakan ada tatapan sinis, cemoohan yang masih terselubung di balik senyum mereka.

Ketika ia berjalan menuju pelaminan, setiap langkahnya terasa berat seperti membawa beban yang tidak terlihat.

Di antara kerumunan itu, Alya berharap ada seseorang yang akan menghalangi pernikahan ini, membawa kabur dirinya, atau setidaknya menawarkan pelarian.

Tapi tidak ada yang datang dan tidak ada yang berusaha menolongnya. Ia hanya bisa pasrah pada nasibnya dan menerima bahwa ini adalah jalan yang telah dipilihkan untuknya, meski ia tidak pernah menginginkannya.

"Mungkinkah hidupku akan berakhir di tangan Juragan Anton? Apakah aku akan bahagia?...

Ternyata, pangeran berkuda putih hanyalah mimpi untukku...."

**

Akhirnya, sesi ijab qobul pun akan di laksanakan.

Anton duduk di samping Alya dan tampak bangga dengan calon istri barunya. Ia sudah tak sabar untuk segera melangsungkan ijab kabul yang akan mengikat Alya sebagai istri keempatnya.

Suasana pun mulai hening ketika penghulu bersiap memulai upacara. Dan...

“Saya terima nikah dan kawinnya Alya binti—”

“Hentikan!,” Sebuah teriakan keras mengejutkan semua orang yang hadir.

Semua mata segera tertuju pada seorang wanita yang baru tiba dengan napas yang tersengal-sengal dan dengan wajah yang memerah oleh amarah.

“Hentikan pernikahan ini!,” teriaknya lagi, lebih keras, sambil melangkah maju dengan penuh amarah menuju pelaminan.

Wanita itu adalah Lestari, istri ketiga Anton, yang baru saja dinikahi sebulan yang lalu. Wajahnya dipenuhi dengan kemarahan dan kebencian yang jelas terlihat saat ia mendekati Alya.

"Dasar kau memang pelakor! Dasar gadis miskin yang tidak tahu diri!." Lestari berteriak sambil mengangkat tangannya, lalu menyerang Alya tanpa aba-aba.

Dengan penuh kebencian, Lestari mencakar wajah Alya yang sudah dirias cantik hingga riasan pengantin Alya langsung berantakan. Bahkan, luka cakar di wajahnya itu membuat darah mengalir perlahan.

Alya tidak bisa mengelak, ia hanya bisa menunduk dan menahan rasa sakit sambil menangis "hiks hiks hiks..."

Keributan itu membuat para tamu berbisik-bisik, dan beberapa di antaranya mencoba mendekat namun terhalang oleh amukan Lestari yang membabi buta.

Suasana menjadi kacau balau, dengan beberapa orang berusaha menenangkan Lestari sementara yang lain hanya menonton dengan rasa penasaran.

Anton yang awalnya terkejut segera tersadar dan bergerak untuk melindungi Alya dari serangan Lestari. “Cukup, Lestari! Hentikan sekarang juga!.”

Anton berteriak dengan suara yang keras. Ia mencoba menenangkan istrinya yang tengah mengamuk. Namun, Lestari yang sedang emosi tidak mau mendengarkan.

Ia terus saja menyerang Alya, memukuli dan mencakar dengan sisa tenaga yang ada.

Lalu, anak buah Anton segera melangkah maju dan berusaha memisahkan Lestari dari Alya.

Dengan susah payah, mereka akhirnya berhasil menarik Lestari yang masih berteriak-teriak sambil meronta. "Lepaskan aku! Aku akan membunuh wanita iblis itu! Aargghhh!."

“Bawa dia keluar dari sini! Jangan biarkan dia kembali ke sini sampai dia tenang!,” perintah Anton.

Lestari pun ditarik keluar oleh anak buah Anton, tapi suaranya yang penuh kemarahan masih terdengar dari kejauhan.

“Aku tidak akan membiarkan kau menikah lagi, Anton! Kau baru saja menikahiku sebulan yang lalu, dan sekarang kau ingin menikah lagi? Aku tidak akan diam saja!.”

Ketika Lestari akhirnya pergi, suasana pun masih terasa tegang. Anton mencoba menenangkan Alya yang duduk lemas di pelaminan, dengan wajah berdarah dan air mata yang terus mengalir.

“Alya, aku minta maaf… Aku akan memastikan ini tidak terjadi lagi,” katanya, tapi Alya hanya bisa menangis sambil menunduk karena merasakan perih di wajah dan hatinya.

Di tengah situasi kacau ini, istri pertama dan kedua Anton hanya duduk tenang di antara para tamu dan tampak acuh tak acuh pada drama yang baru saja terjadi.

Mereka bahkan terlihat tersenyum tipis, seolah menikmatinya. Mereka yakin dengan posisi mereka yang sudah kuat di hati Anton dan tidak merasa terancam oleh kehadiran Alya.

Dan untuk pernikahan baru ini, mereka anggap hanya sekadar formalitas bagi mereka. Tapi bagi Alya, ini adalah mimpi buruk yang baru saja dimulai.

3. MELARIKAN DIRI

MELARIKAN DIRI

🌸Selingkuhan Majikan🌸

Kini, Alya duduk terpaku di depan cermin sambil merasakan perih di wajahnya yang baru saja dirusak oleh amukan Lestari.

Riasan yang sebelumnya membuatnya tampak menawan kini berantakan, bercampur dengan darah dan air mata yang terus mengalir dari matanya yang merah.

Di balik cermin, ia bisa melihat bayangan dirinya dengan wajah cantik yang kini terluka, seolah mencerminkan betapa hancurnya perasaannya saat ini.

MUA yang bertugas merias Alya pun tampak kebingungan dan prihatin. Dengan lembut, ia membersihkan darah yang mengalir dari luka di wajah Alya dan mencoba merapikan riasannya kembali.

"Aduh... Kasihan sekali kamu, Alya," katanya dengan suara iba. "Wajah cantikmu kini terluka, berdarah lagi. Kejam sekali sih istri juragan Anton itu."

Alya hanya bisa menatap dirinya di cermin dengan tatapan kosong dan merasa miris. Ia tidak bisa menghentikan air mata yang terus mengalir hingga membasahi riasannya yang baru saja diperbaiki.

Segala penderitaan yang ia rasakan kini terpampang jelas di cermin itu. Hatinya berteriak, tetapi suara itu tertahan di tenggorokannya dan tidak bisa keluar.

Melihat Alya yang terus menangis, MUA itu pun mencoba menenangkannya. "Alya, kalau kamu menangis terus, make-up-nya akan mudah luntur. Ini sudah jadi nasibmu, jadi terima saja. Lagipula, kamu tidak bisa lari dari juragan Anton. Dia tidak akan membiarkanmu pergi begitu saja," ujarnya.

Kata-kata itu menusuk hati Alya. Meski MUA itu berniat menenangkannya, apa yang dikatakannya itu justru membuat Alya semakin sadar akan nasib buruk yang kini ia jalani.

"Benarkah? Benarkah hidupku selamanya akan menderita? Apakah tidak ada sedikitpun kebahagiaan untukku? 😭😭😭."

Hatinya semakin hancur, dan pikirannya mulai dipenuhi oleh keputusasaan. Namun, di balik rasa putus asa itu, munculah satu pemikiran yang tiba-tiba melintas di benaknya, yaitu...

Melarikan diri.

Alya tidak ingin hidup dalam genggaman Anton. Jika sekarang saja ia sudah mengalami penyiksaan fisik dan mental, ia bisa membayangkan betapa mengerikannya hidup sebagai istri keempat Anton.

"Aku tidak bisa hidup seperti ini," pikir Alya dalam hati. "Aku harus menemukan cara untuk keluar dari semua ini. Aku tidak bisa membiarkan diriku hancur di tangan mereka."

**

Beberapa saat...

Ketika MUA menyelesaikan pekerjaannya, Alya tersenyum lemah sambil berkata, "Bisakah aku minta waktu sebentar untuk sendiri di kamar?," pintanya dengan suara lirih.

MUA itu mengangguk dan meninggalkan ruangan dengan sopan sambil menutup pintu dengan lembut di belakangnya.

Begitu sendirian, Alya berdiri dari kursi dan melihat sekeliling kamar kecil yang sudah mulai terasa seperti penjara baginya.

Pikiran untuk melarikan diri semakin mendesak, namun ia sempat ragu untuk melakukannya.

Bagaimana nasib orang tuanya dan adik-adiknya jika ia pergi? Apakah mereka akan aman?

Namun, Alya pikir saat ini ia harus melindungi dirinya sendiri terlebih dahulu. Hanya dengan begitu ia bisa kembali dan menyelamatkan keluarganya.

Alya mengambil napas dalam-dalam dan mencoba menenangkan degup jantungnya yang semakin cepat.

"Aku harus keluar dari sini," bisiknya sambil memandangi jendela kecil di kamar itu, yang menjadi satu-satunya jalan keluar yang tampak masuk akal.

Dengan hati-hati, Alya membuka jendela dan melihat keluar.

Kerumunan orang yang menghadiri pernikahan masih ramai di luar, tapi sebagian besar perhatian mereka terfokus pada area pelaminan dan meja hidangan.

Alya merasa ini kesempatan terbaiknya untuk kabur tanpa menarik perhatian orang-orang.

Kemudian, Alya mengangkat ujung gaunnya agar tidak tersangkut dan perlahan-lahan memanjat keluar dari jendela.

Kakinya gemetar ketika ia meraih tanah di luar. Baru beberapa langkah dari jendela, Alya berhenti sejenak dan merasa ragu kembali. "Ayah, Ibu... Maafkan aku, aku harus pergi tanpa bertemu dengan kalian lebih dulu hiks hiks...."

Dengan hati-hati, Alya menyelinap menghindari kerumunan tamu. Ia berusaha untuk tidak menarik perhatian siapa pun, meski setiap suara langkahnya terdengar begitu keras di telinganya.

Tiba-tiba...

"Kakak?." Sebuah suara memanggilnya dengan lembut.

Suara itu milik adik perempuannya yang bernama Nina. Ia berdiri di dekat tumpukan hadiah pernikahan seraya menatap Alya dengan tanda tanya.

Mata Alya melebar, tetapi sebelum ia bisa mengatakan apa pun, Nina sudah berlari mendekatinya.

"Kakak, mau ke mana? Apa yang kakak lakukan?," tanya Nina cemas, namun merasa khawatir.

Alya menatap adiknya dengan mata yang mulai berkaca-kaca, lalu berkata, "Nina, kakak harus pergi. Kakak tidak bisa menikah dengan Anton. Kakak tidak bisa hidup seperti ini," bisiknya sambil menggenggam tangan adiknya erat-erat.

Nina mengangguk, seolah memahami keputusan yang berat itu. "Aku tahu, Kak. Aku mengerti. Tapi bagaimana dengan Ayah dan Ibu?."

"Kakak akan kembali untuk mereka, Nina. Kakak janji. Tapi sekarang, Kakak harus melindungi diri sendiri dulu. Kakak mohon, jaga mereka untukku," pinta Alya.

"Aku akan menjaga mereka, Kak. Pergilah sekarang, sebelum mereka menyadari Kakak hilang," jawab adiknya yang terpaut lima tahun itu.

Alya menatap adiknya sekali lagi dan berterima kasih dalam hati karena Nina mengerti betapa sulitnya keputusan ini.

"Terima kasih, Nina. Aku sangat menyayangimu."

Alya memberikan pelukan terakhir kepada adiknya sebelum kembali melangkah menuju kebebasan.

Namun, saat Alya hendak melanjutkan pelariannya, sebuah teriakan dari arah pelaminan membuatnya berhenti.

"Alya! Di mana Alya?!."

Ternyata, seseorang telah menyadari ketidakhadirannya di pelaminan. Keributan kecil pun mulai terjadi, dan Alya pun merasa semakin terdesak.

"Kak, jalan pintas lewat belakang rumah ke arah hutan! Kakak bisa bersembunyi di sana sementara waktu!," ucap Nina memberi arahan.

Tanpa berpikir dua kali, Alya mengikuti petunjuk adiknya dan berlari secepat yang ia bisa ke arah belakang rumah.

Jantungnya berdegup kencang, dan kakinya nyaris terantuk beberapa kali. Namun, dengan kekuatan yang tersisa, ia pun berhasil sampai di pinggir hutan.

Sementara itu, Nina kembali ke kerumunan dan berpura-pura tidak tahu dengan apa yang terjadi.

Ia berusaha keras menahan air mata saat melihat Anton dan beberapa anak buahnya mulai mencari Alya dengan kemarahan. Hati Nina berdebar dan berharap kakaknya itu berhasil melarikan diri tanpa tertangkap.

"Kakak, larilah... Jangan sampai tertangkap."

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!