04.00
Seperti biasanya, Luna bangun tiba-tiba.
Rambut yang berantakan dan wajah yang sembabnya karena bangun tidur, membuka scene ini.
"Gue bahkan ga pernah inget semalem mimpi apa" gumamnya.
Masih duduk mengumpulkan nyawanya yang masih separuh. Luna berusaha meraba-raba mencari ponselnya.
Membuka matanya lebar-lebar, dan hanya pesan dari Pak Abel yang muncul, satu-satunya.
-Jangan lupa, hari ini kau harus merapikan perpusatakaan di rumah ku-
Luna merengut, ini hari minggu tapi dia tetap harus ke rumah bos nya untuk pekerjaan tambahan.
Kalau bukan karena putri kembarnya yang ingin masuk sekolah menengah pertama terkenal, dia tak mungkin rela melakukan semua ini.
Luna merengek, menendang-nendang selimutnya.
"Arghhhh! masih ngantuk..... ! " teriaknya.
Malas menghadapi hari itu, tapi dia harus bangun.
#
Dorr dorr dorr.
"Raa.... cepetan! " teriak Luna pada Vera sahabatnya yang sedang di kamar mandi.
"Bentar, gue baru masuk! " ucap Vera yang terdengar malas.
"Lu, boker sambil tidur ya! " seru Luna.
"Hmmm! " jawab Vera singkat.
"Cepetan, gue mesti pergi! " Luna menggedor lagi.
"Iya... iya... " Vera selesai dan membuka pintunya.
"Mau kemana sih, ini kan minggu! " ucap Vera.
"Ke rumah Pak Abel! " Luna masuk tapi kemudian keluar lagi.
"Bau Veraaa...! " Luna berteriak.
Vera menggaruk pantatnya sembari berjalan menuju kamarnya lagi, dia tak peduli sahabatnya mengeluh, dia mau melanjutkan tidurnya. Tak boleh ada yang mengganggunya termasuk bosnya.
Luna mengerutkan dahi, terpaksa dia harus menunggu sampai bau di kamar mandi hilang.
#
Luna berlari menuju halte bus, bus pertama yang menuju pemberhentian selanjutnya dan harus naik satu bus lagi yang menuju tepat di depan apartemen bosnya.
Duduk manis menatap ke arah jalan, sesekali Luna membetulkan kacamatanya yang sudah mulai longgar nose padsnya.
Berpikir tentang 5 tahun terakhir yang dia abdikan menjadi sekretaris sekaligus asisten pribadi Pak Abel, bosnya.
Pertama kali Pak Abel menjadikannya asisten pribadi yang mengerjakan semua pekerjaan rumah dan kebutuhannya di apartemen barunya.
Pak Abel memilihnya karena rasa ibanya terhadap Luna yang punya dua putri kembar dan harus berjuang sendiri.
Perjuangan Luna menjadi karyawan restoran yang selalu dikunjungi Abel, membuatnya merasa sayang akan kemampuan Luna yang gesit dan terampil.
Abel memintanya memikirkan tawaran kerja bersamanya di rumah saat dia memutuskan untuk membeli apartemen dan pindah dari rumah orang tuanya.
Awalnya Luna tak yakin, dia harus bekerja di rumah seorang pria asing terlebih harus meninggalkan putri-putrinya.
Namun, takdir berkata lain. Luna akhirnya mengambil pekerjaan itu setelah bibi Luna, Maya mengambil kedua putrinya untuk dia jaga.
"Pergilah, bekerja dengan baik. Jangan pikirkan putri-putri mu, biar aku yang jaga"
Suara Maya begitu yakin terdengar. Luna pun mengambil kesempatan bekerja bersama Abel.
Terdengar mudah, tapi ternyata, Pak Abel adalah orang yang sangat perfeksionis. Luna hampir kewalahan dan menyerah di dua bulan pertama bekerja dengannya.
Pindahan pertama, Luna dan Abel yang merapikan rumah sendiri. Tak ada orang lain yang membantunya.
Luna juga di tuntut harus bisa menjadwalkan semua kegiatan Abel setiap harinya. Mencatat semua klien yang akan dia temui dengan semua pendapat Abel tentang klien tersebut.
Luna hendak mengundurkan diri di bulan ketiga, merasa tak sanggup dengan semua tanggungjawabnya.
Namun, Maya memutuskan untuk pindah ke kota lain karena suaminya dipindahtugaskan. Anak-anak sudah sangat dekat dengannya. Luna tak bisa membujuk mereka untuk kembali ke rumah susun yang mereka sewa dulu.
Anak-anak lebih memilih pindah dengan Maya, yang juga tak keberatan asalkan Luna tetap mengirim uang untuk keperluan mereka.
Terpaksa Luna bertahan dengan Abel dan semua pekerjaannya.
"Hmmm, bisa juga gue ternyata" gumam Luna saat bus pertama berhenti di halte tempat dia harus ganti bus.
Luna duduk lagi di halte bus. Cukup ramai hari ini, jelas hari minggu. Orang-orang pasti akan ke mall dekat apartemen Pak Abel. Liburan, menghabiskan menghabiskan waktu bersama keluarga.
"Huuutfhhhhh! " Luna menghela lagi saat busnya sudah datang.
#
"Pagi Pak! " seru Luna saat membuka pintu.
Yup, dia sudah hapal nomor sandi pintu dan langsung masuk.
Abel yang baru bangun dan sedang minum air putih, menatapnya sambil menggaruk pinggang.
"Hmmm! " jawabnya singkat karena masih minum.
Luna tak menatapnya, dia langsung masuk ke perpustakaan rumah dan membuka semua lemarinya satu persatu.
Abel memperhatikannya dari ambang pintu.
"Ganti posisi raknya, aku sudah minta dua orang untuk datang, mungkin dua jam lagi datang" ucap Abel.
Luna tersenyum, senang dia tak harus memindahkan rak-rak buku besar itu sendirian.
"Kamu siapkan sarapan dulu, aku mau mandi" lanjut Abel seraya pergi ke kamarnya.
Luna meniup poninya, tak habis pikir dengan bosnya yang tak pernah mau dirinya istirahat sejenak.
Dengan langkah berat dia masuk ke dapur. Perutnya berbunyi, dia juga lapar, belum makan sejak keluar dari apartemennya.
Luna membuka lemari es dan memilah bahan masakan yang hendak dia buat.
"Hmmm, makan apa ya? " gumamnya.
"Aku mau sandwich saja, itu tinggal hangatkan!" seru Abel dari kamarnya.
Luna menoleh, merasa Abel tahu apa yang dia ucapkan.
"Apa dia ga bosen tiap pagi makan sandwich? Sekian banyak yang dibeli, sampai penuh begini, cuma sandwich yang dimakan" gumamnya lagi.
"Aku suka sandwich, kau pilih sendiri mau sarapan apa, beli lontong sayur saja kesukaan mu" teriaknya lagi dengan nada mengejek.
Luna mengerutkan dahinya.
"Apa dia pasang cctv di dapur? " Luna mencari.
#
Dua orang pria datang dan membantu Luna.
Akhirnya, dia bisa tinggal tunjuk saja untuk melakukan semua hal. Abel memperhatikannya dari luar, dari meja makan sambil menyantap sandwichnya.
Tak tahan melihat Luna hanya menancapkan tangan di pinggang, dia memanggilnya lagi.
"Buatkan aku kopi! " serunya.
Luna menatap sinis padanya yang berpindah duduk ke sofa di depan televisi.
"Benar-benar dia ini! " keluh Luna.
Luna berjalan ke dapur.
"Kopi hitam saja, jangan terlalu manis" seru Abel.
"Ya Pak! " jawab Luna.
Suaranya terdengar biasa tapi wajahnya berekspresi lain.
Luna meletakkan cangkir kopinya di meja. Kemudian dia menatap acara yang sedang dia tonton. Luna tersenyum.
"Kenapa? Bangga sama diri sendiri? " tanya Abel.
"Hehe" Luna tersenyum bodoh.
Acara itu adalah gagasannya yang begitu terobsesi dengan kuis dengan tema anak sekolah.
Abel mengambil kopinya dan menyeruput perlahan.
"Hmmm, ini kopi yang Frans beri untuk ku tempo hari kan? " tanya Abel mencium wanginya.
Luna yang hendak ke dapur, mundur lagi menjawab Abel dengan anggukan dan senyum.
"Wahhh, enak juga" puji Abel.
"Siapa dulu yang buat! " gumam Luna.
"Kopi ini terkenal mahal loh Lun, siapa saja yang buat pasti enak" seru Abel.
Luna merasa dipukul kepalanya agar dia tak terus membanggakan diri. Tapi merasa heran juga karena Abel mengatakan hal jawaban dari semua gumaman nya.
"Dia punya indra ke enam sekarang? " Luna mengusap pundaknya sendiri merasa merinding.
\=\=\=\=\=\=>
-Pukul 08.00 ada meeting dengan klien dari Tiongkok, pukul 12.00 makan siang di rumah orang tua anda, harus! -
Tulis pesan Luna dengan ekspresi memohon di ponselnya.
"Semoga dia ga nolak buat makan siang" harap Luna dengan menangkup ponselnya berdoa.
"Cepat! busnya sudah datang! " seru Vera seraya menarik tangannya.
Mereka tak kebagian duduk dan harus berdiri.
"Anak-anak lo, dah masuk sekolah itu? Lumayan juga ya biayanya! " ucap Vera.
"Hmm, bi Maya rekomendasiin yang bagus bagus semua" jawab Luna.
"Tapi, dengan otak anak lo yang pinter kek emaknya, gue rasa Naura dan Laura pantes buat sekolah di sana" puji Vera.
"Hmmm, mau ditraktir makan siang ya lo muji muji gue, sorry gue makan di rumah Pak Suryo! " Luna mengejeknya.
"Waah, enak donk. Makanan bu Suryo kan enak banget, ya meskipun gue cuma tau ceritanya doank" Vera seraya mendelik.
"Heee, emang enak semua. Gue kenyang kalau udah main ke sana" Luna menambah pujiannya.
"Kapan kapan ajak gue ke sana, gua juga kan mau nyobain masakan bu Suryo" pinta Vera.
"Lah, emang gue keluarganya, main ajak lo ke sana. Plis deh Ra!" Luna mengipasi lehernya.
"Lu nikah aja sama Pak Abel, kan lu dah bertahan ma dia 5 tahun, berarti lu yang pantes dampingi dia hahahah" Vera merasa puas dengan ejekannya.
Luna mendorong dahi Vera cukup keras. Vera berhenti bicara saat dia menabrak pria tampan di dekatnya.
Vera tersenyum manis menebar pesonanya.
"Maaf! " ucapnya manja.
Bibir Luna menyeng-menyeng melihat cara Vera bersikap di depan pria tampan.
Tapi pria tampan itu malah menatap pada Luna dan tersenyum. Luna pun membalas senyumannya.
Kemudian matanya terbuka lebar saat dia melihat ke arah jalanan.
"Pak Abel! " gumamnya.
Abel berada di mobil di sisi bus mereka, dengan kaca mobil yang terbuka, menatap tajam ke arah Luna yang baru saja memberikan senyuman pada pria itu.
Luna terheran.
"Ada apa dengannya? Kenapa bisa barengan sih!" gumam Luna sambil menutup wajahnya dengan tas nya.
Vera masih saling senyum dengan pria itu.
Sampai di perhentian bus, mereka turun dan melihat pria itu merangkul pria gagah yang berjalan di depannya, dengan gemulainya.
Luna dan Vera saling menatap, kemudian tertawa terbahak-bahak.
"Gila, penyuka sesama sis! " Vera mengejek sambil berjalan menuju kantor.
"Ihhh, sereem! " Luna menyentuh pundaknya sendiri.
Mereka berhenti tertawa saat melihat Pak Abel berdiri menatap ke arah mereka dari jauh.
"Ihhh, bos lu dah standby aje" gumam Vera.
"Stthh! " Luna memperingatkan untuk tak bicara.
"Pagi Pak Abel! " sapa Vera.
"Hmm" jawab Abel singkat.
Luna hanya tersenyum dan mendekat.
"Dia pasti mau batalin makan siang sama emaknya" gumam Luna.
"Dah Luna! " Vera melambaikan tangannya kemudian pergi masuk terlebih dahulu.
"Dah!" jawab Luna tanpa melambai.
"Klien dari Tiongkok tidak jadi datang" ucap Abel.
"Apa? " Luna terkejut.
"Dia batalkan keberangkatan pagi, datang malam ini jadi besok meetingnya" Abel meneruskan bicara sambil berjalan.
Luna buru-buru menyusulnya.
"Jadi jam 08.00 ini tidak ada apa-apa, kamu...." Abel menjeda ucapannya.
Luna berhenti berjalan sebelum menabraknya, Abel berbalik. Mereka masuk ke dalam lift dengan beberapa orang yang merasa segan pada Abel, pimpinan utama perusahaan stasiun televisi ternama itu.
"Kamu belikan saya ketoprak yang dekat stasiun. Jangan pakai bungkus nasi, ambil kotak makan ku di pantry dan jangan lupa, jangan terlalu pedas" Abel menunjuk.
"Ya Pak! "
Semua mata menatap ke arah Luna yang terus mencatat dengan ponselnya.
Mereka menelan saliva, melihat dan memikirkan Luna harus pergi ke stasiun yang cukup jauh untuk sekedar membeli ketoprak.
Keluar dari lift, Abel langsung berjalan menuju kantornya.
Luna pergi ke pantry dekat kantor Abel, dia mengambil kotak bekal berwarna biru muda dan pergi ke stasiun.
"Arul yang mengantar kamu, dia belum parkir" seru Abel sebelum masuk ke ruangannya.
"Ya Pak! " seru Luna yang sudah belok dari meja nya.
#
Tak lama, Luna kembali, dia menyajikan ketopraknya dan menunggu Abel makan.
"Acara Lucas, siapa yang akan jadi bintang tamunya? " tanya Abel.
"Seharusnya Angga.... "
Luna belum selesai karena masih mengeceknya di ponselnya.
"Hei... kau benar-benar tidak berpikir? Lucas dan Angga tidak pernah akur, kau mau mereka saling baku hantam di depan kamera, disaksikan mata seluruh negri? Mereka akan mengkritik STARTV nantinya! Pikir pakai otak mu! "
Abel bicara sambil menunjuk dengan garpunya. Luna menelan salivanya, kesal karena meski sudah bertahun-tahun dengannya, masih saja Abel meninggikan nada suaranya tanpa mendengar kelanjutan ucapannya.
Beberapa mata rekan kerja yang di luar menatap ke dalam ruangan yang transparan itu. Mereka menatap iba padanya.
"Saya belum selesai bicara Pak! " ucap Luna berusaha mengendalikan diri.
"Lalu....? " Abel menaruh garpunya dan menghadap ke arah Luna dan menatapnya.
Luna tarik nafas, kemudian membaca laporan bagian produksi acara.
"Awalnya ide penulis untuk menghadirkan Angga dalam acara untuk minggu ini, tapi karena Lucas tak mau, bintang tamu diusahakan akan mendatangkan Lisa dari grup girl SUNNY. Tapi karena Lisa sulit dihubungi, jadi bintang tamu cadangan adalah Louis, aktor tampan keturunan Italia itu. Tapi Lucas meminta untuk mengusahakan Lisa, dalam hal ini, mungkin saya yang harus ke sana" jelas Luna.
Abel menganga dengan ekspresi Luna saat menyebutkan Louis dan saat dia yang harus mengundang Lisa langsung.
"Ok, kamu pergi undang Lisa... " Abel terdiam.
Luna berharap Arul mengantarkannya lagi, karena jika dia pergi sendiri, tidak akan sampai pada waktu makan siang di rumah keluarga Suryo.
"Kamu pergi sendiri, Arul kan harus mengantar saya ke rumah ibu, jadi jam 12 kamu harus sudah sampai di rumah ibu ku. Jangan terlambat! " lanjut Abel.
Luna menggertakkan gerahamnya, kesal bosnya benar-benar sangat kejam.
"Baik Pak! " ucap Luna kesal.
Luna pergi, dia mengambil tas selempangnya di meja kemudian pergi. Rekan kerjanya mengantarnya dengan tatapan kasihan.
"Baru saja kembali, sudah disuruh pergi lagi. Apa dia sudah makan? " gumam Aryo.
Rekan kerja yang selalu memperhatikannya.
Sampai di dalam taksi, Luna mendapatkan telpon dari Abel.
"Ya Pak! " jawab Luna dengan ekspresi kesal.
Supir taksi menunggu Luna mengatakan tujuannya.
"Bawakan seikat bunga untuk ibuku" ucap Abel.
"Baik Pak! " jawab Luna.
Dia menghela setelah menutup telponnya. Supir taksi menatapnya dari spion.
Luna paham.
"Apartemen Lion Park tengah kota" ucap Luna.
Supir taksi langsung tancap gas.
Luna turun setelah sampai di depan gedung apartemen Lisa.
Menatap penuh harap Lisa mau menemuinya setelah mungkin 3 tahun Luna tak melakukan pekerjaan ini, mengundang artis untuk hadir di acara Lucas.
\=\=\=\=\=\=\=>>
Luna memencet bel apartemen Lisa, seseorang keluar.
"Luna! " Farrel tersenyum menyambutnya.
"Siapa? Luna? " seru Lisa dari dalam.
Lisa berdiri menyambut Luna.
"Aluna Maleandra, lama tidak bertemu! " Lisa membuka kedua tangannya meminta pelukan.
"Lisa apa kabar? " Luna memeluknya.
"3 tahun loh, mesti ada acara yang harus di datengin dulu baru ke rumah aku? " keluh Lisa.
Mereka mengobrol meluapkan kerinduannya.
"Sayang banget, Lisa ada acara di hari itu, sudah keduluan Lun! " jawab Farrel, pacar sekaligus managernya itu.
"Ya udah, nggak apa-apa, nanti aku bilang sama Lucas, lagian masih ada Louis, sebelum kesini gue dah nanya dia dan dia mau, jelas lu ga akan bisa, sibuk! " Luna sedikit memuji.
"Bisa aja lu! " Lisa mengadu lengannya.
"Eh gue yakin sih Lucas ga apa-apa, tapi... " Farrel ragu.
"Ahhh ya, Pak Abel, apa dia ga akan bentak-bentak? " tanya Lisa merasa takut.
"Ahh, tenang aja, dah ga mempan" ucap Luna mengibaskan tangannya.
Farrel dan Lisa tersenyum, yakin Luna akan bisa menangani Abel.
"Lu dah jadi pawangnya" ucap Farrel sambil mengantar Luna ke pintu.
"Haa, bener pawangnya" Lisa setuju.
"Ga juga sih, cuma dah eneg aja, dan dah ga masuk hati lah, dah 5 tahun" Luna berekspresi seperti hendak muntah.
Lisa tertawa.
#
Luna sampai di toko bunga, dia memilih semua bunga kesukaan Ibunya Abel.
"Yang ini dijadikan satu semuanya" tunjuk Luna.
Dia siap dengan bunga di tangannya, Luna keluar dari toko bunga. Tapi langkahnya terhenti saat melihat Mario, mantan pacarnya, berjalan di hadapannya.
Mario melambaikan tangan ke arahnya. Luna berpaling, dia gugup takut Mario menghampirinya. Tapi Mario bukan hendak menyapanya, dia langsung memeluk wanita cantik yang berdiri di dekat Luna.
Luna melihatnya, mereka sangat mesra. Mario mengalihkan pandangan ke arahnya, Luna menutupi wajahnya dengan buket bunga.
Dia langsung pergi memanggil taksi.
Sedikit terengah-engah saat duduk di dalam taksi, selain karena telah berlari, dia juga merasa ingin menangis.
"Perumahan Orchid Residen Pak" ucap Luna.
Supir taksi tancap gas.
Luna datang tepat waktu, pukul 12.00
Tanpa memeriksa mobil Abel, dia masuk begitu saja ke halaman rumah keluarga Suryo.
"Tante Luna.... ! " seru Mikaela, putri Novel, adik Abel.
"Mikaela! " seru Luna membuka lebar tangannya menyambut balita 4 tahun itu menghampirinya.
Novel tersenyum, Clara isterinya juga suka melihat riangnya Mikaela setiap bertemu Luna.
"Manisnya! " Luna terus mencium tangannya.
Mikaela minta digendong, tapi Luna tak bisa karena memegangi buket bunga.
Novel mengambil buket bunga dari tangannya, Luna pun menggendong Mikaela. Sementara itu, Abel memperhatikan mereka dari belakang.
Novel menyadari kedatangan kakaknya, Clara, Luna dan Mikaela masuk terlebih dahulu.
Novel berhenti berjalan dan melempar buket bunga ke arah Abel.
"Bawa dan serahkan sendiri pada ibu, kau selalu saja menyuruhnya" ucap Novel.
Abel menangkapnya dengan tangkas. Dia menatap ke arah Luna yang asik menggendong keponakannya itu.
Makan siang yang tenang dan sangat sunyi, selain Luna dan Mikaela yang terus bicara, tak ada yang lainnya yang mengobrol.
Luna menatap mereka satu persatu. Saat menatap Abel, Luna langsung tak jadi melihatnya. Abel kesal, dia sadar Luna menghindari tatapannya.
#
Makan siang selesai, Luna diajak berjalan ke kolam ikan dekat taman belakang rumah oleh Liana, ibu Abel.
"Luna! "
"Ya! " jawab Luna.
"Ini kan sudah 5 tahun, sudah bisa kan? " tanya Liana.
Mata Luna membulat.
"Bisa apa Bu Liana? " Luna lupa.
"Hmmm, kamu ini, alasan Abel pindah rumah" Liana mendekatkan dirinya.
Mata Luna semakin membulat, dia tak bisa mengatakannya.
##
5 tahun lalu.
Pertama kali Luna masuk ke rumah Abel untuk jadi asistennya. Hari itu, Liana sedang mengomel dengan amarahnya yang tak mengerti mengapa Abel pindah rumah padahal Novel akan menikah dan pindah ke rumah baru bersama istrinya.
Liana menatap sinis ke arah Luna yang saat itu masih baru beradaptasi.
"Katakan pada ibu, apa alasannya kau pindah ke apartemen ini, kau juga mempekerjakan seorang wanita" ucap Liana menunjuk Luna.
"Aku ingin mandiri, bukankah itu yang ayah mau? " Abel muda melawan ibunya tanpa menatap.
"Bel, ibu ga habis pikir, masa anak direktur perusahaan STARTV tinggal di apartemen" keluh Liana.
Luna mengerutkan dahinya mendengar apartemen seolah tempat murahan, padahal apartemen yang dia tinggali adalah apartemen paling mahal saat itu.
"Aku hanya seorang manager produksi sekarang, aku masih belajar Bu, jangan membesar besarkan" Abel tak ingin melawan lagi.
"Kau ini, bagaimana nanti makan mu, siapa yang akan membangunkan mu dan.... "
"Semua akan dilakukan Luna, dia akan melakukan apa yang selama ini ibu lakukan" Abel menjawab.
Liana menatap sinis lagi ke arah Luna yang hanya bisa tersenyum.
Liana pergi, pulang, menyerah untuk membujuk anak sulungnya kembali.
Luna mengantarnya sampai dia pergi dengan mobil mercy nya.
Kembali ke apartemen, Luna melihat Abel menatap sebuah foto di tangannya, kemudian merobeknya.
Luna tak mau kepo, dia kembali bekerja dan Abel pun mulai membuat jadwal untuknya.
Namun, takdir mengatakan Luna memang harus tahu, saat dia hendak membuang sampah, foto yang dirobek Abel terjatuh.
Luna mengambilnya, tapi sampah malah jadi tertumpah, robekan lainnya terjatuh di hadapannya, foto Clara.
Mata Luna membulat, foto mereka terlihat mesra saat Luna satukan. Luna ingat bahwa Clara adalah pengantin dari Novel, adik Abel.
Luna paham mengapa Abel pindah rumah. Novel tak berencana pindah, dia tetap tinggal selama Clara kuliah di kota ini. Akan pindah saat mereka menyelesaikan kuliahnya.
##
"Kau tahu kan? " tanya Liana sekali lagi.
Luna membulatkan matanya.
"Tidak Bu Liana, aku tidak tahu" jawab Luna.
"Sudah selesai intrograsinya?" seru Abel dari arah belakang mereka.
Liana terperanjat, dia bersembunyi di balik tubuh Luna.
"Mau berapa kali ibu menanyakan hal yang sama? Sudah 5 tahun loh bu" ucap Abel mendekat.
Liana memegang kedua lengan Luna seolah menjadi tamengnya.
"Bu, aku tidak akan menggigit mu, berhenti bersembunyi dibalik tubuh Luna" Abel hendak memeluknya karena akan pamit.
"Kau mau pamit? " tanya Liana.
Abel mengangguk seraya membuka lebar kedua tangannya.
Liana datang ke pelukannya, tapi Abel malah menciuminya.
"Cukup, kau sudah tua, jangan mencium ku! " Liana mengeluh.
Luna tertawa melihat pemandangan itu, kemudian sedikit tangisnya keluar dari sudut mata kanannya. Luna menghapusnya dengan jari telunjuknya.
Liana memperhatikan itu, kemudian melepaskan pelukan Abel dan memeluk Luna.
"Kau merindukan orang tua mu? " tanya Liana.
Luna terkejut.
"Tidak Bu Liana, aku hanya tertawa sampai menangis mendengar ucapan ibu Liana yang benar, Pak Abel sudah tu... "
Abel melotot, merasa kesal Luna hendak menyebutnya tua.
Luna menggigit bibir nya sendiri.
"Memang dia sudah tua, Luna katakan padaku dia sedang dekat dengan siapa? Biar aku nikahkan dia, aku juga mau cucu darinya" Liana menarik lengan baju Luna.
Luna tertegun, Abel menatapnya.
Liana menatap mereka bergantian.
\=\=\=\=\=\=\=\=>>
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!