...HALO HALO...
...Aku kembali dengan cerita baru yang benar-benar belum pernah aku tulis...
...YAPP FANTASI yang tentu ada romansanya!!...
...HAHAHA semoga berhasil yaaa...
...HAPPY READING...
Seperti adanya sebuah portal yang terbuka, bumi berotasi begitu lambat tanpa satu orang pun sadari. Malam dengan langit gelap yang sangat amat pekat, tidak ada satu bintang pun di sana. Bulan pun sepertinya tertutupi lebatnya awan kelabu.
Seekor serigala berbulu lebat berwarna abu-abu yang berukuran besar, tidak seperti serigala pada umumnya, terlihat tiga kali lebih besar. Dia berjalan dengan kaki kanannya yang berkelucuran darah, di tengah hutan melihat sekeliling dengan tatapan mata tajam.
Ini bukan dunianya, dia merasa asing. Entah bagaimana caranya sampai di sini.
Lukanya semakin parah membuatnya mengeluarkan banyak darah. Ia merebahkan tubuhnya di bawah pohon besar.
Ia adalah manusia serigala. Pertarungan antar kubu yang saling memiliki konflik, sendirian diserah oleh mereka yang berkelompok membuatnya kalah telak. Menjadi pemimpin di kelompoknya, ia harus memiliki banyak musuh, sebab jenis serigala sepertinya memiliki kekuatan di atas kelompok lainnya.
Sebab energi yang terkuras habis, ia bahkan tidak bisa mengubah diri menjadi manusia. Setelah berlari cukup jauh, kemudian menemukan sebuah gua asing dan gelap.
Entah tempat seperti apa yang menjadi tempat singgahnya, terlihat aurora di dalam gua itu. Bukan langit, tetapi ada bintang bercahaya di sana. Ia duduk, mengistirahatkan kakinya yang hampir patah.
Tanpa disadari, ketika membuka mata, ia sudah ada di dunia ini.
.....
Semak belukar terpaksa ia terobos demi menemukan jalan keluar. Karelina, gadis itu berharap menemukan langit yang dipenuhi bintang. Namun, yang ia dapatkan malah sesat di tengah hutan.
Kegiatan camping sekolah di hutan ternyata bukan hal yang baik. Teman-temannya mengajak untuk kabur saat jam tidur. Sialnya, gadis itu terpisah sendirian dalam kegelapan tanpa membawa senter ataupun alat penerang. Di dalam tas ranselnya hanya ada makanan para temannya, ah mereka mungkin kelaparan.
Kedua tangannya bergerak menyingkirkan rumput liar di depan yang menghalangi jalannya. Hingga, Karelina menemukan jalan keluar dari semak itu. "Ah, akhirnya," ujarnya, berpikir dirinya beruntung. Pohon besar di depan, membuat keningnya mengerut. "Lalu, aku harus kemana?"
Kakinya melangkah perlahan, memberanikan diri mendekati pohon yang mungkin angker itu. Lagipula dia sudah lelah berputar-putar di dalam hutan.
Saat Karelina meregangkan otot lehernya, ia tidak sengaja melihat ke arah langit yang dipenuhi kelap-kelip indah. Manik matanya seketika membulat, bibirnya menganga. Karelina berlari, seolah mendekati cahaya bintang itu. "WOW WOW WOW!" teriaknya kegirangan, yang tanpa ia tahu membangunkan sosok di belakangnya.
Sadar merasakan ada sesuatu yang bergerak, dengan perasaan takut Karelina menoleh. Ia kesulitan melihat kegelapan di sana, membuatnya menyipitkan mata. "Anjing?"
Karelina membalik badan, perlahan berjalan mendekat. Saat dengan jelas melihat sosok di dalam kegelapan itu, maniknya seketika melebar. "Se--Serigala?" Panik. Gadis itu mati kutu.
Serigala itu terlihat mengancam dengan sorot matanya yang mengintimidasi. Dia memperlihatkan barisan gigi tajamnya. "A--Aku gak mau apa-apain kamu, kok. Tenang, ya!" Karelina berucap seolah berusaha meyakinkan hewan itu. Namun, anehnya, serigala di depannya mendadak diam di tempat tapi matanya masih terpaku pada manusia itu.
"Aku punya makanan!" seru Karelina, membuka ransel yang sejak tadi dibawanya. Ia mengeluarkan daging dari sana, yang sebenarnya akan dipakai untuk barbeque-an dengan teman-temannya. "Ini daging."
Karelina memberanikan diri berjalan mendekat, meski sosok serigala itu menyeramkan. Berusaha tersenyum agar tidak terlihat mengancam, dia sebenarnya cukup takut. Ia meletakkan daging itu di atas tanah, dan kemudian serigala berani menghampiri.
Dia memakannya dengan lahap, mempercayai manusia di hadapannya itu. Terlihat tenang, Karelina mengelus rambut kepala serigala tersebut. Gadis itu melihat kaki serigala terluka dan mengeluarkan darah, ia pun segera mengeluarkan kotak obat dari dalam tasnya.
karelina menarik sebuah kasa panjang dan membalut kaki serigala dengan lembut. Seperti mengerti sedang diobati, serigala itu merebahkan tubuhnya. Sedikit terkejut, Karelina mencoba tetap tenang. "Sudah diobati, supaya tidak lebih parah, ya," ucapnya, kemudian mengelus bulu hewan itu.
Karelina masih tidak menyangka, ia menyentuh binatang buas itu. Saat maniknya berbinar menatap mata serigala, hewan itu tiba-tiba menjadi seperti transparan dan berubah menjadi manusia.
Gadis itu sontak terkejut dan terduduk jatuh. Mulutnya menganga. "Kok?"
Manusia serigala. Dia melihat tubuhnya berubah sepenuhnya menjadi manusia. Sebenarnya, sejak tadi ia ingin berubah menjadi sosok ini tapi tidak mempunyai cukup tenaga. Setelah diberi makan Karelina, ia lebih kuat. Dia mengangkat kepala, menatap gadis menganga di depannya. "Terima kasih," ucapnya.
Karelina lebih terkejut, mendapati ia bisa berbicara. "HAA BISA BICARA?" Lelaki itu menggerakkan tangannya ingin menyentuh Karelina, tetapi langsung ditepis oleh gadis itu. "Jangan takut padaku!" kata laki-laki itu.
"Kamu sebenarnya siapa?" tanya Karelina.
"Namaku Deniar. Manusia serigala," jawabnya. "Aku bukan berasal dari sini."
Deniar, laki-laki itu mengamati sekelilingnya, memang tempat yang asing. "Aku tidak tahu bagaimana bisa tiba-tiba ada di sini."
"Lalu, apa yang sedang kamu lakukan?" Karelina bertanya. Namun, Deniar hanya menggelengkan kepala.
"Aku tadinya sedang berperang, tapi aku kalah dan harus lari. Memasuki sebuah gua dan tertidur di sana." Deniar mencoba berdiri dengan kakinya yang terluka cukup parah. "Saat bangun, aku tiba-tiba di hutan ini," katanya.
Karelina mematung, kakinya sedikit bergetar karena sangat shock. "Tidak punya tujuan?" tanyanya.
"Benar sekali." Deniar mungkin adalah orang yang hilang arah sekarang. Dia benar-benar tidak tahu dengan apa yang terjadi. "Jadi, bisakah membawaku bersamamu?" Ah, wajahnya tiba-tiba menggemaskan seperti anak hilang.
Helaan napas panjang lolos dari mulut gadis itu. Ia bingung. "Aku tidak datang ke sini sendirian. Akan aneh kalau aku membawamu bersamaku ke sana." Dia mencoba berpikir untuk menemukan jalan atas kejadian semua ini. "Aku bisa saja merawat kamu dengan kondisi seperti ini, aku juga kasihan."
"Tapi, bagaimana caranya kamu pergi denganku? Tidak mungkin aku memberitahu semua orang kamu adalah manusia serigala, kan?"
"Tentu, ini adalah rahasia kita berdua," sahut Deniar.
"Kamu bisa tunggu di sini sampai besok? Aku akan kembali menjemputmu."
Deniar menganggukkan kepala. "Tentu, asal kamu benar-benar kembali."
"Baiklah, aku harus meninggalkanmu dulu di sini," kata Karelina.
Lelaki itu mengangguk. "Hidupku tergantung padamu."
Mendengarnya, Karelina merasa ini adalah tanggung jawab yang besar. Kenapa hal ini tiba-tiba terjadi padanya. Sungguh, rumit.
Dengan ini, Karelina harus kembali mengikuti camp dan pulang. Lalu, ia harus kembali ke tempat ini untuk menjemput Deniar.
"Bisa sentuh kepalaku?" ujar Deniar. "Dengan itu, aku akan memberikan tanda agar kita saling bertaut dan kamu bisa menemukan aku."
Karelina menganggukkan kepala, menggerakkan tangannya menyentuh rambut berantakan Deniar. "Mulai sekarang, kamu selalu terhubung denganku."
Bagiamana bisa Karelina seketika melupakan bahwa sosok itu adalah serigala, setelah berubah menjadi lelaki tampan? Ah, ketampanan benar-benar menyihir bukan.
...HAPPY READING♥️...
Berdiri sebuah rumah sederhana yang bisa dibilang kecil, cukup jauh dari pemukiman warga. Kediaman Karelina peninggalan neneknya yang telah lama meninggal. Para tetangganya sudah banyak berpindah rumah karena jauh dari jalan raya, hanya tinggal Karelina sendiri.
Untuk sampai di rumah Karelina, harus melewati gang sempit dari jalan utama. Lalu, melintasi sebuah ladang sayuran milik orang yang dulunya tinggal di sana, dan sekarang sudah pindah.
Dengan ia membawa laki-laki serigala itu, cukup aman sebab tidak ada tetangga yang akan julid.
Desa Samjinae, Korea Selatan. Merupakan sebuah desa kecil yang dijuluki sebagai "slow city" atau kota lambat. Alasan desa ini mendapatkan julukan itu sebab cara hidup tradisional Korea dan laju kehidupan yang lambat, yang berbeda dengan kehidupan kota yang serba canggih dan cepat.
Karelina membuka pintu, melangkahkan kaki masuk terlebih dahulu kemudian diikuti oleh Deniar. Keadaan rumahnya selalu rapi karena ia adalah seorang perfeksionis. "Mulai sekarang, kamu tinggal di sini dulu, ya?" ujar Karelina.
Deniar mengangguk. "Terima kasih sudah mau menampung aku."
Gadis itu mengulas senyum tipis, kemudian berjalan meninggalkan Deniar yang celingukan melihat sekitarnya. Laki-laki itu berjalan menyusuri rumah kecil yang menjadi tempat singgahnya. Sebuah foto di dinding menarik perhatiannya.
Foto seorang wanita, laki-laki dewasa, dan anak kecil. Lalu, di samping foto itu juga ada seorang nenek dan cucu perempuannya terlihat seperti Karelina. Dari belakang Deniar, tanpa ia sadari Karelina berdiri di sana dengan secangkir teh. "Itu keluargaku," seru Karelina.
Deniar membalik badan karena terkejut. Lalu, Karelina menyodorkan cangkir itu. "Duduk di sana, yuk!" ajak Karelina. Keduanya pun duduk di sofa kecil di pojok ruangan. Lalu, mereka duduk saling bersampingan. "Itu teh." Karelina berucap saat Deniar hanya menatap benda di tangannya.
"Teh?" Karelina mengangguk. "Diminum?" tanya Deniar, yang membuat Karelina hanya bisa menarik sudut bibir. Deniar dengan tidak yakin meminum benda itu, yang baunya sebenarnya sangat menganggu. Saat cairan itu sampai di mulutnya, secepat kilat ia menjauhkannya.
Dia memberikan cangkir itu kembali pada Karelina. Dengan tangan kosong, Deniar mengusap lidahnya karena rasa teh sangat tidak enak menurutnya. "Sungguh aneh! Seperti air bekas mandi," sarkasnya.
Karelina terbelalak mendengarnya. "Itu terbuat dari daun. Apa kamu tidak minum hal semacam itu?" tanya Karelina.
Deniar menggeleng cepat. Dia masih mengusap lidahnya yang kaku. "Aku karnivora, hanya memakan daging. Minum air suci."
"Air suci?"
Deniar menganggukkan kepala. "Aku meminum air suci."
Mendengar pernyataan dari Deniar, Karelina yakin bahwa laki-laki itu benar-benar bukan berasal dari sini. "Bisa beritahu kamu tinggal dimana?" tanya gadis itu sangat penasaran.
"Highest level village." Deniar berucap seolah ia benar-benar dari sana. "Tempat para serigala dengan tingkat paling tinggi di dunia," katanya.
Menyerah. Karelina benar-benar tidak mengerti. Sungguh. Ia bahkan tak menyangka manusia serigala nyata adanya. Dia bukan seseorang yang suka membaca apalagi tentang hal fantasi.
"Bisa aku bertanya?" ujar Deniar, dijawab anggukan singkat oleh Karelina. "Lalu, orang-orang di foto itu sekarang dimana? Aku tidak melihatnya."
"Saat itu usiaku 10 tahun. Ibu dan ayahku ingin aku tinggal dengan nenek di sini dan aku tinggal hanya berdua."
"Setelah itu aku tidak pernah melihat kedua orang tuaku lagi. Dan, dua tahun lalu, nenek meninggal karena sakit."
"Ya, sekarang aku sendirian," kata Karelina. Ia melihat Deniar hanya menatapnya dengan mata bulat. "Jangan kasihan padaku!"
Deniar menggeleng. "Aku tidak kasihan. Kamu luar biasa bisa hidup sendirian."
Setelah berbincang cukup lama dan membuat perut lapar, Karelina ingin memasak sesuatu untuk makan malam. Kebetulan, ada menu yang cukup mewah di kulkas. Sepotong daging sapi dari pasar kemarin.
Karelina mengeluarkan daging yang beku itu dan meletakkannya di atas baskom. Lalu, ia mencucinya di air keran dan menunggunya mencair. Sembari menunggu, gadis itu menyiapkan bumbu untuk masakannya. "Tunggu di sini, ya! Aku mau ambil tomat," ucapnya pada Deniar yang hanya berdiri di pojok dapur.
Laki-laki itu mengangguk seperti anak kecil. Setelah Karelina meninggalkannya, ia mendekati barang-barang yang digunakan Karelina tadi. "Pedang ini sangat berbeda," ucapnya sambil menggerakkan sebuah pisau seperti ia benar-benar memegang pedang. Lalu, ia beralih pada sebuah garpu. "Ini pedang jenis apa?"
Perut berbunyi. Deniar mengelusnya karena kelaparan. Dia membalik badan dan menemukan daging mentah yang membuat matanya berbinar. Mengambilnya secepat kilat, kemudian menghirup aroma amis istimewa menurutnya. Saat akan memasukkan potongan besar itu ke dalam mulut, Karelina datang tepat waktu dan meneriakinya. "HEY!"
Deniar spontan menghentikan aktivitasnya. Karelina berjalan cepat dan merebut daging mentah itu dari tangan Deniar. "Ini masih mentah!" tegur Karelina.
"Mengapa? Aku biasa memakannya seperti itu," jawab laki-laki itu.
Karelina mendengus kesal. "Sekarang, kamu itu manusia dan harus mengubah hidup kamu sebagai manusia!" Gadis itu hanya bisa menggelengkan kepala. "Ini harus dimasak," ujar Karelina, memotong daging itu menjadi beberapa bagian.
"Aku mau dimakan seperti itu," sahut Deniar.
Karelina menoleh, melihat wajah Deniar yang kelaparan. Meski terlihat menyeramkan, entah mengapa membuat Karelina kasihan. Tidak tega, Karelina memberikan sepotong pada Deniar.
Mengambil dengan cepat dan memasukkannya ke dalam mulut dalam sekali suapan dan hampir membuat Karelina ingin muntah hanya dengan melihatnya. Gadis itu bergidik ngeri, membayangkan bisa saja Deniar itu memakan dirinya hidup-hidup mengingat laki-laki itu adalah serigala. "Lain kali, jangan makan seperti itu!" peringat Karelina.
.....
Mereka duduk lesehan di ruang tengah, dengan meja di bawah sana sebagai tempat makanan. Tidak percaya dengan Karelina bahwa masakan miliknya enak, Deniar menolak makan. "Aku makan yang mentah saja," katanya.
"Tidak ada lagi, sudah aku masak semua," jawab Karelina. "Cobalah!"
Deniar menggelengkan kuat kepalanya. "Itu basi. Lihat warnanya gelap!" selorohnya.
"Itu sudah dimasak, warnanya jadi seperti itu."
Ia menggelengkan kepalanya lagi. "Kamu saja yang makan."
Karelina memutar malas bola matanya. Ia mendengus kesal. Bagaimana seorang serigala bisa semenyebalkan ini. Lalu, tidak peduli lagi, ia makan sendiri daging panggang buatannya itu dengan sepiring nasi. "Ini sangat enak. Benar-benar tidak mau?" tawar Karelina.
"Baunya saja tidak enak," seru Deniar.
Sepertinya, Karelina yang ingin menyakar di sini.
Sementara ia makan dengan lahap, Deniar hanya menundukkan kepala melihat makanan di depannya. Seperti, menginginkannya sepotong untuk disantap.
Merasa kasihan, Karelina menawarkan suapan dari garpunya pada laki-laki itu. "Coba sedikit!" pinta Karelina.
Dengan ragu, Deniar membuka mulut dan memasukkan sepotong daging itu dan mengunyahnya. Tiba-tiba, matanya itu melotot dan membuat Karelina terkejut. "Daging basi ini enak!" celetuk Deniar.
Karelina ingin menangis saja harus menghadapi ujian ini.
"Besok pagi, aku harus pergi ke sekolah. Kamu bisa di rumah saja?" ujar Karelina.
"Aku ikut?"
Karelina menggelengkan kepala. "Kamu tidak ikut, di rumah dan tunggu aku pulang," jawabnya. "Kamu jangan keluar tanpa aku, nanti tersesat. Boleh keluar tapi jangan jauh!"
"Hanya di sini?" tanyanya.
"Iya. Tunggu aku pulang baru boleh keluar." Karelina berucap dengan sesabar mungkin. "Kalau malam, aku harus kerja," ujar Karelina.
"Kerja?"
"Iya. Melakukan kegiatan jual beli, kamu tahu?"
"Oh, itu kerja, ya?"
"Iya. Kalau aku kerja, kamu boleh ikut tapi janji tidak berbuah macam-macam."
"Aku boleh bantu kamu kerja?" tanya Deniar.
Karelina hanya mengangguk singkat.
...HAPPY READING GUYS...
Gadis berambut ikal dengan pakaian feminim itu berjalan di trotoar. Kemeja polos berwarna biru muda dan rok selutut, ditemani seorang laki-laki yang tingginya 197 cm membuat perempuan tersebut terlihat begitu pendek padahal memiliki tinggi badan 174.
Karelina sedang dalam perjalanan menuju ke rumah temannya yang tidak jauh dari tempat tinggalnya sendiri. Sebenarnya, ia ingin pergi sendiri tapi Deniar memaksa ikut.
Tidak hanya sekali, laki-laki di sampingnya itu membuat beberapa gadis yang lewat menoleh dan terpaku padanya. Rahang kokoh, mata coklat sipit dengan sorot tajam, alisnya hampir terukir sempurna, dan bibir seksi tipis itu sungguh memukau. Rambut hitam itu panjangnya hampir menutupi telinga, terkesan seperti malaikat.
Karelina sekarang mempunyai ekor yang selalu mengikutinya kemana saja. Ia sesekali melirik ke arah Deniar yang berjalan di sampingnya, melihat lelaki itu hanya memandang kanan dan kirinya secara bergantian, seolah mengamati sekitar. "Aku haus," ucap Deniar tiba-tiba.
"Mau beli minuman dulu?" tawar Karelina.
"Air suci saja." Lagi-lagi, ia menyebutnya air suci.
Kemarin pagi, Karelina baru tahu kalau yang disebut air suci adalah air putih. Ya, benda cair bening itu. Dan, Deniar kemarin meminumnya langsung dari keran karena Karelina masih tidur.
Saat sampai tempat tujuan, yaitu kediaman Elizabeth--teman sekelas Karelina. Namun, sepertinya ada suatu masalah di sana. Eliza mendorong laki-laki di hadapannya dan meneriaki sesuatu. Melihatnya, Karelina maju mundur untuk menghampiri. Sialnya, temannya itu jatuh karena didorong oleh lelaki yang merupakan kekasihnya tersebut.
"Eliza!" panggil Karelina dan membantu gadis itu bangkit. "Ada masalah apa?" Karelina bertanya.
Eliza menatap Caren--kekasihnya dengan tatapan tajam menusuk. "Dia selingkuh!" seru Eliza.
Karelina seketika mengerutkan kening mendengar hal tersebut. Caren itu hanya menggelengkan kepala. "Semuanya salah paham! Aku tidak kenal dia, sayang!" ujar Caren.
"Bohong! Kamu kasih dia bunga, di depan aku, Ren! DI DEPAN AKU!" Eliza kekeh dengan apa yang ia lihat kemarin malam. Kekasihnya itu memberikan bunga pada seorang gadis, bahkan ketika mereka sudah membuat janji temu.
Caren beralih menatap Karelina, memohon bantuan gadis itu. Tangannya terangkat, menyentuh pundak Karelina. Namun, dengan cepat ditepis oleh Deniar.
Deniar menatap tajam Caren seolah memberi peringatan, sebab ia pikir Caren ingin menyakiti Karelina.
"Aku gak kenal perempuan itu, Kar. Demi apapun itu salah paham," ujar Caren.
"Kita bicara di dalam aja, Za. Nunggu semua tenang," ujar Karelina. "Gak ada orang, kan?"
Eliza mengangguk, setuju akan ucapan Karelina. Mereka pun memasuki rumah Eliza yang besar, berbeda dengan milik Karelina.
Eliza adalah anak dari pengusaha kaya di tokyo, tetapi Eliza lebih memilih hidup di desa kecil ini bersama sang nenek. Karena sejak kecil, ia hidup bersama neneknya yang sederhana itu. Meski kaya raya, kelurganya selalu berpenampilan sederhana. Bahkan, ia begitu baik pada Karelina.
Hubungan Eliza dan Caren sudah terjalin cukup lama, mungkin satu tahun yang lalu. Caren memiliki kesan baik selama ini, ia juga bukan tipe laki-laki yang suka bermain dengan perempuan lain. Sebab, ia bahkan menyimpan cintanya selama dua tahun karena tak percaya diri dengan ekonominya di bawah keluarga Eliza.
Namun, saat sudah lulus dan bekerja, Caren mulai memberanikan diri setelah tahu bahwa Eliza juga menyukainya. Ya, hubungan mereka baik-baik saja selama satu tahun ini. Entah mengapa tiba-tiba bertengkar.
Kini, mereka berada di ruang tamu, duduk di lantai. Karelina dan Deniar duduk bersebelahan. Sebaliknya, Eliza dan Caren duduk berjauhan sambil melemparkan lirikan maut.
"Kalau mau kencan sama perempuan lain, kamu harusnya akhiri dulu hubungan kita!" celetuk Eliza.
"Aku gak pernah berniat seperti itu," jawab Caren. "Aku tidak kenal perempuan itu, Za."
Eliza menghela napas gusar. "Hubungi dia, aku mau bicara!"
"Aku tidak mengenalnya, Sayang. Bagaimana bisa menghubunginya?"
Eliza merengut. "Berikan ponselmu!"
Caren menghembuskan napas, mencoba menenangkan dirinya. Lalu, ia menurut dan memberikan ponselnya pada Eliza. "Lihat saja! Aku tidak memainkan apapun," ujar Caren.
Eliza berdecih melihat kepercayaan diri Caren, awas saja kalau ada bukti bahwa lelaki itu benar-benar selingkuh darinya.
"Aku tidak macam-macam selama bekerja di Tokyo. Aku juga sudah janji, kita akan bertemu satu minggu sekali dan aku menepatinya, Sayang," kata Caren.
Sembari mengotak-atik handphone milik Caren, Eliza mengerutkan kening. Namun, ia sudah membuka semua aplikasi yang dimiliki dan tidak menemukan nama gadis lain.
Eliza melemparkan tatapan tajam pada Caren. "Pasti kamu punya ponsel lain," celetuk Eliza.
Caren memutar bola matanya, kemudian memijat pelipisnya yang sakit mendengar ocehan kekasihnya itu. "Untuk apa ponsel lain? Ponselku hanya satu," ucap Caren. "Daripada membeli ponsel baru, lebih baik ditabung untuk kehidupan kita nanti."
Mendengarnya, hati Eliza tersentuh. Namun, ia tidak mudah luluh hanya dengan kata-kata. "Cih, alibi," seloroh Eliza.
Karelina yang dari tadi hanya menyimak, juga semakin ikut pusing. Niatnya hanya untuk menemani Eliza di rumah karena neneknya pergi ke ruang saudara, malah harus meladeni drama pasangan ini. "Ren, bisa ceritakan kejadiannya?" ujar Karelina.
Bosan, Deniar menyandarkan kepalanya pada pundak Karelina.
"Kar, dia siapa, sih! Nempel sekali," celetuk Eliza, yang baru sadar akan kehadiran Deniar. "Pacar?"
Karelina menggelengkan kepala. "Saudara," jawab Karelina.
Mendengar jawaban Karelina, Deniar mengangkat kepalanya dari sana. Lalu, ia menatap Karelina dengan tidak suka. "Bukan." Deniar berucap dengan penuh penekanan, kemudian ia melenggang dari sana dan pergi keluar.
"Jadi, ceritanya begini, Kar," ujar Caren.
Waktu itu, malam pukul tujuh. Seperti minggu biasanya, Caren dan Eliza pasti selalu bertemu. Namun, hari ini mereka membuat janji temu di suatu tempat karena Eliza berada di luar rumah dan Caren tidak perlu menjemput.
Eliza berjalan mendekati titik yang dikirim Caren. Namun, dari kejauhan, ia memberikan setangkai bunga mawar pada seorang perempuan dengan penampilan sangat feminim. Lalu, perempuan itu tidak lama di sana dan pergi sambil melambaikan tangan.
Caren terlihat tersenyum begitu lebar di sana membuat amarah Eliza membara. Ia pun tidak menemui Caren dan langsung pergi.
"Aku menunggu kamu di sana sampai pukul satu, Za." Caren menghela napas panjang. "Aku sama sekali gak mengenal perempuan itu," ucap Caren untuk yang kesekian kalinya.
"Aku pergi ke toko bunga yang ada di sana untuk membelikan kamu seratus mawar. Tapi, waktu di sana aku dimintai tolong oleh seorang laki-laki untuk memberikan setangkai mawar itu pada perempuan yang kamu lihat itu."
"Aku pikir, aku harus membantunya karena aku juga pernah merasakan ada di posisi laki-laki itu."
"Aku sudah mengatakan, kok, bahwa bunga itu bukan dari aku tapi laki-laki yang ada di sana," jelas Caren. "Dan, kamu tahu akhirnya, perempuan itu menemukan laki-laki tadi dan mereka berpelukan."
Ah, Eliza mengutuki dirinya sendiri. Sepertinya, ia berlebihan pada Caren.
Melihat wajah Eliza, Karelina menggenggam tangan sahabatnya itu. "Kamu harus mendengarkan, Za. Setidaknya, Caren sudah jujur, kan? Dan kalian harus saling percaya," kata Karelina. "Kayaknya sudah selesai masalahnya, ya?"
Eliza hanya menarik sudut bibirnya, merasa lega dan cukup malu karena sangat jahat pada kekasihnya.
"Kamu ditemani Caren saja, aku mau pulang," seloroh Karelina karena sudah kehilangan mood untuk bermain.
"Eh, jangan dong! Disini saja!" pinta Eliza.
Karelina menggelengkan kepala. "Kamu lihat saudaraku tadi, kan? Dia kayaknya bosan." Tapi sebenarnya Deniar marah pada Caren karena menyentuh gadisnya sembarangan.
"Lagian, kayak orang gak tahu apa-apa. Dia orang spesial, ya?" ucap Eliza sembarangan. Ucapannya memang tidak bisa dikontrol.
"Jangan sembarangan, Za!" peringat Caren.
"Engga, dia cuma baru ke Jepang. Asli Amerika, jadi engga tahu bahasa sini," kata Karelina, bohong besar.
"Bule dong?" Karelina hanya menganggukkan kepala, tidak mau memperpanjang obrolan karena ia tak melihat Deniar di luar.
Melihat Deniar yang duduk sendirian di teras, Karelina jadi merasa seperti mengabaikan laki-laki itu. Ia pun menghampiri dan menepuk pundak Deniar. Siapa sangka, Deniar malah menjauh dengan cepat.
Karelina menautkan kedua alisnya. "Ada apa?" tanya Karelina.
Deniar menggelengkan kepala. Namun, Karelina merasa seperti ada yang disembunyikan laki-laki itu.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!