NovelToon NovelToon

School Of Magic In Shadow Assassins

Pembunuh bayangan.

Pada zaman dahulu, di sebuah desa terpencil yang dikelilingi oleh pegunungan tinggi dan hutan lebat, terjadi sebuah tragedi yang begitu menakutkan. Setiap malam, saat kegelapan menyelimuti desa yang sunyi, orang-orang akan diteror oleh sosok pembunuh yang berselimut dalam bayangan. Mereka menyebutnya "Pembunuh Bayangan."

Suasana desa yang biasanya tenang dan damai berubah menjadi mencekam. Rumah-rumah yang dulunya dihiasi lampu-lampu hangat di malam hari, kini gelap gulita, jendela-jendela tertutup rapat, dan pintu-pintu terkunci rapat. Hanya suara angin yang berdesir di antara pepohonan dan suara jangkrik yang sesekali terdengar, menambah kesunyian yang mencekam.

Suatu hari, insiden pembantaian terjadi, menyebabkan banyak kematian di mana-mana. Para pembunuh bayaran melesat cepat dari rumah ke rumah, menebas nyawa tanpa ampun. Teriakan minta tolong dan tangisan kesedihan menggema di tengah malam, membuat suasana semakin mencekam. Darah segar mengalir di jalanan, mengotori batu-batu yang biasanya bersih.

Dalam kegelapan malam, seorang pembunuh bayangan berlari di atas atap gedung, mencari mangsanya. Atap-atap rumah yang terbuat dari kayu terlihat usang dan lapuk, dihiasi lumut dan jamur, seakan mencerminkan ketakutan yang menyelimuti desa.

Namun, dia dihadang oleh seorang wanita yang memegang belati. Dengan senyum sinis, wanita itu berkata, "Kau tidak perlu tahu siapa aku. Di sini, aku akan menghentikanmu dari melakukan pembunuhan ini."

Wanita itu bersiap menyerang. Pembunuh itu, dengan gerakan cepat, memanggil pedang sihirnya dan menahan setiap serangan dari wanita tersebut. Pertarungan itu berlangsung dengan sangat cepat, seperti kilatan petir yang menyambar. Cahaya pedang sihir yang menyala-nyala menerangi atap gedung yang gelap, menciptakan bayangan yang menari-nari di dinding.

Sambil bertahan, pembunuh itu berkata, "Target kami bukanlah dirimu. Rakyat sepertimu tidak layak mati. Kemampuanmu sangat berguna, jadi bergabunglah denganku."

Di tengah pertarungan yang sengit, wanita itu menjawab tegas, "Aku menolak!"

Setelah cukup lama saling bertukar serangan, benturan terakhir terjadi, dan mereka melompat mundur satu sama lain. Saat itu, pembunuh itu berpikir, Sungguh menjijikkan para pemimpin bajingan itu, mereka berlindung di balik para tahanan seperti wanita ini.

Dia berkata kepada wanita itu, "Baiklah, aku tahu kau hanya terpaksa melakukan ini. Aku akan mengakhiri penderitaanmu sekarang."

Pembunuh itu melangkahkan kakinya dengan satu langkah, dan tiba-tiba menghilang dari pandangan. Wanita itu terkejut, bingung mencari keberadaannya. Seketika, dia merasakan hembusan angin dingin, dan pembunuh itu sudah berada di belakangnya, siap menebas lehernya.

Sebelum pertempuran dengan pembunuh itu, wanita tersebut, Nelia, diancam oleh kepala sekolah sihir yang megah. Sekolah sihir itu bekerja sama dengan pemimpin desa untuk menyelundupkan uang, menyebabkan kemiskinan di desa. Kepala sekolah itu memaksa Nelia untuk bertarung melawan organisasi pembunuh tersebut.

"Nelia, jika kau ingin orang tuamu bebas, bunuhlah pembunuh itu. Jika tidak, mereka akan mati di tanganku," katanya dengan nada mengancam.

Tak ada pilihan lain, Nelia mengambil belatinya dan menuju ke medan perang.

Ketika Nelia hampir ditebas, sosok seorang wanita elf bernama Melly meluncur dengan cepat, menahan tebasan pembunuh itu menggunakan pedangnya. "Nelia!! Apa kau tidak apa-apa?" teriak Melly.

Nelia terdiam sejenak, terkejut mendengar suara Melly. "Melly? Kau kah itu? Aku tidak apa-apa."

Pembunuh itu terhenti sejenak, melihat wajah Melly. Dia melompat mundur, dan Melly menatap Nelia. "Tenanglah, Nelia. Seluruh kesatria bangsawan sedang menuju ke sini. Kejahatan ini akan berakhir."

Di sisi lain, para kesatria bangsawan berlari ke arah pertempuran Nelia. Mereka berlari melewati jalan-jalan yang sepi dan gelap, melewati rumah-rumah yang tertutup rapat, dan melewati pepohonan yang menjulang tinggi. "Di atas sana! Ayo kita pergi ke atas gedung itu!" teriak salah satu dari mereka.

Para anggota pembunuh bayangan menyadari situasi tersebut dan segera mengikuti jejak pembunuh itu. "Tuan dalam bahaya! Ayo kita susul!"

Saat situasi memanas, pembunuh itu menyahut, "Konyol sekali! Betapa bodohnya dirimu berpikir semua ini akan berakhir begitu saja. Kami tidak berada di jalan kebenaran, tetapi kami juga tidak ada di jalan kejahatan. Kami hanya mengikuti jalan kami sendiri."

Kesatria bangsawan dan anggota pembunuh bayangan tiba di tempat pembunuh itu. "Menyerahlah! Jika tidak, kau akan mati!" seru salah satu kesatria.

Pembunuh itu tertawa jahat, suaranya menggema di udara. "Menyerah? Siapa? Mengapa? Kenapa!!!!" Teriakannya mengeluarkan energi sihir yang menggetarkan bumi.

Salah satu kesatria bangsawan maju untuk menyerang, tetapi dengan cepat, pembunuh itu menebas kepala kesatria tersebut tepat di depan Melly dan Nelia.

"Larilah jika tidak ingin mati. Amukan akan segera dimulai," katanya, menatap Melly dan Nelia.

Mata Melly dan Nelia mulai mengeluarkan air mata. Pembunuh itu memberikan mereka pelindung sihir. "Serahkan sisanya kepadaku. Semua akan baik-baik saja."

Melly dan Nelia percaya, lalu berlari menjauh dari area pertempuran. Seluruh anggota pembunuh bayangan tahu apa yang akan dilakukan oleh pembunuh itu, dan mereka pun menghilang dari tempat itu.

Pembunuh itu menciptakan area pembatas yang sangat luas, menjangkau sekolah sihir dan balai kota. Area pembatas itu terlihat seperti dinding cahaya yang membentang di langit, memisahkan kota dari dunia luar. "Bersiaplah, semua akan berakhir. Kalian akan mati di sini."

Dia melayang ke udara, "Barrier yang aku ciptakan ini adalah jangkauan ledakan yang akan aku buat. Kalian semua akan mati di sini."

Tertawa jahat, aura sihir mengalir di tubuhnya. Seluruh kesatria bangsawan hanya bisa terdiam, melepaskan pedang mereka dan pasrah akan kematian.

Di luar jangkauan ledakan, anggota pembunuh bayangan melihat kejadian itu. Salah satu dari mereka berkata, "Apakah tuan serius akan melakukannya?"

Anggota lainnya menjawab, "Seperti yang kita lihat, itu akan terjadi."

Pembunuh itu mengucapkan sihirnya, "Destroyer, ledakan terbuka!"

Seketika itu, cahaya putih menyilaukan membutakan semua yang melihatnya. Langit berubah menjadi merah menyala, seperti matahari yang terbakar. Gelombang kejut yang dahsyat mengguncang bumi, menghancurkan segala sesuatu di sekitarnya. Bangunan-bangunan runtuh, pohon-pohon tercabut dari akarnya, dan tanah bergetar hebat. Suara ledakan yang menggelegar menggema di seluruh penjuru, membuat telinga berdengung. Di tengah kehancuran yang mengerikan, awan jamur raksasa muncul di langit, menandakan kehancuran total.

Setelah ledakan reda, Melly dan Nelia terkejut mendapati diri mereka baik-baik saja. Mereka berdiri di tengah reruntuhan kota, dikelilingi oleh asap dan debu. Pembunuh itu mendekati mereka. "Kalian baik-baik saja berkat pelindung sihir yang aku berikan. Aku berharap kalian bisa menciptakan kehidupan yang lebih baik."

Dia melangkah pergi, meninggalkan Melly dan Nelia dalam kebingungan dan rasa syukur.

Sekolah sendai tatsuno

Bertahun-tahun telah berlalu sejak tragedi ledakan yang menghancurkan desa. Penduduk desa dengan gigih membangun kembali kehidupan mereka, dan sekolah sihir Sendai Tatsuno pun berdiri tegak kembali, menawarkan harapan bagi generasi baru. Melly, seorang elf dengan umur panjang yang luar biasa, bertekad untuk membimbing para murid muda, menyalakan api semangat mereka untuk belajar sihir.

Di sebuah rumah sederhana di tepi desa, Mugi, seorang anak laki-laki dengan mata cokelat yang penuh semangat, berlatih berpedang bersama kakaknya, Chaerin. Chaerin, dengan rambut hitam panjang dan wajah yang tegas, menggerakkan pedang kayu miliknya dengan kecepatan dan kekuatan yang menakjubkan.

"Bersiaplah, Mugi," kata Chaerin, "Kakak akan menyerangmu. Kau harus tangkas dalam berpedang dan sihir, karena kau akan masuk sekolah sihir."

Mugi menatap Chaerin dengan wajah polos. "Meskipun aku berlatih dengan keras sekalipun, aku tidak akan menang melawan kakak kan?"

Chaerin tersenyum lembut, mencoba menyembunyikan rasa kecewa yang mendalam. "Kau tidak boleh seperti itu, Mugi. Kau pasti bisa."

Chaerin menyerbu Mugi, pedang kayu miliknya menghujani Mugi dengan serangan cepat. Mugi mencoba menghindar, tetapi gerakkannya kaku dan lamban. Beberapa serangan menghantam tubuhnya, menjatuhkannya ke tanah.

"Kakak terlalu kuat untukku!" keluh Mugi, sambil mengoleskan tangannya ke luka ringan di lengannya.

Chaerin menatap Mugi dengan tatapan yang penuh kesedihan. "Dia masih belum berkembang," gumamnya dalam hati. "Mugi, kau harus berlatih sendiri. Aku akan meninggalkanmu sebentar."

Chaerin meninggalkan Mugi sendirian. Mugi berdiri kembali, senyum licik terukir di bibirnya. "Astaga, berakting menjadi orang lemah itu sangat melelahkan," gumamnya.

Mugi berjalan ke kamarnya dan mengambil buku tua yang bercerita tentang Pembunuh Bayangan. Dia menatap gambar sosok misterius yang terukir di halaman buku itu. "Sosok ini sungguh keren!" gumamnya, "Di saat sekolah nanti aku akan berakting dan menjadi sosok yang misterius sama seperti ini."

Keesokan harinya, Mugi memasuki gerbang sekolah sihir Sendai Tatsuno bersama para murid baru lainnya. Gedung sekolah yang megah berdiri tegak di tengah desa, menawarkan suasana yang menakjubkan.

"Lumayan banyak murid baru yang memasuki sekolah ini ya," gumam Mugi, "Baiklah aku tetap harus menjadi sosok yang misterius dan berpura-pura lemah."

Dua gadis muda, Zahra dan Rida, berjalan sambil berbincang. "Hai, Rida, lihatlah laki-laki itu," kata Zahra, menunjuk Mugi, "Dia terlihat culun sekali bukan?"

Rida tertawa kecil. "Kau benar, Zahra. Tapi kita tidak boleh menilai orang dari sampulnya bukan? Bisa saja dia kuat dan ahli dalam berpedang atau pun sihir kan?"

Zahra menggeleng kepala. "Ah, mungkin kau benar."

Rida menarik tangan Zahra. "Sudahlah, ayo kita memasuki sekolah nya."

Di lantai dua gedung sekolah, Melly menatap para murid baru yang memasuki gerbang sekolah dengan senyum yang hangat. "Wah, banyak sekali murid-murid baru," gumamnya, "Aku semakin semangat untuk mengajar."

Tiba-tiba, matanya tertuju pada Mugi yang sedang memasuki gerbang sekolah. Melly terkejut melihat inti sihir Mugi yang unik. "Inti sihirnya? Itu sihir penciptaan! Sama seperti orang itu," bisik Melly, ingatan tentang Haruto muncul dalam benaknya.

Pak Gensou, kepala sekolah Sendai Tatsuno, mendekati Melly. "Selamat pagi, Melly."

Melly menoleh ke arah Pak Gensou dengan senyum yang lembut. "Iya, selamat pagi Pak Gensou."

Pak Gensou menatap Melly dengan tatapan yang penuh makna. "Sepertinya pekerjaanmu semakin sulit ya, Melly."

Melly menggeleng kepala. "Iya, sepertinya begitu, melihat semakin banyaknya murid baru yang masuk ke sini."

Pak Gensou menggeleng kepala. "Iya, meskipun begitu kau jangan menyerah untuk mengajar. Mereka yang bersekolah di sini adalah calon pahlawan desa ini. Mereka akan menjadi penerus desa ini sebagai orang hebat. Sekolah ini hanyalah tiang yang akan menompang mereka semua dan tumbuh menjadi sosok yang hebat. Jadi, kau sebagai guru angkat mereka semua untuk menggapai apa yang mereka tempuh kelak."

Melly terdiam, mencerna kata-kata Pak Gensou. "Haruto," gumamnya dalam hati, "Sekarang apa yang engkau inginkan dulu sekarang sudah terwujud."

Di dalam kelas murid baru, Mugi duduk sendirian di sudut kelas, mengamati para murid lainnya yang sedang berbincang dan berkenalan satu sama lain. "Cih, ternyata di kelas ini sangat brisik," gumamnya.

Tiba-tiba, seorang murid laki-laki, Oneal, mendekati Mugi. "Yo, teman, kenapa engkau hanya berdiam diri saja?"

Mugi terkejut dan menatap Oneal dengan tatapan yang curiga. "Siapa kau ini?"

"Aku adalah Oneal," jawab Oneal, "Sihir ku adalah suport. Aku dapat memberikan buff kepada kemampuan seseorang."

Mugi menatap Oneal dengan tatapan yang sinis. "Kau terlalu mencolok."

Seorang murid laki-laki lainnya, Leon, mendekati Oneal dan menyentuh pundaknya. "Cih, kau seorang laki-laki tapi tipe sihir mu suport? Memalukan sekali."

Oneal terkejut dan berusaha menjelaskan. "Ta-tapi bukan sihir tipe suport itu juga bisa membantu seorang tipe bertarung?"

Leon mendorong Oneal dengan kasar. "Kau berani menjawab perkataan dari Leon? Aku adalah seorang bangsawan. Apa kau meremehkan kemampuan seorang bangsawan?"

Mugi menatap Leon dengan senyum yang mengancam. "Sangat menarik sekali," gumamnya dalam hati, "Tapi aku yang hanya seorang figuran tidak bisa ikut campur dengan ini."

Leon menatap ke arah Oneal dan mengeluarkan sihir api di tangannya. "Kau lihat ini, ini lah yang nama nya sihir. Apa kau mau merasakannya?"

Leon mengarahkan sihir apinya ke arah Oneal. Tiba-tiba, Rida menciptakan pelindung air di depan Oneal. "Apa-apaan itu?" teriak Rida, "Kau mengusik orang lain yang tidak mengusik mu."

Leon terkejut melihat kemampuan sihir Rida. "Kemampuanmu lumayan dan kau juga terlihat cantik," kata Leon, mengedipkan matanya ke arah Rida. "Aku sangat mengagumi mu nona."

Rida merasa jijik melihat Leon.

Bayangan di balik kegelapan.

Leon mendekati Rida dengan tatapan tajam, senyum sinis terukir di bibirnya. "Hay nona manis, mau kah engkau sepulang sekolah nanti berjalan bersamaku?"

Rida menatap Leon dengan jijik. "Sungguh menjijikkan," jawabnya dengan suara bergetar.

Leon mencengkeram dagu Rida dengan kasar, mendekatkan wajahnya ke wajah Rida. "Kau berani sekali menolak ajakan ku, apa kau tidak tau berurusan dengan siapa? Baiklah, kau akan merasakan akibatnya nanti."

Leon melepaskan cengkeramannya dan meninggalkan Rida dengan senyum sinis. Rida gemetar ketakutan, air matanya mengalir deras. Zahra, yang melihat kejadian itu, langsung menghampiri Rida. "Kau tidak apa-apa kan Rida? Tenanglah, ayo duduk."

Rida menggeleng kepala, suaranya gemetar. "Aku takut, Zahra. Leon akan melakukan sesuatu padaku."

Zahra menarik Rida ke kursi dan memeluknya erat. "Tenang, Rida. Aku akan melindungi mu."

Mugi, yang sedari tadi mengamati kejadian itu dengan tatapan yang penuh rasa ingin tahu, berbisik dalam hati. "Apa yang akan dilakukannya nanti? Sepertinya menarik."

Leon, yang melihat Mugi tersenyum sinis, langsung berkata. "Oi jelata! Apa yang sedang engkau pikirkan? Jangan mencoba untuk ikut campur."

Mugi terkejut mendengar perkataan dari Leon. "Ti-tidak, a-aku tidak memikirkan apa pun!"

Leon langsung meninggalkan Mugi dengan kata-kata yang menghina. "Heh, pecundang!"

Melly memasuki kelas dengan senyum yang hangat. "Halo semuanya, perkenalkan aku Melly, guru kalian semua. Salam kenal semuanya."

Para murid menjawab dengan semangat. "Salam kenal Guru Melly!"

Melly menatap para murid dengan tatapan yang lembut. "Baiklah, semua harap memperkenalkan diri kalian semua. Oke?"

Para murid pun memperkenalkan diri mereka satu persatu. Saat giliran Mugi, Mugi berdiri dengan tubuh yang bergemetar. "Na-nama ku gi-gi gu-ru."

Para murid tertawa melihat tingkah Mugi. Melly pun ikut tertawa dan berkata. "Tolong perkenalkan diri mu lagi."

Mugi masih bergemetar pada saat itu. "Ko-kontrol diri mu Mugi!" bisiknya dalam hati.

Mugi berjalan menuju papan tulis yang ada di depan untuk menulis namanya dengan kaki yang bergemetar. Disaat perjalanan Mugi, dia tersandung kaki nya sendiri dan terjatuh.

Para murid tertawa melihat kelakuan dari Mugi. "Aahh, aku sudah seperti figuran yang sebenarnya," gumam Mugi dalam hati.

Melly menyuruh Mugi kembali ke tempat duduknya dan melanjutkan pelajaran mereka. Setelah usai dalam belajar, seluruh murid kembali beristirahat.

Leon menemui seorang pria berbadan tegap di depan pintu gerbang sekolah. Leon menyerahkan sebuah kertas kepada pria itu. "Ini ambil. Ini adalah target mu selanjutnya."

Pria itu mengambil kertas tersebut dan bertanya. "Apa ini?"

Leon tersenyum sinis dan menjawabnya. "Itu adalah target mu selanjutnya. Tangkap dia hidup-hidup, dan biarkan aku yang menghabisi nya."

Kertas tersebut berisi lukisan wajah dari Rida. Pria itu tersenyum dan pergi dengan berkata. "Serahkan padaku."

Di sisi lain, Mugi sedang makan di kantin bersama Oneal. Oneal selalu bertanya kepada Mugi dan tidak ada hentinya. "Hay Mugi, kenapa ya dia menyelamatkan aku? Apa dia suka denganku?"

Oneal memasang ekspresi aneh dengan berkata kembali. "Aku sangat yakin dia menyukaiku."

Mugi dengan ekspresi polos nya langsung menjawabnya. "Itu tidak mungkin? Aku rasa itu hanya formalitas nya saja."

Oneal langsung berteriak membalas perkataan dari Mugi. "Tidak!!! Aku yakin dia menyukaiku!!"

Perdebatan pun terjadi hingga perjalanan meninggalkan kantin.

"Iyakan dia menyukaiku?"

"Tidak."

"Iyakan iyakan?"

"Tidak."

"Iyakan?"

Waktu pun berlalu. Pada saat itu, waktu pulang sekolah pun sudah tiba. Rida pulang sendirian melewati malam yang sunyi. "Ahhh, sendirian lagi ya? Ya lagi pula aku selalu merasakan nya kan," gumamnya dalam hati.

Di saat Rida berjalan, dia merasakan ada yang menguntinginya. Seseorang itu seperti dengan cepat mendekati Rida dari belakang. Rida dengan refleks nya langsung menggunakan sihir airnya dan langsung menyerang orang tersebut. Akan tetapi, orang tersebut tidak ada di belakang Rida. "Tidak ada? Apa perasaan ku saja?" gumam Rida.

Rida berkeringatan dan berjalan lagi dengan menutup mata nya. Akan tetapi, Rida menabrak seseorang. Rida begitu terkejut melihat orang tersebut. "Kau? Rida bukan?"

Rida berniat menyerang orang tersebut, akan tetapi dari arah belakang ada seseorang berlari dengan cepat dan menyentrum Rida dengan alat sentrum. Rida pun pingsan pada saat itu.

Disaat Rida pingsan, Rida teringat kejadian dimana ayah nya di bunuh oleh seseorang. Rida yang melihat itu berteriak. "Tidak!!!"

Seketika Rida pun terbangun, akan tetapi tangan nya sudah di borgol dengan alat sihir. "Apa ini?"

Seseorang yang menculik Rida membalasnya. "Penemuan baru, itu untuk menyegel kekuatan sihir. Jadi, kau tidak akan bisa menggunakan sihir."

Dan, salah satu dari penculik itu juga berkata. "Tujuan klien ku adalah nyawamu. Sepertinya orang itu memiliki dendam kepadamu."

Rida sedikit terkejut dengan berkata. "Hah? Dendam?"

Salah satu dari penculik itu berdiri dan berjalan mendekati Rida. Rida begitu bergemetar. Sembari mendekati Rida, seorang penculik itu berkata. "Karena dia ingin membunuhmu dengan tangannya sendiri. Jadi, dia menyuruh kami menangkap mu hidup-hidup. Aku yakin sebentar lagi dia akan sampai."

Namun, tidak lama setelah itu, ada suara yang bergema di gedung tersebut. "Bunuh? Bukannya itu tidak boleh?"

Seketika penculik itu terkejut. "Hah?"

Suasana pun menjadi hening. Para penculik berkeringatan. Secara tiba-tiba, dari atas atap, ada seseorang yang menggunakan jubah hitam menembus atap dan turun. Gedung tersebut di penuhi oleh debu yang bertaburan.

Salah satu pencuri itu berkata. "Siapa? Siapa dia?"

Salah satu penculik itu pun maju dan mencoba menyerang. Seseorang berjubah hitam itu pun menangkap penculik itu, lalu memutar tubuh nya dan melempar penculik itu dengan keras hingga menabrak dinding.

Salah satu penculik itu berteriak. "Liq!!!"

Penculik itu bertanya dengan rasa takut. "Si-siapa kau?"

Seseorang berjubah hitam itu menjawab. "Nama ku Keter, yang mengintai di balik bayangan, untuk berburu."

Rida pun sedikit kaget dan berkata. "Keter?"

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!