NovelToon NovelToon

Mertua Dan Ipar Dari Surga

Bab 1

Apa? Aku harus menikah dengan Pria miskin seperti itu? Bapak nggak salah?" Ucap Cantika.

"Yang sopan dong kalau ngomong. Mereka sekarang ada di depan kita loh, nak."

"Ya biarin. Biarkan mereka tahu, kalau aku nggak mau nikah dengan Pria Miskin. Lihat aja pakaian mereka. Malu-malu in."

"Benar, Pak. Kamu ini kalau mau balas budi, nggak seperti ini juga loh. Masak anak perempuan kamu satu-satunya mau kamu nikahkan dengan keluarga miskin?"

"Bu, Bapak tidak mungkin mengingkari nya. Mereka sudah menolong Bapak saat itu."

"Kan Bapak yang ditolong, bukan kami. Pokoknya, aku nggak rela anak ku hidup susah di tangan mereka. Lihat aja calon besan, ciri-ciri nya saja seperti mertua yang suka ikut campur urusan anak-anak."

"Maaf ya Pak Rahmat, saya sangat tersinggung dengan perkataan istri Bapak. Bapak sendiri yang berjanji, tapi, Keluarga Bapak juga yang menghina kami."

"Maafkan saya Bu Ambar."

"Tega sekali Keluarga Pak Rahmat ini menghina keluarga kami. Kalian juga belum tentu baik." Ucap anak perempuan yang merupakan anak nya Bu Ambar

Sedangkan Pria yang akan di jodohkan dengan wanita yang ada di hadapan nya itu, hanya diam dan menunduk. Baru kali ini, keluarga nya di hina habis-habisan seperti ini.

"Permisi, silahkan di minum." Ucap seorang remaja wanita yang saat itu, mengantarkan minuman.

"Nah, nikah kan aja anak laki-laki itu dengan perempuan ini. Pasti cocok. Sama-sama gembel kan." Ucap Cantika sambil tertawa mengejek.

Hanin yang saat itu akan kembali ke dapur, begitu terkejut. Apa-apa an ini? Mengapa tiba-tiba ia di suruh untuk menikah dengan Pria yang sama sekali tidak ia kenal.

"Hey Hanin, sini kamu!" Panggil Ibu nya Cantika.

Hanin yang di panggil pun, langsung menemui Tante nya itu.

"Ada apa Tante?"

"Mereka sedang nyari jodoh. Seperti nya kamu cocok deh. Pembantu cupu dan Pria miskin."

Hanin hanya menunduk. Hinaan seperti itu, sudah biasa ia terima dari keluarga Tante nya.

"Bu, mengapa tiba-tiba Hanin? Bukan kah Ibu berjanji untuk tidak mengurusi masa depan nya? Ingat, Bu. Hanin itu,,,"

"Pak, jangan keterlaluan. Toh Hanin juga masih keluarga kita. Jadi, Bapak tetap menepati janji, untuk menikah kan anak laki-laki di keluarga mereka, dengan salah satu anak perempuan di keluarga kita."

Mata Hanin membola. Tanpa sengaja, ia beradu pandang dengan Pria yang ada di hadapan nya saat ini.

Hanin langsung menunduk saat pandangan mata Pria itu memindai diri nya. Hanin malu. Hanin tidak percaya diri.

Tubuh kurus dan kulit nya yang kusam, membuat nya tidak berani menatap Pria itu lama-lama. Belum lagi dengan pakaian yang di pakai saat ini.

Penuh dengan tambalan di sana sini. Pakaian itu juga tampak sudah memudar.

"Baiklah. Aku setuju." Ucap Bu Ambar tiba-tiba.

"Tapi Bu Ambar, Hanin itu."

"Pak, diam aja kenapa. Hanin memang bukan anak kita. Tapi, dia juga keponakan mu. Lagian, dari pada dia merepotkan, lebih baik dia kita nikahkan."

Hanin tidak berdaya. Ia layak barang yang akan di Buang setelah tidak di butuhkan lagi. Hanin pasrah. Ia tidak berani membantah.

Tante nya memiliki barang-barang peninggalan milik mendiang keluarga nya Hanin. Ia sering mengancam Hanin, akan membuang dan membakar barang-barang itu, jika Hanin tidak menurut.

Ibu nya Hanin merupakan Kakaknya Pak Rahmat. Dulu nya mereka kaya raya. Bahkan rumah yang mereka tempati saat ini, merupakan rumah milik Keluarga Hanin.

Ibu nya Cantika, sangat pintar bermain drama. Ia bisa mendapatkan hak asuh Hanin dan di biarkan mengelola seluruh aset yang ada.

Hanin tidak pernah tahu tentang harta peninggalan orang tua nya. Karena saat itu, kedua orang tua nya meninggal saat ia masih kecil.

Orang tua nya meninggal kecelakaan, dan Hanin di asuh oleh Om dan Tante nya yang memiliki anak perempuan yang bernama Cantika.

Saat mereka sedang serius berbicara, tiba-tiba saja Cantika tertawa sambil memegang perut nya. Entah kenapa ia bisa seperti itu.

"Mengapa kamu tertawa?"

"Aku membayangkan mereka menikah, hanya di KUA. Trus, sewa kebaya model jadul karena nggak mampu beli baju."

"Jaga mulut mu! Tidak pantas kalian menghina keluarga kami. Pak Rahmat, saya tidak menyangka anak Bapak prilaku nya seperti ini. Untung saja dia tidak jadi menikah dengan adik saya."

"Hey mbak, aku pun ogah punya ipar setelan nya seperti Babu. Udah siap kan acara perkenalan nya? Kalau udah, silahkan pulang. Hus.. Hus.."

"Kamu tenang saja. Kami pasti akan pulang. Akan kami ingat seumur hidup, hinaan mu itu!"

"Silahkan. Di rekam kalau perlu. Oh ya, jangan lupa, bawa calon mantu kalian dari rumah ini. Mulai sekarang, dia bukan tanggung jawab kami."

"Cantika! Apa-apa an kamu! Ini rumah Hanin. Kamu tidak bisa seenak nya mengusir pemilik rumah."

"Nggak gitu juga dong, Pak. Selama ini, kita udah membesarkan dan merawat dia. Jadi, anggap aja rumah ini sebagai balasan nya untuk kita." Ucap Ibu nya Cantika.

Hanin tidak bisa berkata-kata. Ia selama ini tidak pernah bisa bicara. Ia tidak memiliki siapapun untuk dijadikan sandaran.

Saudara satu-satunya, bahkan memanfaatkan diri nya juga. Tidak terasa, air mata nya pun mengalir.

Hanin sudah seperti barang, yang di buang ketika tidak di butuhkan lagi.

"Siapa nama kamu, Nak?" Tanya Ambar.

"Nama saya Hanin, Bu."

"Mulai sekarang, kamu ikut kami, dan akan jadi menantu saya."

"Tapi,,"

"Tapi apa?"

"Saya cuma lulusan Sd."

Walaupun terkejut, Bu Ambar berusaha untuk tenang. Bagaimana mungkin di zaman sekarang, masih ada yang putus sekolah. Padahal jika di lihat-lihat, rumah mereka termasuk bagus.

"Memang nya kenapa kalau lulusan Sd?"

"Kata teman nya Hanin, kalau masih Sd belum boleh menikah."

Sontak anak perempuan nya Bu Hanin tertawa. Baru kali ini ia melihat ada wanita sepolos Hanin.

"Hanin, lebih baik lulusan Sd tapi memiliki adab dan akhlak. Dari pada lulusan perguruan tinggi, tapi semua nya di bawah rata-rata. Ayo nak, ikut kami."

Bug...

Seluruh barang-barang Hanin dan juga peninggalan orang tua nya, di lempar begitu saja oleh Istri nya Pak Rahmat.

" Jangan lupa, bawa barang bekas itu dari sini. Kami sudah tidak butuh lagi. "

Hanin memungut sekardus besar barang milik nya. Ia berjalan tertatih karena kesulitan membawa nya.

"Mau aku bantuin?"

Degh,,,,,,

Suara maskulin itu membuat jantung Hanin berdetak kencang. Hanin belum pernah merasakan hal yang seperti itu sebelumnya.

"Boleh. Tapi ini berat, Bang. Abang nggak akan kuat. Biar Hanin aja."

"Laki-laki harus kuat. Malu dong sama perempuan."

"Perempuan juga harus kuat dari laki-laki. Biar kalau main, bisa seimbang."

Gubrak!

Semua terdiam mendengar perkataan yang meluncur dari mulut nya Hanin. Main yang seperti apa yang dimaksud Hanin.

Bab 2

Beberapa Becak mesin terparkir di halaman rumah. Dengan Becak itu lah, keluarga Bu Ambar datang.

Di dalam becak itu, juga ada beberapa buah tangan, yang rencananya akan diberikan kepada calon menantu nya.

"Becak nya banyak ya. Apa mau ada acara?" Tanya Hanin pada Bu Ambar.

"Memang nya, harus ada acara dulu?"

"Iya. Hanin lihat ada acara 17 an. Orang-orang pada naik becak."

Hanin pun berjalan dan meninggalkan calon mertua nya di belakang. Jangan tanya seperti apa kakak ipar nya.

Wanita itu tertawa terpingkal-pingkal setiap kali mendengar Hanin bicara. Polos dan apa ada nya. Itu lah Hanin.

"Ibu Ambar dan keluarga, naik becak ini ke sini?"

"Iya. Memang nya kenapa?"

"Nggak apa-apa sih. Cuma, pasti mahal ya, ongkos nya. Apalagi becak nya rame gini."

"Nggak apa-apa kok. Yaudah, kita naik yuk."

Hanin dan Bu Ambar berada di dalam becak yang sama. Sedangkan calon suami nya, duduk dengan kakak nya. Entah apa yang mereka bicarakan.

Pantas saja Cantika langsung menolak mereka. Mana mau dia memiliki calon suami yang melamar nya, naik becak.

Hanin begitu menikmati perjalanan menuju ke rumah calon suami nya. Akan tetapi, tiba-tiba saja mereka berhenti di sebuah tempat.

"Kita kok berhenti di sini? Mau ngapain? Hanin nggak di jual kan?"

"Hus,,, ngomong apaan sih. Nggak mungkin Ibu jual kamu. Ayo turun dulu."

"Tapi Ibu janji ya. Jangan jual Hanin. Hanin takut, nanti ginjal nya di ambil. Trus, Hanin nggak punya ginjal lagi." Ucap nya sambil menghapus air mata.

"Ya ampun Hanin. Udah, ayo turun. Jangan punya pikiran yang aneh-aneh."

Hanin pun ikut turun dan membawa serta kardus besar milik nya. Walaupun kesusahan, tapi calon suami nya tidak berani membantu.

Ia tidak tahu, apa kah ia bisa jatuh cinta pada Hanin dan menikahi nya. Akan tetapi, ia juga kasihan melihat gadis itu. Jelas sekali jika keluarga Pak Rahmat sengaja mengusirnya.

"Bu Ambar, kok semua barang-barang nya di masukkan ke dalam mobil itu?" Tanya Hanin heran.

"Iya. Mau di bawa pulang. Kan kami nggak jadi, melamar saudari sepupu mu."

"Ooh, iya ya."

"Ya sudah, ayo kita naik. Mobil nya udah siap di perbaiki."

"Jadi, becak tadi bukan punya Bu Ambar?"

"Bukan, Hanin."

"Hanin pikir, keluarga Bu Ambar yang punya Becak-becak tadi. Istilah zaman sekarang itu pemilik nya lah."

"Bukan kok. Itu Becak di jalan yang kami sewa."

"Ooh. Ya ya."

Hanin pun masuk ke dalam mobil, dan duduk di depan bersama calon suami nya. Awal nya ia masih baik-baik saja.

Namun tiba-tiba, kepala Hanin pusing. Ia mual saat Ac mobil mulai di hidupkan. Hanin jadi lemah seketika.

"Bu Ambar. Kok Hanin pusing ya. Hanin nggak pernah seperti ini sebelumnya. Hanin nggak kuat. Mau muntah ini."

Mobil pun berhenti, Hanin langsung keluar dan benar-benar mengeluarkan seluruh isi perut nya.

Whuek....

Whueekk..

"Ni, minum dulu." Ucap Abian.

"Terima kasih Bang."

"Gimana, Udah mendingan?"

"Seperti nya udah. Mungkin Hanin masuk angin ya."

"Apa kamu pernah naik mobil sebelum nya?"

"Belum pernah. Ini baru yang pertama."

"Pantes aja. Kamu pasti mabuk perjalanan."

"Hanin nggak mabuk. Hanin masih sadar."

"Itu tadi kamu muntah-muntah. Apa juga kalau bukan mabuk."

"Sumpah demi Allah. Hanin nggak mabuk. Hanin nggak pernah minum-minuman kayak gitu, Bu Ambar."

"Ya ampun Haniiinn.. Bukan itu mabuk yang di maksud."

Bu Ambar hanya bisa mengelus dada nya. Hanin benar-benar luar biasa. Apa selama ini ia benar-benar tinggal di gua. Sehingga apapun ia tidak tahu.

Jika ia dijadikan menantu, pasti banyak hal yang harus di ubah dari Hanin. Ambar pun, harus mengajari Hanin banyak hal.

Akhirnya setelah muntah, Hanin pun tertidur. Mereka pun melanjutkan kembali perjalanan yang tertunda.

Keluarga Bu Ambar tinggal di kota. Hanya saja, jarak antara desa Hanin dan kota tempat mereka tinggal, lumayan jauh. Belum lagi dengan kondisi jalan yang masih tanah dan berbatu.

Hanin begitu terkejut saat melihat rumah calon suami nya. Siapa sangka ia akan menikah dengan Pria yang rumah nya sangat lah mewah.

Bahkan di tempat ini, rumah yang paling mewah adalah rumah calon suami nya.

Hanin jadi malu dan merasa tidak percaya diri.

"Kamu kenapa Hanin? Kok cuma berdiri di sini?" Tanya Kakak nya Abian.

"Kak, Hanin masuk nya pake sandal atau nggak? Takut nya nanti rumah Ibu Ambar kotor. Maklum, sandal Hanin kayak gini."

Andin, Kakak nya Abian merasa terenyuh hati nya, saat melihat sandal yang di pakai oleh Hanin.

Sandal swallow model lama. Bahkan tali nya saja sudah berganti dengan tali plastik. Saat Andin melihat sandal nya, Hanin hanya nyengir.

" Sandal ini sejak kapan?"

"Hanin lupa, Kak."

"Apa mereka tidak pernah membeli sandal baru untuk mu?"

"Hanin nggak mau. Paman selalu nawarin. Tapi Hanin takut sama Tante. Tante bilang, kalau banyak mau nya, nanti jadi hutang. Hanin nggak punya uang, jadi yang harus bayar orang tua Hanin. Kan kasihan, orang tua Hanin udah nggak ada, malah di kejar hutang."

" Tapi, itu kan rumah Hanin. Kok jadi nya mereka yang enak tinggal di sana. "

"Hanin nggak ngerti."

Andin menghembuskan nafas nya. Baru kali ini ia bertemu dengan gadis yang memang dari kecil, sudah di tanamkan hal buruk.

Pasti Tante nya sudah mengatakan banyak hal. Sehingga Hanin bisa menjadi penurut seperti ini.

Apalagi, Hanin hanya bisa bersekolah sampai Sd.

Jika teman-teman seusia nya sudah mencari pacar, berbeda dengan Hanin. Dia bahkan tidak apapun soal dunia luar. Ia terpenjara di rumah nya sendiri.

Andin merasa kasihan melihat nasib buruk yang menimpa Hanin. Semoga saja, ia bisa merubah Hanin nanti sedikit demi sedikit.

"Hanin, buka sandal nya. Dan buang saja di depan pintu ini."

"Baik, Kak."

Andin mengeluarkan sandal rumahan milik nya dari mobil, dan menyerahkan pada Hanin untuk di pakai.

"Pakai ini."

"Ini buat Hanin? Gratis kan kak? Hanin nggak punya uang."

"Gratis ya. Nggak perlu bayar." Ucap Andin sambil tersenyum.

"Terima kasih Kak Andin. Kakak baik sekali. Semoga Allah sayang kak Andin. Di berikan kesehatan, umur panjang, rejeki yang banyak."

"Aamiin, makasih Hanin. Udah, kita masuk yuk."

Andin pun membawa Hanin masuk ke dalam rumah mereka. Sesekali, tukang kebun dan satpam yang lalu lalang menyapa mereka.

Andin dan Hanin pun menjawab dan tersenyum. Walaupun Hanin tidak mengerti, tapi ia berusaha untuk ramah pada semua orang yang ada di rumah itu.

Jika Bu Ambar dan anak-anak nya baik, pasti semua orang yang ada di rumah itu juga baik. Begitu lah yang ia pikirkan.

Bab 3

"Ma, mama yakin, mau menikah kan Abian dengan Hanin? Nggak mesti di nikah kan juga kan. Kita bisa angkat Hanin jadi keluarga kita."

"Memang nya kenapa dengan Hanin? Ada yang salah?"

"Mama nggak lihat, seperti apa dia. Kalau gaya dan penampilan sih, nggak masalah. Andin bisa ubah dia. Tapi, dia kalau ngomong aneh-aneh. Dia juga terlalu lugu dan polos."

"Jadi, kamu mau nya calon istri Abian itu, seperti apa? Yang seperti Mantan-mantan nya itu? Yang mengumbar aurat kemana-mana, belum lagi suka peluk dan cium Abi suka hati. Mama nggak mau."

"Ma, masih banyak perempuan lain. Kita bisa cari ke manapun. Banyak kok perempuan desa yang pintar."

"Enggak! Mama mau nya Hanin. Walaupun dia polos dan lugu, tapi dia jujur."

"Terserah Mama deh. Mudah-mudahan aja Mama nggak nyesel. Andin pulang dulu. Takut nya suami udah nunggu. Mama sih, mau lamar anak orang nggak bilang-bilang."

"Ya sudah. Hati-hati di jalan."

Andin pun pulang ke rumah nya sendiri. Saat ini, ia sudah menikah. Namun, belum juga di karuniai anak.

Bu Ambar menjemput Andin saat ia sedang bersih-bersih rumah. Andin mengira akan di bawa ke mana oleh Mama nya.

Jika saja ia akan di hina, hanya karna pakaian nya, pasti ia akan dandan dulu sebelum pergi.

Bukan hanya Andin, Abian yang sedang bekerja di lapangan dengan menggunakan pakaian olahraga pun langsung di tarik begitu saja.

Pantas saja istri dan anak nya Pak Rahmat mengira keluarga Bu Ambar itu orang miskin.

Mana ke sana naik becak mesin lagi. Berhubung mobil mereka tiba-tiba tidak mau nyala.

Mobil yang sudah beberapa tahun itu, sudah lama tidak di pakai. Dan mobil itu, di paksa hidup dan jalan kembali setelah sekian lama tertidur di dalam garasi. Pantas saja ia mogok dan ngambek di tengah jalan.

Setelah Andin pergi, kini giliran Abian yang masuk ke dalam kamar Mama nya itu. Wajah nya sudah tidak enak sedari tadi. Tapi, ia tahan.

"Ada apa Abi? Kamu mau ikut-ikutan kakak mu juga? Protes sama Mama?"

"Itu Mama udah tahu. Abi benar-benar kesal, Ma."

"Kesal kenapa?"

"Mama nggak lihat tadi? Mereka mempermalukan kita."

"Lebih bagus kita tahu duluan. Dari pada nanti, pas udah nikah sama kamu."

"Ma, apa nggak bisa, Abi nyari calon istri sendiri? Jangan Hanin, Ma. Abi takut, Hanin nggak bisa mengimbangi Abi. Kami terlalu jauh."

"Apa tugas seorang suami, Abi?"

"Iya. Iya. Abi tahu. Tapi,,"

"Abi mau membantah Mama? Abi udah nggak sayang Mama?"

"Ma, jangan gini. Abi sayang Mama."

"Kalau Abi sayang sama Mama. Nurut ya, Nak. Mama akan jadikan Hanin yang terbaik untuk hidup Abi."

"Terserah Mama deh."

"Abi. Mulai sekarang, Mama nggak mau wanita-wanita yang dekat dengan mu datang ke sini. Mama nggak suka dengan mereka."

"Iya, Ma. Ada lagi yang harus Abi lakukan?"

"Untuk sekarang, itu aja. Nanti Mama lihat-lihat lagi."

"Huft,, iya. Abi permisi kembali ke kantor."

Baik Abian maupun Andin, tidak pernah berani membantah Mama nya. Entah bagaimana cara nya Bu Ambar mendidik mereka.

Andini dan Abian pun, merupakan anak yang penurut. Mereka sangat takut membuat ibu mereka kecewa.

Bukan berarti Bu Ambar juga bisa seenak nya pada anak-anak mereka. Hanya saja, jika itu perkara yang tidak baik, beliau tidak akan pernah suka.

*****

Sudah beberapa menit Hanin duduk di atas tempat tidur yang ada di dalam kamar nya. Ia bingung, apa yang harus ia lakukan sekarang.

Tempat tidur di rumah itu sangat lah mewah. Kamar nya pun luas, tidak seperti kamar Hanin yang ada di rumah nya sendiri.

Tok

Tok

Tok

Pintu kamar Hanin di ketuk, dan Bu Ambar langsung membuka pintu itu. Ia melihat, Hanin masih pada posisi nya tadi.

"Hanin kenapa? Nggak suka sama kamar nya? Mau pindah kamar lain?"

"Bukan gitu. Hanin bingung harus apa sekarang. Kamar nya terlalu bagus dan luas. Tempat tidur nya pun cantik. Apa nanti nggak kotor, kalau Hanin tidur di sini?"

"Nggak apa. Tidur lah kalau Hanin capek. Barang-barang Hanin, bisa diletakkan di dalam lemari itu."

"Hanin nggak capek, Bu Ambar. Dari tadi Hanin kan nggak ngapa-ngapain. Beda kalau di rumah Tante. Kerjaan nya banyak."

"Memang nya, Hanin kerja apa aja?"

"Hmm, pergi ke sawah Tante, trus masak juga. Nyuci, bersih-bersih rumah. Bawa in makanan untuk yang kerja di ladang Tante. Nyetrika baju orang rumah. Hmmm,, apalagi ya. Masih banyak deh. Apalagi kalau musim potong padi, Hanin lebih capek."

"Kamu kerja seperti itu, ada di gaji?"

"Ada."

"Berapa gaji nya?"

"Gaji nya makan pagi, siang dan malam. Kalau penghasilan nya banyak, Hanin bisa makan dengan telur dan ikan. Kalau enggak, ya paling cuma nasi sama sayur aja."

"Apa? Kamu kerja kayak gitu cuma dikasih makan tok! Hanin, apa yang kamu lakuin itu, bisa menghasilkan uang yang banyak."

"Benarkah Bu Ambar? Kalau gitu, Hanin mau kerja seperti itu, biar banyak uang dan membayar hutang orang tua Hanin."

"Orang tua kamu ada hutang?"

"Kata Tante, hutang orang tua Hanin banyak sekali. Maka nya Hanin harus kerja keras."

"Apa kamu nggak ingat sama sekali, tentang orang tua mu?"

"Enggak. Dulu, Hanin masih kecil. Hanin selamat kecelakaan, karena di peluk Ibu. Orang bilang sih gitu."

Bu Ambar membelai kepala Hanin yang di tutupi jilbab usang yang sudah pudar. Walaupun ia polos, tapi hal itu lah yang membuat Bu Ambar menyukai nya. Aurat Hanin yang tetap terjaga, walaupun pakaian nya kumal.

"Sejak kapan Hanin pakai jilbab?"

"Sejak Hanin tamat Sd. Kata bu ustadzah, wanita wajib menutup aurat. Biar Ayah Hanin nggak masuk neraka."

"Memang nya, Hanin dulu ngaji?"

"Ngaji nya sembunyi-sembunyi. Tante nggak bolehin. Tapi alhamdulillah. Walaupun sering di libas pakai rotan, Hanin khatam Al-Qur'an."

"Berarti, kamu bisa ngaji?"

"Bisa dong. Ngaji itu harus."Ucap Hanin sambil tersenyum.

Bu Ambar baru sadar, jika Hanin sangat manis saat tersenyum. Bahkan, kedua lesung pipi nya terlihat.

Ia pun mencubit gemas pipi Hanin, lalu memeluk nya. Hanin pun membalas pelukan Bu Ambar. Ia merasa tenang, baru kali ini, ia merasakan pelukan seorang Ibu.

"Hanin, sekarang mandi, ya. Trus kita jalan-jalan sambil mencari kebutuhan Hanin. Mau, ya."

"Boleh. Tapi, gratis kan Bu Ambar?"

"Gratis. Nggak perlu bayar. Nanti, kamu jadi istri nya Abi. Itu aja udah buat Ibu senang."

"Memang nya, Bang Abian nggak ada yang suka? Sampai Bu Ambar yang nyari jodoh nya."

Toweng.. Toweng...

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!