NovelToon NovelToon

Dokterku Jodohku

Kisahku

Halo semuanya, perkenalkan... Aku adalah perempuan yang sangat lemah di dunia ini. Namaku Yuri Adara Fiska, biasanya dipanggil Yuri. Saat ini umurku 20 tahun dan menjadi seorang pengangguran, ya sekolah tidak, kerja juga tidak. Lantas apa pekerjaanku? Aku hanya seorang anak yang selalu membuat orang tuaku kesusahan, apalagi dalam hal menghabiskan uang mereka. Sebenarnya aku merasa sangat miris dengan keadaanku saat ini. Bagaimana tidak? Umurku terbilang cukup muda untuk mencari penghasilan sendiri, bisa melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi, bisa berpetualang dengan teman-temanku yang lain, tapi sayangnya itu adalah mimpiku semata.

Kalian juga pasti akan merasa demikian jika tahu bagaimana malangnya aku. Dapat dikatakan aku adalah perempuan ‘penyakitan'. Ketika dokter memvonis penyakit mematikan yaitu kanker yang disertai serangan jantung berada ditubuhku, saat itu pula orang tuaku terpuruk dan berusaha menyemangatiku. Tetapi hatiku tetap saja berkata bahwa aku adalah orang yang tidak berguna dan tidak seharusnya lahir, serta tidak berada di dunia ini. Aku hanya merasa bersalah dengan kedua orang tuaku yang mati-matian merawat dan mempertahankanku untuk tetap hidup. Percuma saja mereka melakukan itu karena pada akhirnya aku akan pergi meninggalkan mereka dengan cepat. Segala pengobatan dirumah sakit sudah banyak ku ikuti dan ku tekuni, namun hasilnya masih belum terlihat. Setiap rumah sakit ternama yang ada di Indonesia sudah pernah ku datangi, dan tidak ada hasil.

“Yuri, sarapan dulu ya nak? Ibu sudah siapkan makanan kesukaanmu.” Sapa bu Yuna, ibuku tercinta.

“Iya, bu. Sebentar lagi ya? Yuri mau ke taman dulu, mau cari udara sejuk pagi ini.” Jawabku.

“Baiklah, jangan lama-lama ya?” Tanya ibuku.

“Iya, bu.” Sahutku sembari berjalan keluar rumah.

...

Udara pagi ini sangat segar, berbeda dari hari kemarin. Rutinitasku di pagi hari adalah seperti sekarang ini, duduk di kursi taman sambil melihat bunga bermekaran dan jika aku mulai lelah langsung masuk ke dalam rumahku.

“Yuri?”

“Jevan?

Dia Jevan, tetanggaku tepat di depan rumahku. Dia sangat peduli padaku, sering kali dia membawakanku roti atau bahkan susu, padahal aku tidak menyuruhnya. Oh iya, dia juga mengetahui tentang penyakitku ini dan lagi-lagi aku merasa insecure terhadapnya.

“Ini, aku bawakan susu.” Kata Jevan.

“Jev, kamu selalu seperti ini. Seharusnya tidak usah repot-repot membuatkanku susu, lagian aku juga tidak nafsu.” Jawabku pelan.

“Eh, kamu jangan begitu. Minum susu di pagi hari katanya dapat membuat tubuh kita jadi semakin segar. Jadi, diminum ya?” Tanya Jevan.

“Iya, terimakasih ya, Jev.”

Tak lama kemudian ibuku memanggilku ke dalam, mungkin untuk sarapan karena dari semalam aku tidak menyentuh makanan sedikit pun.

“Jevan, aku dipanggil ibu dan sepertinya disuruh sarapan. Masuk yuk? Kita sarapan bersama?” Tanyaku.

“Ah, tidak usah... kamu saja sana.” Jawab Jevan malu.

“Ayolah, kamu juga sering memberiku makanan. Ayo masuk.” Kataku.

“Baiklah kalau begitu.”

Akhirnya aku dan Jevan masuk ke dalam rumah untuk sarapan. Ketika ibu melihat Jevan, ia sangat senang sekali dan menyapa Jevan dengan ramah. Aku tahu apa yang ada dipikiran ibuku, pastinya dia menginginkanku agar lebih dekat dengan Jevan, supaya lebih semangat dan tidak murung melulu. Apalagi ibuku juga sudah sering melihat Jevan yang membawakanku sesuatu saat di pagi hari.

“Makan yang banyak ya, Jev? Nanti saya masakkan lagi untuk kalian.” Tutur ibuku.

“Tidak usah repot-repot bibi, saya jadi malu hehe...” Sahut Jevan.

“Kamu bisa saja.”

“Paman Diwan mana, bi? Sudah berangkat kerja?” Tanya Jevan.

“Iya. Tadi pagi sekali dia berangkat, katanya takut macet. Nanti meetingnya terlambat.” Sahut ibuku sambil tersenyum.

“Oh yaya...”

Setelah selesai sarapan Jevan pamit pulang karena dicari oleh ayahnya, dan sepertinya mau diajak berbisnis. Aku sangat iri sekali dengan orang-orang yang sebaya denganku yang dapat melakukan aktivitas yang dia inginkan, apalagi jika pergi dengan orang tuanya. Seolah-olah dia sangat berguna dan sangat berbakti kepada kedua orang tuanya. Sementara aku hanya bisa berdiam diri di rumah yang sangat membosankan. Melakukan ini tidak boleh, itu tidak boleh, lalu apa gunanya aku?

“Yuri, hari ini kita ke rumah sakit ya? Kamu kan harus kontrol.” Tutur ibuku.

“Rumah sakit? Untuk apa, bu? Aku sudah malas dan bosan bolak balik kesana. Lagian tidak ada yang berubah juga.” Jawabku.

Ibuku menghela napas, “Yuri, jangan bicara seperti itu. Kamu harus yakin kalau kamu bisa sembuh.”

“Ya sudahlah, ayo bu.” Jawabku singkat.

“Tapi nanti pulang dari sana antar aku ke suatu tempat ya, bu?” Tanyaku.

“Kemana sih? Tenang saja, Yuri. Kemanapun kamu mau, ibu akan turuti.” Jawab ibuku.

“Baiklah lihat saja nanti.”

Seperti biasa jika ke rumah sakit, tentunya aku berjumpa dengan seorang dokter yang terbilang cukup membosankan bagiku. Ya memang sih dia sudah berpengalaman cukup lama di bidangnya, tapi masa iya cara berbicaranya juga lama. Untuk mengatakan satu kalimat saja harus memakan waktu bermenit-menit, sampai pegal kepalaku. Ibuku juga, masih saja datang menemui dokter ini hanya karena dokter itu adalah teman ayahku.

“Jadi... ka..mu..har..us...sering...ser..ing ter...kena...sinar..mata..hari ya, Yuri.” Tutur dokter itu lamban.

Ikut-ikutlah aku, “Iya..dok..ter...”

Halah!!! Rasanya pita suaraku gatal-gatal karena melakukan hal itu haha...

“Bu, jadi kan antar aku?” Tanyaku.

“Jadi, ayo.”

Sampailah aku dan ibuku di salah satu tempat favorit bagi anak remaja, yaitu ‘K-Pop Stuff Store' !!! Wahhhh aku memang selalu tergila-gila jika kemari haha! Karena toko ini benar-benar duniaku. Banyak sekali baju, aksesoris, pokoknya perlengkapan lengkap bagi seorang K-Popers terkhusus fans dari NCT ! Daebak!!! Jika kemari aku selalu menambah koleksi kesukaanku tentang NCT. Ibuku saja sampai hafal dengan apa yang aku suka, dan untungnya dia tidak memarahiku, yeay! Inilah kesempatan bagiku untuk mengumpulkan kesukaanku dari dulu, apalagi yang berhubungan dengan Jaehyun!

Ibuku hanya bisa menggelengkan kepalanya karena aku. Aku merasa hanya inilah yang bisa membuatku lebih bersemangat setelah orang tuaku. Dan ibuku hanya akan terus mendukungku untuk terus bersemangat melawan penyakit ini. Setelah puas berbelanja disini, aku dan ibu memutuskan untuk pulang kerumah dan aku sudah tidak sabar lagi untuk membuka semua belanjaanku hehe.

“Yuri, lain kali kalau mau beli-beli tentang NCT atau apalah itu jangan Cuma segini ya? Ini sedikit sekali. Ambil yang banyak, kamu kan sangat suka. Iya kan?” Tanya ibuku.

Telingaku melebar!

“Ah, ibu bisa saja. Ibu marah ya aku membeli ini semua?” Tanyaku lagi.

“Tidak, Yuri. Siapa yang marah? Ibu selalu mendukungmu asalkan itu hal yang positif dan kamu senang.” Jawab ibuku.

“Aaa... terimakasih, bu.” Kataku sambil memeluk ibuku.

...

Setelah sampai di rumah, selain meminum obat yang cukup banyak, aku juga menyiapkan segenap tenagaku untuk membuka belanjaanku ini. Tiba-tiba ayahku pulang dari kantor dan menemuiku di kamar yang sedang asyik unboxing K-Stuff ku. Sama layaknya ibuku, ayahku juga selalu mendukung apa yang aku lakukan, terimakasih hehe.

“Ayah? Sudah pulang?” Tanyaku.

“Sudah. Yuri sudah minum obat?” Tanya ayahku.

“Sudah ayah, setelah itu langsung begini hehe...” Jawabku sambil meringis.

“Nah, begitu dong... Putri ayah harus selalu tersenyum, jangan cemberut terus ya?” Kata ayahku.

“Iya ayah.”

“Ayah ingin bicara sesuatu.”

“Apa?”

Akhirnya ayahku menceritakan semua rencana yang akan dia lakukan, dan rencana itu hanya untukku. Dia mengatakan akan mengajakku pergi untuk melakukan pengobatan di Korea Selatan, tepatnya di Seoul. Katanya dia mempunyai teman disana, dan teman ayahku bilang punya kenalan dokter yang cukup berpengalaman dalam pengobatan penyakitku ini. Aku jadi semakin penasaran, apakah seperti drama ‘Doctors? Atau Hospital Playlist?’ dimana dokter di Korea memang sangat jago dalam bidangnya.

“Ayah serius mau mengajakku kesana?” Tanyaku.

“Iya, Yuri. Ayah ingin kamu disembuhkan disana. Ayah juga sudah bicara dengan ibumu soal ini, dan dia setuju. Nanti kalian tinggal sementara disana, dan ayah tetap disini.” Jelas ayahku.

Aku masih terdiam...

“Bagaimana? Nanti kalau kamu sudah sembuh, kamu bisa memnonton konser idolamu disana. Iya kan? Semua itu ayah lakukan untukmu nak.” Tambah ayahku.

“Iya ayah, Yuri mau. Dan terimakasih, ayah atas semuanya. Ayah adalah pngeran dalam hidupku hehe...” Tuturku bahagia.

Persiapan

Seperti yang dikatakan oleh ayahku sebelumnya, dalam waktu dekat ini aku dan ibuku akan berangkat ke Seoul. Aku sangat semangat setelah mendengar semuanya karena aku sangat berharap agar dapat sembuh disana. Entah mengapa kepercayaanku terhadap tenaga medis disana sangat besar, mungkin akibat dari kebanyakan nonton drama korea hehe. Ibuku sangat sibuk menyiapkan segala urusannya dimulai dari pakaian, obat-obatan, serta perlengkapan penunjang lainnya. Sementara aku hanya disuruh istirahat, istirahat, dan istirahat. Katanya ibuku akan menyiapkan segalanya untukku.

Menderita penyakit mematikan seperti ini terkadang membuatku putus asa, sampai pernah berpikir untuk mengakhiri hidupku sendiri saja daripada membuang banyak uang tapi tidak ada gunanya. Teman-temanku bagaimana? Mereka banyak yang meninggalkanku ketika mengetahui aku begini, katanya tidak sudi berteman dengan orang yang sudah bau-bau mau meninggal. Sangat sadis ya pemikiran mereka? Temanku saat ini bisa dihitung dengan jari, artinya sangat sedikit. Tapi aku merasa beruntung memiliki teman seperti mereka, sifatnya asli, tidak dibuat-buat. Ketika aku bercerita akan pergi ke Seoul, mereka histeris, katanya mau ikut haha. Hari ini mereka berniat menjengukku sekaligus ingin melepas rindu, katanya.

“Yuriiii.....”

“Keila? Audi? Kalian sudah sampai?”

“Aku rindu sekali tahu...” Ucap Keila dan Audi, sahabatku.

“Pasti ada maunya nih haha...” Ejekku.

“Nahkan, jangan salah sangka dong...” Sahut Keila.

“Iya, nih. Mentang-mentang mau ke Korea. Aaaaaa!!!” Sahut Audi histeris.

“Iya, kami kan mau ikut jadinya.” Tutur Keila pelan.

“Ya tinggal iku saja kan? Apa susahnya. Lagian disana aku bukan mau main-main, tapi mau berobat.

Setelah sembuh barulah...” Kataku sambil tertawa.

“Iya iya, semoga kamu cepat sembuh ya? Jadi kita bisa main bersama lagi.” Sahut Audi.

“Iya... terimakasih.”

“Oh iya, nanti kalau disana kamu bertemu Jaehyun bagaimana? Apa yang akan kamu lakukan?” Tanya Keila tiba-tiba.

“Jangan menghayal melulu, Kei. Mana mungkin sih... ya walaupun aku mau hehe...” Tuturku.

“Ahahahah...”

Setelah banyak bercanda, aku mengajak kedua temanku untuk naik ke kamarku. Mau apa coba? Apalagi kalau bukan ber-fangirl ria bersama. Mulai dari menonton drama, menjerit-jerit, menghayal, sampai lupa waktu bahwa sudah malam. Mau sampai jam berapa pun aku dan temanku pasti sangat sanggup melakukannya, alhasil ibuku yang menghentikannya dan makan malam bersama.

“Keila, Audi, ini ya kalau ada kalian pasti lupa waktu terus ya? Yuri sampai lupa tidak meminum obatnya.” Tutur ibuku.

“Benar, Yur?” Tanya Keila tiba-tiba.

“Iya sih. Lagian tadi itu sangat menyenangkan sih hehe.” Jawabku.

“Jangan begitu ya lain kali? Kamu juga harus tetap perhatian pada kesehatanmu tahu. Aku jadi tidak suka lagi main kesini. Iya kan bi?” Kata Audi.

“Iya, betul.” Sahut ibuku.

“Iya iya, nanti ku minum.”

Tiba-tiba ayahku pulang...

“Malam semuanya... eh ada Keila, Audi juga.” Sapa ayahku.

“Eh, paman sudah pulang. Ayo makan malam?” Kata Audi.

“Iya, kalian makanlah. Yang banyak ya?” Jawab ayahku.

“Padahal ayah sudah membeli ini untuk Yuri, tapi sekarang lagi makan.” Kata ayahku sambil membawa makanan.

“Hah? Makanan Korea? Mau, ayah. Sini.” Pintaku.

“Ini. Ada beberapa ayah belikan, silahkan dimakan dengan teman-temanmu. Ayah mau mandi dulu.” Kata ayahku.

“Baiklah, thank you.”

Setelah semua makanan yang diberikan oleh ayahku kami buka, tidak sampai 10 menit kami memakan itu semua. Bukankah gila? Tapi perutku terasa tidak enak, dan membuatku merasakan rasa sakit. Apa karena terlalu pedas?

“Aw, perutku....sakit!!!” Kataku.

“Yuri!!! Kenapa?” Sahut ibu, Keila, dan Audi.

“Sakit!!!!”

“Ayo ke kamar, berbaring ya? Nanti ibu ambilkan obat. Tahan ya, nak.” Jawab ibuku sambil berlari mengambil obat.

“Aduuuhhhh....” Rengekku.

“Tahan ya, Yuri. Tunggu...” Tutur Keila dan Audi.

“Ada apa ini?” Teriak ayahku.

“Perut Yuri, paman. Sakit katanya, itu bibi sedang ambil obatnya.” Jawab Keila cepat.

Setelah ibuku memberikan obat, aku merasa sedikit lega. Rasa sakit itu perlahan mulai hilang dan aku kembali tenang. Semua orang yang berada dirumah merasa panik karenaku. Ibuku saja sempat menyalahkan ayahku karena membeli makanan yang tergolong pedas, padahal aku sangat menginginkannya. Inilah malasnya aku jika memiliki penyakit seperti ini, makan jadi tidak bebas. Setelah kejadian itu, Keila dan Audi memutuskan pulang ke rumahnya dengan alasan tidak mau menggangguku istirahat. Seperti anak manja saja aku ini, aku benci terlihat lemah. Gara-gara aku ayah dan ibuku sering bertengkar, sangat menyusahkan bukan?

Belum terlalu malam, ketika aku tengah berbaring di kamar terdengar suara bising yang berasal dari ruang tamu. Ketika aku mencoba keluar, ternyata itu adalah kakak laki-lakiku, bernama Calvin. Oh iya, aku belum bercerita ya tentang dia? Jadi aku memiliki seorang kakak laki-laki yang saat ini berumur 25 tahun dan sudah bekerja. Menurutku dia cukup keras kepala, dia cenderung menuntut apa yang dia inginkan dari ayah. Saat ini pun dia sedang beradu mulut di depan ayah dan ibuku. Aku hanya bisa mendengarnya dari kejauhan, namun pembicaraan itu tampak serius.

“Ayah serius mau membawa Yuri ke Korea?” Tanya kakakku.

“Iya. Memangnya kenapa?” Jawab ayahku.

“Ayah, semua yang ayah lakukan akan terbuang sia-sia begitu saja. Apa gunanya sih membawa Yuri kesana? Penyakit Yuri itu sudah parah, sangat kecil kemungkinan Yuri dapat sembuh. Bahkan tidak bisa menurutku.” Tutur kakakku penuh amarah.

Ayahku menampar kakaku dan berkata, “Apa katamu? Tidak ada gunanya? Kamu ini keterlaluan ya? Bisa-bisanya bicara begitu tentang adikmu. Dia juga berhak sembuh dan bahagia, Calvin. Ayah ingin melihat dia tersenyum dan tertawa lepas. Ayah juga ingin melihat dia hidup dengan bebas, seperti teman-temannya yang lain.” Sahut ayahku.

“Ayah, jika ayah melakukan itu semua, hanya membuang-buang uang saja. Sembuh juga tidak. Yuri itu sudah ditakdirkan begitu ayah, sudah takdirnya kalau dia penyakitan dan tidak berguna. Sebentar lagi juga mati.” Tambah kakakku.

Jleb. Perkataan itu menusuk batinku.

“Calvin! Berhenti! Keterlaluan ya kamu!” Sahut ibuku kesal.

Pada saat itu aku langsung menutup pintu kamar dengan keras. Aku heran mengapa kakakku bersikap seolah-olah tidak menginginkanku berada di dunia ini. Selama ini dia bersikap kasar dan benci terhadapku, aku saja masih belum mengetahui alasannya mengapa. Kadang aku berpikir apakah aki hidup hanya untuk dibenci oleh orang lain? Sementara orang tuaku hanya merasa kasihan dengan nasibku ini.

Saat ini aku berada di balkon kamarku, suasana sunyi dan dingin selalu menyapaku ketika aku berdiri disini. Ketika aku melihat rumah-rumah tetanggaku, mereka sangat damai dan tentram. Sementara disini? Terus terjadi keributan. Tetapi sepertinya kakak dan orang tuaku sudah selesai beradu mulut, syukurlah aku lega. Namun mengapa pikiranku selalu bersedih dan tidak tenang? Rasanya aku ingin loncat dari balkon ini, tapi aku ragu. Ragu untuk meninggalkan orang tuaku. Akhirnya aku turun dari kamarku dan pergi keluar rumah. Tidak ada yang mengetahui hal ini karena aku pergj secara diam-diam. Jika ibu atau ayahku tahu, pasti mereka melarangnya. Aku hanya sekedar ingin mencari suasana yang damai diluar sana, jadi berjalan-jalan adalah pilihanku.

Sekarang aku sudah berjalan sampai ujung kawasan rumahku, entah apa yang aku lakukan sampai bisa ke tempat ini. Disini sangat sejuk dan indah, ya ada taman disini. Aku duduk di kursi taman dan merasakan tiupan angin menyapa kedatanganku. Lama kelamaan, angin semakin terasa dan langit pun sudah mendung, tidak ada bintang. Selang beberapa waktu, aku masih duduk melamun dan pada akhirnya rintik-rintik hujan menetes di wajahku. Hujan semakin deras sementara aku masih tetap berada disini, karena tidak ada tempat untuk berteduh, jadi aku pasrah saja. Terlebih lagi aku sangat suka hujan, sudah lama tidak bermain di bawah aliran air hujan.

Hujan adalah salah satu teman terbaikku, karena disaat aku ingin menangis keras, tidak akan ada orang yang mendengarnya. Ingin teriak pun, bebas kan? Tapi mengapa pandanganku buram? Apa aku terlalu lelah? Aku takut. Tidak ada orang disini, siapapun tolong aku! Apa ini waktunya aku bertemu dengan sang pencipta? Jika iya, aku ingin memohon satu permintaan. Jagalah kedua orang tuaku.

“Yuri. Kamu sudah sadar, nak.” Kata ayah dan ibuku panik.

“A...ayah, ibu? Aku dimana?” Tanyaku.

“Kamu tadi pingsan, dan sekarang kita ada di rumah sakit.” Jawab ayahku.

“Untung saja ada Jevan tadi yang menemukanmu tergeletak di taman.” Sahut ibuku.

“Iya, Yuri. Kenapa kamu malam-malam ada disana? Sangat berbahaya tahu.” Tambah Jevan.

“Maafkan aku, ayah, ibu. Aku hanya bosan dirumah, jadi aku memutuskan untuk berjalan-jalan. Sampai-sampai kehujanan.” Jelasku.

“Lain kali kalau kamu mau keluar, bilang ya nak. Dengan ibu atau ayah, kan nanti bisa ditemani. Kalau sendirian kan berbahaya, benar kata Jevan.” Tutur ayahku.

“Tapi aku bukan anak kecil ayah, aku tahu aku anak lemah dan penyakitan. Aku memang tidak berguna dan tidak pantas hidup. Aku kira aku akan mati dan tidak akan ada yang menemukanku.” Kataku tegas.

“Yuri. Kamu jangan bicara begitu terus, nak. Tidak baik. Ibu sangat mengkhawatirkanmu dari tadi.” Sahut ibuku.

“Yuri, lebih baik kamu istirahat ya.” Tutur Jevan.

“Aku mau pulang saja, ayah.” Kataku.

“Iya, nanti ya. Ayah akan urus semuanya.” Jawab ayahku.

Setelah berdebat cukup panjang, aku memaksa agar pulang ke rumah. Akhirnya permintaanku dikabulkan oleh dokter, aku sungguh malas berada di rumah sakit yang bau obat ini. Lagian mengapa Jevan bisa menemukanku? Coba kalau tidak? Aku kan bisa mati dengan damai. Sekarang aku malas lagi untuk pulang ke rumah. Tapi daripada berada di rumah sakit, sudahlah.

Berangkat ke Seoul, Korea

Seperti janji sebelumnya, hari ini aku dan ibuku berangkat ke Seoul. Rasanya aku berat meninggalkan ayahku sendiri di Indonesia, karena seperti yang aku tahu, berobat disana pasti memakan waktu yang lama. Sementara kakakku? Ketika aku dan ibu pergi, dia entah kemana. Aku sudah bersikap pasrah pada kakakku, karena apa? Sebesar apapun usahaku mendekatinya, dia selalu membenciku. Oh, iya. Sekarang aku sedang berada di bandara untuk menunggu penerbanganku selanjutnya.

“Ayah? Ayah serius tidak mau ikut dengan kami? Rasanya aku tetap ingin bersama ayah.” Tuturku pelan.

“Yuri, ayah kan disini bekerja untukmu nak. Ayah sudah biasa sendian kok hehe. Lagian ayah juga sering pergi keluar kota, jadi tidak usah khawatir.” Jawab ayahku.

“Iya, Yuri. Kita berdua saja ya? Nanti kita bisa belanja sepuasnya disana, ya kan? Kamu juga bisa membeli barang-barang idolamu itu, selagi ayah tidak ada hehe.” Sahut ibuku.

“Ah, ibu bisa saja haha...Yuri jadi mau...” Kataku.

...

Setelah menunggu berjam-jam dan setelah berpamitan dengan ayah, akhirnya aku dan ibuku berangkat ke Korea. Ya sekitar jam 2 siang. Aku harap perjalanan ini tidak membuatku kelelahan, karena kalau iya, itu berbahaya bagiku dan ibuku juga pasti repot mengurusku.

Aku berasumsi bahwa aku akan kelelahan di perjalanan, tapi ternyata tidak. Saat ini aku dan ibuku sudah berada di bandara Incheon, Korea. Ternyata benar yang dikatakan oleh orang-orang, Korea adalah tempat yang bersih dan nyaman. Beberapa saat setelah sampai disana, ibuku sudah memiliki janji dengan teman ayahku, dia adalah orang Korea, rekan kerja ayahku. Aku tidak yakin bisa berkomunikasi dengannya, ya seperti yang diketahui, aku hanya mengerti beberapa arti dari bahasa mereka, tidak banyak hehe.

Yang aku tahu hanya annyeonghaseyo (halo), gamsahamnida (terimakasih), daebak (wow), yeoppo (cantik), dan beberapa kata-kata lain. Semua itu aku dapati dari hasil menonton drama ketika sedang bosan hehe. Aku juga ingin membuktikan seberapa ramah sih mereka, iya kan? Aku sangat penasaran akan hal itu. Terilihat di seberang sana, rekan ayahku melambaikan tangannya sambil berbicara di telepon dengan ibuku. Aku baru melihat ibuku menggunakan skill bahasa inggrisnya, aku kira dia bisa bahasa Korea haha.

“Halo, apa kabar?” Sapa ibuku ketika bertemu dengan rekan ayahku.

(Semua percakapan menggunakan bahasa inggris)

“Halo...baik, bagaimana dengan kalian?” Tanya rekan ayahku.

“Baik sekali. Oh ya, perkenalkan saya Yuna, dan ini

Yuri, anak saya.” Tutur ibuku.

“Annyeonghaseyo...” Sapaku.

“Oh ya... saya Kim Jae Wan, panggil saja pak Kim.” Kata pak Kim.

“Oh iya...”

“Sekarang kita langsung menuju ke Seoul ya? Penginapannya sudah saya siapkan disana, jadi kalian tinggal pakai saja.” Tutur pak Kim.

“Iya, pak Kim. Terimakasih, ayo.” Sahut ibuku.

Singkat percakapan kami, pak Kim langsung mengantarkan aku dan ibuku menuju Seoul. Aku tidak menyangka akan melalukan pengobatan sejauh ini, dan lihatlah betapa parahnya aku. Sepanjang jalan aku hanya menatap keluar, melihat pemandangan yang sangat indah dan bersih. Semua orang yang menggunakan jalan sangat patuh dan taat pada rambu-rambu lalu lintas, tanpa melanggar sedikitpun, aku jadi salut. Jika aku bisa hidup lebih lama, aku harap aku bisa mendapatkan jodohku disini, serta dapat menetap disini, ya walaupun itu hanyalah halusinasiku haha... tapi jika tuhan tahu, aku sangat menginginkannya.

Setelah melakukan perjalanan selama 20 menit, finally aku dan ibuku beserta pak Kim sampai di sebuah apartemen yang lumayan besar. Aku suka dengan suasana disini, sangat asri, apalagi warna apartemennya adalah warna kesukaannya, yaitu abu-cream. Setelah berkeliling di apartemen dengan segala arahan dari Pak kim, aku dan ibuku masuk ke dalam tempat tinggal kami yang sementara.

“Wah, pak Kim. Apartemennya bagus sekali saya suka.” Tuturku.

“Syukurlah kalau suka. Ini juga sesuai dengan permintaan dari ayahmu. Katanya kamu sangat suka Korea, apalagi K-Pop nya, qpa benar?” Tanya pak Kim.

“Ah, iya pak. Jadi malu hehe...” Kataku pelan.

“Apartemen ini juga salah satu tempat tinggal para idola K-Pop loh, terkadang saya juga melihatnya.” Tambah pak Kim lagi.

“Benarkah, pak? Wah... semoga saya bisa bertemu dengan mereka hehe...” Sahutku.

“Kamu ini, giliran idol K-Pop saja senang sekali.” Timpal ibuku.

“Baiklah, kalau begitu saya pamit pulang ya? Semoga kalian menikmati semuanya disini. Kalau ada pertanyaan jangan sungkan ya? Oh iya, nanti biar ku suruh putriku yang menemani kalian berkeliling sekaligus pergi ke rumah sakit, bagaimana?” Tanya pak Kim.

“Ah, terimakasih banyak ya pak Kim? Kami jadi merepotkan.” Ujar ibuku.

“Tidak sama sekali, kalau begitu saya pamit ya.”

...

“Bu, kira-kira Yuri kapan ya bisa sembuh? Atau sudah tidak ada harapan lagi untuk Yuri sembuh?” Tanyaku.

“Yuri, kamu pasti sembuh nak. Jangan berkata seperti itu lagi ya? Katanya kamu mau melihat konser idolamu bersama Keila dan Audi? Jadi, semuanya pasti baik-baik saja.” Jawab ibuku pelan.

“Iya bu, Yuri sangat menginginkan itu.”

“Tunggu ya...” Kata ibuku.

...

“Ada apa, bu?” Tanyaku.

“Ternyata pak Kim. Dia memberikan nomor ponsel putrinya, besok kita ke rumah sakit.” Kata ibuku.

“Baiklah, bu.”

Setelah percakapan itu, aku segera membereskan baju di dalam koperku, karena tidak ingin membuat ibuku kesusahan walaupun hanya sedikit. Sembari membayangkan bagaimana jika aku sembuh dari penyakit ini. Aku ingin melakukan banyak hal bersama teman-temanku, membantu kedua orang tuaku, intinya aku dapat memenuhi harapanku selama ini yang tidak tersampaikan. Tapi bagaimana jika sebaliknya? Aku tidak dapat disembuhkan dari penyakit mematikan ini? Tidak apa-apa sih, aku sudah tidak terkejut lagi, aku ikhlas.

Kenapa tiba-tiba kepalaku sakit dan terasa pusing?

Padahal aku hanya membereskan pakaian ini? Sepertinya aku tidak kuat lagi...

“I...ib..u...” Panggilku pelan.

Sontak ibuku merasa panik dan segera menghampiriku...namun mataku sangat ingin menutupnya.

“Yuri!!!!” Pekik ibuku.

Saat itu aku hanya bisa mendengar ibuku berteriak, setelahnya mataku telah tertutup dan aku merasakan kegelapan.

...

“Yuri...bangun nak.” Kata ibuku sambil menangis.

Tampaknya telingaku mendengar suara itu...

Mataku terbuka lebar, “I...ibu...” Panggilku.

“Yuri!!! Akhirnya kamu bangun nak. Sudah 2 jam kamu pingsan, ibu sangat mengkhawatirkanmu sayang.” Tutur ibuku sambil mengusap air matanya.

“Yuri tidak apa-apa kok, bu. Yuri mungkin hanya kelelahan.” Jelasku.

Ibuku tersenyum, “Lain kali kamu tidak usah mengerjakan pekerjaan apapun, termasuk membereskan pakaianmu. Biar ibu saja yang melakukannya.” Tutur ibuku.

“Bu, masa iya hanya karena membereskan pakaian, aku jadi seperti ini? Ternyata aku benar-benar lemah ya bu? Semua hal tidak dapat aku lakukan dengan baik, aku memang anak yang lemah dimata ibu dan semua orang. Coba saja mataku tidak terbuka lagi.” Kataku.

“Yuri, jangan bicara seperti itu terus ya? Ibu tidak mau kamu kenapa-napa lagi. Ibu sangat mengharapkan kamu sembuh dan dapat melakukan apapun yang kamu mau. Jadi tahan semua hal yang ingin kamu lakukan, dan simpan semuanya untuk kelak. Ibu yakin kamu bisa sembuh.” Jelas ibuku sambil menggenggam tanganku.

“Oh iya, itu ada anaknya pak Kim. Tadi ibu yang menghubunginya, dan membawa dokter kesini.” Kata ibuku lagi.

“Lalu mana dokternya, bu?” Tanyaku.

“Dia sudah kembali ke rumah sakit, besok kita akan menemuinya lagi.” Jawab ibuku.

“Dan satu lagi... Dokternya tampan sekali loh. Ibu saja meleleh melihatnya hahah...” Tambah ibuku.

“Ibu bisa saja, Yuri jadi penasaran.” Kataku.

Ibuku tersenyum, “Penasaran dengan ketampanan sang dokter atau penasaran dengan pengobatanmu?”

“Dua duanya, bu heheh...” Jawabku.

Ibuku berdiri dan, “Sebentar ya, ibu panggilkan anak pak Kim. Biar kalian saling mengenal. Dia juga menunggumu sadar dari tadi.” Katanya.

...

“Ini Yuri, anak pak Kim.” Kata ibuku.

...

“Annyeonghaseyo...” Sapaku.

“Nee annyeonghaseyo...” Kata anak pak Kim.

“Saya Yuri. Namamu siapa?” Tanyaku.

“Perkenalkan nama saya Jeon Mina. Panggil saja Mina.” Katanya.

“Ah, iya...Mina. Terimakasih telah membawa dokter kemari, ya.” Kataku.

“Iya sama-sama. Saya senang membantu kalian.” Kata Mina sambil tersenyum.

“Haha... oh iya, kamu pernah ke Indonesia?” Tanyaku.

“Iya, pernah beberapa kali aku mengikuti ayahku kesana. Indonesia sangat indah hehe... aku pernah ke Jakarta, Yogyakarta, Bali, Lombok, dan Pangkalpinang. Mereka memiliki keindahan yang sangat memukau hahah...” Jawa Mina.

“Benarkah? Wah, ternyata banyak yang telah kamu kunjungi. Aku saja belum pernah ke Lombok dan Yogyakarta hehe...” Kataku.

“Saat ini kesibukanmu apa, Mina?” Tanyaku.

“Sekarang aku sedang kuliah di SNU (Seoul National University), dan membantu ayahku juga.” Jawab Mina.

“Kamu hebat sekali ya?” Kataku.

“Ah, tidak-tidak biasa saja.” Jawab Mina sungkan.

“Ini barang-barangmu semua?” Kata Mina sambil menunjuk Album NCT.

“Iya hehe...”

“Jadi kamu suka K-Pop? NCT pula?” Tanya Mina kaget.

“Iya, Mina. Aku sudah lama menyukai mereka, bagaimana denganmu?” Tanyaku.

“Wah... ternyata banyak yang mengenal mereka hahah... aku sangat menyukai Taeyong hehe.” Kata Mina.

“Taeyong? Wahh... teman-temanku juga menyukainya. Dia sangat memukau, tapi aku lebih suka Jaehyun.” Kataku.

“Banyak sekali tahu fans NCT di Indonesia, mereka sangat sangat sangat menyukainya.” Jelasku lagi.

“Aku hanya beberapa kali saja mengikuti fansign-nya, dan dapat menatap mata mereka hahah...aku sangat gila jika telah menemui mereka disana.” Kata Mina.

“Benarkah? Ternyata banyak orang sepertiku haha...” Kataku sambil tertawa.

“Ada apa ini? Heboh sekali.” Ungkap ibuku.

“Biasa lah, bu. Urusan per-fangirl-an hehe...” Kataku.

“Iya, bi. Ternyata kami memiliki banyak kesamaan, aku jadi senang bertemu dengan Yuri.” Kata Mina.

“Baguslah kalau kalian cepat akrab, ibu jadi senang, apalagi Yuri bisa tersenyum seperti ini. Kamu tahu tidak, Mina? Yuri selalu murung dan sedih jika sendirian, tertawa pun malas sekali, jarang, bahkan hampir tidak sama sekali. Tertawa pun jika dia bertemu teman-temannya yang sehati dengannya, setelah itu? Tidak.” Tutur ibuku.

“Benarkah, bi? Kalau begitu aku akan sering-sering datang kesini, dan jika kamu sembuh nantinya aku akan mengajakmu jalan-jalan.” Sahut Mina semangat.

“Terimakasih, ya Mina. Bibi sangat senang kamu memperlakukan Yuri dengan baik. Karena waktu kami berada di Indonesia, dia hanya memiliki beberapa teman. Bibi sangat sedih sekali.” Kata ibuku.

“Iya, bi sama-sama. Saya juga senang bisa berteman dengan Yuri. Dia sangat ramah dan ceria, Mina suka itu. Oh iya, besok Mina akan menjemput kalian jika ingin ke rumah sakit. Jadi bibi tinggal menghubungiku saja jika sudah bersiap pergi.” Tutur Mina.

“Terimakasih, ya Mina.” Kataku.

“Kalau begitu Mina pamit, ya bi? Mina mau bertemu ayah di kantor.” Kata Mina.

“Iya, hati-hati ya. Besok bibi tunggu.” Jawab ibuku.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!