NovelToon NovelToon

Senyum Di Balik Apron

Senja di kampung halaman

Setelah tiga tahun akhirnya perempuan bernama Ciara Anastasya itu menginjakan kakinya di kampung halaman. Perempuan yang memiliki tinggi sekitar 160 dengan rambut pendek sebahu serta kulit kuning langsat itu tersenyum. Senyum yang mengartikan senangnya dia atas kepulangannya ke kampung halaman yang telah dia nantikan akhirnya terwujud.

Cia masuk ke dalam rumahnya yabg terbuka lebar, namun tak terlihat orang tuanya ada di sana. Setelah masuk lebih dalan, Cia menemukan orang tuanya sedang duduk bersama menonton tv di ruang tengah rumahnya. Cia langsung menyalami kedua orang tuanya dengan senyum di bibirnya.

"Ayah, Ibu"

"letakkan barangmu dan mandilah dulu nak" ucap ibunya dengan lembut.

"iya bu"

Setelah menjawab Cia langsung memasuki kamarnya. Waktu masih menunjukan pukul empat sore. Cia segera mandi dan kembali duduk bersama orang tuanya di depan rumahnya.

Banyak tetangga yang melihat dan menyapanya, menanyakan kedatanganya. Cia melihat senja yang nampak indah di depan matanya. Senja yang selama ini jarang dia lihat di tanah rantau.

......................

"kerja di mana sekarang mbk?" pertanyaan yang terlontar dari tetangganya.

Sudah satu bulan Cia bersantai jadi pengangguran di rumah. Tetangga dan orang-orang di sekitarnya mulai sibuk menanyakan pekerjaanya.

"Di rumah dulu sementara. Mau istirahat bu" Cia menjawab dengan sopan dan kembali melanjutkan langkahnya untuk pulang ke rumah.

"memang paling bener berdiam diri di rumah saja. Baru juga satu bulan nganggur, mereka kira aku robot atau gimana? Abis kerja tiga tahun langsung kerja lagi. Tulangku aja rasanya masih bergetar gini" Cia ngedumel pelan di tiap langkah kakinya.

"kenapa kamu nak?" tanya sang ibu saat melihat anaknya pulang dari membeli jajan dengan muka yang kurang enak di pandang.

"nggak apa bu." Cia menyerahkan apa yang di belinya pada sang ibu.

"kamu ini jajan terus. Makan enggak jajannya kenceng banget" omel sang ibu setelah menerima berbagai macam cemilan di tangannya.

"loh, ini buat nanti malam kalau aku kelaparan bu"

Cia mengobrol dengan kedua orang tuanya malam itu. Ayah ibunya tak ada yang membahas pekerjaan di depan anaknya karena mereka tau jika sang anak masih ingin beristirahat.

......................

Setelah tiga bulan jadi pengangguran dan dua bulan terakhir mencari kerja namun tak kunjung mendapatkan pekerjaan membuat Cia mulai tertekan sendiri. Ternyata di usianya yang ke 27 tahun ini sudah cukup sulit mencari pekerjaan dengan modal ijazah SMA.

"Harusnya aku ambil kuliah online kemarin selama merantau" Cia berucap pelan dengan pandangan yang mengarah ke depan di mana matahari sore nampak begitu indah dengan warna kemerahaannya.

"lagi lagi senja yang menemaniku" lanjutnya lagi dengan pelan dan sedih.

Cia berjalan memasuki rumahnya. Dia mengambil ponselnya yang berbunyi di atas meja ruang tamu.

"Akhirnyaaa" senyum di bibirnya mulai berkembang dengan pelan.

"Kenapa nak?" tanya sang ayah yang melihat anaknya sumringah itu.

"Aku dapat kerja yah" ucapnya dengan bahagia.

"Syukurlah. Dapat kerja di mana nak?" ibunya yang berjalan dari dalam itu menimpali.

"Gini yah bu, Aku dapat kerja di jakarta, izinin ya yah? Aku bakal jaga diri baik-baik kok. Gak bakalan nakal juga. Ayah percaya kan sama anak ayah ini?" pandangan memohon itu di tujukan kepada orang tau yang ada di depannya.

"huuuft" hembusan nafas itu terdengar dari sang ayah, hingga membuat Cia khawatir jika usahanya selama wawancara online akan sia-sia.

"tak apa, pergilah jika kamu memang ingin, ayah cuman mau berpesan jaga diri baik-baik disana"

Cia tersenyum cerah mendengar jawaban sang ayah. Sangat jarang ayahnya memberi izin untuk bekerja di luar kota selama ini, apalagi dia baru pulang dari perantauan selama tiga tahun.

"tetap jadi baik di manapun kamu berada nak" pesan sang ibu dengan lembut.

"tidak bisa. Mana bisa kamu menyuruhnya tetap jadi baik di kota yang begitu keras bu. Jika ada yang jahat sama kamu, balas nak balas. Jangan diam saja seperti orang tersakiti di sinetron. Tapi balasnya jangan main senjata atau kekerasan, bisa di penjara nanti kamu" ucapan menggebu gebu sang ayah membuat Cia dan ibunya tertawa.

"iya yah bu. Cia bakal jaga diri dan kalau ada yang jahat Cia bakalan balas. Tenang aja" ucap Cia dengan bangga.

"oh iya. Cia mulai kerja senin depan. Jadi hari sabtu Cia sudah harus berangkat untuk mendapatkan kos yang dekat dengan tempat kerja Cia" lanjut Cia.

"Cari kos yang khusus perempuan kamu" ayahnya menimpali

"iya yah. Aku bakal nyari nanti di Meps".

"nggak papa agak mahal asal aman untuk di tinggali. Kalau bisa nyari yang banyak tetangganya, kalau ada apa-apa banyak yang denger. Banyak yang nolong" Ibunya adalah orang yang paling khawatir.

"Mbak kok gak pernah pulang bu?" tanya Cia yang mulai sadar kalau kakak perempuannya belum pernah pulang sama sekali selama tiga bulan ini.

Cia punya kakak perempuan bernama Liliana Buana, kakak yang usianya terpau 10 tahun darinya. Liliana tinggal bersama suami dan juga anaknya di kota dekat tempat tinggalnya di jawa timur. Di sana rumah suaminya dan memang sangat jarang mereka pulang.

"biasanya sebulan sekali mbak pulang. Kok ini udah tiga bulan nggak pulang. Apa ya nggak kangen sama adeknya ini"

"Mertua mbakmu itu kemarin sakit lama nak. Jadi dia nggak bisa pulang karena harus mengurus mertuanya juga" ibunya memberi pengertian pada anak bungsunya itu.

"Pantes sering posting foto di rumah sakit." Cia bergumam.

"ya mau gimana lagi, kakak iparmu itu anak tunggal. ayahnya keluar masuk rumah sakit kalau nggak mbak sama masmu mau siapa lagi yang merawat mereka". Ibu

"Ibu udah jenguk ke sana?". Cia

"Besok ayok kita ke sana. Ibu kangen sama cucu ibu juga". Ibu

"iya bu, aku juga kangen sama Risa. Ayah ikutkan?". Cia bertanya pada sang ayah dengan mata yang di sipit-sipitkan.

"Iya tentu dong ayah ikut. Mana mau ayah di rumah sendirian nggak ada yang masakin" padahal niat ayahnya nggak mau ikut.

"sebenernya ayah nggak mau ikut kan? Karena kan ayah paling malas kalau di suruh naik bus gitu" Cia sudah tau gimana ayahnya.

Beliau jarang ikut berpergian kecuali memang penting. Apalagi harus naik bus jika hanya mereka bertiga. Bahkan naik mobil pun beliau malas dengan alasan kakinya sakit kalau di tekuk di dalam mobil. Ya maklum, beliau tinggi soalnya.

"kamu ini tau aja. Yaudah gih bilang sama mbakmu kalau besok kita datang ke sana" ucap sang ayah.

"Aku udah kirim pesan tapi belum di balas sama mbak liliana" Cia menunjukan ponselnya pada sang ayah.

"tuh di balas tuh. Coba baca, tulisan kok kecil banget." ibu menimpali setelah melihat pesan balasan yang kecil kecil di ponsel Cia.

"Kata mbak Liliana gak usah datang soalnya lusa mbak sama mas mau pulang. Mertuanya udah sehat wal afiat dua duanya"

"Syukurlah..." kompak sang ayah dan ibunya.

Cia heran melihat kedua orang tuanya yang nampak lega itu. Tapi tak lama Cia sadar jika orang tuanya mudah lelah kalau harus berpergian jauh dengan kendaraan umum. Ya namanya juga sudah tua kan.

...****************...

Perjalanan

Hari keberangkatan Cia ke Jakarta telah tiba. Kakaknya, yang pulang beberapa hari lalu hanya menginap selama dua haru dan pulang.

"Sudah siap semua nak?" tanya sang ibu yang memasuki kamar putrinya.

"Sudah bu. Ibu sama Ayah baik-baik ya di rumah?". Cia

"tentu saja Ibu dan Ayah akan baik-baik saja nak. Ingat pesan ibu loh. Ayok keluar, ayah sudah menunggu di depan". Ibu

Cia dan Ibunya berjalan beriringan keluar rumah. Cia segera menyimpan kopernya di bagian depan motor matic ayahnya.

"Aku berangkat ya bu. Ibu baik-baik di rumah!" pamit Cia setelah mencium tangan sang Ibu.

Sang Ibu melambaikan tangan ke arah Cia dengan senyum sedih.

"Cia mau berangkat ke mana bu Ria?" tanya tetangga samping rumah yang baru keluar.

"Ke Jakarta. Dapat kerja di sana".

"Jauh ya! Kok tega ibu lepasin anak gadis sejauh itu. Cia juga kan sudah waktunya menikah bu".

Ria terlihat malas menjawab tetangga yang selalu penasaran dengan kehidupan orang lain itu. Tapi, dia tetap menjawabnya.

"Jodoh gak ada yang tau ya bu. Siapa tau nanti Cia ketemu jodohnya di sana. Saya permisi dulu bu Yeti, mari".

Ibu Cia memasuki rumahnya dengan kesal. Cia di rumah tiga bulan di tanya kenapa tidak kerja, giliran dapat kerja di bilang sudah waktunya nikah.

"Maunya para ibu-ibu tetangga itu apasih? Terserah anak saya dong, ribet amat jadi orang" Ibu Cia duduk kursi depan tv dengan menggerutu tiada henti karena merasa kesal.

......................

Sesampainya di stasiun.

"Ayah, Cia langsung masuk. Ayah langsung pulang aja nggak papa, sebentar lagi kereta yang Cia naiki juga sudah sampai". Ucap Cia setelah kopernya di turunkan sang Ayah.

"Baiklah. Kamu hati-hati, di jaga barang berharga kamu. Ponselnya di simpan dengan baik. Sebelum tidur, pastikan orang yang duduk sama kamu itu orang yang baik" Sang Ayah memberi wejangan pada putri bungsunya itu.

Cia tersenyum mendengar wejangan sang Ayah yang sangat mengkhawatirkannya itu.

"iya yah. Ayah gak perlu khawatir begitu". Cia

"ya gimana nggak khawatir, kamu kan ceroboh orangnya nak. Yaudah, Ayah pulang dulu. Kamu masuklah". Ayah

Setelah salim pada sang ayah, Cia memasuki stasiun sesekali menoleh ke belakang untuk melambaikan tangan pada sang Ayah. Setelah Cia memasuki stasiun dengan sempurna, barulah sang Ayah melajukan motornya untuk pulang.

Tiga puluh menit menunggu akhirnya kereta yang di naikinya datang. Cia lekas berdiri untuk mencari gerbong tempatnya duduk. Ternyata di nomer tempatnya duduk sudah ada tiga orang yang sepertinya satu keluarga. Seorang bapak yang duduk itu kemudian berdiri untuk membantu saat melihat Cia mengangkat kopernya ke kabin kereta.

"Eh. Terima kasih pak". Cia menganggukan kepalanya setelah bapak itu membantunya.

Cia segera duduk di depan perempuan yang tidak lain istri dari bapak yang membantunya tadi. Beberapa saat Cia hanya diam karena merasa canggung dan bingung mau menyapa seperti apa.

"Kakak mau ke mana?" pertanyaan yang berasal gadis muda di samping Cia.

Cia menoleh ke sampingnya untuk melihat gadis muda itu. Gadis yang memiliki postur tubuh sama sepertinya, tinggi dan besarnya sama. Tapi gadis itu berambut panjang dan berkulit putih bersih.

"Ah. Kakak mau ke Jakarta, kamu mau ke mana atau dari mana?" tanya Cia.

"Kenalin dulu kak. Aku Zara, Zara Veronika" jawab Zara yang segera mengulurkan tangan ke arah Cia.

"Zara dari Surabaya mau pulang ke Jakarta. Zara baru pulang berkunjung ke rumah kakek nenek. Kakak mau apa ke jakarta?" lanjut Zara setelah Cia menerima uluran tangannya.

"Nama kakak Ciara, kamu bisa panggil kak Cia. Aku mau ke Jakarta untuk bekerja" jawab Cia.

"kak Cia mau nomer telfon Zara nggak? Biar nanti kita bisa main bareng kalau Zara lagi libur sekolah" Zara menawarkan nomer telfonnya dengan ramah.

Cia gemas melihat Zara yang begitu manis di sampingnya, hingga senyuman kecil terukir di bibirnya.

"Boleh, kakak juga bisa menemanimu untuk belajar" jawab Cia dengan lembut.

"No no no. Cukup guru sekolah Zara yang menemani dan mengajar Zara untuk belajar. Kakak cukup jadi teman bermain Zara". Zara menjawab dengan gelengan kepala kecil.

"kenapa manis sekali adik sma ini?" Cia membatin dengan tangan yang terkepal karena ingin mencubit pipi chubby di depannya itu.

"Oh iya kak. Di depan kita ini papa sama mama Zara" Zara memperkenalkan kedua orang tua di depannya.

"ah! Selamat siang om tante, nama saya Ciara" Ciara mengenalkan dirinya dengan sungkan.

"Halo Cia. Kamu bisa memanggilku tante Celine" kata Celine memperkenalkan diri.

"Dan kamu bisa memanggil saya om Bima" Bima ikut memperkenalkan dirinnya.

Kedua pasangan di depan Cia memperkenalkan diri dengan ramah. Apalagi tante Celine, beliau sangat ramah dan ceria seperti Zara.

Celine perempuan yang mungkin berusia 50 an tapi masih terlihat cukup muda di usianya. Kulitnya juga putih bersih seperti Zara, tapi lebih tinggi darinya. Rambutnya panjang bergelombang, sangat indah.

Bima punya perawakan yang tinggi besar. Sama seperti Celine, beliau juga masih terlihat tampan di usia 50 lebih. Kulitnya juga bersih.

"Oh iya Cia. Selain bermain dengan Zara, kamu juga bisa bermain dengan tante. Kalau kamu libur nanti hubungi tante saja Cia. Kita main bersama" ucap Celine dengan semangat. Jiwa mudanya tidak di ragukan lagi.

"Anggap saja kita keluarga barumu di Jakarta nanti Cia, agar kamu tidak kesepian dan merasa sendiri di sana" Bima ikut menimpali dengan ramah.

"Atau kakak mau tinggal bersama kami saja?" tawar Zara.

Cia terharu dan juga bingung. Kenapa satu keluarga ini memiliki semangat dan rasa antusias yang tinggi kepada orang baru. Kan bisa saja Cia orang jahat.

"apa jangan-jangan mereka komplotan orang jahat?". Batin cia khawatir sendiri.

"Baik tante, biar nanti Cia hubungi tante kalau Cia dapat jadwal libur"

"Terima kasih om karena sudah mau menganggap orang baru kayak Cia seperti keluarga"

"Dan terima kasih juga Zara untuk tawarannya. Tapi kakak gak bisa soalnya sudah dapat kos yang dekat sama tempat kerja kakak" Cia mengatakannya dengan menatap tiga orang itu satu per satu.

Mereka melanjutkan obrolan-obrolan kecil dengan ringan. Di tengah perjalanan nampak Cia dan zara sudah tertidur dengan pulas,sl sedangkan pasangan suami istri itu masih terjaga dengan pandangan mengarah pada dua anak perempuan di depannya.

"Pa? Pasti Cia bakalan ngira kita komplotan orang jahat deh karena kita terlalu baik padahal baru ketemu" Tante Celine berucap pelan pada sang suami.

"Tentunya ma. Papa tadi lihat ekspresi terkejutnya saat papa bilang anggap kita keluarga. Atau mungkin kita seperti keluarga aneh ya ma?" om Bimo ikut berfikir.

"Tidak masalah, toh kita bukan jahat pa. Aku menyukainya karena dia terlihat kesepian dan anaknya sangat ekspresif. Dia anak yang jujur"- Celine

"Hmm. Papa setuju sama mama" Bimo mengiyakan ucapan Celine.

"Cia seperti cangkang kosong pa" Celine berucap belan. Dia menatap Cia dengan sendu.

"maksud mama?" Bimo tau apa maksud cangkang kosong. Tapi kenapa Cia seperti itu?.

"Dia memang nampak normal, saat bercanda sama Zara juga tawanya sangat lepas. Senyumnya sangat tulus, tapi dalam sekejap emosi dalam dirinya tak terlihat. apa yang seru dan lucu itu hanya terjadi selama pembicaraan. Saat obrolannya selesai, maka emosinya ikut selesai" jelas Celine.

"saat dalam mood buruk, pembicaraan yang menyenangkan akan memperbaiki keadaan moodnya sampai malam hari bahkan sampai keesokan harinya. Tapi Cia berbeda, dia bahkan tak terlihat senang atau sedih. Banyak orang yang mengalami hal seperti Cia jaman sekarang pa". Lanjut Celine.

"Jika kalian lebih dekat. Ku rasa kamu akan menemukan jawabannya" Jawab Bimo setelah mendengar penjelasan istrinya.

Pasangan itu masih melihat Cia dan Zara yang tertidur pulas di depannya hingga tak lama Celine juga ikut tertidur. Menyisakan Bimo yang terjaga sendirian menjaga tiga perempuan dengan ponsel di tangannya.

Setelah 10 jam lebih perjalanan yang harus mereka tempuh untuk sampai di stasiun Gambir Jakarta pusat, akhirnya mereka sampai pukul lima sore. Selama perjalanan mereka mengobrol selayaknya keluarga yang hendak pergi liburan.

Cia berpisah dengan keluarga itu di depan stasiun. Bahkan mereka menawarkan akan mengantarkan Cia ke alamatnya namu di tolak Cia dengan halus karena takut merepotkan.

"Yaudah. Kami pergi dulu, kamu hati-hati. Kalau sudah sampai kabari orang tuamu juga Tante ya?" ucap Celine sebelum meninggalkan Cia.

"Iya tante. Nanti Cia kabari" akhirnya mereka bertiga pergi dengan mobil pribadi setelah Cia menyalami mereka satu per satu. Bahkan Zara melambaikan tangan dengan semangat dan senyum yang tak kunjung hilang dari bibirnya.

Tak lama Cia mendapat taksi dan segera memberi tahukan alamat tujuannya pada sang supir. Tak sampai 20 menit Cia telah sampai tempat tujuan, Cia segera turun dan membayar biaya taksinya.

Cia melihat toserba 24 jam di depannya dan ada gang masuk di sebelahnya. Setelah bertanya pada penjual nasi goreng keliling di depan gang, Cia segera masuk gang, dan memencet bel yang berada di sebelah pagar hitam di depannya, yang sebelumnya di tunjukan oleh bapak penjual nasi goreng, jika ini rumah bu Ida pemilik kos khusus perempuan tujuan Cia.

Seorang ibu berusia lima puluhan, namun nampak sehat mebuka pagar san menyapa Cia dengan senyum ramahnya.

"Sore ibu! Saya Ciara yang sebelumnya menghubungi bu Ida melalui pesan" Ucap Cia dengan sopan.

"oh iya nak Ciara, mari Ibu tunjukan kamarnya" ajak bu Ida dengan ramah.

Cia berjalan di belakang bu Ida dengan pandangan yang melihat sekelilingnya. Rumah bu Ida tak terlalu besar namun terlihat elegan dengan halaman yang cukup besar, ada taman yang penuh bunga dan rumput hijau yang terawat depan rumahnya.

Bu ida berjalan ke arah pagar di samping rumah yang terhubung dengan bangunan sebelah yang jelas itu adalah kos milik bu Ida.

"Nak Cia mau di kamar bawah atau lantai dua? Hanya tersisa dua kamar ini yang kosong" tanya bu Ida dalam perjalanan menuju kos.

"Di atas saja ibu" jawab Cia.

Kosnya terbilang besar, karena ada dua bangunan berlantai dua yang saling berhadapan dengan masing-masing lima kamar bawah, dan lima kamar atas. Di tengah terdapat dua pohon yang tak begitu besar, namun terlihat rindang, di bawahnya, ada bangunan kursi yang melingkari tiap pohon. Penghijauan yang sangat sempurna, karena ada juga berbagai macam bunga dan rumput yang sama terawatnya seperti di rumah bu Ida.

"Nah ini kamarnya nak. Sudah lengkap isinya, ada kamar mandi di dalam. Untuk dapur tersedia satu di tiap lantainya dan kamu sudah lihat di tengah bangunan saat berjalan ke sini tadi kan?" jelas bu Ida.

Cia menempati kamar di ujung yang dekat dengan jalan. Dapur terlihat di tengah tepat sebelah tangga. Jika biasanya tangga berada di ujung, kos ini tangganya di tengah.

"Untuk biaya tetap sama seperti yang Ibu bilang di pesan kemarin. Kalau kamu butuh apa-apa bilang saja sama Ibu" Ucap bu Ida sebelum meninggalkan Cia di kamarnya.

"Baik bu. Terima kasih, nanti uangnya Cia antar ke rumah Ibu" Jelas Cia. Setelah menganggukan kepalanya bu Ida pergi meninggalkan Cia.

Cia langsung menutup pintu kamarnya dan langsung mandi untuk membersihkan diri. Tak lupa dia mengabari kedua orang tuanya dan Zara jika dia sudah sampai. Tak lama setelah merebahkan diri akhirnya Cia tertidur.

...****************...

Hari Pertama

Hari di mana Cia mulai bekerja sudah tiba. Setelah kemarin, hari minggu dia berjalan jalan di sekitar tempat tinggalnya, dan memastikan lokasi Restoran tempatnya bekerja. Ternyata tempatnya tidak begitu jauh dari kos yang di tinggalinya.

Drrrt.. Drrrrt

Suara ponsel yang bergetar itu membuat Cia terbangun dari tidurnya.

"Iya bu!" jawab Cia dengan kesadaran yang baru setengah terkumpul.

"nak, Udah jam setengah tujuh ayok bangun terus mandi! nanti telat kamu kerjanya" omel sang Ibu.

"Iya ibu, tempat kerjaku gak jauh kok, hanya butuh 10 menit untuk jalan kaki" Jawab Cia, setelahnya dia mengambil botol air minum di sampingnya.

"Kamu gak boleh meremehkan sesuatu nak. Meskipun dekat, gak ada salahnya berangkat lebih awal" ucap ibunya menasehati.

"Baik bu, kalau gitu aku mandi dulu ya? biar nanti tinggal berangkat". Cia

"iya sana mandi terus siap-siap. Jangan lupa sarapan, Ayah sama Ibu aja udah selesai sarapan dari tadi" ucap sang ibu sebelum sang anak bertanya.

"iya Ibuuu. yaudah kalau gitu, Ibu baik-baik di rumah".

"iya nak, ibu bakalan baik-baik saja".

Setelah mengakhiri telfon singkatnya dengan sang Ibu, Cia segera berjalan ke arah kamar mandi untuk membersihkan diri.

Selepas mandi, Cia langsung bersiap dan segera berangkat. Dia pergi lebih awal untuk mampir ke toserba membeli roti dan susu kotak untuk mengisi perutnya.

"Aku harus membeli beberapa susu kotak untuk stok" gumam Cia setelah ingat, jika ada kulkas di dapur kosannya.

Setelah melihat jam di pergelangan tangannya sudah menunjukan pukul delapan kurang, Cia segera berjalan menuju tempatnya kerja.

Cia melihat ada tiga orang di depan Restoran, yang menurutnya itu karyawan baru sepertinya karena menggunakan setelan hitam putih. Cia segera berlari kecil untuk bergabung bersama mereka.

Restoran yang Cia datangi sangat besar, walaupun hanya berlantai dua. Di samping Restoran, ada sebuah bangunan yang mungkin di gunakan sebagai kantor, di depannya ada sebuah gazebo dan taman mini. Parkirannya juga sangat luas untuk ukuran Restoran saja.

"Haloo!" sapa Cia pada ketiga orang di depannya.

Satu laki-laki dan dua perempuan. Laki-laki itu menganggukan kepala dengan senyum ramah di bibirnya, begitupun dengan satu perempuan muda di sampingnya. Sedangkan satu perempuan lagi, yang menurut Cia seusianya itu hanya melihatnya cuek.

"mungkin dia menerapkan hidup individualisme kali ya" batin Cia dengan mata yang melirik perempuan itu sekilas.

Tidak ada pembicaraan di antara mereka. Sampai akhirnya ada seorang karyawan perempuan keluar memanggil mereka agar segera masuk.

"Adik-adik ayo segera masuk. Pak Bayu sudah memanggil kalian" ucap karyawan tersebut.

Perempuan itu berjalan ke pintu samping Restoran, di sana tertulis jika itu pintu khusus karyawan. Mereka berjalan mengikuti perempuan itu ke sebuah ruangan.

"Pak?" perempuan itu segera membuka pintu setelah di persilahkan orang di dalam.

"Masuklah!" ucap pria dewasa yang tak lain adalah pak Bayu. Perempuan yang mengantar mereka segera pergi setelah menutup pintu.

"Tunggu sebentar di sini!" ucap pak Bayu yang setelahnya berjalan ke meja di samping mereka berdiri untuk mengambil beberapa paperbag di atasnya.

Pak Bayu memberikan paperbag itu satu per satu sesuai nama yang tertera di luarnya.

"Di dalam paperbag itu ada dua seragam beserta apronnya. Terus ada nametag, buku panduan juga kunci loker untuk menyimpan barang-barang kalian.". Pak Bayu

"kalian bisa membaca bukunya sepulang dari sini untuk mempelajari apa yang harus kalian lakukan selama bekerja. Ada juga beberapa daftar menu andalan yang harus kalian hafalkan untuk di rekomendasikan kepada setiap pengunjung. Untuk dasar-dasarnya nanti ada kakak-kakak yang mengajari kalian. Untuk jadwal kerja kalian bisa cek di grup karyawan ya, nomor kalian sudah saya masukan semu" lanjut penjelasan pak Bayu.

"BAIK PAK"

Ke empat anak baru itu menganggukan kepala dengan jawaban iya yang serentak.

Mereka segera keluar setelah pak Bayu memanggil dua karyawan perempuan untuk mebimbing mereka. Ternyata sistem shift sudah di tentukan sebelumnya. Dua perempuan karyawan baru di pulangkan terlebih dulu karena mereka mendapat shift malam. Sedang Cia dan laki-laki tadi masuk shift pagi.

Mereka berdua di giring menuju tempat loker, yang sekaligus menjadi tempat istirahat bagi mereka. Di ruangan itu tersedia loker, kursi untuk istirahat serta ada matras yang di senderkan ke dinding untuk mereka yang ingin tidur, atau sekedar selonjoran.

"Sekarang kamu bisa menyimpan barang kamu di sini! Terus ganti baju kamu dengan seragam yang telah di berikan! Kamar mandinya di sana" ucap perempuan itu, yang sekaligus menunjukan pintu kamar mandi di ujung ruangan.

Setelah berganti seragam. Cia langsung di arahkan untuk mengikuti perempuan tadi, sedangkan Riko yang juga karyawan baru seperti Cia di bawa perempuan yang berbeda.

"Yang mengajari kalian bukan satu orang saja. Anggap saya sebagai mentor kamu dan kalian punya mentor yang berbeda." jelas perempuan itu dengan datar.

"iya kak, kalau boleh tau nama kakak siapa ya? Kalau nama saya Ciara kak" tanya Cia dengan ragu karena perempuan itu terkesan tak perduli.

"Nama saya Nina, panggil saja kak Nina" jawan perempuan bernama Nina itu dengan intonasi yang lebih bersahabat.

Nina, perempuan berusia 30 tahun dengan tubuh yang lebih tinggi dari Cia. Kulitnya bersih, dengan rambut panjangnya yang di kuncir kuda. Wajahnya terlihat judes tapi orangnya sangat baik.

Nina membawa Cia ke dalam Restoran. Di sana sudah ada karyawan yang membersihkan tiap lokasinya masing-masing sebelum buka. Nina memberikan lap serta semprotan untuk Cia, agar bisa dia gunakan untuk membersihkan meja, sedangkan Nina, membersihkan kaca jendela.

Selesai mereka membersihkan Restoran. Saat jam sembilan tepat, Restoran sudah mulai di buka.

"Kamu di sebelah sini sama kakak! Sedang teman kamu yang laki tadi sama kak Sandra di sebelah sana" jelas Nina, tangannya menunjuk Riko, dan perempuan bernama Sandra tadi, meraka berada di sebelah kanan meja bartender, yang memang agak jauh darinya.

Riko memiliki usia yang sama dengan Cia, katanya. Tubuhnya tinggi, wajahnya manis dengan kulit coklatnya. Sedangkan Sandra, memiliki tinggi yang sama dengan Riko, kulitnya putih pucat, dengan rambut panjang pirang, dan bibir merahnya. Mungkin tinggi mereka 170 an.

Restoran begitu luas, jadi mereka harus di bagi dua untuk berjaga, agar memudahkan pengunjung untuk memanggil mereka, juga memudahkan karyawan dalam melayani setiap tamu yang datang.

"pak Bayu bilang, kamu sudah cukup punya pengalaman, karena, pernah bekerja di rumah makan. Pekerjaannya tentu tak jauh berbeda, tapi, nanti kamu liat kakak dulu untuk mempelajarinya, dan kamu bisa tau apa perbedaan dan persamaannya" jelas Nina lebih ramah dari sebelumnya.

Selama bekerja, Cia mampu mengerjakan semua dengan baik, karena Nina mengajarinya dengan baik, dan ramah. Berbeda dengan Riko, yang sering melihat Nina dan Cia saat melakukan pekerjaannya, karena, Sandra hanya berdiri melihat Riko melayani pelanggan. Dia hanya membantu saat datang beberapa pengunjung secara bersamaan.

"Kasian Riko, kenapa pak Bayu masih menugaskan Sandra untuk mengajari karyawan baru sih? Sudah tau Sandra semena mena sama karyawan baru" gumam Nina, dan kekesalan itu masih bisa di dengar Cia.

"Sapalah saat kamu bertemu Sandra, tapi, jangan pernah kamu memiliki urusan dengan perempuan itu. Hindari dia sebisa mungkin" ucap Nina memberi peringatan pada Cia.

"memang kenapa kak?" Cia bertanya dengan heran.

"huh.. Dia orang yang melakukan apapun sesukanya, banyak anak baru yang keluar gara-gara dia. Bahkan kasir senior pun out gara-gara ada masalah sama tuh orang. Aku heran, kenapa pak Bayu mempertahankannya? Meskipun tau kelakuan anak itu" Nina menjelaskannya dengan rasa kesal yang di tahannya.

"aku bakal lebih hati-hati kak" ucap Cia dengan yakin.

Nina melihat Cia dengan seksama, dia heran karena Cia tidak memilik perasan takut sama sekali.

Jam istirahat yang mereka dapat adalah satu jam. Tiap istirahat di lakukan dua orang sekaligus, dan itu juga sudah ada di jadwal. Benar-benar terstruktur dengan baik.

Saat tiba giliran Cia, ternyata bebarengan dengan Sandra, orang yang seharusnya di hindari Cia, namun, mau menghindar bagaimanapun juga, mereka akan tetap bertemu, karena satu tempat kerja.

Cia menyapa Sandra dengan senyum di bibirnya, namun hanya tatapan sinis yang di dapat Cia.

"Nih orang kenapa coba? Gak jelas banget emosinya." Cia membatin saat melihat Sandra yang masih bermuka judes, dan garang seperti induk ayam yang anaknya di bawah lari Cia.

"nah nah.. Kenapa lagi nih orang tiba-tiba tersenyum sumringah gitu? Jangan-jangan punya gangguan bipolar nih orang" Batin Cia lagi yang menatap Sandra dengan aneh karena tiba-tiba perempuan itu tersenyum menatap ke arah pintu.

Cia mengikuti arah pandangan Sandra.

"Lha! Dasar betina, ujung-ujungnya, yang di gilai cowok tampan juga. Harusnya mereka berdua di ikat aja jadi satu, biar hidupnya penuh tawa nih perempuan, tapi, kayaknya tuh cowok yang bakalan mati muda". Cia terus membatin dengan mulut yang terus mengunyah roti di tangan kananya, dan susu kotak di tangan kirinya.

Cia terus menatap Sandra, wanita itu masih tersenyum begitu manis, sedangkan, sang pria yang mulai duduk di atas matras itu, hanya diam dengan muka yang sangat datar dan cuek. Bahkan, menurut Cia, pria itu menganggap Cia dan Sandra makhluk tak kasat mata di sana. Tampan sih, tapi kalau ada urusan sama Sandra, Cia batal kagum sama pria di depannya. Dia masih ingat dengan pesan Nina, jadi, sebisa mungkin, Cia tidak menatap pria tampan di depannya itu.

Setelah jam istirahat selesai, Cia kembali bekerja dengan semangat, tanpa memikirkan sikap Sandra di ruang karyawan tadi. Tak terasa jam pulang untuk shift pagi telah tiba. Jam 3.30 akhir dari shift pagi, dan jam 10 akhir dari shift malam.

"Ci, ayok pulang" ajak Nina, yang sudah berjalan duluan ke arah ruang karyawan. Cia juga bertemu dengan orang-orang yang bekerja shift malam.

Cia dan Nina berjalan beriringan menuju pintu samping untuk pulang.

"Gimana hari pertama kamu kerja Ci?" tanya Nina saat mereka sampai di luar pintu.

"menyenangkan kak. Semua orang di sana baik kecuali kak Sandra" ucap Cia yang sudah lebih santai bersama Nina.

Nina tersenyum mendengar ucapan Cia.

"Kamu pulang dengan apa Ci?" Nina bertanya hal lain lagi.

"Oh, aku jalan kaki kak, kosku deket kok, di belakang toserba 24 jam itu loh" jawab Cia semangat. Akhirnya dia punya teman baik di kota yang keras ini.

"kamu kos di tempat bu Ida?" tanya Nina dengan antusias.

"iya kak, kak Nina tau bu Ida?" heran Cia.

"siapa sih Ci yang nggak kenal bu Ida? Beliau terkenal di kalangan pekerja di sekitar sini. Ayok pulang bareng, rumah kakak juga di sekitar sana" ajak Nina, yang segera mengambil sepeda kayuhnya.

"ayok Ci, kakak bonceng" ajak Nina, setelah naik di atas sepedanya.

Cia nampak ragu, namun tetap duduk di belakang Nina. Nina mulai mengayuh sepedanya pelan, mereka mengobrol dengan ringan tiap jalan menuju pulang. Pintu gerbang kos Cia terbuka, karena baru saja ada yang masuk, sehingga Nina langsung ikut memasuki kos tersebut.

"Loh kak! Kakak mau mampir ke kamarku?" tanya Cia.

"Tidak, kakak mau pulang kok, kakak duluan ya Ci?" ucap Nina, dia mulai mengayuh sepedanya ke arah gerbang samping, yang terhubung dengan rumah bu Ida.

"Lah! Ternyata kak Nina, anak perempuan yang di bilang bu Ida kemarin?" gumam Cia. Dia segera naik ke atas, ke lantai dua, tempat kamarnya berada.

Cia ingat jika kemarin, saat membayar kos ke rumah bu Ida. Beliau mengatakan, jika punya tiga anak perempuan, yang dua di antaranya telah menikah, dan tinggal bersama suaminya. Sedang satu anak perempuanya, berusia 30 tahun tinggal bersamanya, tapi tidak berada di rumah karena sedang bekerja. Ternyata, Nina sudah menikah, dan punya satu anak perempuan berusia 2 tahun, yang Cia temui kemarin di rumah bu Ida. Itu informasi yang didapat Cia dari bu Ida.

Cia langsung mandi, dan kembali keluar, untuk membeli makan di depan kosnya. Ada warung yang cukup besar, dan ramai, yang menjual bakso, dan mie ayam, saat pagi mereka menjual bubur ayam.

Ting..

Cia membaca pesan yang berasal dari Zara, saat menunggu bakso yang di belinya

"Kak Cia? Kapan kakak libur?"

"Baru juga kerja sehari Ra. Masak udah libur aja"

"pokoknya kalau libur hubungi Zara! Kita main sama mama juga"

"iya Ra, nanti kakak kabarin ok?"

"Yaudah kalau gitu. Jangan lupa makan kak!"

Cia tersenyum saat membaca pesan yang di kirim Zara, dia seperti punya adik perempuan. Cia segera pulang, setelah menerima bakso yang di bungkusnya.

Saat sedang bermain game di ponselnya, terlihat nomor sang ibu yang melakukan panggilan Video.

"Halo! Ibu, Ayah" jawab Cia, saat melihat wajah sang Ibu, dan Ayah dalam layar ponselnya.

"nak, gimana kerjanya?" tanya sang ibu dengan antusias.

"Baik kok bu, teman kerjaku juga baik semua, anak kos tempatku tinggal juga kerja di sana, dan orangnya baik banget" ucap Cia dengan antusias.

"Syukurlah kalau begitu." ibunya lega, karena sang anak dapat teman yang baik, juga Ibu kos yang baik.

"Jangan lupa kata ayah! kalau ada yang jahat, balas saja gak usah takut" ayahnya menimpali.

"hahaha, tenang aja yah, anak ayah ini nggak berniat mengalah kok, jika ada yang jahat sama Cia" yakin Cia dengan tawanya.

Tak banyak yang mereka bicarakan, karena sang Ayah, dan Ibunya mau pergi ke rumah sang nenek. Tepat jam sembilan, Cia sudah mulai merebahkan dirinya di atas kasur untuk segera tidur. Meskipun belum mengantuk, Cia tetap memaksa matanya untuk segera terpejam, hingga tak lama akhirnya perempuan itu terlelap dengan nyenyak.

.

.

...****************...

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!