NovelToon NovelToon

Perjodohan Dan Pernikahan

BAB01 - Ikhlas.

—Mungkin, dengan Ikhlas menerima semuanya, seberkas cinta dapat muncul di dalam kehidupanku— Davina Sutedjo.

"Vin, Ayah mau, kamu menerima perjodohan dengan cucu sahabat Opa kamu, Nak. Ayah sangat yakin, cucunya sangat baik, dan sangat tepat buat kamu, sayang. Sebagai gantinya Ayah kelak, kalau Ayah tidak bisa menjaga kamu lagi." Suar Pria yang tak lagi muda itu sangat menyentuh. Tubuhnya sedang terbaring di atas ranjang ruangan rumah sakit yang di huni tiga ranjang dalam satu ruangan, tiba-tiba membuat tubuh Davina mengguncang. Davina, dia merasa kaget, saat tangannya sedang memijat lembut lengan sang Ayah terhenti tiba-tiba.

"Yah, tapi Davina masih belum matang Ayah. Masa iya harus di jodohkan sih? Davina bisa sendiri kok, Yah. Jadi, gak perlu ada perjodohan, kan? Lagian Ayah pasti sembuh, yakin sama Davina, Yah."

Kepalanya di sejajarkan ke arah wajah Davina, putri semata wayangnya itu.

"Nak, selagi Ayah masih hidup masih bisa bernapas, melihat kamu menikah saja, bisa membuat Ayah tenang di sisa detik-detik terakhir hidup Ayah. Tolong dipertimbangkan dulu, sebelum kamu menolaknya, Nak. Penyakit Ayah, bukan seperti penyakit biasa yang hanya sembuh beberapa hari saja. Penyakit ini, bisa saja tiba-tiba membuat hidup Ayah berakhir." Bukan guratan wajah sang Ayah saja yang bersedih, Davina juga ikut bersedih, membayangkan sang Ayah yang sudah lama merasakan sakit dalam tubuhnya.

Kulit mata yang tak lagi mulus itu, kini menatap ke Davina dalam-dalam. Ekor matanya, tidak melepas biji mata yang mencoba menghindar.

Tangan lemahnya terulur, menarik pelan tangan Davina dan menggenggamnya.

"Ayah takut, Nak. Ayah tidak tenang bila mana nantinya kami sendiri, saat Ayah sudah tak di samping kamu. Karena dari itu, selagi Ayah masih bernapas, menikalah dengan pria itu. Yakin sama Ayah, kamu kelak akan bahagia bersamanya." Suar penuh harap dan memohon itu terdengar jelas di indera pendengaran Davina.

Getir di rasa hatinya. Bagaimana bisa Davina menolak permintaan sang Ayah di dalam keadaan yang tidak memungkinkan bagi dirinya untuk menolak permintaannya.

'Selama ini, Ayah tidak pernah meminta yang aneh-aneh kepadaku. Di saat ini, di saat dia terbaring lemah, dengan perlatan medis yang terpasang di sekujur tubuhnya, sangat kejam, jika Aku menolak permintaannya. Bahkan, biaya rumah sakit saja, sahabat opa yang menanggungnya. Sementara Aku? Tidak pernah memberikan yang terbaik buat Ayah. Tidak bisa memberikan apa-apa, terkecuali waktuku. Bagaimana mungkin, Aku bisa menolak untuk permintaan yang barusan Ayah katakan, yang mungkin saja, membuat Aku menyesal selamanya, jika Aku menerima perjodohan ini'

"Davina, kamu pikirkan dulu Nak. Kalau belum bisa menjawab sekarang. Jika jawaban kamu tetap sama, papa tidak akan meminta lagi."

"Baiklah, Ayah, Davina akan menerimanya. Jika itu membuat Ayah tenang, bahkan penyakit Ayah sembuh. Davina Akan lakukan, selagi bisa membahagiakan Ayah." Matanya berkilat, ada guratan kesedihan di balik ucapannya. Tapi, mampu di tutupi gadis kecil kesayangan Ayahnya.

Kedua sudut bibir sang Ayah membentuk sebuah senyuman. Ada kelegahan dari wajahnya.

"Terima kasih putri Ayah. Ayah tau, Davina memang putri Ayah yang sangat baik dan penurut."

"Sudah, jangan terus memuji Davina. Sekarang, tidurlah. Ayah sedari tadi banyak bicara, bagaimana mau cepat pulih." Davina beranjak berdiri dan menutup tubuh sang Ayah dengan selimut.

Sedangkan sang Ayah, masih menatap wajah sang putri dengan lekat, meskipun dia tau jelas, ada kesedihan yang dia tutupi.

Seusai menutup tubuh sang Ayah dengan selimut, Davina kembali mendudukkan tubuhnya, menatap wajah sang Ayah, yang baru saja memejamkan kedua matanya.

Sesudah di rasa sang Ayah tertidur dengan nyenyak, Davina beranjak berdiri, dan berjalan keluar menuju koridor rumah sakit.

"Aku harus ikhlas, mungkin Rasyid bukan jodohku. Apakah kelak, ada seberkas cinta dari perjodohan ini? Mari kita coba." Davina duduk di koridor rumah sakit sambil mengusap air matanya.

"Kau menangis?" Pria yang duduk di samping Davina, tiba-tiba mengagetkan Davina dari kesedihannya. Memang benar, air mata Davina menggenangi wajah putih polosnya.

Pria yang duduk satu bangkunya saja tidak bisa di sadarinya. Membuat Davina bingung, sejak kapan pria berbadan tegap, bertubuh atletis, sangat sempurna di mata Davina, berada di sampingnya. Sejenak membuat Davina mematung.

"Aku yakin, kau benar-benar menangis." katanya dengan merogoh sakunya dan mengeluarkan sapu tangan, kemudian memberikannya ke Davina. "Nih, siapa tau saja kau membutuhkannya. Ambillah," perintah pria itu ke Davina sambil tersenyum manis.

"Tidak usah Tuan, Terima kasih." tolak Davina dan sigap berdiri untuk menjauh dari pria asing baik hati.

Davina berjalan memunggungi pria asing yang menegurnya. Pikir Davina, dia sudah terlepas dari pria yang sok akrab dengannya, kenyataannya tidak. Pria itu mengejar Davina dan menghentikan langkah Davina.

Dengan tersenyum, pria asing di depan Davina menarik punggung tangannya. Lalu, ia memberikan sapu tangan yang di tolak Davina sebelumnya ke atas telapak tangan Davina.

"Pakailah, aku yakin kau membutuhkannya. Air mata mu sangat berharga, jika terbuang sia-sia di wajah cantikmu. Harus bisa menjadi lebih kuat." Senyuman tipis tampak dari bibirnya yang merah. Setelah memberikan sapu tangan, pria asing itu berlalu meninggalkan Davina.

Tampak mendatangi teman prianya yang juga baru keluar dari salah satu ruangan rumah sakit. Keduanya sama-sama tinggi, bertubuh kekar bak seorang atletis. Sangat menawan bila di pandang mata.

"Siapa dia?" tanya Davina sambil mengusap sisa air matanya dengan sapu tangan pemberian pria asing tadi.

Bahkan, aroma parfume yang sangat menenangkan dari tubuh pria asing tadi, masih melekat di indera penciuman Davina. Terus memandangi pria tadi, hingga berlalu dari koridor rumah sakit.

Davina pun mencoba mencari udara segar, dengan berjalan menuju pintu keluar ke arah halaman rumah sakit.

Dengan mendudukkan tubuhnya di salah satu bangku halaman yang bertabur rerumputan hijau dan pepohonan rindang, membuat sejenak pandangan Davina teralihkan dari kesedihannya.

"Jika Aku menikah nanti, Rasyid tidak bisa berada di dalam hatiku lagi. Meskipun Rasyid tidak tau, selama ini aku memendam cinta dalam diam untuknya." Kedua matanya  menatap ke langit biru yang terbentang luas. Menikmati udara yang menyapu permukaan kulit dan rambut panjang ikal bewarna hitam.

Sedikit berbicara soal Rasyid. Rasyid, adalah sahabat dekat Davina, sejak mereka duduk di bangku SMA. Keduanya terpisah, saat mereka melanjutkan studi mereka masing-masing ke Universitas yang berbeda. Hanya saja, semesta mempertemukan mereka kembali, di satu perusahaan besar di Jakarta.

Perusahaan itu mempertemukan mereka kembali di satu Divisi, yaitu Divisi pemasaran antara lain, promosi dan penjualan. Di sinilah, mereka juga di pertemukan dengan Dinda, Vira dan Aldi.

Rasyidlah, yang menjadi leader di team yang beranggotakan Dinda, Vira dan Davina. Hanya saja, di dalam team itu, Rasyid tampak sangat perhatian dengan Savira bukan Davina, sehingga ada kecemburuan di dalam hati Davina. Tapi, Davina memilih untuk memendam cinta yang sudah tumbuh lama di dalam dirinya.

"Setidaknya, aku pernah mencintai pria selain Ayahku. Meskipun, cinta ini hanya bisa bersemi dalam diam di hatiku."

Bersambung

***

Hai, jika kalian suka dengan cerita saya. Tolong berikan jejak komentar dan Vote kalian ^^. Oh ya tolong dong ikuti profil saya, dan favoritkan cerita ini agar kalian tidak ketinggalan.

Jangan lupa juga mampir di karya saya lainnya.

TERPAKSA MENIKAH

KEKASIHKU SEORANG CEO

MY CHOSEN WIFE

BAB02- Kesedihan.

Pagi kembali memperlihatkan kegagahan sang surya, yang terbit di ufuk timur.  Menyambut pagi nya Davina yang baru membuka kedua matanya. Tepat di mana, Davina terbangun dari tidurnya. Ada yang berbeda, saat kedua matanya terbuka, tampak sang Ayah sedang duduk di atas ranjangnya sambil berbicara. Dan di ruangan itu, bukan hanya Davina, Ayahnya dan pasien lainnya.

 

 

Davina sejenak mengangkat wajahnya dan menelusuri ke arah lawan bicara sang Ayah, betapa kagetnya dia, saat kedua ekor matanya menangkap pandangan dingin dari sosok pria di samping wanita tua yang cantiknya gak seperti seusianya.

 

"Davina, kenalkan Nak. Ini Nyonya Alexa, sahabat opa kamu sayang." kata Ayahnya membuat Davina langsung beranjak dari duduknya. Dengan cepat, wanita tua nan elegan itu tersenyum ke arah Davina, dan menyambut kedatangan Davina yang memberikannya salim.

 

 

Berbeda dengan pria dingin dan tampan di sampingnya, dia teramat tidak merasa baik. Seperti ada kebosanan dari wajahnya.

 

"Selamat pagi Nyonya." sapa Davina ke Nenek tua itu.

 

Dia tersenyum dan mengelus pundak Davina dengan lembut.

 

 

"Jangan panggil nyonya, panggil saja Oma." balas Nyonya Alexa, "Oh ya, kenalkan ini namanya Dave, calon suami kamu." balas Nenek tua itu.

 

 

Kedua mata Davina menatap kaget, seakan tubuhnya terguncang, saat mendengar perkataan si Nenek tua di depannya

 

 

'Bagaimana pria ini menjadi suamiku kedepannya? tampangnya saja sangat angkuh, dingin. Tampan, tapi sifatnya tak mencerminkan ketampanannya. Gila, Aku bisa gila.'

 

 

"Kenapa diam? berikan salam ke calon suami kamu nak." kata Nyonya Alexa.

 

 

"Agh, maaf Oma." balasnya dengan mencoba duluan mengulurkan tangannya ke arah Dave.

 

"Salam kenal, namaku Davina." kata Davina gugup.

 

 

 

Dave hanya menatap nanar ke Davina, aura ketidaksukaannya tergambar jelas dari tatapan tajamnya yang di layangkannya ke Davina. Sang nenek, menyikut tubuh Dave hingga terguncang dan tersadar, sekilas dia menoleh ke Neneknya. Ada raut wajah yang mengancam dari mata dan bibir sang Nenek.

 

 

Dengan malas, dia mengulurkan tangannya ke arah Davina. Dengan cepat juga dia melepas tangannya dan membuang pandangannya ke arah lain. Ayah, di sana tidak bisa menangkap jelas, perkenalan Dave dan Davina karena tubuh Davina menutupi keberadaan Dave yang sedang duduk di atas sofa.

 

 

Davina langsung berbalik dan menuju tempat duduk di samping ranjang Ayahnya.

 

 

"Baiklah Tuan Albert, maksud kedatangan saya ke sini, seperti janji kita sebelumnya. Saya akan menjodohkan Dave dan Davina seperti permintaan mendiang suami saya dan papa anda. Dan saya menyetujuinya. " kata Nenek tua itu dengan elegan dan berkharisma. Seperti dia memiliki kekuatan dan kekuasaan besar akan dirinya dan cucu di sampingnya.

 

 

"Baiklanya Nyonya, saya akan mengikuti semua yang anda katakan. Anak saya sudah  menyetujui permintaan anda kemarin dan kita hanya menunggu perintah selanjutnya." kata Tuan Albert dengan suara yang tersengal-sengal.

 

"Ayah, berbaringlah. Ayah tidak bisa banyak bicara. " Davina membantu sang Ayah untuk kembali rebahan, karena memang, kondisi sang Ayah belum menunjukkan tanda-tanda untuk sembuh.

 

 

"Oma, maafkan Ayah. Ayah tidak bisa mengobrol lama. Karena Ayah benar-benar tidak dalam keadaan yang seperti orang biasa." Davina membungkukkan setengah tubuhnya.

 

 

"Tidak apa-apa Nak. Kau memang anak yang sopan." balas Nyonya Alexa  dengan tersenyum. Berbeda dengan pria yang di samping sang Nenek,  lagi-lagi dia  menatap tidak suka ke Davina. Davina tidak berani menatapnya hingga dia membuang pandangannya ke arah sang Ayah.

 

Tiba-tiba, sang Ayah semakin merasa sesak. Tubuhnya berguncang, seperti sangat susah bernafas.

 

"Ayah... ada apa Yah?" suara Davina terdengar ketakutan, tangannya mencoba membantu sang Ayah.

 

 

"Panggilkan Dokter Dave!" perintah sang Nenek yang merasa kondisi Tuan Albert berbeda dari sebelumnya.

 

 

Dengan cepat dan langkahan seribu, Dave mencoba membantu keluarga yang akan menjadi istrinya. Meskipun dia tidak suka, tapi di masih punya hati untuk membantu orang-orang di sekitar.

 

Davina terus menangis, melihat Ayahnya yang tiba-tiba tidaklah baik, keadaanya semakin menurun. Tidak ada perkembangan semenjak dari beberapa hari lalu sang Ayah masuk rumah sakit.

 

Betapa bersedihnya Davina, jika sang Ayah benar-benar meninggalkan dirinya, siapa lagi yang dia punya di dunia ini. Hanya sang Ayah, sisa keluarganya. Ibu nya, telah meninggalkan Ayah dan dirinya. Sejak, Ayahnya tidak lagi memiliki kehidupan yang mewah.

 

 

Ayah Davina sebenarnya pengusaha kuliner, yang terbilang sukses. Apa yang dia tidak punya saat itu, semenjak bisnisnya bangkrut karena Tuan Albert memiliki penyakit, uang dan hartanya terkuras untuk pengobatan Tuan Albert yang tidak murah, sang Istri yang sebelumnya  sudah menikmati kehidupan mewah itu, pun pergi meninggalkan Davina dan Ayahnya.

 

 

"Tolong, semuanya keluar." suara Dokter yang di panggil Dave meminta Davina dan yang lainnya untuk keluar terkecuali pasien lain.

 

 

Davina dia menangis dan menolak untuk keluar.

 

"Dok! selamatkan Ayah saya." katanya dengan terisak, air matanya menggenangi wajah polosnya tanpa terpoles make-up sudah memancarkan kecantikan yang alami.

 

 

"Ayo Nak, kita keluar dulu. " Nyonya Alexa menarik lengan Davina dengan lembut.

 

"Tidak Oma! Aku harus di sini, Aku harus ada di samping Ayah. Cuma Davina, Oma yang Ayah punya." tubuhnya gemetar dan masih mendekati team medis.

 

Dave yang melihat wanita di depannya itu menangis, pun merasa jengah. Dengan cepat dia menarik lengan Davina dengan cengkraman tangan yang keras.

 

 

"Jangan mengganggu team medis untuk menolong Ayahmu! Jika kau mau Ayah mu selamat, ada baiknya Kau menunggu di luar. Kau di sini malahan menghambat kinerja mereka. Ayo keluar." katanya dengan datar dan tatapannya yang tajam sambil menarik lengan Davina dengan paksa.

 

 

Davina mau tidak mau, mengikuti Dave dan Omanya karena memang tangannya di cengkram dengan erat oleh Dave. Saat sudah di luar, Dave melempar tubuh Davina ke atas tempat duduk di depan pintu.

 

 

"Jangan kasar Dave!" ketus Nyonya Alexa ke Dave dan duduk di samping Davina yang sedang menangis.

 

"Kau harus tenang Nak." Nyonya Alexa menenangkan Davina dengan mengusap lembut pundak Davina.

 

 

"Oma! sampai kapan kita di sini? Dave benar-benar bosan! lebih baik Dave di perusahaan dari pada harus di sini, melihat wanita ini menangis!" ketus Dave pada Nyonya Alexa.

 

"Jaga bicaramu! Kau tidak melihat, wanita ini sedang merasakan kesedihan, karena Ayahnya sedang berjuang melawan sakitnya. Apa kau tidak punya hati sedikitpun?" mata Nyonya Alexa menengadah ke atas dengan tatapannya yang tajam, di mana Dave berdiri di depannya.

 

"Omaaa! ini kan kemuan Oma dan Opa serta mama dan papa. Bukan Dave yang mau Oma!" katanya dengan penekanan.

 

"Sekali lagi kau bicara! jangan harap kau bisa bebas!" ketus sang oma mengancam.

 

Dave pun mengalah, karena perintah Oma dan Papanya sesuatu yang sulit untuk dia tolak. Jika berani menolak, siap-siap saja dia akan di kurung. Kebebasan dan kekuasaannya bisa-bisa di tarik dari genggamannya.

 

"Oma. Jangan paksakan seseorang untuk menyukai kita. Tolong, kalian pulang saja, biarkan Davina sendiri di sini." kata Davina di sela-sela kesedihannya.

 

"Tidak Nak, ini sudah tugas kami untuk membantu kalian. Saat dulu, Oma dan Opa-mu sangat berjasa untuk kami. Oma dan Opa-mu la yang membantu merawat Dave, saat kami kehilangan dia. Selama sebulan, Dave berada di penjagaan oma dan opamu." jelas Nyonya Alexa.

 

 

Tiba-tiba, ranjang Ayah Davina tampak keluar dari kamarnya dengan terburu-buru dan tergesa-gesa, pihak medis membawanya keluar.

 

 

"Dok! kenapa Ayah saya di bawa keluar?" Davina beranjak dari duduknya dan di ikuti oleh Nyonya Alexa. Dave? dia hanya menoleh ke arah Davina.

 

"Maaf Nona, kesadaran Ayah anda menurun, kami akan membawa pasien ke ruangan ICU. Tolong berikan kami jalan." suara Dokter sekilas membuat tubuh Davina mematung, di iringi dengan ranjang yang sudah di dorong.

 

"Ayah.. Ayah...Ayah.. bangun Ayah." suara Davina  tersadar dan mengejar ranjang sang Ayah.

Dave yang melihat getirnya  perasaan dari Davina, tiba-tiba refleks beranjak dari duduknya dan menarik tubuh  Davina dari arah belakangnya dan menahan tubuh Davina dengan melingkarkan kedua tangannya di perut Davina untuk menahan Davina.

 

 

"Lepaskan Aku!" teriak Davina dengan raungannya serta meronta-ronta, menarik kedua tangan Dave yang melingkar di perutnya.

 

"Biarkan mereka membawanya." balas Dave masih datar.

 

"Lepaskan Aku! Kau tau apa!" teriak Davina lagi dengan mencoba menoleh ke belakang menatap Dave. Air matanya sudah menggenangi wajahnya, benar-benar tangisan yang merasa frustasi dengan keadaan.

 

"Aku tidak tau apa-apa, yang aku tau, mereka sedang menolong Ayahmu! jadi Stop, tolong tenangkan dirimu dulu." perintah Dave dengan penekanan.

 

 

"Kau tidak akan pernah tau rasanya seperti ini! Karena dia bukan Ayahmu!" teriak Davina dengan kedua mata yang menajam, tersirat kebencian dari kedua manik mata yang memerah dan tergenang cairan kesedihannya.

 

Refleks Dave menarik tubuh Davina, memposisikan tubuhnya agar saling berhadapan dengan Davina. Tangan Dave menarik tangan Davina dan mencengkram erat tangan kurus Davina.

 

 

"Kau akan menjadi Istriku! Jika terjadi sesuatu dengan Ayahmu, itu juga merupakan kesedihan buatku! meskipun aku jijik menerima perjodohan ini. Kau gadis yang sangat menyebalkan! gadis yang sangat keras kepala! dengarkan sedikit saja, Ayahmu sedang di tolong oleh team medis,  bisa kah sebentar saja kau untuk tenang!" teriak Dave ke arah wajah Davina.

 

 

"Dave! jangan kasar ke Davina!" Nyonya Alexa mengingatkan.

 

Air mata kesedihan itu terus menerus mengalir dengan di barengi kebencian terhadap Dave yang menghalangi Davina. Tetapi, akhirnya Davina perlahan berjongkok di atas lantai, tepatnya di depan tubuh Dave.

Davina menenggelamkan wajahnya di atas kedua kakinya, serta suara tangisannya pecah memenuhi koridor rumah sakit.

 

 

Bersambung.

 

 

***

 

 

Jangan lupa berikan Vote dan komentar kalian ya. Oh ya ikuti juga profil saya ya kakak semuanya ^^

 

 

 

"Wedding Ring" saya lanjut di Wattpa*, karena di sini takut gak bisa bapus bab. Mohon maaf, jadi saya ganti dengan judul baru dan tidak up tiap hari. Terima kasih 🙏

BAB03 : APAKAH ADA MUKJIZAT?

Seusai di rasa tenang, tubuh wanita itu masih terguncang. Mendapati sang Ayah, yang kini berada di ruangan yang di atasnya bertuliskan ICU. Hati anak mana yang tidak hancur, melihat tubuh orang yang sangat di cintianya itu terbaring lemah dan tidak sadarkan diri.

 

"Davina, jangan bersedih. Ayah kamu akan sembuh," bisik Oma Alexa.

 

 

Wanita lemah itu, menoleh sekilas.

 

 

"Apakah ada sebuah mukjizat di dunia ini Oma?" tanya Davina dengan suara bergetar.

 

"Tentu saja ada, jika kau percaya anakku." balas Oma Alexa menyemangati hati dan tubuh yang sedang rapu.

 

 

Davina tersenyum dengan getir.

 

 

"Semoga aja Oma. Oma, ada baiknya Oma pulang, ini sudah siang. Davina sudah terbiasa sendiri kok Oma." Davina memberikan senyumannya.

 

 

Sejenak, Oma Alexa menoleh ke Dave. Dave juga membalas tatapan sang Oma.

 

 

 

"Baiklah... Jika sesutu terjadi pada Ayahmu, atau juga ada kabar baik dari Ayahmu, pastikan untuk mengabarkan Oma." balas Oma Alexa dengan mengelus puncak kepala Davina.

 

 

 

 

Davina menganggukan kepalanya.

 

"Baik Oma, terima kasih sudah mau datang menjenguk Ayah." balas Davina.

 

 

 

 

Oma Alexa tersenyum.

 

 

 

 

"Bukan hanya menjenguk, Oma akan membawamu masuk ke dalam keluarga kami, Nak."

 

 

 

 

Davina hanya berdiam tidak menjawab perkataan wanita tua berparas cantik itu. Hanya sedikit senyuman kesedihan dia berikan.

 

 

 

 

Sekilas, pandangannya beralih ke Dave. Ternyata, pria berbadan tegap dan tinggi itu, sedari tadi memperhatikannya.

 

 

 

 

Entah apa yang membuatnya menatap ke Davina. Saat Davina menangkap tatapannya, buru-buru dia membuang pandangannya.

 

 

 

 

"Oma hati-hati di jalan." kata Davina sebelum mereka meninggalkan Davina.

 

 

 

 

"Baik anakku, kau harus kuat. Semoga Ayahmu, cepat tersadar dan pulih." balas Oma Alexa, kemudian mendapatkan jawaban dari Davina. Lalu, Oma Alexa meninggalkan Davina dengan hati terenyuh di ikuti oleh Dave.

 

 

 

 

Davina, dia langsung saja mendudukkan tubuhnya.

 

 

 

 

"Aku harus kuat untuk Ayah." gumamnya, seraya memejamkan matanya.

 

 

 

 

Wanita tua itu, pernah berada di posisi Davina. Di mana, dia juga berada di depan ruangan ICU sampai tertidur di pinggiran area ruangan ICU, untuk menanti kabar baik dari Ayahnya yang juga tidak sadarkan diri.

 

 

 

 

Betapa sedihnya dia, yang di dapatnya bukanlah kabar baik, Ayahnya berpulang diam-diam untuk selamanya.

 

 

 

 

"Dave! segera urus pernikahan kalian. Apa sedikit, pun kau tidak sedih melihatnya yang kini sebatang kara?" tanya Oma Alexa ke Dave.

 

 

 

 

"Tapi cinta mana bisa di paksakan Oma. Untuk menikah saja, tidak pernah sedikitpun kepikiran sama Dave, Oma." Dave berjalan tepat di samping tubuh wanita tua yang terbilang sangat sehat. Masih berjalan dengan elegannya.

 

 

 

 

"Jika kau menentang, biar Oma bunuh diri!" ancam Oma Alexa.

 

 

 

 

"Baiklah... jangan mengancam Dave. Akan Dave persiapkan semuanya. Asal Oma, Opa dan Papa senang." Dave membuang nafasnya kasar.

 

 

 

 

"Baguslah! pilihanmu sudah tepat nak. Berikan perintah ke Sekretaris Freddy, pantau Davina selama dia sendiri di rumah sakit."

 

 

 

 

"Sepertinya, Oma sayang sekali dengan wanita yang bahkan Oma belum kenal dengan baik." ucap Dave dengan penuh sindiran.

 

 

 

 

Kini kedua kaki yang sempat melangkah dengan cepat itu terhenti. Kedua mata di balik kaca mata berlensa putih itu,menatap wajah cucu semata wayangnya. Sangat tajam, seperti burung Elang yang hendak memangsa lawannya.

 

 

 

 

"Kau harusnya bisa melihat! gadis yang kami jodohkan denganmu, adalah gadis yang baik-baik. Terlahir dari keluarga yang baik. Dan sangat jauh berbeda dengan Ecca! tidak ada beresnya, pakai baju aja kekurangan bahan terus! Kau ini, sungguh tidak tau di untung. Harusnya kau bangga Dave, Davina anak yang mandiri, tidak seperti Ecca. Terus saja menggerogoti dompetmu!"

 

 

 

 

"Oma! Ecca bukan seperti itu. Namanya juga dia artis Oma, mana mungkin pakaiannya biasa-biasa saja. Ecca juga gadis yang baik kok Oma." balas Dave dengan santai.

 

 

 

 

"Terserah kau saja! Ecca tidak akan pernah bisa masuk ke dalam keluarga kita. Oma yang pertama menentang hubungan kamu dengannya." balas Nenek tua itu sambil kembali berjalan menuju area parkiran.

 

 

 

 

"Semenarik apa sih wanita itu? sampai Oma, hanya sekali melihatnya, langsung jatuh hati." gumam Dave dengan pelan, lalu mengambil ponselnya dan menghubungi Freddy, Sekretaris keluarga Smith.

 

 

 

 

Yah, Dave Smith, anak tunggal dari keluarga terpandang. Apa yang tidak di miliki oleh keluarga ini, dalam dunia perdagangan, bisnis, ekspor-impor, bahkan di bidang Industri. Pasti, tangan emas sang Surya Smith, ikut bergabung mengambil andil. Surya Smith, adalah Opa si Dave, memperanakkan Hezron smith, Papanya si Dave. Hingga melahirkan cucu tunggal bernama Dave Smith, yang kini masih menjabat sebagai CEO di perusahaan sang Opa di Jakarta.

 

 

 

 

Berbicara soal keluarga Smith. Keluarga Smith berhutang budi, dengan Kakek dan Neneknya Davina. Saat Dave berusia 2 bulan, bayi mungil itu di tukar dengan boneka di dalam stroller. Saat, Mama dan Papa Dave membawa dirinya ke Royal Botanic Gardens, Melbourne Untuk mengisi waktu senggang mereka. Sejenak bersantai, di saat itulah Dave di curi oleh orang yang tidak di kenal.

 

 

 

 

Kakek dan Nenek Davina, yang bekerja sebagai tukang kebun, pun mengetahui adanya orang yang mencurigakan, saat mereka sedang melewati keluarga Smith. Dan di saat itulah, keduanya berhasil, mencegah si penculik membawa kabur Dave. Teriakan mereka, berhasil membuat keramaian sebelum akhirnya Dave di letakkan di atas taman hingga si penculik kabur.

 

 

 

 

Kabar itu sampai terdengar ke Surya Smith, Opa Dave. Memanggil, Kakek dan Nenek Davina untuk mengucapkan terima kasih atas pertolongan yang mereka berikan untuk cucunya.

 

 

 

 

Akhirnya, Kakek dan Nenek Davina, di berikan pekerjaan yang lebih baik dari sebelumnya. Hingga berakhir ke sebuah janji, yang di ucapkan sendiri oleh Surya Smith ke Kakek Davina.

 

 

 

 

***

 

 

 

 

Rumah Sakit.

 

 

 

 

Sore sudah menampakkan awan jingga. Davina masih saja menanti kabar yang tak kunjung di terimanya sejak dia sendiri menantinya.

 

 

 

 

Meskipun seperti itu, tidak menyurutkan niatannya, untuk terus menanti sebuah keajaiban dalam hidupnya. Dengan perut kosong, dan rasa lapar serta haus yang membuat tubuhnya semakin lemah, Davina terus bertahan tetap menunggu Ayahnya.

 

 

 

 

"Keluarga Pak Albert." panggilan yang tergesa-gesar dari pintu ICU, membuat Davina beranjak dari duduknya.

 

 

 

 

"Saya Suster." kata Davina dengan menguatkan dirinya.

 

 

 

 

"Maaf Dek... Kamu bisa masuk sekarang. Siapa tau, ada kata-kata yang bisa kamu ucapkan di akhir. Ayah kamu, sedang berjuang untuk melawan komanya. Kondisi Ayah kamu melemah."

 

 

 

 

Degggg....

 

 

 

 

Davina seperti di terjang angin yang menghempaskan tubuhnya. Maksud dari perkataan si Suster, membuatnya mematung. Bibirnya keluh, kakinya seperti terpaku dengan lantai. Air matanya yang mampu menunjukkan, betapa terpukulnya dia dengan kabar barusan.

 

 

 

 

"Ayo Dik, lihat Ayahmu." tangan Suster itu menarik lengan Davina. Davina hanya mampu menangis dan berjalan pasrah mengikuti Suster di sampingnya.

 

 

 

 

Bersambung.

 

 

***

 

Pembaca : Thor, kenapa gak Wedding Ring sih?

 

 

Author : saya masih bingung soalnya mau bawa dia ke mana. Jadi, sementara saya nyicil bab di app Wattpa*

 

Pembaca : Loh kok gitu sih Thor, mau download lagi jadinya.

 

Author : Gak usah. Kalian bisa baca langsung lewat google. Ketik di pencarian nama aplikasinya dan cari Wedding Ring.

 

 

Pembaca : oke dech Thor... Mau di VOTE gak thor?

 

 

Author : Ya boleh aja kalau kalian mau, ikhlas tanpa paksaan. Karena ini judul, saya kasi spesial buat kalian yang ada di aplikasi ini. Jadi, yang Banyaaaaaak ya.... hahahaha... oh ya ini gak up tiap hari. Soalnya saya lagi fokus ke DADDY KENDRICK 🥰

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!