NovelToon NovelToon

Cinta Dalam Perjodohan

Bab 1

..."Apa yang menjadi milikmu, akan menemukanmu."...

...('Ali bin Abi Thalib)...

...🌹🌹🌹...

Pagi ini, seperti biasanya pukul 08:00 aku berangkat ke toko bunga milik bibi, aku memang bekerja di toko bunga untuk membantu bibi. Ku keluarkan sepeda yang berada di samping rumah, dan menganyuhnya sambil bersenandung ria.

Hijab panjang yang kupakai tak menghalangi aktifitas ku, sebagai seorang muslimah kita wajib menutup aurat, itu adalah nasehat yang selalu di ucapkan oleh bibi padaku. Sejak umurku 15 tahun kedua orangtuaku meninggal, dan sejak itu aku tinggal bersama paman dan bibiku, mereka adalah orang yang baik, sangat baik.

Mereka menyayangiku seperti anak kandung mereka sendiri, mungkin karena mereka tidak memiliki anak, sehingga seluruh kasih sayang mereka tercurah padaku.

Sampai di toko, ternyata sudah banyak pesanan yang datang, aku lihat bibi kewalahan melayani para pembeli. "assalamu'alaikum bibi" ucapku dengan senyuman di wajahku.

"wa'alaikumussalam, Alhamdulillah Alma akhirnya kamu datang juga, tolong kamu siapin pesanan Bu Shanum ya ma, tadi Bu Shanum udah pesan seperti biasanya, nanti jam 12 beliau mau jemput". Pinta bibi. "ok bi" jawabku dengan acungan jempol.

Bu Shanum sudah langganan membeli bunga di toko kami, beliau walaupun sudah berumur tapi tetap cantik, maklum orang kaya memang banyak perawatannya.

**** ****

Di rumah mewah keluarga Hermawan, pagi-pagi Sang nyonya rumah sudah marah- marah kepada putranya. Bagaimana tidak marah, di usia yang sudah masuk 35 tahun, sang putra tetap betah dengan status singlenya.

"Khalif kapan kamu akan membawa calon mantu mama kerumah ini?", setiap pagi, bahkan setiap hari nyonya Shanum selalu menanyakan hal yang sama, membuat Khalif bosan mendengarnya. "ma Khalif sekarang ini lagi sibuk, tidak sempat memikirkan yang namanya menikah".

Mendengar jawaban putranya nyonya Shanum langsung memukul kepala Khalif. "Aww, ma sakit". Khalif mengaduh kesakitan karena pukulan sang mama.

"ya Allah Khalif, umur kamu sekarang sudah 35 tahun, trus kapan kamu mau memikirkan pernikahanmu?, kamu selalu bilang belum kepikiran, belum ada kandidat yang cocok, belum ini lah, belum itu lah. sudah banyak anak relasi bisnis kita yang mama jodohin, tapi satupun tidak ada yang kamu mau Khalif".

"Sudah-sudah ma, kalian ini anak dan mama tiap hari bertengkar terus, ma jodohkan sudah ada yang ngatur, kita sabar aja mungkin nanti Khalif akan bawa calonnya kesini". Ucap papa Aiman, yang menengahi perdebatan antara istri dan anaknya.

"Papa ini selalu belain anak kesayangan papa ini, memang jodoh Allah yang ngatur, tapi kita harus usaha juga kan, ngak mungkin jodoh itu datang sendiri kalau tidak ada usaha". Bantah mama shanum.

"Nunggu Khalif bawa calon dulu?, sampai lumutan pun ngak bakalan di bawa pa, keburu mama meninggal baru di bawa".

"Astaghfirullah ma, tidak baik ngomong seperti itu". Papa Aiman yang awalnya duduk di sofa samping Khalif langsung pindah kesamping mama Shanum, untuk menenangkan sang istri,sambil mengusap-usap lembut tangan istrinya.

Papa Aiman memang seorang suami yang perhatian terhadap istrinya, ramah dan juga lembut, berbeda dengan sang anak Khalif.

Kalau Khalif orangnya dingin, tidak suka bicara jika menurut nya itu tidak penting, tapi itu jika dengan orang lain, jika dengan keluarganya sebenarnya Khalif orang yang cukup hangat. Suka diam-diam perhatin, tidak langsung menunjukkan perhatiannya.

Karena hari ini hari Minggu, hari libur bekerja, kebiasaan keluarga Hermawan, pasti berbincang ringan di ruang kelurga. Berbeda dengan hari ini, perbincangannya cukup alot.

Sedangkan sang anak yang dimarahi, hanya bisa pasrah mendengar semua unek-unek yang dikeluarkan mamanya, sambil memijat pelan keningnya. Dia kira hari libur, bisa bersantai sedikit dari pekerjaan nya yang banyak di kantor, kenyataannya tidak, dia harus mendengar semua Omelan mamanya.

"Pokoknya mama tidak mau tau tahun ini kamu harus nikah, titik". Putus sang mama.

"Ma, ok Khalif akan menikah tapi tidak tahun ini".

"Kamu selalu bilang gitu, kali ini mama tidak bisa percaya lagi sama kamu Khalif". Khalif terdiam mendengar keputusan mamanya, dia melirik sang papa mencoba minta pembelaan, sialnya sang papa malah membuang muka. Kalau istrinya sudah membuat keputusan tidak ada lagi yang berani membantah.

"Ma, gimana mau menikah calonnya saja tidak ada ma". Dia masih coba membujuk sang mama.

"Kalau soal calon kamu tidak usah khawatir, kandidat mama banyak". Mama tersenyum ke arah Khalif, sambil meminum tehnya.

"Baiklah terserah mama saja". Pasrah Khalif, kalau soal berdebat dengan mamanya, Khalif selalu kalah.

"mungkin sudah saatnya aku harus mengakhiri masa singleku". Ucapnya dalam hati.

mendengar jawaban sang anak, mama Shanum sangat senang, Khalif hanya bisa menghela napas nya kala melihat ada binar bahagia yang terpancar dari mata mamanya. Snyumanpun terukir di wajah Khalif, sedangkan papanya, merangkul pundak istrinya ikut merasa bahagia. Khalif tau papanya juga sudah lama menginginkan dia menikah, tapi papa tidak terlalu menekannya seperti mama.

Sebagai seorang CEO di perusahaannya, dia memikul tanggung jawab yang berat, jadwal pekerjaan yang selalu padat membuatnya menjadikan pernikahan berada dalam daftar list terakhirnya.

" Oh ya Khalif, nanti jam 12 anterin mama ke toko bunga langganan mama ya, mama mau ambil pesanan nanti". Ujar mama Shanum kepada anaknya.

"Ok ma, mama panggil aja Khalif nanti, Khalif mau ke ruang kerja dulu".

"sip".

"Ma, mama yakin nyuruh Khalif nikah tahun ini?, mama sudah ada calonnya?, gimana kalau Khalif ngak cocok sama pilihan mama?". Papa Aiman yang dari tadi hanya diam saja mendengar perdebatan anak dan istrinya kini mulai bersuara.

"Papa tenang aja, mama yakin Khalif bakalan suka sama calon pilihan mama".

"Gimana kalau Khalif tidak perduli sama istrinya nanti ma, mama kan tau anak mama itu orangnya cuek kasihan anak orang nanti".

"Papa ini kalau ngomong tu yang bener aja, mama tau gimana sifat anak mama sendiri, diluar aja Khalif keliatan dingin, cuek, tapi sebenarnya dia itu anak yang hangat'. Papa Aiman mengaduh kesakitan karena cubitan sang istri di pahanya.

"Memangnya sama siapa mama mau jodohin Khalif?". Tanya papa Aiman penasaran.

"Itu lho pa, yang keponakannya Bu Yasmin, papa kenalkan?". Dengan antusias mama Shanum menceritakan siapa calon yang ingin dia jodohkan dengan Khalif. Kening papa Aiman mengerut mangingat siapa keponakan yang di maksud istrinya.

"Owh, yang kalau tidak salah namanya Alma ya?". Jawab sang papa.

Mama Shanum mengangguk tanda jawaban suaminya benar. "Iya pa Alma, mama sudah lama perhatiin anak itu".

"Dia itu anaknya sopan, ramah, Cantika lagi".

Puji sang istri, mama Shanum senyum-senyum sendiri mengingat anaknya Khalif setuju untuk menikah.

Kali ini tidak boleh gagal lagi, harus berhasil, semua teman-teman arisannya kalau sudah ngumpul pasti ngomongin anak, menantu, dan cucunya masing-masing, dia yang belum punya menantu apalagi cucu hanya bisa diam , dan tersenyum paksa mendengar itu.

"Apa Alma mau di jodohin ma? siapa tau dia sudah ada calon?".

"Alma itu belum punya calon pa, mana mungkin punya calon, kalau pacaran saja tidak pernah, dia itu anak yang Sholehah".

"Wah mama hebat ya sampai itu pun mama tau ya?". Puji papa Aiman dengan mengangkat dua hari jempolnya ke hadapan sang istri.

"Ya Allah kali ini hamba mohon, semoga rencanaku ini berhasil"!. Shanum berdo'a dalam hatinya. Di usianya yang sudah tua ini dia sangat ingin melihat anak semata wayangnya menikah dan memiliki kelurga sendiri.

*****

Assalamu'alaikum, salam hangat dari author perkenalkan ini novel pertama saya semoga teman-teman semua suka yaa.... Mohon do'a dan dukungan dari teman-teman semua. jangan lupa vote dan like ya teman-teman.💞

Bab 2

..."Orang cantik tidak selalu baik, tetapi orang baik selalu cantik"...

...'Ali bin Abi Thalib...

...🌹🌹🌹...

Mahreen Shafana Almahyra gadis yang akrab di sapa Alma itu, sedang sibuk melayani para pembeli yang terus berdatangan ke toko. Walaupun toko bunga milik bibinya itu tidak terlalu besar, tapi pembeli atau pelanggan yang datang sudah banyak, maklum karena toko bibinya sudah lama didirikan. semenjak Alma ikut bibinya, toko itu sudah ada.

Untuk biaya kehidupan sehari-hari mereka dan juga biaya kuliah Alma dulu semuanya dari toko tersebut. Alma sudah dua tahun setelah lulus kuliah, setelah lulus kuliah bibinya menyuruh Alma untuk mencari pekerjaan yang sesuai dengan bidangnya. Tapi Alma tidak mau, dia hanya ingin membantu paman dan bibinya menjaga toko bunga saja.

Alma kasian melihat bibinya yang setiap malam memakai koyo di setiap bagian kakinya. Dari situ dia memutuskan untuk membantu meringankan pekerjaan bibi dan pamannya.

Sedang asik melayani pembeli tiba-tiba ada suara ketukan dari pintu.

Tok tok tok

"Assalamu'alaikum". Ucap seseorang dengan membuka pintu toko itu, ternyata yang datang adalah Tante Shanum.

"Wa'alaikumusslam, eh tante Shanum, Tante bagaimana kabarnya? Udah dua Minggu ini Alma ngak ketemu Tante?". Tanya Alma dengan ramah. Memang dua Minggu ini Alma tidak bertemu dengan Tante Shanum.

Biasanya Tante Shanum tiap Minggu selalu datang untuk memesan bunga. Tapi sudah duam Minggu ini tante Shanum tidak datang.

"Iya sayang, akhir-akhir ini Tante lagi sibuk". jawab Tante Shanum, dengan tidak kalah ramahnya.

"Tante mau jemput pesanannya, apa sudah selesai?".

"Alhamdulillah udah Tante, sebentar Alma ambilin". Alma berlalu kebelakang mengambil pesanan.

"Bu Shanum sudah datang ya?". Bibi yang baru datang dari belakang menyapa tante Shanum.

"Udah Bu Rahma". Jawab tante Shanum dengan senyuman yang tak pernah luntur dari wajah cantiknya.

"Eh, Bu Shanum datang dengan mas Khalif hari ini?". Tunjuk bibi ke arah pintu, melihat seorang laki-laki berwajah tampan nan gagah masuk.

Bibi yang memang mengenal anak Tante Shanum itu. "Iya Bu Rahma, kebetulan anaknya lagi ngak sibuk jadi bisa nganterin".

Sedang yang di bicarakan hanya menyapa lewat senyuman saja.

"Silahkan duduk mas Khalif". Suruh bibi.

"Makasih bi". Ucap Khalif sembari duduk di dekat jendela yang berada di samping pintu masuk.

"Bu Rahma, bisa kita bicara sebentar?". Pinta Tante Shanum. Tante Shanum mengajak bibi untuk duduk di sofa dekat etalase, sedikit jauh dari Khalif duduk.

"Bu Shanum mau bicara apa? Keliatan nya serius banget Bu?".

"Ehm, hahaha iya bu, soalnya ini menyangkut kehidupan anak saya". Tante Shanum tertawa melihat wajah serius bibi.

"Emm begini Bu, apa nak Alma sudah ada keinginan untuk menikah?, kalau iya gimana kalau sama anak saya Khalif aja?". Ujar Bu Rahma to the point. Dia sudah tidak mau berbasa-basi lagi, kalau menyangkut soal ini.

Keterkejutan jelas terlihat di wajah bibi, siapa yang menyangka ada keluarga yang melamar anak perempuanya, apalagi lamaran tersebut datang dari keluarga Hermawan.

Semua orang tau keluarga Hermawan itu orang kaya terpandang. Meskipun kaya mereka tidak sombong sama sekali, mereka tidak membeda-bedakan antara orang kaya dan orang miskin.

"Giman Bu Rahma?". Tanya Tante Shanum sekali lagi membuat bibi yang sedari tadi hanya diam saja mendengar permintaan wanita yang ada di depannya.

"Aduh Bu Shanum bukannya saya nolak atau gimana Bu, kalau soal pernikahan saya serahkan semua pada Alma, karena nantinya yang akan menjalani Alma sendiri Bu". Jawab bibi.

"Benar kata Bu Rahma, nanti Bu Rahma rembukin saja dengan Alma, bilang saja kalau saya mau jodohin Alma dengan anak saya".

"InsyaAllah nanti saya bicarakan dengan Almanya Bu".

Ketika kembali dari belakang, Alma memberikan bunga pesanan tante Shanum, dia belum menyadari bahwa ada seorang laki-laki yang sedang memperhatikannya sejak tadi.

"Ini bunga pesanannya Tante". Alma menyerahkan bunga tersebut kepada tante Shanum.

"Makasih ya cantik". Tante Shanum mengambil bunga tersebut.

"MasyaAllah Tabarakallah, makasih atas pujiannya tante". Alma menjawab pujian Tante Shanum tersebut dengan MasyaAllah Tabarakallah, karena pujian cantik yang diberikan kepada kita bisa mendatangkan suatu penyakit yaitu 'ain.

Hal itu sudah jelas di sebutkan dalam al-Qur'an surat al-Qalam ayat 51:

وإِن يَكَادُ الَّذِينَ كَفَرُواْ لَيُزْلِقُونَكَ بِأَبْصَارِهِمْ لَمَّا سَمِعُواْ الذِّكْرَ وَيَقُولُونَ إِنَّهُ لَمَجْنُونٌ

Artinya: “Dan sesungguhnya orang-orang kafir itu hampir menggelincirkan kamu dengan pandangan mereka, tatkala mereka mendengarkan Al-Qur’an dan mereka berkata: ‘Sesungguhnya ia (Muhammad) benar-benar orang yang gila’”.

Dan salah satu cara untuk menghindari penyakit 'ain tersebut adalah dengan berdzikir, agar terhindar dari sifat iri, dan dengki. Dengan do'a seperti:

أَعُوذُ بِكَلِمَاتِ اللهِ التَّامَّةِ مِنْ كُلِّ شَيْطَانٍ وَهَامَّةٍ وَمِنْ كُلِّ عَيْنٍ لَامَّةٍ

Artinya: “Aku berlindung dengan kalimat-kalimat Allah yang sempurna dari semua Setan, Binatang yang beracun dan ‘Ain yang menyakitkan”.

"Khalif, sini sebentar". Panggil tante Shanum, Alma memutar badannya ke arah belakang mengikuti arah pandang tante Shanum. Alma baru tau ternyata ada sosok laki-laki yang duduk di dekat jendela.

"Alma kenalin ini anak tante, namanya Khalif". Khalif heran melihat tingkah mamanya yang terkesan antusias untuk mengenalkan dirinya dengan gadis yang ada di depannya ini, yang dia dengar bernama Alma.

"Salam kenal mas, saya Alma". Alma menangkupkan kedua tangannya di depan dada. Sedangkan Khalif hanya menjawab dengan anggukan kepala.

*****

Sampai dirumah Hermawan mama Shanum mengajak Khalif duduk di sofa ruang keluarga.

"Gimana menurutmu Alma tadi?". Belum sempat Khalif menjatuhkan bokongnya di sofa dia sudah di todong dengan pertanyaan yang menurut nya tidak penting itu.

"Maksud mama apa?". Balas Khalif pura-pura tidak mengerti.

"Ck, itu calon yang mama mau jodohin sama kamu, Alma ponakannya Bu Rahma". Khalif sudah tidak kaget lagi mendengar perkataan mamanya, dari awal mamanya mengenalkannya dengan gadis itu dia sudah punya firasat bahwa itu mungkin kandidat yang mamanya siapkan. Yang jadi masalahnya gadis itu kelihatan masih muda, jauh dibawahnya.

"Ma Alma itu masih muda, jauh di bawah Khalif, apa dia mau menikah dengan orang yang lebih tua dari dia?".

"Mama yakin seratus persen pasti dia mau, feeling mama ngak pernah salah. Dan ingat janji kamu, tidak ada penolakan."!. Dengan tegas mama Shanum memperingati anaknya.

"Terserah mama saja, Khalif ikut maunya mama".

"Bagus, gitung dong jadi anak tu yang nurut lagian ini untuk kebaikan kamu, mama yakin kalau Alma itu bakalan jadi istri yang baik. Dia anaknya sholehah, sopan makanya mama suka liatnya". Mama Shanum merangkul pundak anaknya dengan sayang.

Tidak ada lagi penolakan dari Khalif karena percuma saja jika menolak. Mamanya tidak akan mendengarkannya sama sekali.

Dia hanya berharap gadis yang dijodohkan dengannya tidak terpaksa dengan semua ini.

Bab 3

..."Pernikahan adalah panggung kehidupan, di mana dua orang bersatu untuk menari bersama dalam harmoni"....

...('Ali bin Abi Thalib)...

...🌹🌹🌹...

Suasana di ruang keluarga terasa begitu hangat, paman Emran, bi Rahma serta Alma sedang bersenda gurau di ruang keluarga. Ketiganya duduk berdampingan di atas sofa ruang keluarga. Alma duduk disamping bibi Rahma sedangkan paman Emran duduk di dekat istri nya.

Seperti inilah keluarga Alma, meskipun dia hanya keponakan dari paman dan bibinya, tapi dia tidak pernah kekurangan kasih sayang. jika kelak dia menikah dia ingin calon suaminya seperti paman Emran. karena bagi Alma sosok paman Emran adalah sosok yang hangat dan sangat mencintai sang bibi.

Alma memandang paman dan bibinya yang sedang bercanda, walaupun keduanya sudah berkepala lima, tidak mengurasi rasa cinta yang ada di antara keduanya, mereka terlihat seperti sepasang kekasih yang lagi di mabuk cinta.

Alma melirik jam yang berada di dinding tepat di atas tv sudah menunjukkan pukul 21:30, pantas saja dia sudah merasa ngantuk.

"Paman, bibi Alma duluan masuk kamar ya, soalnya ngantuk, paman dan bibi lanjut saja pacarannya". Goda Alma pada keduanya.

Paman dan bibinya hanya tertawa mendengar ucapan ponakannya.

"iya Alma, langsung istirahat ya nak"!. Ucap paman Emran, yang di jawab anggukan oleh Alma.

setelah Alma masuk ke dalam kamar, bibi Rahma menoleh ke arah suaminya.

"Pak gimana pendapat bapak soal yang ibu berikan tadi?." Tanya Bu Rahma. Memang Bu Rahma sudah menceritakan kepada suaminya tentang lamaran Bu Shanum siang tadi.

"Sebaiknya ibuk ceritakan saja langsung sama Alma buk, toh yang di lamar kan Alma, kita sebagai orangtuanya tidak bisa mengambil keputusan sendiri buk". Jawab Emran.

"Iya ya pak, ya sudah ibuk mau ngomong sebentar sama Alma, bapak kalau mau tidur duluan saja'. Suruh Bu Rahma karena dia melihat suaminya sudah menguap dari tadi.

"Iya buk".

Tok tok tok

"Alma, apa sudah tidur nak?". Panggil Bu Rahma mengetuk pintu kamar Alma.

"Masuk saja bi Alma belum tidur kok".

"Ada apa bi?". Tanya Alma

Bibi menghela napas, dan menggenggam tangan Alma, dia yang melihat itu membalas genggaman tangan bibinya.

"Nak sekiranya ada yang melamar kamu bagaimana pendapatmu?". Tanya bibi to the point.

"Kalau bibi bertanya tentang kesiapan Alma, InsyaAllah Alma siap bik". Jawaban Alma sudah mantap.

Mendengar ucapan Alma bibi tersenyum lembut kepada Alma.

"Tadi siang waktu di toko Bu Shanum ngasih tau bibi, kalau beliau ingin Alma menjadi menantunya". Mata Alma melotot mendengar ucapan bibinya. Bagaimana tidak, dia tidak menyangka bahwa Bu Shanum melamarnya. Di lihat dari status sosial saja tidak mungkin rasanya.

"Gimana nak?".

Bu Rahma menatap lekat kedalam manik mata Alma.

"Bukannya anaknya tante Shanum laki-laki yang tadi bik?"

"iya".

Alma terdiam sejenak. Lalu menghembuskan napasnya. Dia tau kalau bibinya dari dulu menginginkan kehidupan yang lebih baik untuknya. Kalau Alma jawab tidak, dia tidak tega melihat bibinya sedih. Karena dari raut wajah bibinya, bibi pasti berharap menerima lamaran tersebut.

"Alma ikut keputusan bibi saja, jika menurut bibi itu yang terbaik buat Alma insyaAllah Alam mau bi". Jawab Alma tanpa melepaskan tautan tangannya dari bibinya.

Bu Rahma mengusap lembut pipi Alma, terlihat jelas bahwa dia sangat menyayangi Alma lebih dari apapun.

"Bibi sudah kenal lama sama Bu Shanum dan keluarga nya, mereka adalah orang yang baik. Tapi bibi tidak mau memaksakan kehendak bibi padamu, pikirkan baik-baik soal tawaran Bu Shanum bawa istikharah ya nak". Pinta sang bibi. Alma hanya mengangguk tanda mengiyakan.

*****

Drrrt drrrt drrrt alarm di atas meja berbunyi, Khalif terbangun dari tidurnya, dia melirik kesamping nakas ternyata sudah pukul 06:30.

Pagi ini dia harus berangkat kekantor karena ada meeting dengan klien. Perusahaan yang sedang di gelutinya adalah industri mebel atau furniture, beberapa tahun ini Khalif sudah sukses memajukan perusahaan warisan papanya.

kemeja putih dengan jas warna Dongker serta celana dasar dengan warna yang sama adalah stelan Khalif pagi ini.

"Apa sudah ada kabar dari Bu Rahma ma?". Papa Aiman memulai pembicaraan. sudah dua hari berlalu setelah mama Shanum melamar Alma, sampai hari ini belum ada kabar.

"Belum pa, rencananya nanti mau telfon Bu Rahma, tanya kejelasan nya gimana".

Papa hanya mengangguk tanda setuju. Khalif tersangka yang sedang di bicarakan tidak mau ambil pusing dengan pembicaraan kedua orang tuanya. segala sesuatunya sudah ia serahkan semua pada mamanya.

"Ma, pa, Khalif berangkat dulu". Khalif berlalu, dan tidak lupa mencium pipi mama Shanum.

"Hati-hati". ucap mama Shanum.

Dikamar yang tidak terlalu luas itulah Alma melepaskan semua gundah dan resah di hatinya, selama dua hari ini Alma sudah melaksanakan sholat istikharah meminta petunjuk dari Allah.

Kini dia bisa memberikan jawaban yang ingin bibinya dengar. Alma keluar dari kamar menghampiri bibinya sedang asik menyiram bunga di halam rumah.

Rumah mereka memang tidak begitu besar, tapi cukup untuk menampung keluarga jika sedang berkumpul. Halam depan di hiasi dengan berbagai macam bunga, di samping kiri terdapat kolam ikan, dan pohon mangga yang sedang berbuah.

Dulu sebelum Alma masuk ke perguruan tinggi, rumah bibinya tidak seperti sekarang. Rumah itu di renovasi setelah toko bunga milik bibinya semakin sukses.

Alma mendekati bibinya sembari memanggil Bu Rahma.

"Bibi"

"Iya ma,". bibi menoleh ke arah Alma.

"Bi jadi kapan keluarganya Tante Shanum mau kesini?". Tanya Alma, mengambil alih kran air yang digunakan bibi untuk menyiram bunga.

Bibi tersenyum mendengar pertanyaan Alma. Terlihat jelas rona bahagia di wajah bibi. Bibi mengelus sayang kepala Alma, tanpa memudarkan senyuman di wajahnya sudah mulai di hiasi keriput itu.

"Apa Alma sudah yakin nak"?.

"InsyaAllah Alma yakin bi". Jawab Alma dengan yakin.

"kalau begitu bibi telfon Bu Shanumnya dulu".

Bibi berlalu ke belakang dengan tergesa-gesa. seperti orang yang takut ketinggalan bus, Alma yang melihat itu tidak bisa menahan ketawanya.

"Halo, Assalamu'alaikum Bu Shanum".

"...............".

"kira-kira kapan kita bisa lanjutkan pembicaraan yang kemaren Bu?".

"...............".

"owh begitu Bu Shanum, baiklah kami tunggu kedatangan nya ya Bu Shanum.".

"Assalamu'alaikum". Bibi memutuskan sambungan telfon.

*****

"Pa, papa". Teriak mama Shanum memanggil suaminya.

"Ada apa sih ma teriak-teriak gitu, kayak orang yang kemalingan aja". Sewot papa Aiman.

" Tadi Blbu Rahma nelfon mama, dia nanya kapan kita bisa kerumahnya".

Mama Shanum tidak bisa menyembunyikan rasa bahagia nya, sebentar lagi dia akan mempunyai menantu. Akhirnya yang dia harapkan terkabul juga.

"Papa hubungi Khalif sekarang juga, kasih tau hari ini jangan pulang malam, suruh dia pulang sore, ah tidak usah biar mama saja yang telfon Khalif."

Papa Aiman geleng-geleng kepala melihat tingkah istri nya.

Di kantor Hermawan furniture diruangan CEO yang sedang di tempati Khalif sekarang, rapat sedang berlangsung. Dari tadi ponsel Khalif terus berdering.

Dia permisi sebentar untuk mengangkat telfon yang datang ternyata dari mamanya.

"Halo ma, Khalif sekarang lagi rapat kalau ada yang ada yang penting nanti saja ya ma." Khalif menjauhkan ponselnya dari telinga karena mendengar Omelan mamanya.

Setelah itu panggilan langsung di putuskan oleh Sang mama, Khalif menghela napas dengan kasar kemudian dia kembali ke ruangannya.

"Saya mohon maaf rapatnya kita tunda untuk sekarang, di lanjutkan Minggu depan,". Semua para staf yang ikut rapat pun bubar.

"Rey, kosongkan jadwalku untuk sore nanti, hari ini saya harus pulang cepat." Rey yang menjabat sebagai asisten Khalif sekaligus temannya diam melihat Khalif yang sedang mimijat kepalanya yang terasa sakit.

"kenapa lagi"?. Tanya Rey, kalau mereka hanya berdua, mereka tidak seperti bawahan dan atasan.

"Haah, nanti malam ada acara keluarga". Jawab Khalif acuh.

Ternyata firasat mamanya memang benar bahwa gadis itu pasti menerima perjodohan yang mama tawarkan. Khalif memutar kursinya ke kiri dan kekanakan menengadahkan kepala ke atas, menatap langit-langit yang tidak menarik dilihat.

Sebentar lagi dia akan menikah hidupnya bukan untuk dirinya saja, tapi kelak hidupnya akan milik istri nya juga.

*****

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!