Alika duduk menatap wajahnya di depan cermin dengan perasaan kacau. Saat pintu di buka dari luar oleh Yuni, ibunya.
“Kamu sudah siapkan? Orang dari keluarga Admanegara sudah datang menjemput kamu. Ayo keluar.” Kata Yuni.
Alika mendorong kacamata berbingkai hitam tebal agar naik ke pangkal hidungnya.
“Ma, apakah aku harus menikah? Bisakah pernikahannya di batalkan saja?” Tatap Alika penuh harap jika Yuni akan mendengarkannya. Sorot mata Alika menyimpan harapan Yuni berubah pikiran.
“Tidak bisa Lika, pernikahan kamu dengan cucu Admanegara itu harus di langsungkan! Orang dari keluarga Admanegara sudah berada di luar menunggu kamu!” Kata Yuni.
“Tapi ma, aku tidak mau menikah.” Ucap Alika menatap sedih wajah Yuni.
“Jangan berulah Lika, mereka sudah menunggu kamu di luar!” Yuni menaikkan intonasi bicaranya merasa sedikit kesal mendengar rengekan anak bungsunya itu.
“Kalau begitu suruh kakak saja yang menikah, bukankah cucu Admanegara itu yang di jodohkan dengan kakak, jadi kakak saja yang menikah!” Seru Alika tak terima di jadikan kambing hitam menggantikan kakaknya menjadi pengantin pengganti.
“Alika mohon sama mama, Alika tidak mau menikah ma.” Mohon Alika berlutut di depan Yuni.
“Tidak Lika, kamu harus tetap menikah, sekarang gantian mama yang mohon sama kamu, kakakmu tidak mungkin menikah dengan cucu Admanegara, kakakmu pantas mendapatkan yang seratus kali lebih baik dari pria itu.” Ujar Yuni tak peduli, dan itu membuat Alika semakin merasa hancur.
Ucapan Yuni membuat hati Alika terluka, selama ini, Alika tahu jika Yuni memang sering-kali membeda-bedakan dia dan kakaknya. Tapi, kali ini Yuni begitu terang-terangan menghancurkan hatinya.
“Lalu, bagaimana dengan aku ma?! Apa bagi mama aku akan baik-baik saja menikah dengan pria cacat?” Alika bertanya dengan putus asah berharap jawaban Yuni kali ini bisa sedikit menenangkan hatinya.
“Jadi kamu tidak mau menikah dengan cucu Admanegara?” Tanya Yuni yang di jawab anggukan oleh Alika.
Dalam hati Alika sudah merasa sedikit lega, mungkin Yuni tidak akan lagi memaksanya untuk menikah.
“Baik, kalau begitu kamu bisa bersiap untuk menyambut kematian mama! Mama lebih baik mati!” Ujar Yuni mencari sesuatu yang tajam untuk mengiris urat nadinya.
Alika tidak percaya dengan apa yang di lakukan Yuni, sebegitu inginnya Yuni agar Alika menggantikan kakaknya sehingga Yuni menjadikan nyawanya sebagai ancaman agar Alika setuju.
Tanpa sadar air bening dari mata indah itu jatuh menetes bersama luka yang di deritanya akibat Yuni, ibu kandung yang pilih kasih.
“Mama tidak perlu melakukan itu, aku akan menikah dengan pria itu. Aku akan mengikuti keinginan mama untuk menggantikan kakak. Jadi, mama tidak perlu melukai diri mama.” Ucap Alika dengan dada yang sesak. Kali ini dia sudah benar-benar pasrah.
Dia juga tidak ingin terus menolak dan akhirnya membuat ibunya bunuh diri, lalu dia akan hidup dalam penyesalan seumur hidupnya. Penderitaannya menikah dengan pria yang tidak di kenalnya tidak ada apa-apanya di banding nyawa ibunya yang begitu berharga baginya.
Mengorbankan kebahagiaannya bukanlah apa-apa di banding nyawa ibunya. Toh, selama ini dia sering membuang kebahagiaannya demi mengutamakan kebahagiaan kakaknya.
Beberapa pria sudah menunggu Alika, saat dia keluar, seorang pria bertubuh tinggi dan memiliki wajah yang lumayan tampan membukakan pintu mobil untuk Alika, lalu mobil itu melaju meninggalkan rumah Yuni, sementara Yuni melambaikan tangan dengan bahagia mengantar kepergian Alika.
Mobil yang membawa Alika berhenti tepat di depan kantor catatan sipil.
“Silakan nona Alika.” Pria yang tadi kembali membukakan pintu untuk Alika.
Tidak ada pesta pernikahan, tidak ada mempelai pria, pernikahan Alika sudah sah terdaftar di dalam kantor catatan sipil. Bahkan dia tidak pernah melihat seperti apa wajah pria itu.
Pegawai catatan sipil akan menyerahkan surat nikah pada Alika, saat Alika akan membuka surat nikahnya untuk melihat foto yang ada di dalamnya, surat nikah itu dengan cepat langsung disambar oleh pria yang membukakan pintu mobil tadi.
“Maaf nyonya Alika, surat nikah ini saya saja yang pegang, tuan menugaskan hal itu pada saya.” Katanya.
“Silakan.” Sahut Alika tidak keberatan. Dia juga tidak punya keinginan untuk memiliki surat nikah itu.
........
Mobil sport berwarna hitam yang membawa Alika berhenti tepat di depan sebuah rumah bergaya klasik eropa bercat putih.
Rumah yang membuat Alika berdecak kagum melihatnya. Selama ini rumah seperti itu hanya bisa di lihatnya di televisi saat dia memutar siaran barat. Namun, sekarang rumah itu terpampang nyata di hadapannya.
Berarti memang benar yang di dengar oleh Alika, jika dulu keluarga Admanegara adalah keluarga miliarder. Dan, pria yang di menikah dengan Alika adalah satu-satunya penerus kekayaan Admanegara.
“Silakan nyonya muda.” Pria itu menuntun Alika masuk ke dalam rumah mega itu.
Meskipun masih merasa waswas. Alika tetap menurut mengikuti pria itu masuk ke dalam rumah
Pria itu menuntun Alika ke sebuah ruangan dengan penerangan yang redup. Semua jendela yang ada di ruangan itu di tutup rapat-rapat seperti sengaja agar tak ada cahaya yang masuk.
Di depan sana ada seseorang yang berdiri membelakangi Alika.
Alika menatap lurus untuk memastikan, apakah mungkin itu suaminya? Dia pria dengan tubuh yang tinggi.
“Tuan ini nyonya Alika.” Ucap pria yang membawa Alika. Lalu pria yang berdiri di depan sana mengisyaratkan dengan tangannya menyuruh pria yang membawa Alika itu untuk pergi.
Saat hanya tinggal berdua, pria itu berjalan ke arah Alika, langkah kakinya semakin dekat, dan semakin jelas juga Alika bisa melihat wajah pria itu.
Wajah yang tampan dengan tubuh yang berbalut jas berwarna gelap, pria itu terlihat begitu menawan membuat Alika tercengang untuk sesaat..
“Wah, ternyata kamu lebih jelek dari yang kubayangkan.” Ucapnya membuat Alika kembali tersadar.
Pria itu kini berdiri tepat di depannya.
“Kamu siapa?” Tanya Alika. Dia menebak, jika pria itu bukanlah suaminya karena pria itu terlihat sangat normal, tidak cacat sedikitpun.
Mendengar pertanyaan Alika membuat pria itu mengernyitkan alisnya.
“Kamu tidak tahu siapa aku?” Tanya pria itu menatap Alika dengan sorot mata yang tajam. Dan langsung di jawab Alika dengan gelengan kepala.
Bagaimana mungkin dia mengenal pria itu jika ini adalah pertama-kalinya melihatnya.
“Lalu apa kamu tahu kamu menikah dengan siapa?” Tanya pria itu lagi semakin mendekat ke arah Alika membuat Alika sedikit gemetar takut.
“Tentu saja aku tahu, suamiku adalah Daniel Admanegara.” Sahut Alika dengan pura-pura biasa saja.
Pria itu memandang Alika lekat-lekat seakan ingin memastikan sesuatu.
“Apa kamu tahu jika pria yang kamu nikahi itu adalah pria cacat?” Tanyanya.
“Aku tahu.” Jawab Alika dengan ekspresi datar yang tak bisa pria itu baca. Dan. Itu membuatnya jadi tertarik.
“Menarik, sangat menarik. Ternyata ada juga wanita yang mau dengannya.” Ujarnya dengan senyum yang terlihat meledek.
“Kamu siapa?” Tanya Alika akhirnya.”
“Kamu siapa?” Tanya Alika yang sedari tadi penasaran dengan pria itu.
“Namaku Brian, aku adalah adik dari Daniel Admanegara. Suamimu.” Ucapnya memperkenalkan diri dengan sangat bangga.
“Di mana Daniel?” Tanya Alika yang tidak ingin berlama-lama lagi dengan Brian si adik ipar.
Karna menurut Alika sangat tidak etis jika dia berduaan di dalam kamar yang redup bersama dengan pria lain meskipun itu adalah adik iparnya sendiri.
“Kakak iparku ini sudah tidak sabar ingin bertemu dengan suaminya ternyata. Tapi, kakak ipar apa kamu tahu jika suamimu itu tidak akan bisa berbuat apa-apa padamu di malam pengantinmu ini?” Kata Brian dengan senyumnya meledek.
“Apa maksudmu?” Tanya Alika tidak mengerti dengan maksud dari ucapan Brian.
“Kakak ipar, malam ini bukankah malam pertamamu dengan suamimu. Malam yang sangat bersejarah di dalam rumah tanggamu yang akan kamu ingat selamanya. Tapi, sepertinya suamimu itu tidak akan bisa membuat kamu mengingat malam ini. Karena suamimu adalah pria cacat yang tidak bisa melakukan apa pun. Mungkin menyentuhmu pun dia tidak akan bisa. Bagaimana jika aku yang menggantikan dia untuk memuaskan mu. Bagaimana?” Ujar Brian panjang lalu semakin mendekat pada Alika.
Alika yang merasa tidak nyaman pun melangkah mundur. Kembali memberi jarak antara dia dan Brian.
“Sepertinya kamu tidak belajar sopan santun dan menghormati yang lebih tua darimu.” Kata Alika dengan tatapan tajam di balik kacamata tebalnya.
“Kamu bilang Daniel adalah kakakmu, yang artinya aku adalah kakak iparmu bukan? Jadi, bicaralah yang sopan dan hormati kakakmu dan aku!” Sambung Alika dengan nada kesal.
Di dalam hati Alika muncul perasaan kasihan dan simpati pada Daniel. Daniel sepertinya sama dengan dirinya yang di kucilkan oleh keluarga sendiri. Daniel di kucilkan karena cacat, sedang dirinya di kucilkan karena ibunya lebih menyayangi kakaknya.
Mendengar ucapan yang keluar dari mulut Alika membuat Daniel semakin berpikir jika Alika bukanlah perempuan biasa. Bukan seperti kebanyakan perempuan yang dia kenal.
Brian menatap Alika. Rambut yang berantakan seperti tak pernah di sisir, dengan mata yang di tutupi dengan kacamata tebal berbingkai hitam, serta cara berpakaian yang sangat norak mengganggu mata. Tak lupa bekas jerawat yang hampir memenuhi wajahnya. Benar-benar bukan wanita ideal bagi Brian.
Namun Alika ini adalah perempuan yang unik. Pikirnya.
“Kenapa kamu tersenyum?” Tanya Alika saat mendapati Brian tersenyum melihatnya.
“Ah, aku tersenyum karena melihatmu, kamu tidak seperti yang di gambarkan oleh orang-orang.” Kata Brian.
“Maksudnya?” Tanya Alika tak mengerti.
“Ya, kamu jauh dari yang di gambarkan, kata orang-orang, wanita yang di jodohkan dengan kakakku adalah wanita yang cantik, dengan kulit putih bersih. Tapi, kamu...., hemm, sangat jauh dari semua itu. Kamu pasti mengerti dengan maksudku kan? Kamu itu jelek, sangat jelek.” Seru Brian terus terang tanpa memikirkan perasaan Alika yang mungkin saja terluka dengan apa yang dia katakan.
“Apakah kamu benar-benar tunangan kakakku?” Tanya Brian menyelidiki.
“Aku....” Alika tampak ragu-ragu untuk melanjutkan ucapannya.
“Kenapa tidak menjawab? Jangan-jangan kamu orang lain yang menggantikan wanita itu, karena dia tidak mau menikah dengan kakakku yang cacat dan impoten itu.” Ujar Brian menebak.
Deg!
Jantung Alika berdegup kencang takut ketahuan jika dia memang adalah pengantin pengganti.
“Tidak! Aku adalah tunangan kakakmu yang sejak awal. Dulu aku cantik saat kecil, hanya saja karena hormon aku berubah jelek seperti ini.” Sahut Alika cepat.
Tidak diragukan lagi, wanita jelek ini bukan tunangannya yang dikabarkan sangat cantik dan menawan itu. Ucap Daniel dalam hati.
Kegugupan yang di sembunyikan Alika ternyata tidak bisa menipu mata Brian yang tajam. Tapi, Brian memilih untuk berpura-pura saja. Dia dengan senang hati akan ikut dalam peran yang di mainkan oleh Alika.
“Benarkah?” Tanya Brian pura-pura.
“Iya.” Sahut Alika.
“Tapi kakak ipar, apa kamu tidak ingin memikirkan yang aku tawarkan tadi?” Tatap Brian nakal.
Alika mengerutkan dahi tak mengerti ucapan Brian. Memangnya apa yang dia tawarkan tadi?
Brian menarik lengan Alika yang sedang mencoba mengingat-ingat apa yang di maksud ucapan Brian tentang apa yang dia tawarkan.
"Di sini tidak ada orang lain selain kita berdua, seperti yang aku katakan tadi, bagaimana jika aku saja yang menggantikan kakakku untuk memuaskan mu malam ini, aku jamin kamu akan terpuaskan.” Bisik Brian tepat di telinga Alika.
“Jaga bicaramu dan lepaskan aku!” Alika mencoba melepaskan diri dari dekapan lengan kekar Brian yang menahan tubuhnya.
Semakin Alika berontak ingin melepaskan diri, semakin pula Brian beraksi. Tangannya kini sudah berada di dalam kaos hitam Alika. Menyentuh perut rada Alika dengan lembut lalu perlahan naik ke atas hingga ke gundukan lembut milik Alika yang sedikit kecil tapi padat.
Plak!!!
Suara tamparan menggema di dalam ruangan itu.
Alika mengepalkan tangannya yang terasa panas karena menyentuh pipi pria yang tidak sopan itu dengan tamparan keras.
“Jangan kurang ajar kamu! Jangan pikir karena kamu adalah adik dari suamiku membuat aku membiarkanmu melakukan seenak hatimu. Aku peringatkan! Jika kamu kurang ajar lagi, akan aku laporkan kamu pada Daniel!” Ujar Alika marah dengan tubuh yang gemetar. Dia mencoba menahan air matanya agar tidak jatuh.
Hatinya menahan luka karena di perlakukan tidak sopan oleh Brian. Pria yang mengenalkan diri sebagai adik iparnya.
Sementara Brian yang mendapat tamparan dari Alika justru tertawa kencang membuat Alika merasa semakin takut.
“Belum pernah ada perempuan yang berani menamparku selama ini, kamu adalah perempuan pertama yang menyentuh pipiku dengan kasar kakak ipar." Ucapnya.
“Tapi aku akan memaafkan mu, karna kamu membuatku semakin bergairah” Sambungnya.
“Apa kamu tidak waras!” Ujar Alika dengan tubuh yang semakin gemetar takut.
“Anggap saja begitu, tapi hari ini aku akan melepaskan mu.” Kata Brian lalu melangkah melewati Alika. Sementara Alika hanya bisa berdiri menahan nafas.
Saat terdengar suara pintu yang tertutup di belakangnya. Barulah Alika berani menoleh untuk memastikan apakah Brian sudah benar-benar keluar dari ruangan itu.
Saat memastikan hanya tinggal dia sendiri di sana, Alika pun menghela nafas lega. Akhirnya dia terbebas juga dari adik ipar yang kurang ajar itu.
“Tuan muda, kenapa dengan wajahmu?” Tanya pria yang tadi membawa Alika.
“Tertabrak lemari.” Jawab Brian asal dengan kesal.
“Apa sekarang lemari jadi sangat canggih, bisa meninggalkan bekas lima jari di wajah?” Tanya yang langsung mendapat tatapan tajam dari Brian.
“Sepertinya kamu sudah bosan jadi asistenku.” Ucap Brian membuat pria yang ternyata asisten Brian itu tak lagi berani menjawab.
“Aku punya tugas untukmu. Segera cari tahu siapa yang ada di dalam itu, apakah benar dia tunangan yang asli atau perempuan lain yang di bayar untuk menggantikan tunangan yang asli.” Suruh Brian.
“Baik tuan.” Sahut asisten Brian.
Brian harus mencari tahu siapa sebenarnya Alika itu. Apakah dia memang wanita yang di jodohkan dengan Daniel ataukah orang lain.
Alika bangun dengan mata yang sedikit bengkak, tidurnya tidak terlalu nyenyak karena merasa waswas sepanjang malam, takut jika Brian datang dan menerobos masuk ke dalam kamarnya. Paginya
Dan, hal lain yang juga membuat Alika gelisah adalah menunggu Daniel yang tidak kunjung menemuinya semalam.
Setalah mandi dan menggosok gigi, Alika turun ke lantai bawa untuk mencari sesuatu yang bisa dia jadikan sarapan pagi itu, sedari bangun tadi perutnya yang kosong terus berbunyi meminta untuk di isi. Karena memang seharian kemarin dia tidak makan apa pun.
Saat turun ke lantai bawah. Alika tidak melihat siapa pun di rumah itu. Para pria yang kemarin datang menjemputnya pun sudah tak terlihat lagi.
Alika lalu berjalan ke dapur berharap jika ada makanan atau setidaknya ada bahan yang bisa dia masak.
“Selamat pagi kakak ipar.” Sapa Brian yang terjadi sudah ada di dapur menyibukkan diri membuat sarapan.
“Duduklah, sebentar lagi telurnya akan matang.” Kata Brian.
Alika tidak menolak dan langsung menarik kursi untuk duduk, dia hanya bisa menurut karena memang dia merasa sangat lapar, bahkan perutnya sudah terasa begitu sakit menahan lapar.
“Selamat pagi nyonya muda, tuan muda.” Sapa seseorang yang membuat Alika menoleh ke belakang.
“Pagi Zicko, kamu mau ikut sarapan?” Tanya Brian yang masih sibuk dengan spatula di tangannya.
“Boleh tuan.” Sahut Zicko lalu menarik kursi di yang sedikit jauh dari Alika.
“Silakan kakak ipar.” Kata Brian meletakkan piring berisi Sandwich telur di piring Alika.
Zicko yang mendengar Brian memanggil Alika dengan panggilan kakak ipar hanya bisa memasang wajah heran.
Berpikir. Apakah kedua orang itu sedang memainkan peran adik ipar dan kakak ipar? Sedetik kemudian dia menggeleng-gelengkan kepalanya tak mau pusing, sebaiknya dia makan dengan diam daripada harus bertanya.
“Apakah Daniel tidak ada di rumah ini?” Tanya Alika yang memang penasaran untuk mengetahui keberadaan suaminya yang tidak pernah dia lihat wajahnya itu.
“Tuan Daniel, dia sedang berada di luar kota.” Jawab Zicko setelah tadi sempat melirik ke arah Brian belum menjawab pertanyaan Alika.
“Di luar kota?” Alika mengerutkan alisnya.
“Akhir-akhir ini tuan Daniel merasa tidak sehat jadi dia keluar kota untuk berobat.” Bohong Zicko dengan lancar.
“Lalu, kapan dia akan pulang?” Tanya Alika lagi ingin tahu.
Zicko kembali melirik Brian, meminta bantuan, karena dia sudah tidak tahu harus menjawab apa lagi, karena sejujurnya, dia bukan tipe orang yang pintar berbohong.
“Sepertinya dia tidak akan kembali dalam waktu terdekat ini. Sebaiknya kamu tidak perlu terlalu menunggunya, dan alangkah baiknya kamu memikirkan apa yang aku tawarkan semalam, itu lebih baik daripada menunggu sesuatu yang tidak pasti.” Ujar Brian mengedipkan sebelah matanya pada Alika membuat Alika tersedak ludah sendiri.
Brengsek! Umpat Alika dalam hati karena kesal lagi-lagi Brian mengungkit hal menjijikkan. Tapi, dia hanya mampu menyimpan kekesalannya di dalam hati, karena dia sudah tidak punya tenaga untuk berdebat dengan Brian pagi ini.
Karena malas meladeni Brian, Alika hanya diam menghabiskan sarapannya.
“Maaf boleh aku bertanya namamu?” Alika menghentikan Zicko yang akan keluar setelah selesai sarapan.
“Nama saya Zicko nyonya.”
“Zicko, boleh aku meminta tolong? Aku ingin kembali ke rumah untuk mengambil beberapa barang, apakah kamu bisa mengantarku?” Tanya Alika.
“Aku saja yang mengantarmu kakak ipar. Zicko, dia harus mengurus beberapa barang untuk Daniel, jadi dia sangat sibuk dan tidak buda mengantarmu.” Kata Brian menawar diri untuk mengantar Alika.
“Tidak perlu!” Tolak Alika enggan.
“Nyonya sebaiknya memang tuan muda yang mengantar, karena seperti yang di katakan tuan, saya harus menyiapkan beberapa barang untuk di kirim ke tempat tuan Daniel.” Kata Zicko membenarkan ucapan Brian.
“Bagaimana kakak ipar?” Brian meletakkan tangannya di bahu Alika. seketika itu juga langsung di hempas Alika.
“Baiklah. Kamu yang mengantarku.” Setuju Alika Akhirnya setelah berpikir sejenak. Dia tidak mungkin kembali ke rumah ibunya dengan naik kendaraan umum, dia tidak punya uang untuk membayar.
Dan, jika dia tidak ke rumah mengambil baju-bajunya, tidak mungkin dia hanya memakai satu baju selama tinggal di rumah itu.
Akhirnya dengan berat hati. Mau tidak mau, Brian akhirnya yang mengantar Alika pulang ke rumah Yuni untuk mengambil barang keperluannya.
Di dalam mobil Alika hanya diam membatu, dengan pandangan lurus ke depan.
“Lehermu tidak sakit seperti itu?” Tanya Brian yang sengaja ingin menggoda Alika.
“Awas loh, lehermu bisa keram nanti.” Tambah Brian yang sangat tertarik memancing emosi Alika.
“Bukan urusanmu!” Kata Alika melirik kesal Brian lalu kembali pada posisi Semula menatap ke depan tanpa berkedip.
Sebenarnya, Alika merasa gugup dan takut jika Brian kembali beraksi seperti semalam. Dia tidak ingin tubuhnya ternoda lagi untuk kedua kalinya oleh tangan adik iparnya itu.
Brian menyunggingkan senyum mendengar bicara Alika yang ketus padanya. Memang itulah yang dia inginkan.
Kemarin pun, dia hanya sengaja menggoda Alika, dan reaksi Alika padanya semakin membuat Brian tertarik dan ketagihan melihat wajah kesal Alika padanya.
“Mau ku temani?” Tanya Brian saat keduanya sampai di depan rumah Yuni.
“tidak perlu, aku bisa sendiri.” Sahut Alika mencoba melepaskan seatbeltnya.
Brian yang melihat Alika yang kesulitan melepas seatbeltnya mendekat untuk membantu, sehingga keduanya begitu dekat. Bahkan Alika bisa mendengar deru nafas Brian.
Untuk sesaat Alika menjadi lupa terpesona oleh wajah tampan Brian yang begitu dekat dengan wajahnya. Hati Alika bergejolak hebat, seperti ada kerumunan kupu-kupu yang menggelitik hatinya. Dan, jantungnya, jangan di tanya lagi, jantung Alika berdegup sangat kencang.
Alika mengakui jika wajah Brian sangat tampan, mirip dengan artis Korea idolanya.
Suara pengait seatbelt yang terlepas menyadarkan Alika kembali ke kenyataan, dengan cepat Alika menggelengkan kepalanya. Dia tidak boleh tergoda pada adik iparnya yang kurang ajar itu.
“Kakak ipar kamu kenapa?” Tanya Brian yang sadar Alika menggeleng-gelengkan kepala.
“Tidak, tidak ada apa-apa.” Kata Alika gugup lalu dengan cepat ingin keluar dari mobil.
Sebaiknya dia cepat-cepat pergi dari dekat adik iparnya itu. Bukannya hanya seorang adik sepupu yang kaya saja, apa gunanya wajah tampan.
“Kakak ipar, kamu tidak ingin mencium ku sebagai tanda terima kasih karena sudah mengantarmu?” Brian menahan tubuh Alika lalu mendekatkan pipinya ke wajah Alika.
“Jangan mimpi!” Seru Alika dengan pipi merona karena malu. Brian benar-benar menguji kesabarannya yang setipis tisu di belah dua.
“Kalau kamu tidak ingin pipi bagaimana kalau bibir.” Gencar Brian menggoda Alika dengan memajukan bibirnya.
“Gila!” Ucap Alika kesal lalu berjalan dengan langkah cepat meninggalkan Brian yang merasa senang berhasil membuat Alika marah layaknya anak laki-laki yang mendapatkan mainan baru.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!