"kak nanti kalau ibu pulang dari pasar bawa apa ya?" tanya Mira kepada kakaknya 'Lia' yang duduk di sampingnya
"Seperti biasa kek nya dek, paling bawa gorengan sama belanja mingguan," sahut Lia.
Mereka berdua adalah kakak beradik, yang sulung namanya Lia Pancawati, dan yang bungsu namanya Mira Cahyati. Mira orangnya pendiam, pemalu, dan cerdas, namun jika di dalam rumah ia tetaplah seperti anak pada umumnya, ceria dan suka bercanda. Mira saat ini masih duduk di bangku kelas 3 SMP, sedangkan Lia orang lebih terbuka, banyak cerita, dan lebih banyak teman-temannya, saat ini Lia duduk di bangku kelas 3 SMA.
Usia mereka terpaut beda 3 tahun, akan tetapi meski begitu, perbedaan usia pada mereka tidak membuat hubungan mereka sebagai kakak beradik renggang, mereka tetap akrab dan saling mengasihi. Mereka berdua sudah seperti prangko yang tak dapat dipisahkan satu sama lain.
Hari ini adalah hari pekan, tepatnya hari Sabtu, sudah dua jam yang lalu ibunya pamit ingin pergi berbelanja ke pasar untuk membeli keperluan mingguan rumah, sedangkan ayahnya sedang pergi ke rumah tetangga untuk cerita-cerita, bertukar fikiran katanya. Sudah 10 menit berlalu, mereka berdua duduk di bangku kayu yang ada di teras rumah mereka, sambil memandangi ke arah jalan raya, menunggu kedatangan ibunya dari pasar. Satu persatu angkot mereka perhatikan, tak jarang angkot kelewatan yang seharusnya turun di depan rumah tetangga malah turun di depan rumah mereka. Sehingga mereka mengira itu adalah ibu mereka, namun ternyata salah, itu adalah ibu tetangga.
Meskipun mereka tahu bahwa ibunya pulang biasanya hanya membawa kebutuhan dapur, dan gorengan ala kadarnya saja, tetapi hati mereka rasanya sangat senang, sebab mereka jarang makan enak. Setiap hari mereka hanya makan ikan asin, dan sayur hasil panen dari kebun. Jadi wajar saja jika mereka tak sabar menunggu kepulangan ibunya dari pasar.
Sebuah angkot dengan trayek 83 berhenti tepat di depan rumah mereka. Seorang wanita paruh baya memakai jilbab instan berwarna hitam turun dari angkot.
"Itu ibu kak" teriak Mira kegirangan
"Iya, yok dek kita bantu ibu membawa barang bawaannya"
Mereka pun mengejari ibunya, yang masih berdiri di bibir jalan siap-siap untuk meyebrang.
"Wahhh, ibu belanja banyak, apa ini Bu?" tanya Mira mengangkat satu kantong kresek hitam.
"Sudah bawa saja"
"Ini baju ya Bu?" tanya Mira lagi.
"Iya, itu baju, tadi harga sayuran yang ibu jual naik, jadi uangnya ada sisa jadi ibu belikan baju" ucap Wati sambil berjalan menuju rumah mereka.
"Yeeee, baju baru" sorak Mira senang, sambil berlari membukakan pintu.
"Tadi di pasar ramai tidak Bu?" tanya Lia sambil menenteng keranjang Wati, ibunya.
"Iya, sangat ramai, tadi aja ibu sampai desak-desakan di pasar lia. Begitulah kalau harga jualan para petani lagi naik, pasar pun ramai. Tapi kalau nanti pada turun, pasar pun ikut sepi meski hari pekan." Ucap Wati.
"Hehhehe, iya ya Bu"
"Makanya kamu sekolah yang bagus, biar nggak kayak ibu, yang hanya mengandalkan hasil dari kebun yang tidak pasti."
"Siap ibu"
"Capeknya" keluh Wati sambil merebahkan tubuhnya di kursi dalam rumah.
"Bu, kantongannya aku buka ya Bu" ucap Mira bergegas membuka kantongan yang tadi di bawanya.
"Sini biar ibu saja yang buka, kamu buatkan ibu minuman, ibu haus"
"baik Bu"
Mira berlari menuju dapur, buru-buru membuatkan air minum untuk Wati ibunya. Ia tak sabar ingin melihat dan mencoba baju yang di beli oleh ibunya dari pasar.
"pasti cantik" gumamnya dalam hati. Wajah senang berseri-seri terpancar nyata di wajah Mira.
Keadaan ekonomi Wati dan Rudi suaminya memang terbilang tidak mewah, tetapi sedang ke bawah, sehingga membeli baju baru adalah hal yang mewah dan menyenangkan bagi Mira dan Lia. Mereka dapat dikatakan jarang dbelikan baju baru oleh Wati, kadang beli baju hanya sekali setahun pas saat lebaran idul Fitri atau sekali enam bulan saja saat pergantian semester, itu pun hanya tersatu pasang, tidak lebih. Beruntung ukuran badan Mira dan Lia hampir sama, jadi mereka bisa ganti-gantian dalam hal pakaian.
"Ini teh ya Bu" Mira menyodorkan teh manis kesukaan ibunya.
Mira melihat kakaknya Lia sudah lebih dahulu mencoba baju barunya, sambil miring kiri dan miring kanan melihat bajunya di lekukan tubuhnya di depan cermin lemari yang ada di ruang tengah.
"Wahhhh, cantiknya, bajunya cocok sama kakak, ibu memang paling the best kalau masalah pilih baju" puji Mira, kepada Lia yang mencoba baju baru tunik berwarna maroon dan rok plisket dengan warna senada yang dibeli oleh ibunya.
"Iya dek, cantik, kakak suka"
'emmm, aku coba yang mana ya' ucap Mira lirih sambil menampakkan ekspresi wajah bingung untuk memilih baju yang mana yang ingin dia coba, mengingat di meja masih ada 3 pasang baju lagi yang tersisa, ada warna hitam, warna lilac, dan warna navi.
"Akhhh, aku coba warna lilac saja, tampaknya cantik" ucap Mira sambil meraih baju tunik dan rok plisket warna lilac di atas meja. Namun belum sempat tangannya menyentuh baju tersebut, Wati sudah lebih dahulu menepis tangannya.
"Kamu tak perlu coba, ini baju untuk kakakmu semua," ucap Wati santai, sambil menyeruput teh buatan Mira.
Mendengar perkataan ibunya, Mira hanya diam, rasanya seperti ada belati tajam yang menyayat hatinya. Di tambah lagi ia merasa malu kepada kakaknya. Padahal, dirinya tadi sangat senang saat tahu ibunya membeli baju baru, ia mengira di dalam kantongan kresek hitam yang tadi di bawanya itu, ada baju untuknya meski hanya sepotong kain saja. Matanya mulai berkaca-kaca, tetapi ia mencoba untuk mengendalikan emosinya untuk tidak menangis. Meski ini bukan pertama kalinya Wati bersikap tak adil kepadanya, tetapi rasanya tetap saja sama. Di perlakukan tidak adil oleh orang tua itu rasanya sangat menyakitkan.
'Sabar Mira, mungkin saat ini ibu belikan untuk kakak dulu, dan Minggu depan baru giliranmu yang dibelikan baju baru oleh ibu,' batin Mira. Ia berucap dalam hatinya untuk dirinya sendiri, dengan kalimat itu setidaknya hatinya sedikit tenang, dan ia mampu menahan rasa kecewanya.
Melihat mata Mira yang sudah memerah, rasanya Lia tak tega. Ia sangat menyayangi adik semata wayangnya itu.
"Pilihlah yang mana kamu suka Mira, sepertinya ini cocok untukmu," ucap Lia menyodorkan baju tunik berwarna Lilac kepada Mira. Sebab dirinya tahu, tadi tangan adiknya ingin mengambil baju tunik warna lilac, tapi tidak jadi kerna di ladang Wati.
"Tidak usah, itu ibu belikan untukmu semua, jangan di kasihkan ke adekmu, kalau kau nggak suka besok biar ibu tukar ke tokonya," ucap Wati, yang membuat hati Mira semakin bertambah perih.
Entah apa yang telah mengubah Wati sehingga menjadi bersikap demikian kepada Mira, padahal selama ini ia tak pernah membeda-bedakan antara Mira dan Lia. Dua-duanya adalah anaknya, terlahir dari rahimnya, dan dua-duanya ia sayangi dengan sepenuh hati, namun semenjak Mira masuk SMP, rasa sayang Wati kepadanya seakan-akan luntur tiba-tiba.
"Iya kak, itu untuk kakak saja, lagian warnanya nggak ada yang Mira suka" ucap Mira, menutupi rasa malu dan kecewanya.
"Minggu depan giliran ku yang dibelikan baju baru ya Bu..." rengek Mira, menatap Wati penuh harap.
"Minggu depan tidak bisa, karena sekalipun ada panen, itu uangnya buat kakakmu bentar lagi mau ujian kelulusan, dan buat ongkos ongkos kalian ke sekolah, memangnya kamu mau nggak masuk sekolah gara gara nggak ada ongkos, hah?"
Mira menunduk, ibunya benar kakaknya bentar lagi mau ujian kelulusan jadi butuh biaya lebih untuk sekolah sore dan bayar yang lainnya. Fikirnya.
"Kalau gitu, Mira ke dapur dulu Bu"
"Iya, itu cucikan piring yang di kamar mandi itu, jangan malas, taunya cuman main aja, cuman belajar aja, nggak ada gunanya. Belajar setiap hari juga belum tentu jadi apa apa" sungt Wati sambil mengibas ngibaskan jilbabnya karena gerah.
Di kamar mandi, Mira menangis sesenggukan sambil mencuci piring, setidaknya di sini tak ada orang yang dapat melihatnya menangis, sebab ibu dan kakaknya pasti sedang bahagia mencoba baju baru di ruang tengah sana. Rasanya sangat sakit, diperlakukan berbeda oleh ibu kandung sendiri.
"Mira kau mau bajunya, nanti kakak kasih, kamu tinggal pilih saja mana yang kamu suka," ucap Lia datang menghampiri Mira yang tengah duduk di kursi kayu sambil mencuci piring.
"Kakak....." ucapnya kaget, lalu menghapus air matanya dengan menggunakan lengan bajunya, ia tak mau jika kakaknya tahu dirinya menangis. Ia merasa malu jika ada yang tahu dirinya menangis, ia selalu berusaha terlihat baik-baik saja.
"Kau menangis mir?" tanya Lia, seraya berjongkok di hadapan Mira memastikan adiknya apakah menangis atau tidak.
"Tidak, aku nggak nangis, itu kena air sabun tadi kak. Masak nyuci piring aja nangis," ucap Mira sambil tertawa, namun raut wajah sedih tetap tak dapat ia sembunyikan dari wajahnya, air matanya terus mengalir saat ia menatap wajah kakak ya. Rasanya di rumah ini semua orang hanya sayang kepada kakaknya saja, mulai dari ayahnya, ibunya, bahkan dirinya sendiri pun sangat menyayangi kakaknya. Ingin rasanya dia membenci kakaknya sendiri, sebab rasa cemburu karena dii perlakukan berbeda oleh ibunya. Namun Mira tak mampu untuk membenci Lia, sebab hanya dialah yang menyayangi dirinya di rumah ini.
"Air sabunnya kebanyakan masuk kematanya ya, sampai sampai kakak sudah datang pun air matanya terus menetes," ucap Lia terseyum, namun matanya meneteskan air mata. Ia mengerti apa yang tengah di rasakan oleh adiknya saat ini.
"Ahhh iya sepertinya begitu kak," ucap Mira, kembali menghapus air matanya dengan lengan bajunya.
"Jika kau suka bajunya, nanti tinggal pilih saja, bajunya belum kakak coba semua, yang kakak coba baru baju yang warna maroon aja tadi. Bajunya sudah kakak taruh di lemari kita semua," ucap Lia, ia tahu adiknya sedang berbohong. Ia tahu Mira menangis karena perkara baju tadi, bukan karena air sabun.
Sejak kecil Mira selalu ada di sampingnya, jadi dia cukup hapal bagaimana perangai Mira. Hanya pura-pura kuat, meski sedang lemah.
"Aku nggak suka bajunya"
"Suka nggak suka, kamu harus tetep coba, kakak penasaran gimana bajunya itu kalau adek yang pakai, pasti cantik secarakan Mira adek kakak yang paling cantik."
"Elehhhhh"
"Serius, pokoknya siap cuci piring ini, kita ke kamar, kamu harus coba satu persatu bajunya, kakak mau liat"
"Nggak ah, baju itu kan ibu beli semuanya niatnya untuk kakak, bukan untukku."
"Betul, baju itu memang ibu beli untuk kakak, tapi sekarang baju itu aku berikan untukmu, adikk kakak yang paling kakak cantik," ucap Lia, tersenyum lebar menampakkan gigi ginya yang rapi kepada Mira.
"Ok" ucap Mira bersemangat.
"mbak pesen mbak!" Ujar Sinta memanggil pelayan cafe.
"Iya kak, mau pesen apa?"
"Guys kalian bilang aja mau pesan apa, kali ini gue yang bayarin" ucap Sinta mempersilahkan teman temannya untuk pesan apa aja sesuka hati di cafe ini.
"Seriusan sin lu yang bayarin, dalam rangka apa nih sin?" Tanya Bagas girang.
"Sudah, lu pesen aja"
"Beresss, mbak pesen milk shake satu sama pasta satu ya mbak" ujar Bagas
"Saya samain aja sama dia ya mbak" ujar Rian menunjukkan Bagas kepada pelayan cafe.
"Kalau saya beef bowl, sama milk tea aja mbak" ujar Aldi
"Kalau kamu bay, pesan apaan?" Tanya sinta
"Emmm, samain aja dah sama kamu" ujar bayu.
"Cieeeee, yang samaan" ucap Baga, Rian, dan Aldi bersamaan, yang membuat Sinta tersipu malu.
"Apaan sih, biasa aja kali, tadi lu juga samaan kan Bagas sama Rian" ucap Bayu tak terima di cie ciein sama teman temannya.
"Beda lah bay, Rian sama bagas, elu sama Sinta, ya beda hubungannya" ucap Aldi
"Hahhaha, bener tu al, cie cieee roman romannya ada yang bakal cinlok nih" ucap Bagas.
"Heh, apaan sih" ucap Bayu sensi.
"Sudah sudah, apaan sih, kita semua itu teman, nggak boleh gitu" ucap Sinta.
"Tuh kan, pipi Sinta juga merah, malu ya, cieee" ujar Rian.
"Maaf mbak, ada lagi?" Ucap Pelayan cafe.
"Ohh, maaf mbak, pesan ice drink sama pastry aja ya mbak, 2" ucap Sinta
"Ada lagi mbak?"
"Ohhh, nggak itu aja mbak" ucap Sinta.
"Baik mbak"
"Btw, dalam rangka apa nih Sin lu bayarin kita, jangan jangan ini but rayain hri jadi kalian berdua lagi" ledek Bagas
"Isss, apaan sih gas " ucap Bayu menendang skaki Bagas dari bawah meja.
"Ya elah gitu aja marah, sensi banget lu bay kalau mengenai Sinta, biasa juga lu santuy anaknya" ucap Bagas
"Tau nih si Bayu" timpal Rian, ikut meledek Bayu.
"Sudah... sudah... Gue traktir klian semua karena besok gue mau ke Penang, disana gue selama 3 minggu, yahhh sebenarnya bukan buat jalan jalan sih, cuman buat nemenin mama beliau mau ngurusin bisnis fashionnya di sana. Jadi, sebelum ke sana gue mau traktir klian makan lah, sekalian mau bahas gimana acara perpisahan sekolah nanti. Kan bentar lagi kita mau tamat nih, dan OSIS bakal ngadain perpisahan. Jadi, sekalian mau bahas kita buat pertunjukkan apa aja."
"Ohhhh, kirain kalian berdua udah jadian tapi nggak bilang-bilang" ucap Aldi
Sinta tersipu malu.
"Ya elah, di fikiran lu pada memang cuman ada jadian jadian mulu. Belajar yang bener biar bisa masuk SMA favorit nantinya" ujar bayu.
"Iya dah, si paling sekolah favorit " ucap Rian memajukan bibirnya untuk mengejek Bayu.
"Dibilangin malah ngeyel" ujar bayu
"Hati hati ada yang rindu nih, di tinggal selama 3 minggu sama pujaan hati" sindir Bagas
"Eh siapa nih yang bakal rindu " ucap Rian, meski ia tahu maksudnya adalah Bayu.
"Yahhh, siapa lagi kalau bukan teman kini ini nih"
"Sebut nama donk, Aldi maksud Lo"
"Lah kok gue, lebih tepatnya Bayu tuh nanti yang bakal meriang, merindukan Sinta seorang" ujar Aldi sambil tertawa.
Sinta yang mendengar hal itu, hanya bisa tersenyum senyum. Sedang Bayu, wajahnya sudah menunjukkan wajah jengkel.
"Ini pesanannya mbak" ucap pelayan mengantarkan pesanan mereka.
"Makasih mbak" ucap Sinta, dan yang lainnya.
"Wahhh, wanginya" ujar Aldi saat pesanannya ada di depannya.
"Emmm, jadi selama 3 minggu di sana pelajaran kamu di sekolah gimana sin?" Tanya Bayu.
"Ciee..._" ujar Bagas
"Gas, bisa santai nggak sih?" Ucap Bayu serius
"Iya maaf" ucap Bagas
"Mengenai itu kamu tenang aja bay, mama aku kemarin sudah Konsul ke masing masing guru aku, jadi nanti pelajarannya bakal mereka share lewat wa agar aku nggak ketinggalan pelajaran. Jadi, walau di sana aku tetep bisa belajar sesuai dengan target sekolah."
"Ohhh, bagus lah kalau begitu"
"Kalau masalah perpisahan rencana mau buat apa bay, kamu udah ada rencana atau gambarannya nggak."
"Nah, itu dia sin, aku juga belum tahu mau buat apa. Rencana seperti biasa sih, buat pentas yang nampilin bakar dan karya anak anak SMP Cempaka."
"Bagus tuh bay, aku setuju. Kamu sudah bisa gelar rapat loh, soalnya kan perpisahan tinggal 4 bulan lagi"
"Iya sin, ini secepatnya mau saya gelar rapat sama anak anak OSIS lainnya."
"Pokoknya, kalau ada apa apa kamu hubungin aku aja, entah kurang kostum, atau yang lain lain, aku siap talangin semuanya bay"
"Makasih banyak sin, nanti sebisanya saya nyukupin biaya yang ada aja, tapi kalau kurang nanti saya hubungin kamu"
"Siap bay, pokoknya ini terakhir kita di sekolah kita harus kasih yang terbaik untuk sekolah"
"Setuju" ucap Bagas
"Gue juga setuju tuh " ucap Rian
"Gue juga" ucap Aldi
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!