NovelToon NovelToon

Tetanggaku Musuhku

Bab 1 Salah Alamat

"Stop bang!" jerit Zizi dengan suara cemprengnya.

Ciitt!

Bang Udin, sang sopir langsung menginjak rem tak kalah cepat dengan suara gadis itu.

"Kenapa mbak? Ada apa lagi?" tanya bang Udin dengan wajah yang tampak sangat kaget.

"Itu bang. Mundur dikit boleh gak?" jawab Zizi dengan wajah meringis.

"Iya mbak." Wajah bang Udin meringis, setelah itu ia bergegas melakukan apa yang diinginkan oleh penumpangnya.

"Stop bang!" jerit Zizi lagi.

Ciitt!

Bang Udin kembali menginjak rem dengan cepat. Untungnya Zizi memakai seat belt nya jadi adegan nabrak dengan dashboard mobil pickup itu bisa dihindarinya.

"Pelan-pelan dong bang kalo mau ngerem kayak gitu!" gerutu gadis itu. Bang Udin hanya bisa tersenyum meringis dan kemudian mengajukan protes.

"Maaf mbak. Habisnya minta stop mulu sih."

"Ish. Ya kan abang KELEWATAN jadi aku minta stop!"

Bang Udin hanya menghela nafas dengan perasaan sabar seluas samudra. Pasalnya, ini yang kesekian kalinya penumpangnya ini berlaku seperti ini dalam hitungan beberapa jam saja.

Aaa untungnya gadis ini cantik, jadi tidak terlalu membosankan bersama dengannya, batin bang Udin.

"Kita gak nyasar lagi 'kan bang? Eh, maksud aku ini beneran alamatnya 'kan bang?"

Hadeh!

Bang Udin akhirnya menggerutu lagi dalam hati. Wajahnya ia sapu dengan kedua tangannya berusaha bersabar.

"Iya mbak. Alamat yang ini udah cocok kok. Di depan gapura sebelum masuk komplek, tulisannya ada, kayak nama Citra - citra gitu."

"Ih gimana sih bang. Kok abang kayaknya jadi ragu kayak gitu sih?" protes Zizi.

Bang Udin kembali menghela nafasnya berat.

Sabar...

Hanya itu kata yang harus ia ucapkan dalam hati.

"Gambaran mbak Meta tentang alamatnya kayaknya gak sesuai deh. Sapa tahu yang bang Udin lihat itu cuma penCITRAan aja, gimana? Kan salah alamat lagi kita."

Zizi berucap seraya memandang ke sekeliling komplek itu dari balik kacamata hitamnya.

"Lah, saya kan tidak tahu juga mbak. Saya 'kan cuman ngantar kemana saja mbak mau."

"Iya, tapi kan Abang harus tahu semuanya juga. Aku ini penumpang penting lho. Aku juga udah lelah. Udah capek dan juga lapar."

"Ya sama mbak."

Bang Udin mendengus pelan. Pria itu masih berusaha bersabar meskipun rasanya ia sudah hampir menyerah. Sedari tadi penumpangnya ini terlalu cerewet dan selalu saja merasa benar. Sudan dua jam mutar-mutar tapi mereka tak kunjung sampai pada tujuan.

"Saya 'kan udah bilang mbak, kita harus nelpon orang yang tahu alamatnya atau minimal tanya om Gugel. Jadi kita gak akan nyasar."

Zizi langsung melotot dari balik kacamata hitam yang baru ia beli di pinggir jalan kemarin siang.

"Ya ampun bang Udin. Sedari tadi bang Udin selalu aja ngomongin Om Gubel. Lagian Om Gugel itu siapa sih? Aku 'kan gak punya om yang namanya om Gugel."

Grrrr

Bang Udin hanya bisa mencengkram kemudinya dengan gemas. Ko' bisa-bisanya gadis ini keterima kerja di Perusahaan besar tapi berkenalan dengan om Gugel saja belum pernah.

Ia yang hanya seorang sopir aja tahu siapa Om Gugel sedangkan gadis cantik di sampingnya ini?

Hello?

Kemana saja dia di dunia serba teknologi ini?

"Kok gak dijawab sih bang. Om Gugel itu siapa?" tanya Zizi dengan ekspresi polosnya.

Bang Udin tak ingin menjawab. Ia lebih memilih menenggak minumannya dari sebuah botol air kemasan. Zizi pun sadar. Mungkin Bang Udin udah merasa bosan dan lelah menolongnya.

"Aku 'kan baru kerja satu hari dan langsung dapat rumah dinas bang. Trus aku belum sempat tanya mbak Meta baik-baik. Eh udah dapat kunci rumah, katanya hari ini aku sudah harus pindah ke rumah baru."

"Iya deh mbak. Saya ngerti kok. Coba sekarang lihat alamatnya lagi mbak, supaya kita gak capek mutar-mutar lagi."

Bang Udin pun akhirnya mengalah.

Zizi pun membuka kembali kertas kecil yang sejak tadi ia pegang sampai lusuh. Beberapa huruf dan angka di dalam kertas kecil itu bahkan sudah hilang karena sudah lelah diremas-remas.

"Ah ya ternyata bang Udin betul. Nama kompleknya bener ada Citranya!" pekik Zizi senang. "Tapi awas lho bang. Kalo kita salah lagi," lanjut gadis itu dengan wajah mengancam.

Bang Udin kembali menghela nafasnya pelan.

Sabar...

Gadis ini selain cerewet, ia juga sangat sok tahu meskipun sering banget salah.

"Ya udah mbak, kalo gitu kita cek nomor rumahnya saja. Udah cocok apa belum?"

Zizi tersenyum kemudian melihat rumah berwarna krem di hadapannya.

"Hum, tapi kayaknya kita sudah cocok deh bang," ucap Zizi lagi meyakinkan. Kedua mata indahnya bergantian melihat kertas kecil lusuh ditangannya dengan rumah yang ada di hadapannya.

Gambaran rumah itu pas dengan rumah yang digambarkan oleh Meta, kepala bagian HRD di perusahaan tempatnya bekerja.

"Yah, Alhamdulillah mbak. Akhirnya kita benar-benar sampai," balas bang Udin kemudian turun dari mobil pick itu.

Zizi pun ikut turun tanpa membuka kacamata hitamnya yang masih setia bertengger pada hidung minimalisnya. Gadis itu menatap pagar rumah yang baru ia datangi dengan ekspresi senang. Rumah itu ternyata mewah meskipun minimalis.

"Ini beneran rumahnya 'kan bang?" tanya gadis itu lagi tiba-tiba meragu. Akan tetapi bang Udin sudah tak ingin menjawab. Pria itu sudah lelah. Ia lebih memilih membuka tali pengikat barang bawaan gadis itu dengan cepat agar urusannya cepat beres. Setelah itu ia akan pergi dari tempat itu.

"Ah iya deh. Kalau kuncinya cocok ya udah pasti tepat lah bang, hehehe." Zizi terkekeh renyah. Setelah itu, ia pun mencoba membuka pintu pagar rumah minimalis itu dengan sebuah anak kunci yang ia bawa.

"Kuncinya kok gak cocok sih bang?" ucap Zizi setelah mencoba membuka gembok pagar itu.

Bang Udin pun menghentikan kegiatannya menurunkan barang-barang gadis itu. Ia menghampiri Zizi dan ikut menyentuh gembok pagar.

"Lah kok bisa ya mbak?" tanyanya setelah mencoba menggantikan Zizj dan ternyata memang tidak berhasil.

"Iya gak bisa. Udah aku coba berkali-kali." Wajah Zizi yang putih dan glowing merenggut. Sang sopir pun bingung dan langsung berubah khawatir. Kepalanya langsung semakin gatal karena sudah beberapa hari ini belum bertemu dengan shampo.

"Aduh mbak, jangan-jangan salah kunci lagi," ucap pria paruh itu dengan wajah meringis.

"Ah gak mungkin. Aku gak punya kunci lain selain kunci ini bang," timpal Zizi cepat.

"Lalu gimana dong mbak. Masak kita harus nyari kunci lagi sih. Mana sewa mobilnya murah banget lagi," sahut bang Udin mulai menggerutu.

Bibir Zizi pun manyun. Hatinya mulai dongkol. Apalagi rasa panas berada di luar ruangan seperti ini membuatnya semakin kegerahan. Belum lagi, perasaan ingin pipis sudah mulai menggangunya.

Gadis itu merapatkan kedua pahanya karena sudah mulai tak sabar. Bentar lagi akan banjir di situ itu kalau ia berlama-lama.

"Duh gimana dong bang?" ucapnya gelisah. Apakah ia harus kembali ke Perusahaan yang baru saja menerimanya jadi Office Girl? Hari ini 'kan hari Minggu, mana ada yang akan melayaninya.

"Tolong aku bang. Aku juga cuma dikasih kunci ini lho sama mbak Meta. Katanya ini adalah kunci satu-satunya. Jadi jangan sampai hilang atau aku bakalan disuruh ganti rugi."

"Lah!"

Wajah Bang Udin ikutan stress tapi pura-pura tak perduli. Ia sudah lelah. Dan sekarang ia ingin pergi dari tempat itu secepatnya.

Zizi sendiri kembali mencoba memutar anak kunci sembari membaca bismillah berkali-kali. Surah Al-fatihah pun ia baca agar kunci gembok besar pagar itu bisa terbuka.

"Hey! Kalian mau mencuri ya?!" teriak seseorang dari arah dalam pagar rumah.

Eng Ing Eng...

O o o siapa dia?

Hai, othor datang lagi nih, semoga masih ada yang merindukan othor 😍

Azizah Khumairah atau Zizi, 19 tahun.

Visual, Bara Al Fayed, 28 tahun.

Bab 2 Malu Tujuh Turunan

Zizi dan bang Udin langsung terlonjak kaget. Bang Udin bergegas menjauh dari pagar itu sedangkan Zizi malah semakin mendekat bahkan merapat ke pagar.

"Hey! Enak aja nuduh kita mau mencuri. Kamu kali yang mau mencuri! Seenaknya aja masuk ke rumah orang!" tunjuk gadis itu ke arah pria yang berdiri di balik pagar.

"Pantas saja kita gak bisa masuk. Eh, rupanya ada tamu yang tak diundang!" lanjut gadis itu dengan bermaksud menyindir.

Bara, pria yang ada di dalam halaman rumah minimalis modern itu hanya mengangkat ujung bibirnya mencemooh. Ia yakin betul kalau dua orang di hadapannya itu hanya penipu yang sedang modus.

"Hayo! Buka pintunya gak!" lanjut Zizi seraya menggoyang-goyangkan pagar itu sampai menimbulkan bunyi yang agak ribut.

Bara terkekeh sinis kemudian membuka pintu pagar dengan kunci yang ia bawa. Bukan untuk membiarkan Zizi masuk, tapi karena ia ingin keluar untuk membeli sesuatu di sebuah mart di depan komplek.

Zizi bagaikan seekor belut, ia langsung masuk pas pagar terbuka. Gadis muda itu bahkan mendorong tubuh Bara cepat dan langsung memasuki area pekarangan rumah.

Bara cukup kaget juga tapi ia tak tinggal diam. Dengan cepat, ia langsung menarik kerah kemeja Zizi bagian belakang agar tidak terlalu jauh masuk.

"Berhenti kamu!" titah Bara mulai kesal.

"Awww! Lepaskan aku gak?! Aku mau masuk!" teriak Zizi berusaha memberontak dan membuat lehernya semakin terasa tercekik.

"Gak! Kamu gak boleh masuk. Modus aja kamu!" bentak Bara tak mau melepaskan.

"Awww! Bang Udin tolong! Udah kebelet nih!" teriak Zizi lagi seraya menyentuh daerah sensitifnya dengan telapak tangannya.

Bara hanya mendengus kasar.

"Eh beneran, aku pipis di sini kamu tanggung jawab ya?!" ucap Zizi lagi dengan wajah meringis menahan sesuatu yang sudah hampir jebol.

Ekspresinya benar-benar sangat tersiksa.

Bara kembali mendengus dan akhirnya melepaskan gadis itu dan membiarkannya masuk ke dalam rumahnya.

Zizi langsung berlari ke dalam untuk mencari toilet sedangkan Bara menatap Bang Udin yang hanya bisa berdiri di bagian depan pagar dengan wajah mengkerut takut. Tubuh tinggi dan besar Bara rupanya cukup menyeramkan juga baginya.

"Awas! Kalau kalian berani ke sini untuk mencuri!" tunjuk Bara mengancam.

"Maaf pak, kami mungkin salah alamat," ucap bang Udin takut. Pria itu yakin kalau sang pemilik rumah mungkin seorang polisi dilihat dari bodynya yang tinggi dan atletis.

"Awas kalau ini hanya modus kalian!" ucap Bara lagi kemudian langsung meninggalkan tempat itu untuk melihat tamu wanita yang mengaku sedang kebelet pipis.

Bagaimana pun juga ia harus tetap waspada. Ada banyak modus penipuan yang sering dilakukan orang akhir-akhir ini untuk mendapatkan keuntungan.

"Aaa, Alhamdulillah," ucap Zizi saat baru keluar dari toilet di dalam rumah itu. Kandung kemihnya terasa sangat nyaman sekarang.

"Udah selesai?!" tanya Bara yang tiba-tiba berada di hadapannya.

Zizi tergagap. Ia kaget bukan kepalang. Tak menyangka kalau pria itu masih mengikutinya sampai di dalam kamar itu. Cepat-cepat ia merapikan pakaiannya lagi yang hanya menggunakan celana joger.

"Eh, kamu masih di sini? Ngapain masuk rumah orang?!" ucap Zizi seraya membuka kacamata hitamnya. Menatap sosok Bara dari atas ke bawah, menilai.

Hum, sangat tampan dan juga keren, ucapnya membatin.

Bara mendengus. Ia balas menatap gadis cantik di hadapannya dari atas ke bawah juga dengan otak mulai bekerja dengan sangat cepat.

Hingga tatapan mereka berada pada satu titik. Dada Zizi berdebar sedangkan Bara langsung emosi.

"Kamu?!" ucap pria itu dengan rahang mengeras. Ternyata gadis ini adalah selingkuhan papanya yang pernah diam-diam ia ikuti.

"Dasar gadis murahan! Keluar kamu dari sini!" teriak Bara seraya menunjuk pintu kamarnya.

"Eh, ini rumah aku ya. Kamu aja yang tiba-tiba ada di dalam rumah orang!" balas Zizi tak mau mengalah.

"Kamu yang seharusnya keluar!" lanjut gadis itu sengit.

Bara tak bisa bersabar lagi. Ia sudah lama membenci wanita ini sampai tulang-tulangnya. Pria itu pun menarik tangan Zizi dan membawanya keluar dari kamarnya.

"Hey! Lepaskan aku!" teriak Zizi berusaha memberontak. Akan tetapi Bara tak mau melepaskannya. Pria itu bahkan mengangkat tubuh Zizi dan menggendongnya ala karung goni di bahunya yang lebar.

"Keluar kamu sekarang juga dan jangan pernah muncul di hadapan aku!" titah Bara masih dengan emosi yang sangat tampak pada wajahnya.

"Hey! Kamu yang salah. Ini rumah aku. Kamu yang harusnya keluar dari sini!" Zizi masih tak mau mengalah. Tangannya memukul bahu pria itu dengan keras tapi Bara tak peduli. Ia bahkan melempar tubuh gadis itu sampai keluar pagar.

"Kamu pikir aku tidak tahu kalau kamu sengaja datang kesini dan ingin menggoda aku juga? Jangan mimpi! Aku benci wanita kotor seperti kamu!" tunjuk Bara dengan ekspresi yang sangat jijik.

Zizi terhenyak. Kedua matanya langsung berkaca-kaca. Ia tak menyangka akan mendapatkan perlakuan yang sangat kasar dari seorang pria tampan seperti ini. Ia malu dan juga bingung dengan apa yang terjadi. Setahunya rumah ini adalah miliknya yang diberikan oleh perusahaan. Tapi kenapa jadi seperti ini?

Apa mungkin ia salah alamat lagi?

Lah, bang Udin kemana lagi?

Kok aku ditinggal?

Gadis muda berusia 19 tahun itu langsung menangis. Ia sedih dan takut. Sedangkan Bara langsung pergi dari tempat itu dengan mobilnya.

Tas dan barang-barangnya yang disimpan begitu saja oleh bang Udin, ia tatap dengan hati nelangsa. Air matanya semakin deras mengalir membasahi pipinya yang mulus.

Kemana lagi ia akan mencari alamat rumah yang katanya diberikan oleh perusahaan padanya?

"Zizi, kok kamu di luar aja sih?" tanya seseorang yang tiba-tiba saja muncul dari arah belakangnya. Gadis itu segera menghapus airmatanya dan melihat siapa yang datang.

"Mbak Meta?" ucapnya berusaha tersenyum.

"Alhamdulillah, untungnya mbak Meta lewat sini. Aku bingung mbak. Alamat rumah untuk aku yang mana ya mbak? Aku udah lama nih mutar-mutar di sini."

Meta, kepala bagian HRD di perusahaan tempat Zizi akan bekerja langsung menunjuk rumah yang berada di seberang jalan.

"Tuh. Udah dekat banget kok. Kamu gak nyasar hehehe."

Zizi langsung terpaku. Matanya melotot sempurna.

Dahinya segera ia tepuk karena baru menyadari kesalahannya.

Jadi? aku benar-benar salah masuk rumah tadi?

Oh ya ampun. Semoga aku gak ketemu sama pria itu lagi.

Malunya sampai tujuh turunan nih.

🌻

Like Like Like

Komen Komen Komen

Bab 3 Ketemu Lagi

 Zizi mengucapkan banyak terimakasih pada Meta yang datang tepat waktu. Kalau tidak, ia mungkin akan menjadi gadis yang paling menyedihkan sekaligus memalukan di komplek perumahan itu.

"Santai saja Zi. Tetangga kamu semua baik-baik kok. Semuanya ramah dan suka membantu, jadi kamu pasti akan betah tinggal di sini," ucap Meta seraya menepuk lengan Zizi.

Melirik rumah pria yang mengusirnya tadi dengan kata-kata yang sangat kasar, Zizi jadi tidak yakin akan kata-kata Meta. Akan tetapi ia berusaha untuk menjawab dengan sopan.

"Iya mbak. Aku harap semua tetangga di sini beneran baik si," balas Zizi dengan senyumnya yang agak pahit sepahit empedu ayam broiler.

"Kenapa Zi?" tatap Meta penasaran. Rasanya ada yang tidak beres dengan senyum gadis cantik di hadapannya ini.

"Kok kamu kayaknya habis nangis deh. Apa gak senang ya tinggal di komplek ini?"

"Ah gak kok mbak. Aku lupa pasang kacamata tadi dan langsung kena debu. Aslinya aku seneng banget. Aku malah bersyukur bisa dapet rumah gratis mbak, hehehe." Zizi terkekeh untuk menutupi perasaan sedihnya.

"Iya sih. Banyak loh yang mau rumah seperti yang kamu dapatkan ini. Tapi pak bos maunya kamu yang dapat. Jadi nikmati aja ya."

"Iya mbak. Pak bos pasti orangnya baik."

"Iya baik banget, tapi udah harus pensiun dan digantikan sama anaknya."

"Oh gitu? Ah semoga anaknya juga baik seperti bapaknya hehehe."

Meta hanya tersenyum. Ia tak berani menceritakan karakter anak pak Bos yang baru beberapa hari ini masuk bekerja. Yang jelasnya orangnya cukup galak dan juga sangat dingin bagaikan lemari pendingin 20 pintu.

"Kalau gitu, aku pamit ya Zi. Selamat menempati rumah baru," ucap Meta berpamitan. Wanita itu sebenarnya masih ada urusan lain, tapi karena ia ditugaskan untuk memastikan Zizi nyaman di tempat barunya, ia pun sengaja datang dan berpura-pura sedang lewat di tempat itu.

"Iya mbak. Makasih banyak. Hati-hati di jalan." Zizi tersenyum seraya melambaikan tangannya.

Meta pun membalas melambaikan tangannya. Wanita itu naik ke atas mobilnya dan segera menghidupkan mesin kendaraan roda empat itu.

Dua wanita yang terpaut 10 tahun itu pun berpisah.

Meta melanjutkan kegiatannya sedangkan Zizi memasuki rumahnya sendiri yang ternyata berhadapan dengan rumah yang salah ia masuki tadi.

Menyimpan barang-barangnya yang tidak seberapa, ia pun mulai mengamati keadaan rumah itu yang ternyata cukup luas.

Ada dua kamar tidur, satu ruang tamu, dua kamar mandi, satu ruang keluarga, dan satu dapur minimalis. Perlengkapan tidur dan masak pun ternyata sudah lengkap.

Zizi tersenyum dengan perasaan yang sangat senang. Gadis itu bersyukur pada Tuhan atas rezeki yang sangat besar ini. Sebenarnya, rumahnya di kampung juga hampir mirip seperti rumah ini, tapi sayangnya harus ia tinggalkan ke kota untuk ikut mencari nafkah. sebagai pengganti sang ayah yang sudah lama meninggal sejak ia masih SD.

Ibunya sedang sakit dan tak bisa lagi bekerja seperti biasa, kakinya harus diamputasi setelah kecelakaan beberapa bulan yang lalu. Wanita itu hanya bisa membuat jajanan untuk di jual di kedai kecil miliknya di depan rumah ditemani sang adik yang baru duduk di kelas 1 SMA.

"Alhamdulillah ya Allah," gumam Zizi dengan hati yang tiba-tiba menghangat. Karena pertolongan seseorang ia mendapatkan pekerjaan ini, meskipun hanya menjadi seorang Office Girl.

Tak apa, yang penting halal dan bisa mendapatkan uang untuk melanjutkan hidup. Toh, ijazahnya hanya SMA dan bukan sarjana.

"Ah ibu, aku akan bekerja keras di sini," ucapnya seraya menghapus airmatanya yang tanpa permisi sudah membentuk anak sungai kecil pada pipinya.

Mencoba untuk tidak baper terlalu lama, bergegas ia mencari sapu dan alat kebersihan lainnya untuk membersihkan rumah itu agar layak huni.

Dua jam lebih ia gunakan untuk menyapu dan mengepel lantai rumah yang ternyata banyak debu dan sarang laba-labanya. Maklumlah, kata Meta, rumah itu sudah beberapa bulan ini kosong ditinggal oleh karyawan yang pindah tugas.

"Aaaa, lelahnya," ucap Zizi seraya membaringkan tubuhnya di atas kasur busa yang hanya ada satu di dalam rumah itu. Menatap langit-langit kamar, rasa syukur pun menghinggapi hatinya karena bisa menempati rumah yang cukup besar untuk ia tinggali sendiri karena kebaikan perusahaan.

"Padahal aku hanyalah seorang OG, tapi kok bisa dapat rumah ya?" ucapnya dengan kening mengernyit.

"Apa aku punya kebaikan di kehidupan sebelumnya?"

Eh, memangnya aku percaya reinkarnasi?

Menggaruk kepalanya yang tak gatal, ia pun berusaha untuk tidak repot memikirkan semua yang terjadi padanya.

"Ya udah, kata mbak Meta, gak usah tanya-tanya kenapa. Yang penting besok pagi-pagi sekali, aku harus datang cepat dan tidak terlambat. Soalnya CEO nya katanya sangat galak, jadi semua karyawan harus disiplin."

Tak lama kemudian ia pun jatuh tertidur karena kelelahan. Akan tetapi, di tengah malam ia harus bangun karena gigitan nyamuk.

Plak!

Tangannya berhasil menampol nyamuk yang dengan santai menghisap darahnya.

"Ah sial. Mana gak ada obat nyamuk lagi," gerutunya kesal.

Bangun dari kasur busa itu, Zizi pun segera ke kamar mandi untuk berwudhu. Rupanya karena kelelahan ia terlupa untuk sholat.

"Duh lapar..."

Ya, Zizi sangat lapar tapi tak ada makanan yang bisa ia masak. Cuma ada beras sekitar 1 kilo dan lauk pun tak ada.

Merogoh tas tuanya, gadis itu pun mencari uang untuk membeli makanan pengganjal perut untuk malam ini atau ia tak akan bisa tidur dengan nyenyak.

Senyum manis pun terpatri pada wajahnya yang cantik. Segera ia keluar dari rumah itu untuk mencari warung makan.

"Nasi goreng tidak spesial," ucap Zizi pada sang pemilik warung. Suaranya yang agak cempreng berhasil membuat semua pengunjung memperhatikannya.

"Yang penting ada nasi dan lauknya ya mas hehehe," kekeh Zizi percaya diri.

"Jangan pake lama ya mas, soalnya udah lapar banget!" lanjutnya santai. Pria pemilik warung hanya tersenyum kemudian mempersilahkan gadis itu untuk duduk menunggu.

Tak lama kemudian, satu porsi nasi goreng tidak spesial, Zizi bawa pulang dengan langkah ringan. Hatinya gembira karena bisa dapat nasi seharga 10 ribu dengan porsi yang banyak meskipun hanya dengan satu telur ceplok saja.

Piiip!

"Aaargh!" teriak Zizi kaget saat sebuah mobil hampir saja menabraknya. Tubuhnya hampir saja mencium tanah air tapi dengan cepat ia seimbangkan lagi.

Bungkusan nasi gorengnya melambai-lambai meminta tolong agar diselamatkan dari lindasan roda mobil besar di hadapannya.

Nasib perutnya malam ini akan kacau kalau nasi goreng itu tidak diselamatkan.

"Kalau jalan itu pakai mata!" teriak pemilik mobil yang tak lain adalah Bara.

"Kamu yang gak pake mata!" balas Zizi sengit.

Eng Ing Eng

Like Like Like

Komen Komen Komen 😍

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!