" Ayo menikah, tapi kamu tahu kan apa artinya?"
" Hehehe tahu kok, nggak masalah. Aku ngerti."
Dua orang yang sudah berteman lama itu memutuskan untuk menikah. Bukan karena cinta, melainkan karena sebuah kesepakatan. Kesepakatan untuk 'hidup bersama' tanpa dilandasi cinta. Setidaknya itu yang dipikirkan oleh Ravi saat ini. Dia yang sudah berusia 35 tahun itu padahal masih ingin menikmati kesendiriannya.
Namun desakan dari keluarganya untuk segera menikah karena takut putra mereka memiliki penyimpangan seksual, membuat keputusan itu akhirnya diambil. Dimana memang tidak ada paksaan karena memang saling menutupi keinginan masing-masing.
Ravindra Faiwas William dan Leina Shanum Dewantara, mereka bukanlah orang asing yang baru saja mengenal satu sama lain dan akhirnya membuat kesepakatan untuk menikah. Atau seorang pria yang berkedudukan sebagai CEO lalu mencari gadis biasa untuk dijadikan istri pajangan, atau adanya hubungan satu malam sehingga terpaksa menikah. Tidak, tidak sama sekali. Semua itu bukanlah awal mula kisah dari Ravi dan Leina.
Ravi mengenal Leina sudah sejak dari lama. Leina merupakan keponakan dari teman daddy nya. Dan mereka sudah mengenal sejak kecil. Baik Ravi maupun Leina sudah tahu tentang pribadi masing-masing, sehingga ketika memutuskan untuk menikah, semua orang jelas sangat senang.
Namun pernikahan mereka nanti tidak akan seperti pernikahan normal layaknya yang orang-orang lihat. Pernikahan mereka terjadi hanya karena ada kesepakatan yang saling menguntungkan di dalamnya.
Jika Ravi karena tidak ingin di desak oleh orang tuanya maka Leina memiliki alasan lain yang hingga kini tidak ia ungkapkan. Sama-sama tidak saling mencinta namun mereka akan hidup di dalam satu atap. Entah apa yang akan terjadi kedepannya nanti.
" Jadi kalian akan tinggal di rumah sendiri gitu?"
" Iya lah Yah, memutuskan untuk menikah ya kami ingin langsung ingin hidup mandiri, ya kan Lei. Lagi pula Ayah dan Ibu kan juga gitu. Habis nikah langsung out dari rumah eyang and Opa kan?"
Charles mengusap wajahnya kasar, apa yang dikatakan oleh putranya itu tentu benar adanya. Dulu ketika ia menikahi Rinjani, dirinya langung membawa istrinya itu tinggal bersama. Semua itu karena dulu mereka menikah karena sebuah perjanjian juga walau akhirnya benar-benar hidup bersama hingga dikaruniai dua orang putra.
" Ibu nggak masalah kan?" tanya Ravi meminta tanggapan Jani.
" Nggak, itu keputusan bagus kok buat kamu sama Leina. Hidup mandiri tentu menyenangkan karena sepenuhnya bisa belajar untuk berumahtangga tanpa ada gangguan dari pihak luar. Tapi, apa udah bilang sama Papa dan Mama?"
" Udah Bu, kemarin aku sama Mas Ravi udah bilang kok. Papa dan Mama setuju-setuju aja."
Leina menjawab dengan tenang, karena itu juga lah yang ia harapkan. Ia harus jauh dari keluarganya, dan bersama Ravi adalah pilihan yang ia tempuh.
Saat ini Leina berpikir bahwa semua akan baik-baik saja karena mereka akan tinggal bersama, pun dengan Ravi. Tapi tentu mereka berdua tidak akan tahu bahwa semuanya belum tentu berjalan seperti apa yang keduanya inginkan.
Pembicaraan itu berlangsung lancar. Hari demi hari persiapan pernikahan mulai dikerjakan. Mengatakan akan menikah dalam bulan ini sebenarnya membuat seluruh keluarga syok. Sebenarnya bukan hanya semua keluarga, pada awalnya Ravi pun syok.
Ketika meminta Leina menikah dengannya, syarat pertama yang diajukan Leina adalah segera melangsungkan pernikahan. Tentu saja Ravi tidak masalah akan hal itu, hanya saja ia merasa sedikit aneh terhadap sang teman karena seolah-olah terburu-buru.
Meskipun demikian, Ravi tetap menyetujui keinginan Leina. Dan akhir bulan ini menjadi pilihan mereka untuk melangsungkan pernikahan. Tentu saja pernikahan mereka berdua akan dilaksanakan secara sederhana. Sungguh khas sesuai cara circle keluarga mereka yang menikah tanpa diketahui publik.
" Kamu sejak kapan punya hubungan spesial sama Ravi. Mama tahu sih kalian deket, tapi Mama nggak tahu kalau kalian punya something special."
" Hahaha, ada deeh. Tapi Mama nggak masalah kan aku nikah sama Mas Ravi?"
" Nggak lah sayang, kalau kamu happy, Mama juga pasti Happy. Mama akan selalu mendukung apa yang membuat anak Mama bahagia."
Greeb
Leina memeluk Ratih, ia tahu sang ibu bahagia dengan pernikahannya. Senyuman itu, ya senyuman itu lah yang ingin ia jaga. Dan satu hal yang tidak ingin ia lihat adalah air mata. Ia sama sekali tidak ingin melihat itu.
" Aku harap keputusanku ini tepat."
Leina berbicara sendiri dalam hatinya. Menikah dengan Ravi awalnya sama sekali bukan rencananya. Ya, sebelum Ravi mengajaknya menikah, Leina berencana untuk ke luar negeri. Dengan dalih mengambil pendidikan lagi, ia ingin menjauh dari keluarganya.
Tapi siapa sangka malah kemudahan seperti di suguhkan kepadanya. Ravi mengajak menikah, dan tanpa pikir panjang Leina langung menyetujuinya. Itu seperti angin segar baginya, karena mendapatkan jalan keluar dari semua kegelisahan hatinya.
" Lei, udah tidur. Kalau belum aku telpon ya."
" Belum kok Mas, aku masih melek. Ada beberapa hal yang lagi aku kerjain."
Entah bohong atau tidak, saat ini di kamarnya Leina memang sedang mengerjakan sesuatu. Tapi itu bukanlah sebuah pekerjaan dari DCC atau Dewa Corp Company. Leina hanya sedang duduk di mejanya sambil menulis di buku kecil. Semacam sebuah catatan yang mulai ia tulisi sejak 3 bulan ini.
Isinya pun hanya hal-hal sederhana. Ia menulis semua nama orang yang ia kenal, terutama keluarga dan sahabat. Tak lupa ia mencantumkan foto masing-masing dari mereka. Ia juga mencatat nomor telepon dan alamat mereka. Seperti masa sekolah dasar dulu yang gemar menulis biodata milik teman-teman sekelas. Itulah yang Leina kerjakan malam ini.
" Hallo Lei assalamualaikum, aku nggak ganggu kan?"
" Waalaikumsalam, nggak kok Mas, ada apa?"
" Ehmmm aku mau nanya sekali lagi sama kamu, tentang pernikahan kita. Kamu yakin mau nikah sama aku, kamu nggak akan menyesal suatu hari nanti. Maksudku, apa kau nggak punya pacar gitu? Kalau kamu punya pacar, aku juga nggak mau ganggu hubunganmu. Dan kalau kamu mau batalin, aku nggak apa-apa."
Leina terkekeh kecil mendengar ucapan Ravi. Sebenarnya bukan hanya sekali ini saja Ravi menanyakan hal tersebut. Sudah sangat sering, bahkan pertama saat ia mengajak menikah pun Ravi juga sudah bertanya perihal Leina punya kekasih atau tidak.
" Mas, aku kan udah bilang dari awal kalau aku nggak punya pacar. Aku nggak lagi dalam hubungan sama siapapun. Dan aku dengan sadar bahwa kita menikah atas kesepakatan masing-masing. Jadi, Mas nggak usah khawatir ya."
" Huft, baiklah kalau begitu. Sekarang aku manteb untuk besok. Ya udah istirahat. Jangan malam-malam tidurnya nanti capek, meskipun sederhana you know lah kenalan keluarga aku dan kamu tuh banyak."
" Hahahha, iya tahu. See you next day Mas. Good night, assalamualaikum."
TBC
" Saya terima nikah dan kawinnya Leina Shanum Dewantara binti Dante Dewantara dengan Mas kawin, logam mulia sebesar 51 gram dibayar TUNAI!"
" SAH!"
Ucapan Ijab Qabul yang diucapkan oleh Ravi begitu menggema. Meskipun pernikahan ini berdasarkan kesepakatan, tapi tetap saja rasa gugup dan berdegup amat terasa di dada. Bukan hanya Ravi yang merasakannya, Leina pun demikian.
Pernikahan yang dilakukan secara sederhana dan hanya dihadiri keluarga serta sahabat itu tetaplah terlihat membahagiakan dan meriah. Semua terlihat menikmati pesta kecil-kecilan tersebut.
Tidak terkecuali Ravi dan Leina, mereka berdua juga mengembangkan senyum. Kali ini senyuman itu sungguh tercermin dari dalam hati. Tapi ekspresi itu bukanlah karena mereka akan membina kehidupan baru berumah tangga, melainkan karena tujuan masing-masing akhirnya bisa terlaksana. Tujuan menghindari keluarga yang sudah mereka susun dengan sempurna.
Hari itu juga seusai pesta, Ravi dan Leina langung menuju ke rumah mereka. Dengan dalih sibuk pada kerjaan masing-masing, mereka pun tidak akan pergi bulan madu. Tapi keduanya berjanji akan mengagendakannya suatu hari nanti.
Cekleek
" Selamat datang di rumah Lei, kamarmu sebelah sana."
" Thanks Mas Rav, ya udah aku masuk ya. Ah iya Mas, kalau mau makan ketuk pintu aja ya. Aku bisa masakin."
" Nggak usah khawatir soal itu, gampang soal makan mah."
Leina tersenyum, dengan dibantu Ravi membawa koper sampai depan pintu kamar, Leina kemudian masuk ke kamarnya yang sudah Ravi persiapkan dengan baik. Semua isi kamar sungguh sesuai selera Leina. Mungkin karena mereka berteman lama jadi sudah saling tahu kesukaan satu sama lain.
" Haah, ini pun kelihatan bagus dan sempurna. Dia emang perfeksionis sih. Tapi malah bagus kan. Baiklah Leina sekarang hidup barumu akan dimulai dari sini. Jadi ayo lakukan lagi, tapi aku mau tidur bentar lah. Ternyata capek juga, ughhhh."
Leina merebahkan tubuhnya setelah membersihkan diri dan mengganti baju. Saking lelah dan ngantuknya ia membuat sebuah kesalahan kecil.
Di kamar lain, Ravi pun melakukan hal yang sama. Saat ini Ravi tengah berbaring di tempat tidur, tapi sudah setengah jam lebih matanya belum juga mau terpejam. Ia mengangkat tangannya ke atas, dan melihat cincin yang melingkar di jarinya. Itu adalah cincin pernikahannya dengan Leina. Ia sama sekali tidak menyangka bahwa akhirnya ia menikah juga.
" Suami, ya sekarang aku udah jadi suami. Ini emang kesepakatan antara aku sama Leina, tapi aku tetep bakalan ngasih dia nafkah. Bagaimanapun pernikahan kami sah di mata agama dan negara. Sebentar, ini kan belum kami bicarain. Sekarang aja kali ya, eeh tapi Leina lagi istirahat. Dia pasti capek banget. Udah biarin dia istirahat, besok aja dibicarainnya."
Ravi mengurungkan niatnya untuk bicara dengan Leina. Ia tahu betul bahwa acara hari ini cukup menguras tenaga. Pada akhirnya Ravi pun tertidur karena dia pun merasa lelah.
Mereka berdua pulang juga sudah malam, dan keduanya juga sudah makan malam dikediaman Dante Dewantara sebelum pulang jadi Ravi memutuskan untuk tidak membangunkan Leina hingga besok pagi.
Suara adzan subuh menggema di pagi yang masih gelap, namun tidak membuat Ravi terus terlena dengan tidurnya. Sudah jadi kebiasaannya untuk bangun saat adzan subuh berkumandang. Ia lalu mengambil air wudhu lalu membentangkan sajadahnya.
Hendak memulai ibadah wajibnya saat itu juga tiba-tiba Ravi ingat bahwa ia memiliki istri. Lagi dan lagi, perihal kesepakatan itu memang sudah ia dan Leina setujui tapi Ravi merasa bahwa mengajak istrinya beribadah bersama bukanlah hal yang buruk.
Tap tap tap
tok! Tok! Tok!
Ravi mengetuk pintu kamar Leina, tapi tidak ada jawaban dari dalam. Ia pun mencoba untuk kedua kalinya, dan Leina tetap bergeming. Pada akhirnya Ravi kembali ke kamar sambil berpikir bahwa mungkin Leina sangat lelah sehingga tidak mendengar suara ketukan pintu.
Pria itu membiarkan hal tersebut. Ia menjalankan kewajibannya sendiri, dan setelah usai dia menuju ke dapur untuk membuat sarapan sederhana.
Ravi ingat semalam Leina berkata akan memasak jika dirinya meminta, namun mengingat pintu kamar yang tidak kunjung dibuka saat dirinya mengetuk, Ravi pun memutuskan untuk melakukannya sendiri.
" Apa Leina beneran sangat capek ya? Atau jangan-jangan dia sakit lagi."
Satu pikiran buruk melintas di kepala Ravi. Yang dia tahu, Leina juga senang bangun pagi bahkan teman yang sudah jadi istrinya itu sering menjalankan sholat malam. Maka dari itu Ravi menjadi khawatir.
Pada akhirnya ia meninggalkan kegiatannya di dapur dan kembali menuju ke kamar Leina. Ravi mencoba mengetuk pintu kembali namun tetap tidak ada jawaban. Merasa sangat khawatir, ia pun terpaksa membuka pintu kamar Leina tanpa mendapat izin lebih dulu.
" Leina," panggil Ravi pelan. Istrinya masih terbaring di atas ranjang. Ravi melihat ke seluruh tempat tidur, hanya satu sisi saja yang tampak kusut dan sisi lainnya masih rapi. Ia berkesimpulan bahwa Leina tidak pindah posisi sejak lama. Entah sejak awal ia tidur atau beberapa waktu yang lalu.
" Lei, bangun Lei. Kamu udah sholat subuh belum?"
Hening, belum ada tanggapan dari Leina padahal Ravi bicara dengan sedikit keras. Semakin khawatir, Ravi akhirnya duduk di ranjang dan menggoyangkan bahu Leina.
" Lei bangun, ini sudah terang nanti waktu subuhnya habis."
" Ya! Arghhhh."
Bruuk
Leina seperti bangun dengan keadaan terkejut. Ia kehilangan kesulitan untuk bangkit dari tidurnya dan pada akhirnya kembali terjatuh ke ranjang. Wanita itu terllihat meringis kesakitan, membuat Ravi menjadi khawatir.
" Lei, kamu nggak apa-apa?"
" Aah sorry Mas, kayaknya aku kesemutan. Mungkin karena aku tidur nggak ganti posisi jadi bagian tubuhku sebelah kanan sakit."
Ravi hanya ber-oh ria, tapi dengan cepat dia membantu Leina untuk duduk. Ia juga bertanya apa hal tersebut sering terjadi, dan Leina pun menggeleng cepat. Wanita itu berkata bahwa ini hanya terjadi sesekali kalau dia amat sangat lelah.
" Mau ku bantu buat ke kamar mandi?"
" Nggak Mas, aku nggak apa-apa. Aku bisa kok, maaf ya. Pasti Mas udah berkali-kali bangunin aku tadi.
" Its oke, nggak masalah kok. Kalau emang butuh istirahat lebih sebaiknya hari ini kamu nggak usah ke perusahan dulu. Ya udah aku tinggal ya, kalau butuh sesuatu panggil aku aja."
Leina mengangguk sambil tersenyum, ia memandang punggung Ravi hingga menghilang dari balik pintu. Ketika pintu tertutup sempurna, Leina menghembuskan nafas penuh kelegaan. Tapi setelah itu ia mencoba untuk memijit bagian tubuhnya yang sakit agar bisa segera berjalan menuju ke kamar mandi.
" Ughh, aku beneran lupa buat nyalain alarm. Haaah, jadi gini deh. Aku lupa sudah sejak kapan aku harus menggunakan alarm hanya untuk bisa mengubah posisi tidur. Haaah."
TBC
Akhirnya Ravi memutuskan untuk tidak pergi ke kantor, dia juga meminta Leina untuk tidak pergi. Mengambil libur setelah menikah tentu bukanlah hal yang salah dan malah menjadi hal yang lumrah.
" Maaf ya Mas, Mas Ravi jadi bikin makanan sendiri deh," ucap Leina dengan nada penuh rasa kesal.
" Laah ya nggak apa-apa to. Aku kan udah biasa begini di rumah. Kamu tahu Ibu kan punya jasa catering, anak Ibu dua-duanya cowok, jadi kami udah biasa begini. Kamu kayak baru tahu aka aja sih Lei."
Keduanya tertawa bersama. Memang benar bahwa memasak adalah hal yang biasa buat Ravi. Ia dan sang adik sering membantu Rinjani ketika banyak mendapatkan pesanan. Selain itu Rinjani juga punya toko kue jadi mereka pun sangat terbiasa berada di dapur. Bahkan adiknya Ravi yang bernama Ranendra secara khusus bersekolah di dunia masak memasak karena dia ingin menjadi seorang chef atau bakery.
Keduanya menikmati makan mereka dengan tenang. Setelah itu Ravi meminta Leina untuk berbicara.
Sebenarnya tidak ada kecanggungan bagi keduanya karena sudah lama mengenal. Jadi cara mereka bicara pun seperti teman, hanya saja dengan status yang berbeda.
Sraak
" Apa ini Mas?"
" Atm, ini kamu pegang ya. Itu adalah nafkahku untuk kamu."
" Tapi Mas, nggak perlu. Kan aku juga kerja."
Ravi tersenyum, ia tahu apa yang Leina pikirkan. Tentu saja wanita yang saat ini duduk di depannya ini adalah wanita karir yang bekerja. Meskipun bekerja di perusahaan keluarga tetaplah Leina seorang wanita karir yang sukses juga.
Dia bahkan sudah memegang kendali sepenuhnya DCC, karena Dante memang memercayakan Leina.
Namun, bukan itu yang Ravi pikirkan. Saat ini wanita yang dulu adalah temannya kini memiliki posisi yang berbeda yakni sebagai istri. Dan Ravi tetap harus bertanggung jawab terhadap istrinya tersebut.
" Lei, aku tahu. Tapi bagaimanapun juga kamu kan istriku. Jadi aku wajib memberimu nafkah. Lei, meskipun kina nikah kayak gini, aku tetep akan melakukan kewajibanku."
Degh!
Tanpa sadar Leina membulatkan matanya. Ini adalah hal yang tidak ia sangka sebelumnya. Ia sangat ingat bagaimana Ravi memintanya untuk menikah beberapa waktu yang lalu.
" Tapi kamu tahu kan artinya Lei, pernikahan kita ini bukanlah pernikahan yang normal layaknya pernikahan orang lain. Jangan mengharap banyak dariku, jika ada pria yang kamu cintai, maka katakanlah dan aku akan melepaskan mu."
Tentu saja perkataan Ravi yang seperti itu bukan lah sesuatu yang besar atau menyakiti hati. Leina malah senang, karena dia juga menikah bukan karena cinta, sayang atau sejenisnya. Maka dari itulah dia sepakat menikah dengan Ravi tanpa pikir panjang.
Akan tetapi ucapan Ravi yang baru saja ini membuatnya sedikit tercengang karena sungguh tidak pernah ia pikirkan sebelumnya. Ravi ingin melakukan tanggungjawabnya sebagai suami. Padahal yang diinginkan oleh Leina adalah mereka hidup bersama dengan mengurusi urusan masing-masing.
" Tapi Mas, kita kan bukan suami istri betulan. Seperti dulu yang kamu bilang ke aku," sanggah Leina. Ucapannya itu adalah bentuk penolakan untuk Ravi yang akan memberinya atm sebagai nafkah.
" Aku tahu, tapi pernikahan kita beneran Lei. Ada buku nikah, aku menjabat tangan papamu mengucapkan ijab qabul dan banyak pasang mata yang melihat. Jadi, aku akan tetap berperan sebagai suamimu. Lei, kamu nggak usah khawatir. Aku melaksanakan tanggung jawabku bukan karena aku menginginkan hak ku. Aku sungguh tulus memberimu nafkah karena status mu sebagai istriku."
Leina belum lah menjawab, dia masih terdiam, mencerna ucapan Ravi. Dan sebenarnya Leina setuju, hubungan mereka memang palsu, tapi pernikahan mereka asli. Sehingga semua yang diucapkan oleh Ravi adalah benar adanya.
" Oke kalau begitu, kalau Mas mau ngasih aku nafkah, maka aku juga akan melakukan tugasku dan kewajibanku sebagai istri. Mungkin kita tidak bisa melakukan 'itu' tapi aku akan melakukan tugas rumah tangga semampuku."
" Oke deal."
Keduanya berjabat tangan dan saling tersenyum. Pembicaraan yang sedikit alot akhirnya berakhir juga. Tanpa sadar mereka berbincang sudah lama, dimana pagi berganti siang dan matahari terlihat meninggi.
Leina memutuskan untuk memasak, namun ternyata bahan makanan di kulkas sudah tidak banyak. Ia pun meminta izin kepada Ravi untuk pergi ke supermarket membeli bahan makanan.
" Ayo pergi bareng, ada beberapa barang juga yang aku mau beli."
" Oke!"
Sepanjang jalan menuju ke supermarket, Leina sibuk dengan ponselnya hingga Ravi mengejutkan kedua alisnya dan penasaran apa yang sebenarnya dilakukan oleh wanita itu. Awalnya ia membiarkannya saja, tapi lama kelamaan Ravi pun tidak tahan juga sehingga memilih untuk bertanya.
Rupanya Leina tengah membuat catatan di ponselnya tentang barang apa saja yang akan ia beli. Leina berdalih takut ada barang yang ia lupakan.
Hal tersebut malah menjadikan Ravi semakin heran, yang ia tahu Leina adalah wanita yang cerdas. Sejak kecil Leina memilki ingatan yang kuat dari pada anak-anak sebaya mereka. Bahkan dia mampu mengingat semua hari ulang tahun dari keluarganya dan juga teman-teman se-circle mereka.
Maka dari itu Ravi merasa sedikit heran dan hal tersebut baru juga Ravi ketahui.
" Kamu lagi bercanda atau gimana emangnya Lei?"
" Eh, maksudnya apa Mas?"
" Itu, catatan belanja. Kita tahu diantara kami kamu adalah orang yang paling hebat daya ingatnya. Dan aku masih inget betul guru pun dulu memujimu jenius karena kamu mampu menghafal perkalian dalam satu jam. Sedangkan kami butuh seenggaknya satu hingga dua hari. Jadi, buat apa daftar belanja yang simple itu dicatet."
Degh!
Leina tersentak dan tangannya tiba-tiba gemetaran, matanya berkedip dengan sangat cepat. Ia pun segera memejamkan matanya dan mengatur nafasnya. Ia harus memikirkan jawaban yang tepat untuk diberikan kepada Ravi agar pria itu tidak menaruh curiga. Leina juga menyembunyikan tangannya yang gemetar dan berkeringat dingin karena terkejut dengan analisis Ravi tadi.
" Aah ini Mas, itu lho. Semakin tambah umur malah hal-hal kecil tuh kadang bisa lupa gitu lho. Misal, dari rumah aku udah kepengenan buat beli sikat gigi, eh sampai di supermarket pasti nanti jadi lupa. Jadi dari pada nanti kelupaan dan nggak dapet apa yang dimau mending dicatet aja."
" Aish bisa aja kamu mah, kita baru 33 tahun, belum tua-tua banget untuk jadi pikun Lei. Tapi ya nggak ada maslaah buat ngelakuin itu sih. Have fun fou your activity Lei. Aku hanya merasa heran aja, nggak bermaksud gimana-gimana."
Leina mengangguk sambil tersenyum, ia lalu mengarahkan pandangannya ke luar jendela dan bernafas lega. Kali ini dia berhasil lolos, tapi entah suatu hari nanti. Karena Leina tidak tahu bagaimana perkembangan dari dirinya.
TBC
Note: teman-teman, karya kali ini aku bakal selesaikan apapun hasilnya. mau gagal apa nggak aku bakalan lanjutin. Terimakasih yang masih mau baca karyaku. Sekali lagi terimakasih. Tenang saja teman-teman, saya selalu memegang omongan saya. sekali lagi terimakasih untuk yang masih mau dukung dan baca karya aku.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!