SMA Berkilau...
Beliau jalan keluar dari ruang kelas lalu berdiri di hadapan kedua anaknya dan melihat dengan tersenyum senang
"Kalian memang pintar" kata beliau puas.
Beliau adalah Sofia, mama dari Miko, Mike dan Miki. Mike dan Miki saling melihat dengan merasa senang. Akhirnya Mike melihat mamanya.
"Pasti, donk. Mike gitu" kata Mike dengan percaya diri dan terkekeh.
"Gimana dengan Kak Miko?" tanya Miki.
Mike berhenti terkekeh dan menjentikkan jarinya.
"Benar juga. Gue telepon saja"
"Gak perlu karena papa sudah chat mama. Miko juga naik kelas"
Beliau tersenyum bangga.
"Tentu saja Miko juga gak terlewatkan karena kalian adalah anak pintar. Semua keturunan papa dan mama memang selalu bisa diandalkan" lanjut beliau dengan tersenyum senang.
"Memang. Miko pasti akan naik kelas dan punya nilai terbaiknya tapi aku yakin, Ma...sekarang nilai aku yang tertinggi" lanjut Mike dengan percaya diri.
Beliau tersenyum dan Miki melihat Mike.
"Jangan percaya diri dulu. Kak Miko selalu yang pertama"
"Gue taruhan dengan Miko dan pemenangnya adalah...gue" lanjut Mike dengan merasa bangga dan menunjuk dirinya sendiri.
Mike menurunkan telunjuk dari tubuhnya dan mendekatkan bibirnya ke telinga Miki.
"Lo lupa Miko baru putus dari Rani. Dia gak mungkin bisa fokus sekolah" bisik Mike.
Miki berpikir.
"Benar juga" pikir Miki.
Mike menjauh dari Miki.
"...tapi mungkinkah? Kak Miko itu cerdas bukan cuma pintar" pikir Miki.
"Lo bisa mengerjakan ulangan karena minta contoh dari Sasha, Kak" bisik Miki di dekat Mike.
Mike terkejut.
"Jangan sampai mama tahu" bisik Mike mengancam.
Miki nyengir dan Mike memikirkan Sasha dengan tersenyum penuh arti. Dia akan memikirkan rencana selanjutnya untuk Sasha.
"Jangan mulai, Kak Mike" bisik Miki.
"Lo sok tahu" bisik Mike.
"Kalau lo sudah tersenyum dengan mimik wajah begitu pasti akan ada musibah dalam hidup Sasha. Kak Mike, jangan membuat perempuan sedih. Kapan lo berubah?" bisik Miki.
Mike mau bicara tapi tidak jadi karena Sofia segera mengajak pulang. Pukul 16.00. Tiga saudara kembar itu ada di dalam mall.
"Ya, Mike. Gue mengaku kalah dengan lo. Sekarang terserah lo mau makan apa? Gue akan membayar. Semua" kata Miko pelan.
Mike terkekeh.
"Ini adalah pertama kalinya...dalam sejarah hidup gue akhirnya bisa mengalahkan lo jadi gue minta makanan yang spesial yang ada di sini" kata Mike dengan sikap tidak tahu malunya.
"Ya. Terserah lo. Gue menerima dan..."
Miko melihat Miki.
"...gue juga akan membayar makanan lo. Gue gak mungkin cuma membayar punya Mike" lanjut Miko pelan.
Miki melihat terus Miko.
"Miko, Miko, saran gue lo harus segera melupakan Rani. Perempuan gak cuma dia. Banyak sekali bahkan yang lebih cantik dari Rani...yang lebih seksi...yang lebih..."
"Gue bukan lo. Gue menjalani hubungan dengan seorang perempuan atas dasar cinta" potong Miko dengan melihat Mike dan sikap acuh.
"Cinta?"
Mike terkekeh.
"Apa itu cinta? Miko, ayolah. Kita masih muda...bukan cuma muda tapi masih anak sekolah yang seharusnya menikmati hidup" kata Mike santai.
"Menikmati hidup dengan memacari banyak perempuan?" tanya Miko dingin.
Mike mau bicara untuk protes.
"Sudahlah. Cukup pembicaraan tentang ini" kata Miko dengan mengangkat sebentar tangan kanannya.
Miko sangat paham kalau Mike itu tidak paham cinta yang sesungguhnya. Hidupnya memang cuma untuk bersenang-senang dengan banyak perempuan.
"Lebih baik sekarang lo pilih makanan yang akan dimakan"
"Ya. Lebih baik begitu" kata Miki dengan menganggukkan kepala.
Mike menghela napas dengan sikap santai dan mengangkat bahu lalu berjalan dengan langkah gontai dan kedua saudaranya itu mengikuti Mike. Setelah beberapa kali melewati stand akhirnya Mike memilih salah satu tempat untuk makan. Miko berpikir Mike memang tidak akan melewatkan kesempatan untuk mengejek dirinya. Mike memilih tempat yang harganya sangat mahal. Memang Miko masih mampu membayar tapi dirinya jarang menghamburkan uang.
"Sesekali lo perlu enjoy untuk hidup. Mengeluarkan uang untuk saudara tersayang lo" kata Mike dengan tertawa.
"Kak Mike keterlaluan" kata Miki pelan.
"Lo juga senang ditraktir Miko, bukan?"
"Sudah. Sudah. Gue masih mampu membayar jadi tidak masalah" kata Miko dengan duduk.
"Gue gak mau duduk di sini. Gue mau duduk di sana" kata Mike dengan menunjuk kursi yang ada di tengah.
"Terserah lo lah" kata Miko malas dan berdiri.
Mike berjalan dengan lincah dan wajah sumringah. Semakin lama Miko dan Miki berhenti berjalan karena sudah tahu maksud Mike mengajak duduk di sana. Di meja sebelahnya beberapa anak perempuan berkumpul.
"Astaga, Kak Mike" kata Miki bergumam.
Miko memasang wajah datar dan memilih untuk berjalan kembali tidak menghiraukan sikap Mike. Ketika sudah duduk Mike tidak berhenti melihat terus ke meja yang ditempati banyak anak perempuan. Sesekali mata Mike menangkap salah satu anak perempuan dan tersenyum ramah.
"Kak Mike, sudah berhenti. Ayo pesan makanan" bisik Miki.
"Terserah lo saja. Gue ikut" kata Mike tidak berhenti melihat anak perempuan itu.
"Kak Miko" panggil Miki dengan menghela napas.
Miko melihat Mike.
"Mike, kalau di sini lo untuk berkenalan dengan mereka silahkan. Gue dan Miki akan pulang. Gak perlu traktir lo" kata Miko dingin.
Mike menghela napas dan melihat Miko.
"Lo memang kaku ya? Gak bisa sedikit menikmati hidup. Pantas saja Rani tidak betah dengan lo" kata Mike kesal dan mengambil buku menu.
Miko terdiam karena kembali memikirkan Rani sedangkan Miki merasa heran dengan Mike.
"Sudah. Sekarang kita makan saja" kata Miki menengahi.
Akhirnya Miko kembali tidak semangat tapi berusaha disembunyikan.
"Jadi kita mau berlibur ke mana?" tanya Miko dengan berusaha melupakan Rani.
"Kita?" tanya Mike dengan melihat sebentar Miko.
Miko melihat Mike dan Mike berhenti melihat buku menu.
"Lo yakin kita? Yang benar kita berdua. Miki gak mungkin mau ikut berlibur. Dia lebih senang di rumah atau membantu papa dan mama"
"Kak Mike mau pesan apa? Cepat pesan agar segera makan dan akhirnya pulang" kata Miki.
"Nah...lo dengar. Dia gak akan betah lama di luar rumah. Gak seperti kita" kata Mike kepada Miko.
"Miki, sesekali lo keluar rumah" kata Miko.
"Sekarang kita sedang keluar, bukan?"
"Maksud gue gak perlu terburu-buru pulang apalagi hari ini papa dan mama mengizinkan kita sampai malam sebagai perayaan kenaikan kelas kita" kata Miko pelan.
"Jadi gak ada yang mau pesan? Gue pulang saja" kata Miki dengan berdiri.
"Hei. Hei, Miki. Jangan pergi dulu. Miki" kata Mike dengan berdiri.
Miki bukan berhenti berjalan sehingga membuat Mike harus menggerutu di hadapan Miko. Miko mengangkat bahu pasrah.
***
Hai, readers...
Ini adalah karya baruku. Mohon dukungan untuk membacanya, berikan like serta follow aku, komentar dipersilahkan dan semoga senang dengan kisahnya sehingga dapat menghibur kalian 😉😁
"Biar saja. Kalau sudah mau pulang pasti akan pulang" kata Miko dengan merasa malas.
Mike duduk.
"Ya. Kita nikmati saja sekarang apalagi gue ditraktir lo" kata Mike dengan tertawa.
Miko mengambil buku menu yang ada di atas meja lalu membuka dan memilih menu. Miki mengedarkan pandangannya untuk mencari jalan keluar dari mall itu tapi justru dirinya tidak sengaja melihat seorang perempuan yang bermain dengan anak kecil berjenis kelamin lelaki dan kurang lebih umur 8 tahun. Miki berhenti berjalan dan melihat terus. Sekian lama Miki tersenyum.
"Dia sangat sabar menanggapi anak kecil itu dan...lembut" pikir Miki kagum.
"Ayo lempar lagi. Lempar" kata dia semangat.
Anak kecil itu menurut dan melempar kembali bola basket ke dalam keranjangnya. Bola itu masuk dan mereka bersorak gembira lalu tanpa sengaja dia menoleh ke belakang dan melihat Miki.
"Lo mau main? Sejak tadi menunggu?"
Dia segera menjauh lalu Miki berhenti melihat dia dengan merasa tidak enak dan baru sadar kalau dirinya berdiri di dekat mereka. Miki bertanya dalam hati kapan dirinya berjalan? Sekian lama akhirnya Miki merasa malu.
"Gue sudah selesai. Lo bisa main"
Miki melihat dia.
"Bukan. Gue gak mau main" kata Miki segera.
Dia merasa heran.
"Sepertinya dia masih seumuran gue" pikir Miki.
"Dia...pintar ya?" kata Miki dengan melihat anak kecil itu.
Dia melihat anak kecil dan tersenyum.
"Ya. Tentu saja. Keponakan gue jago dalam hal apapun" kata dia dengan mengacak sebentar rambut anak itu.
Sepasang suami istri datang dan mengajak pulang lalu mereka saling bicara dan perempuan itu memanggil 'Kak' sehingga Miki menebak salah satu pasangan itu adalah Kakaknya.
"Iya. Ayo" kata dia.
Mereka berjalan pergi dan ketika perempuan itu akan pergi Miki segera memanggil.
"Sebentar" kata Miki mencegah.
Dia tidak jadi berjalan dan melihat Miki dengan merasa ingin tahu.
"Siapa nama lo kalau gue boleh tahu?"
Dia merasa heran.
"Selama ini lo memang gak mengenal gue atau gak mau mengenal gue?"
"Maksud lo?"
Dia menghela napas.
"Lupakan saja. Padahal kita satu sekolah tapi lo sedikit pun tidak tahu gue. Lo memang sombong, Miko" kata Novita dengan mengangkat bahu.
Miki berpikir dengan merasa heran.
"Maksud lo?" tanya Miki dengan merasa tidak mengerti.
"Lo..."
Dia berhenti bicara karena ada yang memanggil.
"Novita, ayo. Kenapa masih di sana?"
Miki melihat perempuan yang tadi bersama suaminya memanggil Novita dari jarak yang agak jauh. Novita menoleh ke belakang.
"Ah...ya. Kak, sebentar. Aku akan segera menyusul"
"Ayo cepat"
"Iya. Iya"
Novita melihat Miki.
"Pokoknya begitulah. Lo sombong. Masa gak tahu gue? Maaf. Gue harus segera pulang. Bye" kata Novita dengan berjalan pergi.
Miki semakin berpikir keras.
"Maksudnya apa? Gue sombong? Sebentar. Kalau gak salah dengar tadi dia memanggil gue Miko. Miko? Apa maksudnya Kak Miko?" pikir Miki.
Miki melihat ke depan dan dia sudah menghilang dari pandangannya.
"Cepat sekali dia berjalan" pikir Miki dengan tersenyum heran.
Miki berjalan dengan pelan.
"Novita. Baiklah. Namanya Novita" pikir Miki dengan merasa senang.
Pukul 17.55. Miki sampai di rumah dan berjalan masuk. Seperti biasa suasana sepi kecuali terdengar suara air di dalam dapur tanda pembantu masih kerja. Miki menuju kamar dan masuk lalu duduk dan memikirkan Novita.
"Gimana caranya gue bisa mengenal lebih?" pikir Miki.
Pukul 18.30. Sejak tadi Novita kedatangan dua sahabatnya yaitu Winda dan Silvia.
"Lo yakin, Nov?" tanya Winda dengan merasa heran.
"Yakin. 100%"
"Jadi Miko sudah berubah?" tanya Silvia dengan merasa senang.
"Lo jangan senang dulu. Gue yakin Novita salah. Sejak dulu Miko terkenal sombong dan memang kenyataannya begitu. Gayanya juga sok. Jangan karena pintar dan kaya. Di atas langit masih ada langit. Gue gak butuh cowok seperti dia" kata Winda mencibir.
"...tapi gue baru ingat" kata Novita dengan melihat kedua sahabatnya secara bergantian.
"Apa?" tanya Silvia penasaran.
Winda melihat Novita dengan merasa malas.
"Miko seperti bingung"
"Bukan bingung tapi sok gak kenal lo"
"Gak. Gue yakin tadi...mimik wajahnya bingung dan heran" kata Novita dengan mengangguk yakin.
"Apa benar, Nov?" tanya Silvia pelan.
Novita mengangguk keras.
"...dan tanya maksud gue" lanjut Novita dengan berpikir.
Mereka saling berpikir.
"Mungkin atau gak dia bukan Miko tapi saudara kembarnya? Miko punya dua saudara kembar. Benar atau gak, sih?" tanya Winda menebak.
"Ya. Gue memang pernah dengar Miko punya saudara kembar" kata Novita yakin.
"Lo tahu, bukan?" tanya Winda kepada Silvia.
"Ya. Gue tahu"
"Lo salah tanya sama Silvia. Silvia pasti tahu semuanya tentang Miko" kata Novita dengan tertawa pelan.
Silvia tersipu malu.
"Gak semua"
"Benar. Semuanya" kata Winda dengan melihat Silvia.
"Gak semua. Sungguh. Buktinya gue gak tahu hari ini dia sedang apa?" tanya Silvia dengan menopang pipi kirinya.
"Maksud gue...ah...susah bicara dengan lo" kata Winda dengan mengerucutkan bibirnya.
Novita hanya menggelengkan kepalanya sebentar dan berpikir.
"Mirip sekali dengan Miko. Kalau memang benar tadi saudara kembarnya jadi gue salah sasaran, donk"
"Mirip sekali ya?" tanya Winda.
Novita mengangguk.
"Gue yakin pasti ada yang beda. Gimanapun juga Miko yang keren" kata Silvia tersipu malu.
"Ya itu kata lo" kata Winda mencibir.
Novita hanya tertawa pelan hanya sebentar.
"Kenyataannya lo gak berani mendekati Miko. Lo cuma bisa basa basi dengan Miko. Sok minta diajarkan Fisika, Kimia atau apalah itu" kata Winda mencibir.
"Memang gak semudah itu mendekati Miko dan gue memang gak paham ketiga mata pelajaran itu"
"Lo bisa, Sil"
"Gak bisa"
"Bisa
"Gak bisa"
"Aduh...sudah. Sudah. Kenapa jadi ribut, sih?" kata Novita menengahi.
"Gue jengkel sama Silvia, Nov"
Winda melihat Silvia.
"Lo itu kena santet Miko atau gimana, sih? Dari zaman siswa baru sampai sekarang, dari zaman Miko jomblo sampai pacaran dengan Rani lo cuma bisa melihatnya dari jauh. Sekarang Miko sudah putus dengan Rani lo masih saja gak ada tindakan. Sekalinya bicara cuma basa basi. Apa coba yang lo lihat dari Miko? Sudah sombong, gak ada etika, acuh. Malas gue. Gimana bisa lo suka sama cowok seperti dia?" kata Winda kesal.
"Sudah. Sudah, Win. Kita gak bisa memaksakan Silvia untuk melupakan Miko. Menurut gue Silvia memang harus banyak berpikir kalau mau lebih dekat lagi dengan dia. Seperti yang kita tahu kalau Miko sombong jadi gue sendiri pasti berpikir dua kali untuk mendekati lebih dulu. Miko itu pemilih sekali. Buktinya yang dipacari orang seperti Rani. Rani anak ratu" kata Novita.
"Lo pikir kita beda level dengan Rani? Kita sama dengan Rani, lho. Gue percaya diri saja" kata Winda mencibir.
"Gue paham tapi kalau orang melihat Rani itu beda. Meskipun Rani memakai baju tidak layak pakai masih kelihatan kalau Rani itu seperti ratu"
"Ya...karena kita memilih untuk tidak menunjukkan karena gue sendiri berpikir. Kenapa orang cuma melihat fisik saja?"
"Ya. Kalau lihat level gue memang beda jauh dari Rani bahkan kalian. Gue bisa masuk karena beasiswa, sih. Gue juga harus mempertahankan beasiswa gue" kata Silvia pelan.
"Gue gak bermaksud menyinggung lo. Tadi gue cuma membandingkan diri gue dengan Rani" kata Winda dengan merasa tidak enak.
"Gue paham. Lo jangan khawatir" kata Silvia dengan tersenyum.
Silvia berpikir.
"Gue masih penasaran alasan mereka putus. Gimana bisa? Bukankah mereka pasangan favorit?"
"Bukankah seharusnya lo senang Miko putus dengan Rani?" kata Winda menyindir.
"Ya..."
"Sil, gimana kalau lo tanya sendiri dengan Rani?" kata Novita.
"Ha? Tanya sendiri? Lo gak salah, Nov?"
"Kenapa gak?"
"Sembarangan lo. Kalau gue tanya Rani akan tahu kalau selama ini gue ada sesuatu dengan Miko apalagi gue gak begitu dekat dengan Rani"
"...tapi Rani gak sesombong yang dipikirkan kalian. Gue pernah ingin buang air kecil. Gue benar gak tahan dan menunggu antrian lalu akhirnya siswi yang masuk sudah keluar. Giliran Rani yang seharusnya masuk tapi justru dia menawarkan gue masuk dulu. Ketika itu memang gue gak bisa menahan sehingga menimbulkan gerakan aneh. Menurut gue Rani paham kalau gue sangat ingin buang air kecil"
Silvia berpikir.
"Siapa tahu karena lo selevel dengan dia" kata Winda.
"Jangan berpikir negatif dulu dengan Rani"
"...tapi kalau untuk tanya pribadi memang tidak bisa, Nov. Gue gak sedekat itu dengan Rani" kata Silvia pelan.
"Benar juga. Apa gue bantu tanya kepada Rani?" kata Novita.
Silvia berhenti berpikir dan menggeleng dengan tersenyum.
"Gak perlu. Terima kasih"
"Lo yakin gak mau gue bantu?"
Silvia mengangguk.
"Biarkan hal itu jadi masa lalu mereka" lanjut Silvia.
Miko mengambil handphonenya dan melihat tidak ada balasan sekalipun dari Rani. Miko kembali membaca isi chatnya kepada Rani.
Miko : Rani, ayo bertemu lagi. Aku mau bicara sesuatu
***
Miko : Rani, tolong dengar aku sekali saja
***
Miko : Rani, aku ke rumah kamu ya?
Miko menghela napas.
"Apa gue langsung datang saja ke rumahnya?" pikir Miko pelan.
Miki melihat Miko terus memandang handphone lalu berpikir sebentar dan berdiri di dekat pintu kamar Miko.
"Kak Miko"
Miko segera meletakkan handphone lalu menoleh dan melihat Miki. Miki berjalan masuk dan menghampiri Miko.
"Kak Miko, gue mau tanya satu hal?"
Miko merasa heran Miki tidak segera tanya. Miki duduk.
"Di sana ada seorang siswi yang bernama Novita?"
"Di sana?"
"Di sekolah Kak Miko"
"Gue gak tahu"
Miki merasa heran.
"Di sana gue cuma belajar jadi gak pernah menghiraukan sekitar"
"Sedikitpun?"
"Ya"
Miki melihat sepertinya Miko belum bisa diganggu. Miko terlihat masih murung.
"OK" kata Miki dengan berdiri.
"Kenapa? Lo tanya pasti ada maksud"
"Gak ada apapun"
"Kenapa?" tanya Miko dengan merasa ingin tahu.
Miko berpikir sebentar.
"Gimana lo bisa menebak kalau siswi yang bernama Novita satu sekolah dengan gue?"
"Gue cuma usil tanya" kata Miki dengan berjalan pergi.
Akhirnya Miko memikirkan kembali Rani dan melihat kembali chatnya kepada Rani.
"Kamu gak merespon chat aku" pikir Miko sedih.
Keesokan harinya. Pukul 08.30. Miko datang ke rumah Rani dan Rani yang keluar tidak sengaja melihat Miko. Rani menghela napas dan berjalan menuju pintu gerbang lalu melihat Miko bicara kepada satpam dan Rani keluar. Miko melihat Rani dengan merasa senang.
"Pak, tinggal sebentar ya?"
"Baik, Non" kata satpam itu.
Dia berjalan pergi dan Rani melihat Miko.
"Kenapa kamu ke sini?" tanya Rani dengan mengerutkan dahi.
"Kamu gak mau menyuruh aku masuk?"
"Gak perlu basa basi. Kenapa kamu ke sini?"
"Kamu gak menganggap chat aku" kata Miko tidak semangat.
"Kamu ada chat?" tanya Rani pura-pura tidak tahu.
MIko memegang tangan Rani.
"Rani, tolong kembali bersama aku ya? Aku masih sangat menyayangi kamu" kata Miko memohon.
Rani melepaskan tangan Miko dengan merasa tidak senang.
"Apa kamu lupa alasan aku minta berakhir dengan kamu?"
"Aku janji akan berubah"
"Kamu mau berubah? Yakin?"
"Ya. Aku janji" kata Miko meyakinkan Rani.
"Apa kamu lupa yang aku lakukan sebelumnya dengan kamu? Aku sudah berulang kali memberi kesempatan kamu. Kamu janji dan kita kembali lalu putus lagi dan janji. Putus, janji, putus, janji. Kita sudah terlalu sering putus karena alasan yang sama. Apa belum cukup kesabaran aku untuk memberikan kesempatan kamu?"
Miko merasa sedih.
"Aku lelah. Ternyata kamu memang tidak berubah, Miko" kata Rani putus asa.
"Sekarang ini aku janji"
Rani berdekatan dengan Miko dan menatap ke dalam matanya.
"Apa kamu benar masih menyayangi aku?" tanya Rani pelan.
"Ya. Tentu saja. Perasaan itu gak pernah berubah" kata Miko meyakinkan Rani.
"Kenapa tapi kamu susah berubah? Tidak maupun bersama aku kamu tetap saja"
Rani menggeleng pelan.
"Tidak bisa berubah" lanjut Rani pelan.
Miko semakin sedih dan Rani melihat sebentar ke arah lain dengan berusaha tidak sedih.
"Miko, gak ada yang bisa dibanggakan dari orang yang sombong. Aku juga harus banyak menahan malu ketika beberapa teman aku membicarakan kamu. Aku juga gak nyaman. Menurut aku mau kamu sempurna layaknya raja tapi disertai dengan kesombongan..."
Rani menggeleng.
"...maaf...aku tidak senang. Kenapa kamu harus sombong? Semua manusia itu sama" lanjut Rani pelan.
Miko mau bicara.
"Aku juga masih menyayangi kamu"
Miko tidak jadi bicara dan mereka saling melihat.
"...tapi aku gak mau kembali lagi selama kamu masih mempertahankan sifat sombongmu itu jadi..."
Rani memegang tangan kanan Miko dengan pelan dan Miko melihat sebentar tangannya yang dipegang.
"...kalau kamu mau kita kembali bersama berubahlah dulu" lanjut Rani pelan.
Mereka saling melihat cukup lama dan Rani melepaskan tangan Miko.
"Aku masuk dulu" kata Rani dengan berjalan masuk.
Miko melihat kepergian Rani dan mau berjalan mengejar tapi pintu gerbang sudah ditutup. Miko merasa sedih. Pukul 15.00. Mike berjalan ke arah taman dan melihat Sasha yang sudah duduk lalu berjalan menghampiri dan duduk di sebelahnya.
"Mike" panggil Sasha dengan wajah yang sumringah.
Sasha segera memeluk dengan tersenyum senang dan Mike berusaha tersenyum.
"Kita mau merayakan gimana? Kita berhasil naik kelas" kata Sasha dengan nada manja.
Mike melepaskan pelukan Sasha dengan berusaha tersenyum.
"Aku gak mau merayakan"
"Hmm? Lalu?" tanya Sasha manja.
"Justru gue mau hubungan kita selesai"
Sasha terkejut.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!