Senja mulai datang. Langit tampak keperakan di langit kota Moskow. Pemandangan terlihat begitu indah, seindah hati seorang gadis yang sedang menunggu kekasihnya kembali.
Lucy Hart, dia adalah seorang Ballerina. Dia telah menjalin hubungan dengan seorang pengusaha muda dan dia adalah satu-satunya pria yang sangat dicintai oleh Lucy.
Pria itu bernama Daniel, mereka bertemu ketika Lucy sedang melakukan pertunjukan balerina. Daniel yang saat itu menemani keponakannya tanpa sengaja bertemu dengan Lucy dan di situlah mereka berdua mulai jatuh hati.
Daniel adalah orang yang mendorong Lucy untuk terus maju meskipun banyak hal sulit yang harus dia lewati. Dia mencintai Lucy dengan setulus hati begitu juga dengan Lucy yang begitu mencintai dirinya.
Mereka berdua telah menghabiskan waktu bersama bahkan mereka telah berjanji akan menikah namun kepergian Daniel harus menunda semuanya.
Daniel pergi melakukan perjalanan bisnis ke Amerika selama 2 bulan. Lucy menunggunya dengan setulus hati apalagi Daniel telah berjanji akan melamar Lucy begitu dia kembali.
Hari-hari Lucy lalui dengan tidak sabar. Dia selalu berbagi kabar dengan Daniel, menanyakan keadaannya. Kebahagiaan selalu dia dapatkan setiap kali Daniel mengucapkan kata cinta untuk dirinya dan penantiannya selama 2 bulan sungguh membuat sebuah perasaan rindu yang tidak tertahankan.
Lucy sudah berdandan dengan cantik. Dia duduk di depan jendela, menunggu kekasih hatinya kembali karena Daniel memang akan kembali hari ini. Makan malam telah terhidang, beberapa lilin sudah menyala di meja makan. Lucy mempersiapkan semua itu sejak pagi karena dia ingin menyambut kekasih hatinya dengan manis.
Agar pertemuan mereka berkesan, Daniel memang tidak menghubunginya dari kemarin. Lucy yakin kekasihnya pasti sedang menyiapkan sebuah kejutan untuk dirinya.
Lucy telah membayangkan sebuah lamaran romantis ketika pintu rumahnya terbuka. Dia yakin Daniel akan melakukan hal itu karena dia adalah pria paling romantis yang pernah dia temui.
Sekian lama menunggu, sebuah mobil pun berhenti di depan rumah. Lucy beranjak, senyuman manis menghiasi wajahnya. Itu sudah pasti kekasihnya, dia tidak mungkin salah. Lucy berjalan menuju pintu, dia sudah tidak sabar menyambut namun yang datang justru bukan kekasihnya melainkan seorang pria asing yang tidak dia kenal sama sekali.
“Lucy Hart?” pria itu bertanya, sesuatu berada di tangannya.
“Ya, siapa kau?” Lucy memandangi pemuda itu dengan tatapan curiga. Dia bahkan melangkah mundur, dan terlihat waspada karena dia takut pria itu adalah orang jahat.
“Tidak perlu takut. Aku bukan orang jahat. Aku sahabat baik Daniel dan aku datang mencarimu karena ada kabar yang hendak aku sampaikan padamu.”
“Kabar apa dan kau siapa?”
“Aku Jared Levin,” pemuda itu menyebutkan namanya.
Daniel dan Charlie sudah bersahabat sejak lama, mereka berdua bertemu di Amerika karena Jared memang berasal dari sana. Dia hampir tahu semua tentang Lucy karena Daniel selalu bercerita tentang kekasih hatinya.
“Oh, mana Daniel?” kini dia terlihat antusias. Lucy berpikir Daniel sengaja mengirim pria itu untuk memberikan kejutan.
“Maaf, Daniel tidak bisa ikut denganku,” Jared seperti ingin menyampaikan sesuatu namun dia tampak enggan.
“Aku tahu. Daniel pasti mengutus dirimu untuk menjemput aku, bukan? Di mana dia sekarang dan apa yang sedang dia rencanakan?”
“Daniel tidak merencanakan apa pun, Lucy!”
“Ayolah. Aku tahu dia suka memberikan aku kejutan. Aku akan bersiap-siap sekarang jadi tunggulah!” Lucy hendak masuk ke dalam rumah untuk mengambil tasnya.
“Tidak ada kejutan!” perkataan Jared membuat Lucy menghentikan langkah.
“Jika begitu apa? Apa maksud Daniel memintamu untuk datang menemui aku?" firasat buruk mulai dia rasakan. Jangan katakan Daniel ingin mengakhiri hubungan mereka berdua.
“Lucy, Daniel telah tiada!”
“Apa?” ucapan Jared begitu mengejutkan dirinya.
"Daniel meninggal akibat kecelakaan. Ketika Daniel kembali dari membeli cincin, dia ditabrak oleh seorang pria yang mabuk!"
"Tidak, tidak mungkin!" teriak Lucy dengan keras, "Daniel-ku tidak mungkin meninggal!" teriaknya dengan air mata berderai.
"Aku datang untuk menjemputmu dan lihatlah," Jared memberikan benda yang dia bawa pada Lucy.
"Kau bohong, ini pasti hanya rencana Daniel untuk menakuti aku saja!" Lucy masih tidak percaya jika pria yang begitu dia cintai, pergi meninggalkan dirinya dengan cara yang seperti itu.
"Lihatlah!" Jared kembali memberikan benda yang dia bawa. Dia tahu Lucy pasti tidak akan percaya dengan mudah.
Lucy mengambilnya, dia membuka sebuah benda yang terbungkus dengan rapi. Pemuda itu pasti bohong. Benda yang dia berikan pasti bagian dari rencana Daniel tapi meskipun dia menyangkal, hati Lucy dipenuhi dengan perasaan takut.
Tangannya gemetar, rasanya tidak sanggup. Pemuda itu pasti berbohong, dia yakin itu tapi ketika melihat foto-foto Daniel yang mengalami kecelakaan, dunia Lucy terasa runtuh dan semuanya mendadak gelap.
"Ti-tidak mungkin!" teriak Lucy dan dalam sekejap mata saja, Lucy jatuh pingsan. Jared menangkapnya dengan cepat, semua foto Daniel jatuh berserakan di atas lantai.
Jared membawanya Lucy masuk, dan membaringkannya dengan perlahan ke atas sofa. Jared membangunkan Lucy, segala upaya dia lakukan sampai Lucy sadar dari pingsannya.
"Tidak Daniel, tidak!" Lucy menangis dengan pilu, menangisi kekasih hatinya yang telah tiada.
"Kenapa kau meninggalkan aku seperti ini, kenapa?" air mata mengalir tiada henti, hatinya begitu hancur.
Kabar buruk itu menghancurkan dunia Lucy dalam seketika. Dia seperti berada di dalam lubang yang paling dalam. Kebahagiaannya hancur dalam sekejap. Apakah semua itu hanyalah mimpi?
Lucy memeluk diri, menangis tiada henti. Dia merasa sendirian, dunianya pun menjadi hampa.
Semua bagaikan mimpi buruk. Lucy sudah berada di pemakaman untuk mengantar kekasih hatinya ke peristirahatan terakhirnya. Semuanya menangis mengantar kepergian Daniel. Tidak ada satu pun dari mereka yang menyangka jika Daniel akan pergi meninggalkan mereka begitu cepat.
Satu persatu dari mereka mulai memberikan penghormatan terakhir. Lucy adalah orang yang paling tidak sanggup melihat Daniel berada di dalam peti mati. Dia berusaha bersikap tegar namun perpisahan itu begitu menyakitkan bagi dirinya.
Segala kenangan yang telah dia lewati bersama dengan Daniel membayang-bayangi dirinya. Kenangan itu bagaikan potongan puzzle yang terus bergerak dalam ingatan, merangkai menjadi sebuah memori yang tak bisa dia lupakan dan yang semakin membuat dirinya jatuh ke dalam kesedihan.
Lucy berdiri sedikit jauh, dia tidak ingin ada yang melihat dirinya. Dia akan menangisi kepergian kekasihnya dalam diam namun Ibu Daniel menghampiri dengan sebuah kotak kayu yang tidak terlalu besar.
“Lucy, kenapa kau bersembunyi di sini?” wajahnya terlihat lelah dan kedua mata membengkak akibat terlalu banyak menangisi kepergian putranya.
“Maaf, Aunty. Rasanya aku tidak sanggup mengantar kepergian Daniel," kedua mata Lucy pun membengkak. Dia sudah menangisi kepergian Daniel semalaman tapi semua itu tidaklah cukup.
“Tidak ada yang sanggup, Lucy. Aku pun tidak sanggup tapi semua sudah terjadi dan ini adalah takdirnya. Kita tidak boleh terlalu tenggelam dalam kesedihan akan kepergian Daniel apalagi dirimu. Kau adalah orang yang paling dia cintai, dia tidak akan suka melihat kau menangisi kepergiannya terlalu lama.”
“Kenapa, Aunty?” air mata Lucy kembali berlinang, “Kenapa dia harus diambil dari kita?” jika dia tahu akan terjadi hal seperti ini, dia pasti sudah mencegah agar Daniel tidak pergi ke Amerika.
“Aunty juga tidak tahu. Semua ini terjadi secara tiba-tiba. Kita tidak bisa mengubah apa pun selain merelakan kepergiannya.”
“Aku tidak bisa,” Lucy menggeleng, dia tidak bisa menerima kepergian Daniel.
“Tolong jangan seperti ini, Lucy. Kita harus merelakan dirinya agar dia bisa beristirahat dengan tenang. Aku tahu kau begitu kehilangan dirinya dan kami juga merasakan hal yang sama. Ini barang-barang yang dia tinggalkan dan aku rasa kaulah yang paling pantas untuk menyimpannya,” barang yang dia bawa diberikan kepada Lucy.
Lucy mengambilnya dengan tangan gemetar. Semua benda itu, akan menjadi barang paling berharga dalam hidupnya.
“Tolong katakan jika semua ini hanya mimpi saja, Aunty!” dia harap seseorang membangunkan dirinya lalu mengatakan jika semua itu hanyalah mimpi saja.
“ Aku juga berharap demikian tapi sayangnya ini bukanlah mimpi, Lucy!”
Lucy menangis tersedu. Ibu Daniel memeluknya, mencoba menghibur dirinya namun pada akhirnya mereka berdua menangis bersama karena mereka sama-sama tak bisa menerima kepergian Daniel.
“Pergilah, ucapkan sepatah atau dua patah kata sebelum dia dimakamkan,” ibu Daniel mengusap bahu Lucy untuk memberinya kekuatan.
Lucy mengangguk, sungguh dia tidak sanggup. Rasanya ingin berlari pergi lalu menenggelamkan diri ke dalam sebuah sungai. Dengan perlahan, Lucy menghampiri peti mati sambil memikirkan kata terakhir yang akan dia ucapkan untuk kekasih hatinya.
Serangkaian kata sudah tersusun di dalam benak namun setelah dia berhenti di sisi peti mati, Lucy jatuh bersimpuh dan menangis dengan pilu. Lidahnya terasa kelu, apa yang ingin dia ucapkan tak dapat lagi dia lontarkan. Dia hanya bisa menangis saja, menangisi kepergian Daniel untuk selama-lamanya.
“Jangan pergi, Daniel. Jangan pergi!” akhirnya ucapan itu saja yang dapat dia ucapkan.
“Aku tidak sanggup hidup tanpa dirimu, Daniel. Kenapa kau meninggalkan aku dengan cara seperti ini? Kenapa Daniel?” rasanya sakit, benar-benar sakit. Sosok yang dia cintai, sudah tidak ada lagi.
Lucy menangisi di sisi peti mati, memeluk peti mati itu seolah-olah dia sedang memeluk Daniel. Tak ada lagi kata-kata yang dapat dia ucapkan, dia hanya bisa mengantar kepergian Daniel dengan tangisan dan perasaan hancur.
Seseorang mendekati Lucy, menarik tangannya dan membawanya pergi karena pemakaman sudah akan dilakukan. Langit pada siang itu tampak suram, awan gelap telah menghiasi kota Moskow sejak pagi. Alam seakan ikut bersedih, dengan kepergian Daniel. Dia pemuda yang baik, pemuda yang penuh kasih sayang oleh karena itu semua yang mengenal dirinya merasa begitu kehilangan.
Acara pemakaman dihiasi dengan air mata. Laki-laki mau pun wanita, tidak ada satu pun yang tidak menangis. Suara tangisan semakin pecah saat peti mati dimasukkan ke dalam liang lahat. Ibu Daniel sampai pingsan, tangisan anak-anak nyaring terdengar.
Kata perpisahan terucap di hati Lucy, dia sudah tak sanggup berkata-kata lagi. Itu akan menjadi hari paling buruk yang tidak akan pernah dia lupakan.
Pemakaman berjalan dengan cepat karena hujan deras tiba-tiba saja turun. Langit seolah ikut menangis, mengantar kepergian Daniel. Satu persatu pelayat mulai pergi, begitu juga dengan keluarga Daniel. Makam mulai sepi namun Lucy masih berdiri di bawah guyuran air hujan karena dia belum mau pergi.
Jared menghampiri, memberikan payung agar Lucy tidak semakin basah. Lucy berpaling, memandangi pemuda itu namun dia kembali memandangi makam Daniel.
"Untuk apa kau masih berada di sini?" tanya Lucy dengan sinis.
"Aku sudah berjanji pada Daniel untuk menjagamu jadi mulai sekarang kau adalah tanggung jawabku!"
"Tidak perlu, aku tidak membutuhkan simpati darimu.Pergilah, aku ingin sendirian."
"Tidak. Aku akan menemanimu di sini!"
"Terserah kau saja tapi aku tidak butuh tanggung jawab darimu!" entah apa yang dipinta Daniel pada pemuda itu tapi dia tidak butuh.
"Ikut aku pulang, Lucy. Aku yang akan menjagamu mulai sekarang."
"Tidak, sudah aku katakan tidak. Memangnya siapa kau?" teriak Lucy dengan keras. Tatapan tajamnya sudah tertuju ke arah Jared.
"Bukankah sudah aku katakan, aku yang akan menjagamu mulai sekarang," Jared tersenyum lembut namun Lucy tidak membutuhkan pemuda itu.
"Aku tidak butuh dirimu!" Lucy melangkah pergi, mendekati makam. Dia memandangi makam Daniel sejenak lalu melihat ke arah Jared. Meski Daniel telah meminta sesuatu pada pemuda itu, tapi dia tidak membutuhkan simpatinya apalagi tanggung jawab yang tidak perlu pemuda itu lakukan.
Memangnya dia siapa? Dia bahkan tidak kenal sama sekali dengan pemuda itu. Lucy melangkah pergi, meninggalkan makam.
Jared ditinggal sendiri. Pemuda itu mendekati makam dan berbicara dengan Daniel. Dia tidak menyangka permintaan Daniel sebelum kecelakaan itu terjadi, merupakan sebuah firasat yang Daniel dapatkan sebelum kepergiannya.
Lucy membuka kedua matanya yang berat. Dia terbangun karena suara ponselnya. Dia merasakan kedua matanya membengkak akibat terlalu lama menangisi kepergian Daniel.
Lucy beranjak dengan perlahan, kepalanya benar-benar sakit. Tidak ada semangat sama sekali pada dirinya setelah kepergian Daniel. Kedua kakinya menapak ke atas lantai dan pada saat itu dia menyenggol sesuatu.
Sebuah botol kosong menggelinding ke atas lantai, Lucy memandangi beberapa botol kosong yang ada serta beberapa kaleng bir berada di atas meja. Untuk mengobati perasaan sedihnya, Lucy mulai melarikan diri dengan minuman beralkohol yang tak pernah dia sentuh sama sekali.
Sudah beberapa hari Daniel meninggalkan dirinya dan selama itu, Lucy mengurung diri di rumah ditemani oleh minuman memabukkan itu. Setiap hari yang dia lakukan hanyalah minum, dia tidak berminat melakukan apa pun selain minum sampai mabuk.
Dia akan merasa tenang karena minuman keras itu. Perasaan sedih yang dia rasakan, juga rasa kehilangan tidak dia rasakan berkat minuman memabukkan itu
Kepergian Daniel benar-benar telah membawa separuh jiwanya pergi. Dia bahkan enggan untuk hidup karena dia merasa tak ada gunanya lagi.
Ponselnya kembali berbunyi. Suaranya membuat kepala Lucy semakin berdenyut sakit. Rasanya enggan melakukan sesuatu, rasanya ingin tidur sepanjang hari. mungkin dengan demikian dia tidak akan menghadapi kenyataan akan perpisahannya dengan Daniel.
Ponsel yang diabaikan, berbunyi untuk yang ketiga kali. Lucy mulai berteriak kesal. Benda itu diraih, dia hendak melemparnya namun tak jadi dia lakukan setelah melihat jika pelatihnya yang menghubungi diri.
“Apa yang kau lakukan, kenapa kau begitu lama menjawab panggilanku?” sang pelatih langsung bertanya begitu Lucy menjawab teleponnya.
“Maaf, aku baru kembali dari kamar mandi,” ucapnya berdusta.
“Baiklah. Aku harap kau tidak lupa untuk berlatih. Dua minggu lagi ada pertunjukan, ini sangat penting jadi kau harus berlatih dengan keras agar penampilanmu tidak mengecewakan!”
Lucy melihat kalender, dia lupa jika dua minggu lagi dia ada pertunjukan. Padahal dia sudah berencana mempersembahkan pertunjukan itu untuk Daniel namun rencana hanyalah tinggal rencana.
“Segera datang, Lucy. Aku menunggu,” ucap pelatihnya.
Lucy tak menjawab, ponsel diletakkan kembali ke atas meja. Dia kembali tenggelam dalam kesedihan. Satu kaleng bir diambil, dia butuh itu. Setelah meneguknya, dia merasa perasaannya begitu ringan.
Lucy mengambil foto Daniel, melihatnya begitu lama. Barang-barang yang diberikan oleh ibu Daniel berada di atas meja. Semua benda itu justru membuatnya semakin tenggelam dalam kesedihan. Sebuah surat yang ditulis oleh Daniel tidak berani dia buka. Dia takut hilang kendali setelah membacanya.
Satu kaleng bir telah kosong, Lucy membuka yang lainnya. Biarlah, hidupnya sudah tidak ada artinya. Dia sangat ingin menyusul Daniel. Apakah mereka akan bertemu jika dia mengakhiri hidupnya?
“Lucy!” kepala Lucy seperti mau pecah ketika mendengar teriakan seorang pria di luar sana. Dia tahu siapa pria itu. Entah apa yang dilakukan oleh Jared, padahal dia sudah berusaha mengusir karena dia memang tidak membutuhkan pria itu.
Jared selalu datang namun dia mengabaikannya karena dia tidak butuh tanggung jawab Jared. Mereka berdua adalah orang asing jadi Jared tidak memiliki kewajiban sama sekali. Daniel pun tidak pernah mengatakan apa pun tentang Jared, bisa saja pria itu pura-pura peduli padanya tapi ada maksud terselubung.
“Lucy, buka pintunya!” kali ini Jared mengedor pintu. Lucy tidak keluar selama beberapa hari dan dia sangat mengkhawatirkan keadaan wanita itu.
Agar dia dapat melihat keadaan Lucy, Jared menyewa sebuah rumah yang tidak jauh dari rumah Lucy. Dia akan berada di Moskow untuk beberapa saat sampai dia berhasil membujuk Lucy untuk ikut dengannya.
Sumpahnya kepada Daniel harus dia penuhi meskipun dia harus meninggalkan kehidupannya di Amerika. Segala kesibukannya pun akan dia tinggalkan untuk sementara waktu. Jared adalah seorang pengusaha di New York. Dia juga mafia yang cukup disegani di sana. Sebagai lelaki sejati, dia harus memenuhi sumpahnya pada Daniel.
“Lucy!” Jared kembali memanggil. Dia khawatir terjadi sesuatu yang tidak dinginkan pada Lucy.
“Shut up!” Lucy berteriak dengan keras, dia mulai kesal.
“Keluarlah, aku membawakan makanan untukmu.”
“Aku tidak butuh, pergi kau!” itu bukan pertama kali dia mengusir.
“Tidak. Aku tidak akan pergi sebelum aku melihat keadaanmu. Keluarlah, Daniel akan marah padaku jika terjadi sesuatu padamu.
“Jangan bawa-bawa Daniel untuk menunjukkan simpatimu yang tidak aku perlukan sama sekali!”
“Aku tahu ini berat untukmu, Lucy. Daniel meminta aku menjagamu karena dia mengkhawatirkan keadaanmu setelah ditinggalkan olehnya,” sekarang dia jadi tahu kenapa Daniel memintanya bersumpah untuk menjaga Lucy.
“Sudah aku katakan, aku tidak butuh dirimu!" Lucy terus menolaknya dan memang tidaklah mudah apalagi sejak awal mereka tidak saling mengenal. Entah apa yang dia pikirkan waktu itu, dengan mudahnya dia bersumpah pada Daniel saat Daniel memintanya.
"Kau membutuhkannya, Lucy. Aku tahu kau butuh teman saat ini!"
"Kau benar-benar membuat aku marah!" Lucy beranjak, tapi dia kembali jatuh terduduk karena terlalu banyak minum.
"Lucy?" Jared kembali memanggil, dia curiga dengan keadaan Lucy.
"Diam. Apa kau tidak bisa diam?" teriak Lucy, dia semakin putus asa. Lucy menangis meraung, Jared pun tak bisa menahan dirinya lagi. Mau tidak mau dia mendobrak pintu rumah Lucy hingga terbuka.
Melihat botol alkohol yang berserakan membuatnya terkejut. Apa Lucy mengurung diri untuk menghabiskan puluhan botol alkohol itu?
"Apa yang kau lakukan? Sepertinya Daniel mengatakan padaku jika kau bukan seorang pemabuk?"
"Diam, kau tidak tahu bagaimana rasanya kehilangan seseorang yang sangat kau cintai jadi diam!" Lucy jatuh berbaring, kepalanya berdenyut dan kedua matanya terasa panas.
"Tapi kau tidak perlu melakukan hal ini!"
"Sudah aku katakan diam. Duniaku sudah tidak berarti karena kepergiannya. Hidupku tidak lagi menyenangkan. Kau tidak tahu bagaimana perasaanku dan jika kau tidak pernah kehilangan seseorang yang sangat berarti bagimu, sebaiknya kau diam!" ucapnya lagi. Air mata berlinang, rasa sesak itu kembali dia rasakan.
Lucy menutupi kedua matanya menggunakan lengan. Dia benci dengan keadaannya, dia benci perasaan yang dia rasakan. Dia benci dengan semua hal yang terjadi, dia benci keberadaan pria itu dan yang paling dia benci adalah hidupnya. Kenapa perpisahan selalu menyakitkan?
Jared duduk tidak jauh darinya, mereka butuh bicara. Meski Lucy belum mempercayai dirinya tapi dia tidak mau Lucy menghancurkan hidunya dengan minuman memabukkan itu. Jangan sampai dia mengecewakan Daniel karena dia tidak mampu memenuhi sumpahnya.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!