Hari itu, seperti hari-hari lainnya, Grace duduk di taman belakang rumahnya, dikelilingi oleh buku-buku. Udara sejuk sore hari menyapa kulitnya, membawa aroma tanah dan bunga mawar yang harum. Matahari mulai terbenam, langit berubah menjadi gradasi jingga dan ungu yang memikat. Namun, Gracella tak terpengaruh. Matanya terpaku pada halaman buku di tangannya, dunia di sekitarnya seolah menghilang.
Gracella adalah gadis pendiam, seorang pengamat yang lebih suka menghabiskan waktu di dunia imajinasi daripada di dunia nyata. Dia lebih nyaman bersama tokoh-tokoh dalam buku daripada dengan manusia di sekitarnya. Teman-temannya di sekolah menganggapnya aneh, bahkan sedikit menakutkan. Mereka tak mengerti mengapa Gracella lebih suka menghabiskan waktu di perpustakaan daripada di pesta atau acara sekolah.
"Kenapa kamu selalu membaca novel, Grace?" tanya Sarah, sahabatnya, sambil mengedipkan bahu. "Hidup ini lebih seru daripada cerita-cerita di buku, lho!"
Gracella hanya tersenyum tipis, matanya masih tertuju pada halaman buku. "Aku tau itu, tapi bagiku di dalam sanalah aku bisa mengerti dan ikut merasa mengalami yang namanya bahagia dan penderitaan orang lain, Sarah. Di sini, aku bisa menjadi siapa pun yang aku inginkan."
Sarah menghela napas. "Aku mengerti, tapi kamu harus lebih banyak berinteraksi dengan orang lain. Kamu harus merasakan dunia nyata, Gracella."
Gracella hanya mengangguk, tetapi hatinya tak tergerak. Dia merasa lebih aman dan nyaman dalam dunia buku. Di sana, dia bisa menemukan teman, cinta, dan petualangan yang tidak bisa dia temukan di dunia nyata.
Saat itu, Gracella sedang membaca novel dengan judul 'Perjalanan cinta Laura si gadis polos', entah kenapa ia merasa tertarik dengan buku ini apalagi setelah menemukan ada salah satu tokoh yang memiliki nama sama dengannya bedanya di sana terdapat marga Valdore. setelah selesai membaca novel itu ia merasakan emosi yang campur aduk.
"Gracella? Ada apa kenapa dengan cerita itu" tanya Sarah, penasaran. ketika melihat Grace menutup buku itu dengan ekspresi sulit.
"Hmm, aku tidak tau harus mengekspresikan nya gimana. di cerita ini mengisahkan perjalanan cinta Laura si gadis polos, ah dan aku fokus dengan salah satu tokoh yang memiliki nama sama dengan ku bedanya nama itu ada marga" jawab Grace acuh
"terus kenapa"
"kau tau dia adalah gadis yang terlahir cantik dan dari keluarga bangsawan, hidupnya penuh kasih sayang orang tua dan kakak2 nya. tapi sayang semua itu hilang ketika orang tuanya tiba tiba membawa seorang anak angkat, namanya Laura.
Kau tau orang tuanya tidak lagi menyayangi nya dan pilih kasih, ia harus mengalah dan memberikan semua yng ia miliki kepada Laura. lalu suatu hari ada kejadian di mana Laura yang menginginkan sebuah boneka kesayangannya ia tak terima dan berebutan boneka itu hingga secara tak sengaja keduanya jatuh dari tangga"
"terus terus, lanjutkan" ucap Sarah melihat Grace berhenti bicara
"mereka sama sama terluka bedanya Laura terluka parah dan pingsan sedangkan ia juga terluka parah tapi masih sadar dan linglung, seluruh keluarga yang melihat itu lebih mengkhawatirkan Laura dan menyalahkannya dan segera pergi kerumah sakit sedangkan ia hanya di tinggal tanpa di hiraukan. Untungnya masih ada yang peduli, Genta Eidlan Valdore kakak kembarnya yang merupakan tokoh antagonis di novel ini."
"dan yang bikin aku terkejut adalah akhir hidupnya yang mana ia kecelakaan dan selamat tetapi, tak lama setelah itu ia di culik oleh tokoh utama pria dan disiksa lalu di perkosa secara bergilir dan karana tak tahan ia memilih bunuh diri dengan menjatuhkan diri dari gedung lantai atas" lanjut Grace
"Astaghfirullah, kenapa akhirnya begitu tragis. pantas saja ekspresi mu begitu"
"ya benar benar tragis" jawab Grace dengan ekspresi kosong dan sedih melihat itu Sarah ingin menghibur, tetapi Grace malah berdiri
"mau kemana"
"Keluar ke supermarket ada yang mau gue beli"
Entah kenapa Sarah merasa tak enak dan ingin menghentikan Grace tetapi grace sudah pergi, Sarah ikut menyusul. Namun betapa terkejutnya ia ketika mendengar teriakkan orang orang dan melihat seorang gadis berbaring dengan darah merah di sekitar
"GRACE" teriak Sarah melihat sahabatnya berbaring
"Sa sarah te terima kasih su su dah ma mau ja jad i te tem an ku, ma aaf ak aku istirahat dulu" ucap grace terbata bata dan tersenyum melihat temannya khawatir.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Mata Gracella Eirene perlahan terbuka, Cahaya putih menyilaukan membuatnya mengernyit. Dia merasakan sakit kepala yang hebat dan tubuhnya terasa lemas. Dia mencoba untuk bangkit, tetapi tubuhnya terasa berat dan tidak berdaya. Dia melihat sekeliling, terkejut dengan apa yang dilihatnya.
Dia berada di sebuah ruangan putih yang steril. Dindingnya berwarna putih bersih, dan langit-langitnya dihiasi dengan lampu neon yang menyilaukan. Bau obat-obatan menusuk hidungnya. Di dekat tempat tidurnya, terdapat sebuah meja kecil yang di atasnya terdapat sebuah vas berisi bunga dan sebuah cangkir air.
"Dimana aku?" gumam Gracella Eirene, suaranya serak dan lemah.
Tiba-tiba, pintu ruangan terbuka dan seorang pria tinggi dengan rambut hitam dan mata tajam masuk. Dia mengenakan setelan jas hitam yang membuatnya tampak seperti seorang pebisnis yang sukses. Wajahnya datar, menunjukkan ekspresi dingin dan acuh.
"Grace?" tanya pria itu, suaranya rendah dan berat.
Gracella Eirene mengerutkan kening. "Siapa kau?" tanya Gracella Eirene, kebingungan.
"Aku Genta," jawab pria itu, "Kakakmu."
Gracella Eirene tercengang. Dia memang memiliki seorang kakak, tapi orang didepannya berbeda.
"Tapi... kau benar benar kakakku, tidak tidak kau berbeda dari yang ku ingat" kata Gracella Eirene, bingung.
"Kau amnesia, wajar kalau kau tidak ingat dan tidak mengenalku" jawab Genta, suaranya datar. "Kau mengalami kecelakaan beberapa waktu lalu, dan kau kehilangan ingatanmu."
Gracella Eirene mencoba untuk mengingat kejadian yang terjadi sebelum dia terbangun.
Ah, dia ingat sebelumnya ia memang kecelakaan secara tak terduga waktu itu tubuhnya di tabrak sesuatu dan terlempar, lalu ia merasakan seluruh tubuhnya sakit dan merasa hidup nya akan berakhir dan ketika ia akan menutup mata mendengar suara teriakan temannya Sarah dan melihat ekspresi Sarah yang terkejut dan khawatir, lalu ia mengucapkan beberapa kalimat dan kehilangan kesadaran nya.
'Tapi, apa ini, oke oke mungkin ia memang selamat, hmm' pikir Grace tapi bingung dengan pria yang tidak di kenalnya mengaku sebagai kakaknya
"Apa yang terjadi padaku?" tanya Gracella Eirene, kebingungan.
"Kau terserempet mobil saat sedang menyeberang jalan," jawab Genta. "Untungnya, kau selamat, tetapi kau kehilangan ingatanmu."
Gracella Eirene masih merasa bingung. Dia tau itu tapi apa yang sebenarnya terjadi, tidak mungkin kakaknya tiba tiba berubah tampan dan sangat berbeda. 'apa aku di culik ya' pikir Grace'
Dia mengerti mungkin ia selamat dari kecelakaan itu, tapi apa yang di katakan pria tampan itu. Dia mengaku kakaknya dan mengatakan ia amnesia, nyata nyata ia ingat semuanya dengan jelas yah walau itu hanya beberapa hal penting saja sih.
'Hah, sudahlah mungkin orang ini salah orang kali'
"Grace, apa yang kau pikirkan"
"Aku bingung dengan ini."
Genta tersenyum tipis. "tenanglah ada aku di sini" kata Genta. "Kau hanya perlu bersabar."
"Tapi kau...." kata Grace terhenti, ingin bertanya apa dia salah orang atau apa dia penculik, tapi tidak mungkin penculik membawanya ke rumah sakit.
'Ugh, apa yang terjadi setelah aku kecelakaan, apa di penyelamatku ya, dan di mana Sarah atau keluarga ku.'
'Hmm, sudahlah pusing rasanya lebih baik aku tidur saja nanti kupikirkan lagi' pikir Grace
"apa Grace, kenapa kau berhenti dan melamun"tanya Genta merasa heran melihat Grace tidak melanjutkan ucapannya dan malah melamun
"Tidak apa, a aku ingin ti tidur dulu, rasanya mengantuk sekali" jawab Grace sedikit terbata
"Hmm, wajar kau mengantuk mungkin itu efek samping obat, kau tidur dan istirahat"
"Hmm"gumam Grace yang sudah menutup mata.
Melihat Grace seperti nya tertidur, Genta memilih ke sofa yang ada di ruangan dan mengambil laptop dan mulai bekerja sambil sesekali melihat ke arah Grace.
Grace duduk di ranjang rumah sakit, matanya menatap kosong ke luar jendela. Dia sudah beberapa hari berada di sini, dia bingung apa yang harus ia lakukan selanjutnya.
'apa yang harus kulakukan, bagaimana bisa aku berada di sini'
'tapi kalau di pikir pikir bukankah ini yang ku inginkan, aku selalu berfantasi bagaimana seandainya aku transmigrasi ke dalam novel seperti cerita cerita yang sering kubaca. stt siapa sangka hal ini benar benar terjadi padaku, sulit di percaya' batin Grace
"apa yang kau pikirkan Grace"
Grace tersentak kaget dan menoleh ke asal suara, melihat wajah tampan dan dingin pria itu membuatnya gugup, Dia duduk di tepi ranjang, matanya menatap Grace dengan intens.
Grace tersentak, pikirannya kembali ke kenyataan. "Ah, tidak apa-apa. Hanya memikirkan apa yang harus kulakukan selanjutnya."
Genta menghela napas, "Kau tidak perlu khawatir. Kau sudah aman di sini. Aku akan menjagamu."
Grace mengerutkan kening. "Menjagaku? Kenapa?"
Genta terdiam sejenak, matanya menatap kosong ke arah jendela. "Karena kau adikku, Grace. Aku bertanggung jawab atasmu."
Grace terdiam, kata-kata Genta membuatnya bingung. "Aku tidak mengerti. Kenapa yang sebenarnya."
Genta terdiam, matanya menatap Grace dengan penuh perhatian. "Apa yang kau maksud, Grace?"
"Aku tidak tahu. Aku hanya... aku hanya merasa aneh."
Genta menghela napas, "Kau tidak perlu khawatir. Kau hanya kelelahan. Istirahatlah."
Genta berdiri dan berjalan menuju pintu, "Aku akan kembali nanti. Istirahatlah."
Grace terdiam, dia merasa semakin bingung. Dia tidak tahu harus mempercayai siapa. Dia merasa seperti terjebak dalam sebuah mimpi buruk.
"Genta," Grace memanggil, "Tunggu."
Genta berhenti dan menoleh. "Ada apa, Grace?"
"Aku... aku ingin tahu apa yang terjadi padaku."
Genta terdiam, matanya menatap Grace dengan penuh teka-teki. "Kau akan mengetahuinya nanti. Sekarang, istirahatlah."
Genta meninggalkan ruangan, meninggalkan Grace sendirian dengan kegelisahannya. Grace menatap kosong ke arah pintu, hatinya dipenuhi dengan pertanyaan. Dia tidak tahu apa yang terjadi padanya, dan dia tidak tahu siapa yang harus dia percayai.
......................
"Aku berada di dalam novel... Aku terjebak di sini..." Grace berbisik, suaranya terdengar kosong.
Dia merasa aneh, tapi tidak sedih. Dia tidak merasa sedih karena harus meninggalkan dunia asalnya. Sebenarnya, dia merasa lega. Dia merasa lelah dengan kehidupan yang membosankan dan monoton di dunia asalnya. Dia merasa seperti terjebak dalam rutinitas yang tidak berujung.
Dia berfikir akankah dunia novel ini lebih menarik, lebih menantang. Dia ingin tau apakah bisa mengalami hal yang sama seperti tokoh tokoh di novel yang pernah di bacanya, merasakan petualangan, merasakan cinta. Dia ingin hidup yang lebih berwarna.
"Aku tidak ingin kembali," Grace berbisik, suaranya terdengar penuh keyakinan. "Aku ingin tinggal di sini."
Dia merasa yakin dengan keputusannya. Dia ingin memulai kehidupan yang baru di dunia novel ini. Dia ingin menemukan tujuan hidup yang baru. Dia ingin menemukan cinta yang sesungguhnya.
Beberapa hari kemudian, Grace sudah diperbolehkan pulang dari rumah sakit. Genta menjemputnya dan mengantarnya ke sebuah rumah mewah di pinggiran kota.
"Ini rumahmu sekarang, Grace," kata Genta, suaranya terdengar lembut.
Grace terdiam, dia merasa tidak percaya. Rumah ini sangat megah dan indah. Dia tidak pernah membayangkan bisa tinggal di rumah seperti ini.
"Terima kasih, Genta," kata Grace, suaranya sedikit gemetar.
Genta tersenyum tipis, "Sama-sama, Grace."
Mereka masuk ke dalam rumah. Rumah itu dihiasi dengan perabotan mewah dan barang-barang antik. Grace merasa seperti berada di dalam mimpi.
"Ini kamarmu," kata Genta, sambil membuka pintu sebuah kamar tidur yang luas dan nyaman.
Grace memasuki kamar dan tertegun. Kamar itu dihiasi dengan warna-warna lembut dan wallpaper yang indah. Ada sebuah balkon yang menghadap ke taman yang luas.
"Kamar ini sangat indah," kata Grace, sambil tersenyum.
Genta mengangguk, "Aku harap kau suka."
"Aku suka sekali," jawab Grace, suaranya terdengar penuh kebahagiaan.
Genta tersenyum tipis, "Bagus. Sekarang, istirahatlah."
Genta meninggalkan ruangan, meninggalkan Grace sendirian di dalam kamar. Grace duduk di tepi ranjang dan menatap kosong ke arah jendela. Dia merasa bahagia. Dia merasa seperti telah menemukan tempat yang baru, tempat yang aman.
"Aku akan memulai kehidupan baru di sini," Grace berbisik, suaranya penuh tekad.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Di pagi hari yang cerah terlihat seorang gadis cantik, imut dan manis masih tertidur pulasnya.
Suara ketukan pintu tak membuat gadis itu bangun malah menggeliat dan manarik selimut, Genta si pelaku yang mengetuk pintu merasa tak mendengar suara memilih membuka pintu.
Genta tersenyum tipis melihat Grace yang tertidur pulas. Rambutnya yang hitam panjang kecoklatan berantakan, pipinya memerah karena tidur, dan bibirnya sedikit terbuka. Dia tampak begitu polos dan manis.
Genta menarik kursi dan duduk di samping ranjang, mengamati wajah Grace yang tenang. Dia tidak bisa menahan diri untuk tidak mengagumi kecantikan Grace. Dia selalu terpesona oleh kecantikan adiknya, bahkan sejak mereka masih kecil.
"Grace," bisiknya, suaranya lembut. "Kau tidur nyenyak sekali."
Grace mengerang pelan, tapi tidak membuka matanya. Dia masih terbuai dalam mimpi.
Genta mengelus lembut rambut Grace. "Grace," bisiknya lagi, "Kau harus bangun. Sudah siang."
Grace menggeliat dan menarik selimut lebih tinggi, menutupi kepalanya. "Hmm..." gumamnya, suaranya masih mengantuk.
Genta terkekeh pelan. "Tidak bisa, Grace. Kau harus bangun. Aku sudah menyiapkan sarapan."
Grace mengerang lagi dan membuka matanya perlahan. Dia masih merasa sedikit pusing dan mengantuk.
"Genta?" tanyanya, suaranya serak.
"Ya, aku," jawab Genta, sambil tersenyum. "Sudah siang. Kau harus bangun."
Grace menguap dan menutup matanya lagi. "tidak, 1 jam lagi aku akan bangun," keluhnya, suaranya datar.
Genta menghela napas. "Grace, kau harus bangun. Kau akan terlambat."
Grace mengerang lagi dan menarik selimut lebih tinggi. "Tidak mau, biarkan saja" gumamnya, suaranya hampir tidak terdengar.
Genta terdiam sejenak. Dia memikirkan sesuatu. Dia tidak ingin memaksa Grace, tapi dia juga tidak ingin Grace terlambat.
"Grace," katanya, suaranya lembut. "Aku akan menggendongmu ke kamar mandi."
Grace membuka matanya dengan terkejut. "Apa, tidak tidak jangan, oke biarkan aku tidur lagi?" Grace terkejut tapi masih tak mau dan merengek.
Genta tersenyum tipis. "Aku tidak menerima penolakan apapun aku akan tetap menggendongmu ke kamar mandi. Kau tidak akan terlambat."
Grace terdiam sejenak. Dia tidak bisa menerima itu, tapi apa yang bisa ia lakukan sekeras apapun dia masih keras Genta, ia memilih diam.
"Huh, terserah" katanya kesal dan mengembungkan pipinya.
Genta melihat ekspresi lucu Grace tertawa pelan merasa lucu, rasanya sudah lama ia tak melihat ekspresi menggemaskan di wajah adiknya yang manis sejak kejadian itu, ia menggeleng pelan berusaha tak memikirkan hal itu lagi.
Tidak menunggu lama ia langsung mengangkat Grace dengan lembut dan menggendongnya keluar dari kamar. Grace masih dengan mata terpejam terkejut merasakan tubuhnya di angkat terdiam, dia merasa sangat malu. Oh ayolah di dunia sebelum nya ia tidak pernah di gendong oke.
Genta membawa Grace ke kamar mandi dan meletakkannya di depan wastafel.
"Aku akan menunggu di luar," kata Genta.
Grace mengangguk dan mulai membersihkan diri. 'sial, ini ini benar benar memalukan ini sangat memalukan. Hah, ini pertama kalinya ada yang menggendong ku.' batin Grace kesal tapi tak ayal selanjutnya terdiam dan sedikit senang.
Grace tengah bersiap-siap dan kini berada di depan cermin meja riasnya, berfikir betapa sempurnanya pemilik tubuh ini, dia memiliki tubuh yang bagus tidak gemuk atau kurus, sedang saja dan seperti gitar spanyol, lalu wajah yang putih mulus tidak ada cacat sedikitpun, terlihat sangat cantik, pipi chubby dengan sedikit kemerahan, bulu mata panjang dan lentik, alis tebal nan indah rasanya tidak perlu pakai pensil segala, bola mata coklat, bibir tipis, di tambah tubuhnya yang sedikit pendek menambah kesa menggemaskan dirinya, dan terakhir rambut panjang hitam kecoklatan nya yang bergelombang.
"Ahrg, beruntung nya aku ae, sudah kaya, cantik lagi hihihi nana nanana" kata grace
Grace merasa kagum, berputar dan berpose, berfikir membandingkan dirinya dengan sebelumnya bukannya sedih malah sangat bahagia, bagaimana tidak di kehidupan sebelumnya ia hanya gadis sederhana, kehidupan sederhana, wajahnya manis dan cantik tetapi masih ada pori pori yang mengganggu dan kulitnya yang kuning langsat. Tentu dengan kejadian transmigrasi ini membuat nya bahagia, apalagi transmigrasi ke tubuh sempurna dan kaya seperti ini.
"Grace, sudah siap?" tanya Genta dari balik pintu kamar Grace. Suaranya terdengar lembut, tapi ada sedikit ketegangan di baliknya.
Grace yang sedang masih mengagumi tubuh barunya terkejut mendengar suara Genta
"Sudah, Genta," jawab Grace, sambil tersenyum tipis. "Aku sudah siap." Dia berusaha bersikap biasa, tapi hatinya berdegup kencang. Dia tidak tahu bagaimana bereaksi di situasi ini.
Genta mengangguk, matanya menatap Grace dengan intens. "Kau yakin? Kau tidak merasa gugup?"
Grace mengerutkan kening. "Gugup? Kenapa harus gugup?" Dia berusaha bersikap biasa, tapi hatinya berdegup kencang. Dia tidak tahu bagaimana bereaksi di situasi ini, bagaimana pun dia bukan pemilik aslinya setiap kali ketika berhadapan dengan lelaki tampan yang kini telah menjadi kakaknya.
'Sial, tampan banget sih ni cowok pengen deh gue pacarin, tapi sayang banget ini kakak atau saudara kembarnya pemilik asli, hah sudahlah aku sudah berada di tubuh ini yang mana artinya apa yang milik pemilik aslinya sudah menjadi miliknya semangat Grace' batin Grace dan menyemangati dirinya sendiri.
Genta terdiam sejenak, matanya menatap Grace dengan penuh selidik dan perhatian. "Aku hanya... aku hanya ingin memastikan kau baik-baik saja."
Grace tersenyum tipis. "Aku baik-baik saja, Genta. Jangan khawatir." Dia mencoba meyakinkan dirinya sendiri dan Genta bahwa dia baik-baik saja, berharap Genta tidak curiga.
Genta menghela napas, tidak yakin di tambah melihat sikap Grace berbeda dengan sebelumnya, yang selalu menjawab pertanyaan nya dengan sinis dan arogan.
'mungkinkah, amnesia membuat berubah atau berbeda ya, sudahlah lebih baik. Kami berangkat' pikir Genta
"Baiklah, kalau begitu ayo kita berangkat."
Mereka turun ke lantai bawah dan menuju ruang makan. Sarapan sudah disiapkan di meja makan. Ada roti panggang, telur dadar, dan jus jeruk dan susu coklat
"mari makan?" tanya Genta, sambil menatap Grace.
Grace mengangguk kan kepalanya dan bergumam, memilih makan dan minum. Melihat itu Genta juga ikut makan dan menikmati hidangan.
Setelah selesai sarapan, mereka keluar dari rumah dan menuju ke mobil. Genta membuka pintu mobil untuk Grace.
"Ayo, Grace," kata Genta.
Grace mengangguk dan masuk ke dalam mobil. Genta menutup pintu mobil dan duduk di kursi pengemudi.
"Sekolahnya tidak terlalu jauh," kata Genta, sambil menyalakan mesin mobil. "Kita akan sampai dalam waktu 15 menit."
Grace mengangguk. Dia menatap kosong ke luar jendela. Dia merasa seperti sedang berada dalam mimpi. Dia tidak percaya bahwa dia sudah kembali ke sekolah. Dia tidak tahu bagaimana beradaptasi dengan kehidupan barunya.
"Grace, kau tidak apa-apa?" tanya Genta, sambil menatap Grace yang terlihat murung.
Grace menoleh ke Genta, matanya berkaca-kaca. "Aku... aku gugup, Genta."
Genta menghela napas. "Tenanglah, Grace. Aku akan selalu ada di sisimu."
Genta mengulurkan tangannya dan mengelus lembut rambut Grace. Grace merasa sedikit tenang mendengar kata-kata Genta. Dia merasa seperti memiliki seorang pelindung.
"Terima kasih, Genta," kata Grace, sambil tersenyum.
Genta tersenyum tipis. "Sama-sama, Grace."
Mobil melaju meninggalkan rumah. Grace menatap kosong ke luar jendela. Dia merasa seperti sedang berada dalam mimpi. Dia tidak percaya bahwa dia sudah kembali ke sekolah. Dia tidak tahu bagaimana beradaptasi dengan kehidupan barunya, berfikir dan menghela nafas 'hah, daripada pusing memikirkan ini lebih baik aku nikmati dan jalankan saja.'
......................
Mobil berhenti di depan gerbang sekolah yang megah, besar dan indah dengan warna hitam dan emas berkilau. Genta mematikan mesin mobil dan menoleh ke Grace. Grace menatap kagum sekolah itu, 'Sial mewah banget, berkelas lagi, pasti khusus anak anak orang kaya yang bisa sekolah di sini' pikir Grace
"Kita sudah sampai," kata Genta, sambil tersenyum. "Kau siap?"
Mendengar pertanyaan Genta, Grace mengangguk, matanya bersinar kagum tertuju ke gerbang sekolah dan sekolahan nya. Dan dia merasa gugup, hidup kali ini benar benar berbeda bagaimana ia bersekolah di sini dan apa yang akan ia lakukan benar benar bingung dan gugup
"Grace?" tanya Genta, sambil mengulurkan tangannya untuk menyentuh tangan Grace. "Kau tidak apa-apa?"
Grace menoleh ke Genta, menarik nafas pelan dan hembuskan. "hah, tidak... aku hanya gugup."
Genta menghela napas. "Tenanglah, Grace. Aku akan selalu ada di sisimu." Dia mengulurkan tangannya dan mengelus lembut rambut Grace. Grace merasa tidak biasa dan menghindar, bukan tanpa sebab di kehidupan sebelumnya ia sangat anti dengan laki laki manapun termasuk keluarga nya sendiri ia tak biasa merasa di sentuh oleh lelaki walau itu saudara nya sendiri.
Melihat sikap Grace, Genta hanya tersenyum tipis dan memilih keluar.
Genta membuka pintu mobil dan keluar. Dia kemudian berjalan ke sisi Grace dan membuka pintu mobil untuknya.
"Ayo," kata Genta, sambil mengulurkan tangannya untuk membantu Grace keluar dari mobil.
Grace mengangguk dan keluar dari mobil. Dia merasa sedikit canggung.
"Terima kasih," kata Grace, sambil tersenyum tipis.
Genta tersenyum tipis. "Sama-sama, Grace."
Mereka berjalan berdampingan menuju pintu masuk sekolah. Grace menundukkan kepalanya, merasa malu di lihat banyak orang.
"Grace, kau tidak apa-apa?" tanya Genta,
Grace menoleh melihat Genta dan tersenyum tipis, lalu menundukkan kepala. "Aku... Tidak papa kau tidak perlu khawatirkan aku."
Genta menghela napas. "Baiklah" Dia mengulurkan tangannya dan menggenggam tangan Grace.
"Hmm," gumam Grace
Mereka berjalan berdampingan menuju pintu masuk sekolah. Grace menundukkan kepalanya, merasa malu di lihat banyak orang.
"Hei lihat itu kak Genta datang" ucap salah satu siswi melihat Mobil mewah genta tiba di parkiran
"Hhei pangeran ku akhirnya tiba juga'
semakin hari pangeran ku semakin tampan'
"Eh eh liat liat siapa itu'"ucap salah satu siswi melihat Genta membukakan pintu dan terlihat seorang gadis familiar keluar tapi wajahnya tidak kelihatan
"Siapa tuh?"
"Gak tau, murid baru kali ya?"
"Kok dari badannya kayak kenal?"
"Badannya mirip Grace bukan ya"
"Gak mungkin, Grace kan selalu pake masker."
"bisa aja Grace buka masker"
"Iya juga ya"
"Bener juga ya, tapi kok mirip banget sih."
"Kayaknya bukan Grace deh."
"Cantik banget sih, lebih cantik dari Grace."
"Ya, tapi gak ada aura sombongnya Grace."
"Kok Genta pegang tangannya sih?"
"Hmm, apa Genta punya pacar baru?"
"Gak mungkin, Genta kan gak pernah pacaran."
"Iya gak terima gue, Genta itu milikku"
"enak aja milik gue itu"
"Apa mereka saudara?"
"Gak mungkin juga, saudara kak Genta kan cuma Grace"
"Berarti itu Grace"
"mungkin, siapa tau kan cuma Grace yang bisa dekat Pangeran sekolah kita"
"Tapi, rasanya kaya iya"
"Tapi gue penasaran banget, siapa sih dia?"
Bisikan-bisikan para murid terdengar jelas di telinga Grace. Dia merasa semakin gugup. Dia tidak terbiasa dengan perhatian yang diberikan orang-orang padanya.
Grace berusaha tetap tenang memegang tangan kakak kembarnya menuju kelas menenangkan diri dan tidak menghiraukan kata kata dan bisikan para murid.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!