NovelToon NovelToon

Real Games

Game 1. Hari yang membosankan

Matahari pagi bersinar lembut di atas SMA Sekawan Swasta, menandakan dimulainya tahun ajaran baru. Suasana di halaman sekolah penuh dengan kegembiraan, siswa-siswa baru dan lama saling ngobrol dengan temannya, beberapa ada yang bercanda, yang lain bertukar cerita tentang liburan kenaikan kelas, dal lain-lain.

Di antara keramaian itu, seorang pemuda berjalan sendirian, wajahnya tanpa ekspresi, seakan dunia di sekelilingnya tidak ada artinya. Pemuda itu adalah John Roki.

Penampilannya sederhana: seragam sekolah yang rapi dengan rambut hitam pekat sedikit berantakan, namun matanya menyiratkan ketidakpedulian yang mendalam terhadap semua yang ada di sekitarnya. Sementara siswa lain terlihat gugup atau antusias menghadapi hari pertama, Roki terlihat seolah hari ini hanyalah hari biasa yang seperti biasanya.

Beberapa siswa melirik ke arah Roki dan segera berbisik-bisik. Di sekolah sebelumnya, maksudnya SMP, Roki cukup dikenal.

Tidak karena prestasi atau kehebatannya dalam hal sosial, tetapi karena dia dikenal sebagai "penghuni Antartika" Julukan ini diberikan karena Roki yang cenderung suka menyendiri, tapi juga sifatnya yang bertingkah aneh namun cerdas, sulit untuk didekati karena sangat dingin, ucapannya sulit dimengerti, seperti seseorang yang berada di benua lain. Jadi karena itu lah, dia dapat julukan "penghuni Antartika" karena Antartika sebenarnya kan tidak ada penghuninya.

"Apa itu dia?" tanya seorang siswa laki-laki berbisik kepada temannya.

"Iya, dia John Roki. Kabarnya dia bisa memecahkan misteri yang bahkan polisi tidak bisa. Tapi... dia aneh. Jangan dekat-dekat dengannya" sahut temannya sambil melirik takut.

Roki mendengar bisikan itu. Bukan hal yang baru baginya. Sejak dulu, orang-orang selalu takut padanya. Bukan karena dia menakutkan secara fisik, tetapi lebih karena mereka tidak mengerti cara berpikir Roki. Namun, Roki tidak peduli. Bagi dia, opini orang lain hanyalah suara sebagai bumbu pelengkap dalam hidupnya.

Setibanya di ruang kelas, suasana tak jauh berbeda. Suasana kelas cukup ricuh, Siswa-siswa baru pada ngobrol dengan teman barunya, atau ngobrol dengan teman yang sudah dikenal saat SMP, intinya, kelompok-kelompok pertemanan sudah terbentuk dikelas itu.

Roki langsung menuju bangku di pojok dekat jendela, posisi yang ideal untuk seseorang yang ingin mengamati seluruh ruangan kelas dengan jelas.

"Bangku ini kosong kan?" Roki bertanya dengan tatapan tajam pada siswa disebelah, seorang gadis berkacamata yang segera mengangguk ketakutan dan langsung ganti tempat duduk. Sepertinya gadis tersebut sudah mengenal Roki.

Roki duduk di bangku itu, dia meletakkan ranselnya di atas meja dan memandang keluar jendela, menatap pohon Jati yang sebenarnya tidak ada keindahan apapun. Apa yang indah dari pohon Jati? Biasa saja itu pohon, pohon Jati kan untuk kontruksi bangunan, bukan pohon hias.

Namun bagi Roki, pemandangan pohon Jati lebih menarik daripada kekacauan di dalam kelas. Kehidupan di sekolah selalu sama ritmenya, hanya saja, dengan sedikit variasi.

Paham maksud ku? Oke ku jelaskan.

Kegembiraan anak-anak yang ingin memulai sesuatu yang baru terasa seperti lelucon bagi Roki. Tidak ada yang benar-benar baru. Hari-hari berlalu seperti teka-teki yang sudah disusun sebelumnya. Pembedanya mungkin hari ini topik pembicaraan mengenai game, besok mengani drama, beberapa hari kemudian kembali ke topik game lagi.

Roki tidak tertarik pada hal-hal biasa. Dia hanya tertarik pada hal-hal yang misteri dan teka-teki yang pastinya selalu beda sekali menemukannya.

Tiba-tiba, suara pintu kelas yang terbuka mengalihkan perhatiannya. Seorang gadis dengan rambut panjang lurus dan senyuman cerah masuk. Dia adalah Silvia Rose, salah satu siswa terpopuler di sekolah. Gadis yang penuh semangat, dengan senyum yang menawan, membuat semua orang tertarik hanya dengan keberadaannya. Ketika dia masuk, suasana kelas langsung berubah, percakapan menjadi lebih riuh, dan tatapan siswa laki-laki pun terpesona padanya.

Namun, Roki hanya menatapnya sesaat sebelum kembali fokus pada jendela. Dia tidak tertarik pada gadis-gadis populer, atau siapa pun yang penuh energi seperti itu. Dia lebih suka ketenangan.

Saat pelajaran pertama dimulai, Rose duduk di depan kelas. Kelas dimulai dengan pengenalan diri, dan semua siswa dengan antusias memperkenalkan diri mereka satu per satu. Beberapa mencoba terlihat keren, yang lain mencoba membuat lelucon, namun garing, tetapi bagi Roki, itu hanya momen yang sia-sia.

Ketika gilirannya tiba, dia hanya mengatakan, “John Roki” dan tidak menambahkan apa pun. Suasana seketika menjadi hening.

Setelah perkenalan, guru mulai menjelaskan tentang aturan sekolah dan pelajaran yang akan dipelajari selama semester satu.

Kelas berjalan dengan lambat, tapi Roki tetap diam, tenggelam dalam pikirannya sendiri. Dia tahu hari ini tidak akan menjadi hari yang menarik. Setidaknya, itulah yang dia pikirkan. Namun, saat jam pelajaran udah usai, sebuah kejadian kecil menarik perhatiannya.

Rose, yang duduk jeda satu bangku di depan Roki, tiba-tiba menjatuhkan buku catatannya ke lantai. Saat dia mencoba mengambilnya, tanpa sengaja dia tersandung dan hampir jatuh, membuat beberapa orang yang masih di kelas tertawa kecil. Namun, Roki masih diam melihat buku Rose yang tergelincir hingga ke bawah meja Roki.

Rose. berusaha tersenyum canggung meski wajahnya sedikit memerah karena malu. “Um, Roki, maaf, boleh aku ambil buku catatanku?”

Roki menatap Rose sesaat, lalu tanpa mengucapkan sepatah kata pun, dia mendorong buku itu dengan kakinya ke arah Rose. Rose pun mengambil bukunya dengan sedikit ragu.

“Terima kasih,” kata Rose dengan senyum tipis, meski Roki hanya diam tanpa menunjukkan reaksi.

Saat Rose kembali ke tempat duduknya, sesuatu membuatnya tersentak. Di halaman belakang buku catatannya, ada sebuah kode aneh, garis-garis dan simbol yang sama sekali tidak dia mengerti. Dengan alis berkerut, dia menatap halaman itu dan bergumam pelan, “Apa ini?”

Roki, yang tidak lumayan jauh dari Rose, telinganya tetap menangkap suara itu. Melirik sekilas ke arah Rose, dia bisa melihat kode itu dengan jelas. Ada pola di sana, sesuatu yang bukan kebetulan. Sebuah teka-teki. Itu lah yang dipikirkan Roki.

Rose, yang bingung dengan kode itu, kembali melihat Roki yang sedang melihat dirinya “Roki em... Apa menurutmu ini aneh? Aku tidak ingat pernah menulis ini.”

Roki mendekatkan tubuhnya sedikit, memandang halaman buku itu lebih seksama. Sebuah senyum tipis yang jarang muncul di wajahnya mulai terbentuk

“Kayaknya itu sebuah kode” kata Roki sambil tersenyum.

Rose tampak lebih bingung dari sebelumnya. “Kode? Tapi... Siapa yang menulisnya di bukuku?”

Roki mengangkat bahu, tatapannya tetap fokus pada buku itu. “Kau punya kenalan yang suka iseng? Atau teman sekelas kita yang iseng?”

Rose mendengar pertanyaan Roki sedikit bingung, tapi mulai memahaminya “Em... Gak enak juga sih asal tuduh teman sekelas, tapi kalo kenalan, mereka semua berada di kelas sebelah”

Roki menatapnya sebentar, sebelum kembali duduk. “Aku akan berusaha untuk memecahkan kode ini, tapi kayaknya akan membutuhkan waktu yang lama”

Saat bel berbunyi, menandakan semua siswa harus pulang, Rose masih termangu, kebingungan dan gak tau harus berbuat apa.

Di sisi lain, Roki sudah menganggap ini sebagai teka-teki pertama di hari yang awalnya dia pikir akan membosankan. Dia bangkit dari tempat duduknya, bersiap untuk pulang, tapi kali ini ada sesuatu yang menarik perhatiannya. Misteri kecil yang menunggu untuk dipecahkan.

Game 2. Selangkah lebih maju.

Setelah bel berbunyi, Roki berdiri dari tempat duduknya, dia berjalan kedepan untuk duduk di bangku didepannya biar lebih dekat lagi dari Rose. Roki meminta buku catatan Rose yang ada kodenya.

Roki menarik napas dalam, memandangi kode dengan tatapan serius. “Hem... Kode ini lumayan ribet juga ya... "

Rose menggigit bibirnya, berusaha mengenal Roki lebih dalam. Rose baru pertama kali ini kenal dengan Roki, jadi Rose tidak memandang Roki sebagai orang aneh seperti orang-orang yang mengenal Roki. Di mata Rose, Roki hanya lah teman sekelas

“Yang membuat aku terus penasaran dari tadi adalah, kenapa harus di buku ku?” Tanya Rose sambil memiringkan kepalanya ke kiri, karena sedang memikirkan sesuatu.

Roki menaruh bukunya ke meja dan menyandarkan tubuhnya ke kursi, matanya sedikit menyipit seolah-olah sedang mempertimbangkan sesuatu.

“Aku juga bertanya seperti itu berulang kali di kepala ku” jawab Roki dengan nada datar. “Tapi pertanyaan yang lebih penting adalah, apa tujuannya?”

Rose semakin kebingungan, tapi dia juga sedikit memahami Roki "Tujuannya, ya, benar juga, itu lah yang lebih penting"

Roki kembali duduk normal, mengangkat buku catatan Rose lagi, untuk memperhatikannya lebih detail. Garis-garis dan simbol di halaman tersebut terlihat acak, namun, semakin lama di perhatikan, kode tersebut mulai membentuk pola di kepalanya.

Rose terdiam, tidak tahu harus berkata apa, karena hening, membuat Rose merasa canggung. Sementara itu, Roki terus memeriksa halaman-halaman lain dari buku tersebut, mencari petunjuk lebih lanjut. Tak ada tanda-tanda aneh di halaman sebelumnya, hanya catatan pelajaran biasa. Kode itu hanya ada di halaman terakhir, membuatnya semakin mencurigakan.

Tiba-tiba, seorang siswa dari belakang memanggil, “Hei, Rose... Mau ke kantin bareng nggak?”

Rose menoleh dan tersenyum canggung. “Ah, iya, tunggu sebentar ya”

Roki menatap gadis yang mengajak Rose dan juga memandang Rose secara sekilas dan terus kembali melihat kode. Roki merasa tidak nyaman dikelilingi cewek.

“Pergi aja” kata Roki datar. “Aku akan coba memecahkan ini sendiri.”

Rose ragu-ragu sejenak. Meskipun penasaran dengan kode aneh itu, dia juga tidak ingin terlihat aneh di depan teman-temannya dengan terus bersama Roki. Lagipula, mereka baru saja bertemu dan sikap Roki yang dingin membuatnya sedikit canggung.

“Baiklah… Kalau kamu menemukan sesuatu, beritahu aku ya?” kata Rose dengan senyum tipis sebelum berjalan menuju pintu keluar.

Roki hanya mengangguk tanpa ekspresi, fokusnya masih tertuju pada buku di tangannya. Saat Rose pergi, dia merasa lebih tenang. Dengan suasana sepi, pikirannya bisa bekerja lebih efektif.

Dia mulai menganalisis pola-pola di halaman itu dengan lebih seksama. Bagi orang biasa, simbol-simbol itu tampak seperti coretan tak berarti. Namun, bagi Roki, semuanya memiliki arti.

Setelah beberapa menit mengamati, Roki menemukan sesuatu yang menarik. Garis-garis dan simbol di halaman itu tampaknya mengikuti pola tertentu. Ada pengulangan yang konsisten, dan di antara simbol-simbol tersebut, menggambarkan sebuah angka. Angka-angka itu tidak langsung terlihat, tetapi dengan pengamatan yang lebih teliti, dia bisa membedakannya.

“17… 4… 9…,” gumam Roki pelan sambil mencatat angka-angka itu di buku catatannya sendiri.

Angka-angka itu tampaknya merupakan bagian dari koordinat atau kombinasi tertentu. Tapi Roki mulai bertanya lagi di kepalanya, apa hubungannya dengan Rose? Mengapa seseorang menaruh kode ini di buku catatannya?

Ketika Roki masih sibuk menganalisis, tiba-tiba seorang siswa lain muncul di hadapannya. Seorang pemuda dengan rambut kecokelatan dan senyum lebar.

“Hei, Namu mu Roki ya?” tanya pemuda itu dengan nada ceria.

Roki mengangkat kepalanya, menatap siswa tersebut dengan tatapan datar. “Ya, kenapa?” jawabnya dengan datar.

Siswa itu tidak tampak terintimidasi dengan sikap dingin Romk. Sebaliknya, dia duduk di meja di depan Roki atau mejanya Rose dan memperkenalkan dirinya.

“Nama gue Kevin. Dengar-dengar lo pintar banget dalam memecahkan masalah ya? Gue tertarik”

Roki menatap Kevin tanpa berkata apa-apa, tapi dia bisa melihat ada sesuatu yang berbeda dari pemuda ini. Kevin tampak seperti orang yang ceria, tetapi matanya menyiratkan keingintahuan yang dalam. Namun, Roki tidak terlalu peduli.

“Kalau lo tertarik, terserah” jawab Roki singkat, kembali fokus pada buku catatan di depannya.

Kevin tertawa kecil. "Cuek Amat sih, oke, gue akan langsung ke intinya. Jadi gini, gue dengar dari teman-teman kalau ada masalah aneh di kelas kita. Tadi ada beberapa orang yang ngeluh soal barang-barang mereka yang hilang. Lo bisa menebak siapa pencurinya”

Roki berhenti sejenak dan kembali menatap Kevin. “Hilang?”

“Iya, barang-barang kecil sih, kayak pulpen atau buku catatan. Meskipun begitu, yang namanya kehilangan pasti sakit lah ya, apalagi ini baru masuk sekolah” penjelasan Kevin lebih detail.

Roki mendengarkan dengan saksama. Hal ini mungkin terdengar sepele, meskipun Roki orangnya yang cuek, dia merasa empati terhadap orang-orang yang kehilangan. Apalagi di hari pertama sekolah, kehilangan barang-barang kecil memang sangat sakit.

“Siapa saja yang kehilangan?” tanya Roki dengan nada lebih serius.

Kevin mengernyitkan dahi, mencoba mengingat. “Yohan, Rio, dan… Rose.”

Mendengar nama Rose, Roki semakin tertarik. “Rose juga kehilangan sesuatu?”

“Iya, dia bilang tadi kalau buku tulisnya hilang sebentar, tapi tiba-tiba muncul lagi. Aneh, kan?”

Roki menghela napas panjang. Ini tidak mungkin kebetulan. Kode di buku Rose, barang-barang yang hilang dan munculnya siswa-siswa tertentu sebagai korban. Menunjukkan ada sesuatu yang lebih besar terjadi. Roki makin menikmati teka-teki ini.

Dia menatap Kevin dengan tatapan serius. “Beri aku waktu, aku akan mencari tahu apa yang terjadi.”

Kevin tersenyum lebar, tampak puas dengan jawaban Roki, dia berfikir, tampangnya Roki tidak separah seperti yang dirumorkan

“Gue yakin lo bakal nemuin jawabannya. Kalau butuh bantuan, bilang ya?" Kata Kevin dengan senyuman penuh semangat.

Saat Kevin meninggalkan kelas, Roki kembali fokus pada kode di buku Rose. Dengan angka-angka yang dia temukan tadi, dia merasa satu langkah lebih dekat untuk menemukan jawabannya.

Tapi sekarang, ada lebih banyak yang harus dia selidiki. Misteri ini baru saja dimulai dan dia tidak akan berhenti sampai dia menemukan siapa yang bertanggung jawab.

Roki mengemas buku catatan ke dalam Ranselnya. Saat siswa-siswa lain masih asyik menikmati waktu senjang pulang, Roki tidak punya waktu banyak untuk bersenang-senang layaknya mereka. Misteri pertama di SMA Sekawan menantinya, ini baru yang namanya hidup. Setidaknya itu lah kesenangan Roki.

Di luar kelas, Rose masih tersenyum dan bercanda dengan teman-temannya, tidak sadar bahwa ada sesuatu yang lebih besar mengintai. Sesuatu yang bisa mengubah kehidupannya di sekolah ini.

Game 3. Penemuan yang mengejutkan.

Roki berjalan keluar dari kelas dengan langkah yang tenang, melewati gerbang sekolah saat matahari sore mulai terbenam di kejauhan. Hari pertama di SMA Sekawan telah usai, dan suasana di sekitar sekolah perlahan mulai sepi.

Beberapa siswa masih berkumpul di luar gerbang, tertawa dan berbicara. Namun, Roki tidak peduli, pikiran Roki masih penuh dengan kode misterius di buku catatan Rose dan barang-barang kecil yang hilang dikelasnya.

Saat dia melangkah keluar dari halaman sekolah, tiba-tiba terdengar suara dari belakang. "Roki tunggu...!"

Roki berhenti dan menoleh. Rose berlari kecil menghampirinya, wajahnya tampak Ceria saat melihat Roki.

"Boleh aku jalan bareng?" Ucap Rose sambil memiringkan kepalanya.

Tanpa mengucapkan sepatah kata pun, Roki hanya memalingkan wajahnya dan kembali berjalan. Rose menyusul di sampingnya, suasana di antara mereka sangat canggung, sikap Roki yang cuek lah penyebabnya. Mereka berjalan menyusuri trotoar yang agak sepi, hanya suara langkah kaki mereka berdua yang terdengar.

“Kamu masih memikirkan kode itu, ya?” tanya Rose tiba-tiba, memecah keheningan.

Roki menoleh sekilas. “Aku tadi dapat informasi dari Kevin, buku catatan mu sempat hilang ya?” Tanya nya.

Rose agak terkejut mendengar pertanyaan itu. “Eh, iya begitu lah”

Roki terdiam memikirkan beberapa kemungkinan. Selama Roki berfikir Rose. “Roki, masalah ini, bukan mengarah ke hal-hal yang berbahaya kan?" Tanya Rose sambil tangan gemetaran.

Roki melihat tangan kiri Rose yang sedang di pegang tangan kanan, Rose berusaha tidak menunjukkan tangannya yang gemetar.

"Entah lah, aku masih belum bisa memastikan ini akan mengarah ke hal-hal yang berbahaya atau hanya orang iseng saja. Semuanya belum bisa dipastikan sebelum beberapa petunjuk terpecahkan" Penjelasan panjang Roki yang melihat lurus kedepan.

Rose menundukkan kepalanya, tampak bingung dan sedikit takut. Roki emang orang yang cuek, tapi saat ini hatinya merasa empati kepada Rose.

Kemungkinan Roki yang paling kuat di hati dan pikirannya adalah, masih banyak yang tersembunyi di balik misteri ini dan dia tidak punya waktu untuk merasa ketakutan atau pun emosi yang lain, kalo berhadapan dengan misteri, terkadang emosi harus dihilangkan.

Saat mereka berdua mendekati perempatan jalan, Roki tiba-tiba berhenti. Dia menatap ke seberang jalan di mana sebuah apartemen tua berdiri di antara deretan toko yang sudah tutup.

Sedikit informasi, Roki baru pertama kali lewat jalan ini, sejak SMP, Roki sudah hidup di apartemen sendirian. Roki tingal di desa, di desanya hanya ada sekolah SD, Roki menyewa apartemen karena jarak dari desanya ke kota lumayan jauh dan jalan ini juga berlawanan arah dari sekolah SMP-nya dulu.

Apartemen tua itu terlihat seperti tidak terurus, dengan jendela yang berdebu dan cat yang mengelupas di dindingnya. Roki mengerutkan kening, melihat ke lantai dua apartemen.

"Tempat itu," gumam Roki pelan, hampir pada dirinya sendiri.

Rose mendengar itu langsung menoleh ke Roki dan langsung mengikuti arah pandang Roki . "Tempat itu? Kenapa?" ucap Rose yang kebingungan.

Roki menatap Rose dengan tatapan serius. “Aku aku tidak tau melihat dengan benar atau hanya khayalan, kode yang ada di buku mu, tergambar juga seperti jendela lantai dua itu" Kata Roki.

Mata Rose bersinar-sinar saat bertatapan mata dengan Roki, mata Roki yang sebelumnya seperti ikan mati, sekarang terlihat sangat keren.

Roki kembali melihat lantai dua pada apartemen tua. "Bisa jadi tempat itu ada hubungannya dengan kode yang ada di bukumu.”

Rose memandang apartemen tua itu dengan ragu. "Kali memang ada hubungannya, kenapa harus apartemen tua seperti itu?" tanya Rose mulai sedikit ketakutan.

Roki menyipitkan matanya, menatap lebih kedalam ke apartemen tua. “Kita tidak akan tahu sampai kita memeriksanya.”

Rose tertegun. “Maksudmu, sekarang?”

Tanpa menjawab, Roki dengan senyum jahatnya, langsung menyeberangi jalan, langkahnya cepat dan mantap. Rose, yang awalnya ragu, akhirnya memutuskan untuk mengikuti Roki, meski perasaan Rose takut, tapi Rose juga merasa penasaran apa yang akan terjadi kedepannya.

Ketika mereka sampai di depan pintu apartemen tua, Roki berhenti dan memeriksa pintu kayu yang sudah lapuk dan sialnya terkunci. Dengan santainya tanpa mempertimbangkan kedepannya, Roki menendang pintu tersebut dengan sangat kuat, alhasil, pintunya terbuka, namun bagian kuncinya rusak.

"Nanti ditangkap polisi loh" Kata Rose.

"Polisi tidak pernah patroli di sore hari" jawab Roki.

Di dalam bangunan itu tampak gelap dan suram, cahaya matahari sore hanya sedikit menembus melalui celah-celah jendela yang tertutup debu. Bau kayu tua dan debu langsung tercium begitu mereka melangkah masuk. Di lantai satu, adalah ruangan lobi, banyak perabotan usang dan rak-rak kosong yang tampaknya sudah lama tidak disentuh.

Mereka berdua melangkah lebih dalam ke Sebuah ruangan, mata Roki mengamati setiap sudut dengan cermat. Ada sesuatu yang aneh di sini dan firasatnya mengatakan bahwa mereka sedang berada di tempat yang benar.

Saat Roki berjalan sendiri lebih jauh ke dalam ruangan, pandangannya tertuju pada dinding di sebelah kiri ruangan. Terlihat ada sebuah ukiran, tapi karena agak gelap, ukirannya tidak terlihat jelas. Roki mengeluarkan HP-nya dan menyalakan senter pada HP-nya. Setelah di senter, ukirannya pun terlihat jelas.

"Aku tahu ini bukan kebetulan," gumamnya dengan nada yakin.

Rose menghampiri Roki menatap dinding itu dengan mata lebar. "Ini... ini sama seperti kode di buku catatanku!"

Roki mengangguk pelan. "Aku semakin yakin, ada seseorang ingin kita datang ke sini."

Tiba-tiba, terdengar suara di lantai dua pada apartemen itu. Rose dengan refleks bersembunyi di balik Roki, matanya membesar saat dia menatap Roki. “Apa itu?!”

Roki dengan santai keluar di ikuti oleh Rose, matanya tertuju ke arah tangga yang menuju ke lantai atas. “Sepertinya kita tidak sendirian.” kata Roki.

Dengan langkah tenang, Roki mulai menaiki tangga kayu yang berderit setiap kali diinjak. Rose mengikuti di belakangnya, meskipun dia tampak sangat ketakutan. Saat mereka sampai di lantai dua, banyak sekali ruangan, ya namanya juga apartemen.

Matahari semakin tenggelam, sore hari sebentar lagi akan berganti malam hari. Hampir tidak ada cahaya di lantai dua, semakin gelap, suasana semakin mencekam.

Ada ruangan, yang pintunya sudah terbuka lebar. Roki dan Rose masuk ke ruangan tersebut, ada sebuah meja kayu dengan secarik kertas di atasnya. Roki mendekat mengambil kertas itu dan langsung menyeter nya dengan senter HP-nya. Di atas kertas tersebut tertulis deretan angka yang persis seperti angka yang sudah dipecahkan Roki di buku catatan Rose.

Rose mendekat dan melihat angka tersebut, dia bingung dan bertanya kepada Roki "Ini nomor WhatsApp seseorang?"

"Mana ada nomor WhatsApp liga digit" Jawab Roki dengan nada sedikit membentak.

Saat kertasnya dibalik, ada pesan singkat yang ditulis dengan tinta merah.

**"Selamat datang dalam permainan ini."**

Membaca tulisan itu, Rose merasa merinding, sedangkan Roki, tersenyum lebih lebar dan lebih jahat dari sebelumnya.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!