NovelToon NovelToon

VAMPIR

Bab 1 Lakas

Teng... ! Teng... ! Teng... !

Suara dentang lonceng terdengar dari jauh.

Seseorang bergerak cepat, berpindah tempat dalam hitungan detik.

Senyum manis menghias sudut senyumannya yang tampan.

Malam mulai larut, udara dingin menusuk tulang, meski terkesan menyejukkan, namun, masih terasa mencekam.

Bulan membentuk purnama, menambah kesan misterius pada malam ini.

Seseorang terus bergerak cepat, jubahnya yang hitam berkibar halus tertiup angin malam, telapak tangannya terarah lurus kedepan.

Hembusan angin kecil mengibaskan gerombolan serigala yang datang menyerang dan disertai sinar cahaya terang yang menghangatkan tapi meremukkan tubuh.

Pria tampan dengan topi fedora hitam menyeringai tipis, memperlihatkan gigi taringnya yang lancip.

"Tuan muda Lakas, apa perlu kita hancurkan markas mereka ?" tanya seorang pria dengan sebuah lensa tergantung di salah satu matanya.

"Tidak perlu, kita sudah memberi mereka pelajaran berharga, memang bukan salah mereka harus berkeliaran dijalan", sahut Lakas.

"Tapi mereka tahu tentang kita dikota ini, akan menyulitkan ruang gerak kita selama tinggal disini", kata pria itu.

"Selama kita terus menyembunyikan identitas kita dari lingkungan manusia, tidak ada yang perlu kita takutkan Nobel", sahut pria bernama Lakas.

"Baik, tuan muda, akan saya perhatikan saranmu", ujar Nobel.

"Setidaknya kita telah bekerja dengan maksimal meski agak berat, karena menyembunyikan identitas kita tapi tugas penting kita adalah mencegah para iblis yang akan mengganggu manusia", kata Lakas.

"Setan jahat berwujud iblis memang tukang merusak moral, dan aku paling benci melihat muka mereka", sahut Nobel.

Kedua mata Nobel berkilat misterius, terkesan dingin dan lebih menakutkan daripada sorot mata pria tampan bernama Lacas.

Pria bernama Lacas langsung melirik tajam.

"Bukankah kita juga salah satu dari setan terkuat, jangan menyindir, aku tersinggung", sahutnya dengan ekspresi halus.

Nobel tidak merespon, hanya tersenyum lebar, memperlihatkan gigi taringnya yang bersinar.

"Apa kita akan pergi dari sini ?" Nobel membersihkan kedua telapak tangannya dari sisa darah klan serigala yang baru saja dia habisi.

"Aku ingin minum dibar itu, merenggangkan otot-otot yang terasa tegang", kata Lacas.

Nobel langsung mengalihkan pandangannya ke arah sebuah bar yang letaknya tak jauh dari mereka sekarang ini.

Sorot matanya kembali bersinar tajam ketika menatap ke arah sebuah bar yang menjadi tempat minum semua kalangan.

"Seteguk anggur merah, kurasa cukup menghibur, tapi jangan sampai mabuk oleh kenikmatannya", ucap Nobel dengan sudut bibir naik keatas.

"Yeah...", sahut Lacas sambil menurunkan sudut bibirnya, menandakan dia setuju dengan ucapan Nobel.

Lacas bergerak cepat sedangkan jubah hitamnya kembali melambai pelan saat dia berpindah tempat.

Tak butuh sedetik, Lacas telah berdiri didepan pintu masuk sebuah bar minuman, diarahkannya ujung topi fedoranya agak turun sehingga menutupi wajah tampannya yang cerah menawan saat diterpa sinar rembulan.

Lacas berjalan masuk meski langkahnya tak selalu bisa dia kendalikan, karena terbiasa bergerak cepat dan berpindah tempat, dia berusaha melangkah dengan benar layaknya manusia.

Sejumlah mata langsung menatap kearah Lacas saat dia masuk ke dalam bar minuman.

Lacas memilih tempat duduk didekat panggung hiburan yang tersedia didalam bar tersebut.

"Apakah anda akan minum ?" tanya seorang pramusaji perempuan kepada Lacas.

Perempuan cantik nan seksi itu berdiri dengan tangan menopang baki yang diatasnya ada tong kecil berisi botol minuman.

Lacas melirik tajam sembari memperhatikan ke arah perempuan bar didekatnya, terkesan menggoda tapi Lacas tidak terlalu menyukainya.

Aroma tubuh manusianya sangat kuat terpancar dari sosok pramusaji bar sehingga Lacas dapat mencium bau darah yang mengalir cepat disetiap pembuluh darah milik perempuan bar.

Lacas mendengus kasar dengan kepala mendongak ke atas.

Terkekeh pelan seakan dia sedang menertawakan ketidakadilan ini, siapa yang tidak bisa menahan hasrat terlarang ini, batinnya.

Lacas mengangguk cepat pada pramusaji itu.

"Beri aku segelas anggur itu !" perintahnya sambil melambaikan tangan.

Pramusaji bar segera melakukan permintaan Lacas, dengan sigap dia menuangkan sebotol anggur ke dalam gelas.

"Terimakasih...", ucap Lacas.

"Apa perlu aku temani anda malam ini ?" tanya pramusaji seksi itu.

Tiba-tiba dari arah belakang, datang seseorang menarik paksa ujung tali gaun milik pramusaji itu sambil berkata.

"Jika kau masih ingin melihat cahaya fajar maka enyahlah segera dari meja bar ini, nona", ucapnya.

Tampak Nobel telah berdiri dengan kedua mata berkilat-kilat merah.

Pramusaji itu segera mundur dari arah meja tamu lalu berjalan pergi dari tempat Lacas duduk.

"Kau membuatnya takut, Nobel", sindir Lacas sambil tersenyum kecut.

"Tidak masalah bagiku jika kau hendak memangsa wanita malam sekalipun tapi tolong jangan malam ini, tuan muda", sahut Nobel dengan mimik serius.

"Cih, kau selalu saja mengingatkannya, Nobel", kata Lacas seraya memutar gelas minumannya.

"Syarat telah ditentukan oleh kaisar untuk para pangeran yang terpilih sebagai kandidat penerus tahta dan anda termasuk salah satunya, tuan muda", sahut Nobel.

Tatapan Nobel terlihat dingin, datar tapi sangat mengesankan. Bahkan Lacas tidak berani melawan pria bernama Nobel itu jika dia telah berkata-kata.

Namun, kali ini dia mencoba berterus terang bahwa dia tidak setuju.

"Aku tidak berminat...", lanjut Lacas lalu menenggak habis minumannya.

"Minat atau tidak, semua tidak bisa diubah ketetapannya, sebagai salah satu kandidat terpilih untuk menggantikan posisi kaisar maka anda wajib mematuhi semua peraturan serta ketentuan kerajaan yang telah ditetapkan", ujar Nobel.

"Dan itu menjemukan bagiku, aku tidak mengincar kursi tahta kekaisaran milik ayah", ucap Lacas.

"Bagaimanapun juga kau telah terpilih, tidak bisa diubah melainkan kau harus bersaing dengan semua pangeran dari selir-selir baginda kaisar, tuanku", sahut Nobel.

"Kenapa aku harus bersaing dengan mereka ?", ucap Lacas dingin. "Mereka terlalu lemah bagiku, tidak sepantasnya aku bersaing memperebutkan kursi kekaisaran dengan pangeran-pangeran manja itu dan itu sangat menghinaku secara harfiah", sambungnya.

"Yah, tidak bisa dipungkiri kenyataannya, kalau yang kau katakan itu benar, bagaimana bisa kau harus bersaing dengan banci vampir seperti mereka", ucap Nobel.

Nobel mengusapkan telapak tangannya yang dingin ke arah tengkuk lehernya.

"Itu yang aku sesali...", kata Lacas lalu menyandarkan punggungnya asal ke arah bahu sofa bar.

"Tapi kita tidak bisa menolaknya karena semua adalah keputusan ayahmu", sahut Nobel.

Lacas melirik kesal ke arah Nobel yang terlihat tak bersalah lalu menghela nafas panjang sambil memalingkan muka.

"Apa minumannya lezat ?" tanya Nobel.

Nobel ikut duduk disofa bar sambil memperhatikan bekas gelas minuman milik Lacas yang ada diatas meja bar.

"Lumayan, cukup enak tapi tidak seenak darah manusia", kata Lacas sambil mencibir.

"Anggap saja minuman anggur itu adalah darah segar, kita sudah lama tidak menyentuhnya, bukan", sahut Nobel sembari tersenyum.

"Bukankah itu sudah menjadi kesepakatan dari kekaisaran vampir, dan semua vampir tidak diijinkan meminum darah manusia sebagai syarat untuk hidup bersama-sama dengan ras manusia terkutuk itu", lanjut Lacas.

Nobel tertawa kecil seraya menunduk.

"Hampir berabad-abad lamanya kebiasaan meminum darah segar telah dihapuskan dari adat vampir meski banyak dari kita melanggarnya diam-diam", kata Nobel.

"Entah apa kesalahan dari kebiasaan kecil itu sehingga kita dilarang lagi untuk menghisap darah", ujar Lacas yang terkesan tidak suka.

"Darah akan memicu hasrat yang sangat terlarang dari dalam diri kita sebagai vampir dengan darah murni dan itu akan menumbuhkan kekuatan besar tak terkalahkan jika kita melanggarnya", kata Nobel.

"Dan kau takut untuk itu ?" sahut Lacas sembari menatap tajam ke arah Nobel.

Nobel tersentak kaget lalu berusaha menyembunyikan keterkejutannya dari Lacas.

"Tidak...", sahutnya singkat namun tatapannya bermakna lain.

"Hmmm...", gumam Lacas mengerti lalu terdiam.

"Kau harus segera menemukan seorang gadis yang telah disyaratkan itu, agar kau bisa menjadi kaisar vampir selanjutnya", kata Nobel.

Nobel mengalihkan arah pembicaraan diantara mereka berdua ke topik lainnya.

Lacas langsung teringat dengan syarat itu, saat ayahnya yang kaisar vampir mengumumkan perihal penting sebagai syarat menjadi seorang kaisar untuk menggantikan peran sang ayah ketika semuanya berkumpul diistananya.

"Tentang syarat bagi siapa yang berhasil menemukan cinta sejatinya dibawah cahaya bulan maka dia adalah kaisar selanjutnya yang terpilih memimpin kekaisaran vampir dan mewarisi tahta...", sambung Nobel.

Bab 2 Cornelia

Brak... !

Seseorang terlempar hingga jatuh tersungkur tepat diatas meja bar dimana Lakas berada saat ini.

Praaang... !

Gelas minuman yang tadi habis dipakai oleh Lakas jatuh pecah saat laki-laki gempal itu terbaring diatas meja bar didepannya.

Sontak pandangan Lakas berubah cepat.

"Cih...", gumamnya sembari memicingkan kedua matanya lalu menggeram pelan.

Laki-laki gempal mengadu kesakitan sembari berusaha bangun.

"Aduh... ?!" ucapnya sambil memegangi lengannya yang robek berdarah.

Lakas menggeram semakin kuat saat darah tercium dari lengan laki-laki gempal.

"Sssshhhh... ?!" desahnya dengan mendengus kasar.

Nobel melirik tajam ke arah Lakas, dan segera bertindak cepat.

"Apa kau baik-baik saja ?" tanya Nobel sembari menggertakkan gerahamnya.

Nobel membalut luka berdarah dari lengan laki-laki gempal dengan kain saputangannya.

"Cepatlah berdiri !" kata Nobel.

Laki-laki gempal mengangguk cepat lalu mengucapkan terimakasih.

"Terimakasih, maaf telah mengganggu ketenanganmu", ucapnya lalu bangkit berdiri.

"Tidak perlu sungkan...", sahut Nobel dengan menarik nafas dalam-dalam saat aroma darah tercium kuat dari lengan laki-laki itu.

Tiba-tiba terdengar suara lantang dari arah lain.

Tampak seorang laki-laki berdiri, seraya menatap marah kepada laki-laki gempal itu.

"Hai, penipu ! Kembalikan hutang-hutangmu ! Kalau tidak kami tidak akan melepaskan anak perempuan ini !" bentaknya kasar.

Laki-laki gempal langsung berlari kembali ke arah laki-laki berpakaian serba oranye itu sambil mengayunkan pukulannya ke arah laki-laki itu.

Bruk... !

Pukulan keras langsung mengenai tepat ke arah pipi laki-laki berpakaian serba oranye itu hingga dia terjatuh.

Laki-laki gempal terus menghajarnya hingga babak belur.

"Hai, kau ! Hentikan !" teriak seorang laki-laki sambil berlari.

Muncul sejumlah orang berpakaian serba hitam dari arah ruangan lainnya sembari menodongkan senjata api ke arah laki-laki gempal yang sedang menghajar rekan mereka.

Sret... !

Sesuatu melesat kilat saat tembakan dilesakkan dari senjata api ke arah laki-laki gempal itu.

Peluru yang telah ditembakkan hancur tak tersisa sebelum mengenai tubuh laki-laki gempal yang menjadi target.

Senjata api langsung berubah meleleh dari tangan laki-laki yang akan menyerang laki-laki gempal.

Tiba-tiba Lakas telah berdiri tepat dihadapan sejumlah orang berpakaian serba hitam sembari menatap tajam ke arah mereka.

Sorot matanya tajam dan terkesan sangat dingin.

Lakas menggeram pelan sambil menggerakkan kepalanya ringan lalu mencekik leher laki-laki dihadapannya dengan salah satu tangannya, hingga tubuh pria itu terangkat naik.

"Ehk... ?!" pekik laki-laki itu sembari berusaha melepaskan genggaman tangan Lakas yang mencekik kuat dilehernya.

Sedetik kemudian...

Brak... !

Tubuh laki-laki itu terlontar keras hingga keluar bar.

Sejumlah orang berpakaian serba hitam langsung menyerang Lakas dan mengeroyoknya kompak ketika melihat rekannya dihajar habis-habisan oleh Lakas.

Mereka tidak terima rekannya berhasil dilumpuhkan dengan mudah sehingga mereka membalas Lakas dengan menyerangnya secara membabi buta.

Lakas berkelit cepat, menghindar gesit saat mereka mengeroyoknya.

Tidak butuh waktu lama, sejumlah orang-orang berpakaian serba hitam langsung jatuh tumbang setelah Lakas membalas serangan mereka.

Lakas tersenyum menyeringai hingga gigi taringnya terlihat, sedangkan sorot matanya menatap tajam serta berkilat-kilat merah.

"Se-setan... !" ucap sebagian orang berpakaian serba hitam yang masih tersisa sadar saat melihat ke arah Lakas yang berubah menyeramkan.

Mereka berlari berhamburan menuju keluar bar.

Namun, sayangnya Lakas tidak membiarkan mereka pergi begitu saja setelah melihat sosoknya yang menyeramkan.

Lakas langsung membalikkan badannya ke arah mereka lalu mengarahkan kekuatannya hingga sebagian dari mereka tidak dapat kabur dari bar.

Tubuh mereka terangkat naik ke udara saat kekuatan elemen angin dari diri Lakas muncul untuk menahan mereka pergi.

Nobel langsung bertindak cepat, dia melompat tinggi ke arah orang-orang berpakaian serba hitam yang melayang diudara oleh kekuatan ghaib milik Lakas.

"Lupakan ingatan kalian tentang kejadian malam ini !" ucap Nobel.

Nobel segera mengayunkan telapak tangannya ke arah kepala mereka hingga berasap hitam.

Sedetik kemudian, tubuh orang-orang berpakaian serba hitam itu jatuh lunglai ke bawah dan tak sadarkan diri.

Nobel tersenyum tajam dengan sorot mata membias merah.

Sejurus kemudian, seluruh ruangan bar minuman mendadak berubah gelap gulita.

Udara dingin menyusup lembut ke dalam ruangan bar yang hening dan berubah mencekam.

Sesuatu bergerak cepat seperti berlari kearah luar bar.

"Siapa ?" ucap suara Lakas didalam ruangan gelap lalu mengejar keluar.

"Hati-hati, tuan !" sahut suara Nobel.

Tampak kilatan sinar cahaya menyorot terang dari dalam ruangan bar yang berubah gelap keseluruhannya.

Lakas bergerak cepat bagaikan angin ke arah luar bar.

Mengejar seseorang yang berlari kabur dari bar setelah perkelahian terjadi disana.

"Hai, kau !" teriak Lakas.

...***...

Tiba-tiba langkah kaki Lakas terhenti cepat.

Lakas berdiri termenung saat menghadap ke arah depan.

Cahaya bulan langsung bersinar terang dari atas langit yang telah berubah redup.

Udara malam yang dingin terus menusuk tulang.

Seorang anak perempuan yang masih kecil berdiri tepat dibawah siraman sinar cahaya bulan yang meneranginya.

Anak kecil itu menatap lembut ke arah Lakas.

Sorot mata anak perempuan itu terlihat berbinar-binar seperti cahaya bulan, sangat cantik dan mempesona, namun, ketakutan tidak dapat dia sembunyikan dari pandangannya ketika anak itu memandang Lakas yang berdiri tak jauh darinya dan menatapnya.

Cahaya bulan menerangi Lakas dan anak perempuan kecil itu saat mereka saling berpandangan.

"Siapa kau...", sapa Lakas.

Anak perempuan kecil itu langsung beruraian air mata setelah Lakas menyapanya.

Menangis tersedu-sedu sedangkan tubuhnya gemetaran.

Lakas berjalan pelan ke arah anak kecil itu, berhati-hati agar anak itu tidak ketakutan padanya, tapi anak perempuan itu segera melangkah mundur ketika Lakas mencoba mendekatinya.

"Jangan takut...", ucap Lakas.

Anak perempuan kecil itu tidak bersuara, dia terus melangkah mundur sedangkan kedua tangannya yang terarah kedepan bergetar hebat saat Lakas menghampirinya.

"Baiklah..., aku tidak akan mengejarmu lagi...", ujar Lakas mengalah.

Lakas tersenyum simpul sembari berjongkok tak jauh dari anak perempuan kecil itu.

"Lihat ! Aku tdak mengejarmu lagi, jangan takut !" bujuknya lembut.

Tiba-tiba tangisan anak perempuan kecil itu pecah, dia menangis tersedu-sedu sembari mendekap lengannya erat-erat.

Wajahnya yang cantik bersemu merah, sangat menggemaskan sehingga membuat Lakas tak berdaya saat melihatnya.

"Kemarilah ! Mendekatlah padaku ! Jangan takut !" bujuk Lakas.

Perlahan-lahan Lakas mendekati anak perempuan kecil itu lalu memeluknya dengan pelukan hangat.

Tangisan anak perempuan itu semakin bertambah kencang ketika Lakas mendekapnya, untuk menenangkannya.

"Jangan makan aku, tuan besar !" ucap anak perempuan kecil itu dengan memohon pada Lakas.

Lakas tertegun diam ketika dia mendengar permohonan dari anak perempuan kecil dalam pelukannya itu, untuk memberinya ampunan serta rasa belas kasihan.

"Aku tidak akan memakanmu, untuk apa aku harus memakanmu ?" sahut Lakas berbisik lembut.

Lakas melepaskan pelukannya dari tubuh anak kecil itu lalu menatapnya lekat-lekat, wajah anak perempuan dihadapannya itu.

"Kau sangat lucu, siapa namamu ?" tanya Lakas ramah.

"Cornelia...", sahut anak perempuan kecil itu sambil menggosok kedua matanya pelan.

"Cornelia... ?" tanya Lakas.

"Ya...", sahut anak perempuan kecil itu sembari menganggukkan kepalanya.

Lakas tersenyum lembut sedangkan pandangannya berubah teduh pada anak perempuan kecil bernama Cornelia.

"Nama yang indah...", puji Lakas.

Anak kecil itu tidak mejawab ucapan Lakas.

"Dimana ibumu dan ayahmu ?" tanya Lakas pada Cornelia.

Cornelia masih menggosok matanya lalu menjawab pertanyaan Lakas padanya.

"Aku tidak punya ibu dan ayah lagi...", sahut Cornelia.

Lakas semakin tertegun diam ketika Cornelia mengatakan tentang ayah dan ibunya jika mereka tidak ada, dan ternyata anak kecil perempuan itu tidak punya orangtua lagi.

"Apa kau punya rumah ?" tanya Lakas yang masih tertegun sambil berdiri tegak.

"Tidak...", sahut anak kecil itu.

Cornelia menggeleng pelan kemudian mendongak ke atas, ke arah Lakas yang berdiri didepannya.

"Apa kau ingin ikut bersamaku ?" tanya Lakas.

"Kemana, tuan besar ?" ucap Cornelia.

"Pulang ke istanaku...", sahut Lakas sembari mengulurkan tangannya ke arah Cornelia.

"Apa kau punya istana besar seperti cerita dongeng ?" tanya Cornelia lugu.

"Ya, aku punya istana besar seperti dongeng", sahut Lakas.

"Aku akan ikut denganmu, tuan besar", ucap Cornelia sembari membalas uluran tangan Lakas kepadanya.

Kedua tangan mereka saling bersentuhan lalu saling menggenggam erat, Lakas tersenyum lembut sambil berkata.

"Mari kita pulang, Cornelia... !" ajak Lakas pada anak perempuan kecil bernama Cornelia.

Bab 3 Tersentuh

Lakas duduk didepan tungku perapian sambil menyilangkan kaki, sedangkan pandangan matanya tertuju lurus ke arah tungku api.

Hembusan angin menerpa lembut area sekitar ruangan Lakas berada saat ini.

Cornelia tertidur pulas diatas sofa panjang berselimut kain tebal dari bulu serigala putih.

Bayangan api dari arah tungku perapian meniup pelan ke wajah Lakas yang sedang duduk sembari memperhatikan ke arah Cornelia.

Sudut bibirnya membentuk lengkungan senyuman menawan ketika memandang ke arah anak perempuan kecil itu.

Tiba-tiba muncul Nobel disebelah Lakas duduk saat ini.

"Selamat malam, tuan muda Lakas...", sapa Nobel dengan hormat.

"Ya, selamat malam juga, Nobel...", sahut Lakas dengan mimik wajah dingin seperti biasanya.

Nobel lalu menoleh ke arah sofa, tempat Cornelia berbaring nyenyak disana.

"Apa gadis itu yang dimaksudkan oleh kaisar ? Cinta sejatimu dibawah cahaya bulan ?" ucap Nobel.

Lakas mendesah pelan lalu berkata.

"Apa semua perempuan bermandikan cahaya bulan bisa disebut sebagai jodoh cinta sejatiku, dan termasuk anak kecil ???" Lakas memalingkan mukanya ke arah Nobel lalu menatapnya dingin.

Nobel terkejut pelan ketika Lakas bertanya dengan nada serius padanya.

"Dia masih berumur kurang lebih lima tahun, usia anak-anak yang seharusnya dia masuk sekolah ke taman kanak-kanak", lanjut Lakas.

Nobel tidak menjawab, hanya menunduk saja.

"Berapa usia seorang wanita untuk menikah seharusnya ? Coba kau jelaskan padaku ?" sahut Lakas.

"Mungkin sekitar tujuh belas tahun, usia sepantasnya, tuan muda", ucap Nobel sambil melirik diam-diam ke arah Lakas.

"Tujuh belas tahun ! Yah, itu usia yang sewajarnya untuk seorang gadis menikah. Dan berapa umur Cornelia sekarang ?" kata Lakas.

"Lima tahun lebih lima bulan...", sahut Nobel.

"Hmmm...", jawab Lakas sambil bergumam pelan serta mengangguk cepat. "Betul ! Tujuh belas tahun ! Usia matang bagi seorang anak perempuan untuk menikah !", sambungnya.

"Ya, tuan muda Lakas...", sahut Nobel.

Lakas mendengus kesal lalu menolehkan kepalanya ke arah Cornelia yang tertidur pulas diatas sofa panjang.

"Ucapan ayah benar-benar diluar nalar, meski kita klan vampir, setidaknya berpikirlah logis dan waras", ucap Lakas.

Nobel langsung tersedak tiba-tiba lalu terbatuk-batuk pelan, setelah mendengar ucapan Lakas yang menyebutkan kaisar vampir adalah sosok yang tidak wajar.

"Tuan muda tidak seharusnya memaki kaisar sebagai orang tidak waras, menurutku ayahmu itu hanya kurang normal tabiatnya'', sambung Nobel.

"Aku tidak memakinya...", ucap Lakas lalu melirik tajam ke arah Nobel.

"Yah, itu maksud saya", sahut Nobel berusaha membela diri.

"Dan apa yang harus kita lakukan sekarang ?" tanya Lakas.

Nobel mengerutkan keningnya sembari mencoba mencerna ucapan Lakas.

"Maksudmu, tuan muda Lakas ? Aku tidak mengerti dengan maksud ucapanmu itu !?" sahut Nobel.

"Aku harus menyembunyikan keberadaan Cornelia dari ayah, dia pasti akan terus mengincar Cornelia, untuk dijadikan ratu vampir selanjutnya, jika dia tahu aku menemukannya dibawah sinar cahaya bulan", ucap Lakas.

Ekspresi wajah Nobel sontak berubah tegang dengan penjelasan dari Lakas yang menyebutkan akan tujuan kaisar terhadap Cornelia.

"Kaisar mengincar Cornelia...", ucap Nobel bergumam pelan.

"Yeah..., itu benar...", sahut Lakas seraya bangkit berdiri lalu berjalan menghampiri Cornelia yang terlelap tidur.

Lakas membetulkan letak kain selimut yang ada diatas tubuh Cornelia.

Dipandanginya dengan tatapan lembutnya, wajah cantik milik Cornelia yang tampak damai, Lakas mendengus kasar seraya menggeram lirih.

Senyumnya mengembang disudut bibirnya yang semakin menambah ketampanan wajah milik Lakas lebih menawan.

Lakas menghirup aroma wangi dari tubuh Cornelia yang membuat sesuatu yang terasa asing mengalir ke dalam diri sang vampir.

"Ayah akan segera tahu dengan cepat ketika dia melihat Cornelia secara langsung jika mereka berdua bertemu", ucap Lakas.

"Maksudmu, kaisar akan memaksa kalian untuk menikah meski usia Cornelia masih kecil", kata Nobel.

"Yah..., seperti itu maksud ucapanku...", sahut Lakas.

Lakas menoleh ke arah Nobel seraya menatap tajam.

Tampak Nobel tertegun diam tapi pandangannya tak dapat disembunyikan kalau dia memang memikirkan arti dari ucapan Lakas kalau kaisar menginginkan pernikahan terjadi untuk pangeran Lakas sebagai pewaris tahta.

"Seandainya kaisar tahu akan Cornelia, apa yang engkau takutkan jika pernikahan terjadi untukmu, tuan muda Lakas ?" sahut Nobel.

"Aku akan mengambil pilihan untuk menunggu sampai Cornelia menginjak usia tujuh belas tahun", ucap Lakas.

Lakas duduk ditepi sofa, sembari memandangi Cornelia yang terbaring nyenyak diatas sofa.

"Jika kami menikah, secara tidak langsung maka aku akan menghisap darah Cornelia dimalam pertama pernikahan kami nanti, dan Cornelia akan seutuhnya menjadi vampir sepertiku setelah aku meminum darahnya", ucap Lakas.

Namun, kali ini, tatapan mata Lakas terlihat sendu, sangat sedih saat mengatakan maksud ucapannya.

"Dan kau tidak ingin menyakiti Cornelia meski tahta akan menjadi hakmu setelah kau menemukannya dibawah cahaya bulan", kata Nobel terharu.

"Dia terlalu naif untuk mempercayai vampir karena pada kenyataannya kita tidak memiliki rasa kemanusiaan kepada siapapun saja", ucap Lakas.

"Kau jatuh cinta padanya", kata Nobel.

Lakas menatap sekali lagi kepada Nobel lalu menunduk dalam.

"Wajahnya mengingatkan pada bulan yang bersinar diatas langit, bahkan senyum lembutnya sungguh memikatku, tapi kami tidak dapat bersatu sebagai pasangan", ucap Lakas.

"Karena dia manusia...", sambung Nobel.

"Benar, seharusnya aku menikah dengan gadis kalangan vampir yang memiliki darah murni vampir yang sama sepertiku", ujar Lakas.

"Dan kau harus menemukan gadis vampir dibawah cahaya bulan jika kau ingin menikah nanti", ucap Nobel sambil menghela nafas panjang.

Nobel lalu mengalihkan pandangannya ke arah Cornelia yang berbaring diatas sofa.

Tatapannya dingin tak berekspresi, terkesan menyeramkan tapi berhati lembut.

"Seandainya saja kisah Selena tidak berubah menjadi vampir setelah suaminya menggigitnya agar mereka tetap bersama dan hidup abadi, kemungkinan besar, pernikahan kau dan Cornelia dapat terjadi", ucap Nobel.

"Apakah kau sedang memberiku saran agar aku menghisap darah Cornelia ?" sahut Lakas.

"Tidak...", ucap Nobel.

Nobel langsung mengalihkan pandangannya ke arah tungku perapian yang ada didekat mereka.

"Kalau begitu segeralah pergi dari kota ini, dan bersembunyilah dari kaisar, karena dia tidak akan melepaskan Cornelia dan akan memaksa kalian untuk menikah", ucap Nobel sembari menatap sendu ke arah api didalam tungku perapian.

"Apa kau akan ikut bersamaku ?" ucap Lakas.

"Tidak, aku tidak bisa ikut bersamamu, tuan muda Lakas", sahut Nobel.

"Ikutlah bersamaku, ayah pasti akan mencincangmu, jika mengetahui bahwa kau membiarkanku lari dari ayah, jadi pergilah dengan kami, Nobel !" ucap Lakas.

Lakas sangat mencemaskan nasib Nobel, dia takut kalau ayahnya akan menghukum Nobel jika tahu Nobel membantunya kabur dari sang kaisar vampir yang menginginkan adanya penerus tahta kekaisaran.

Sekali lagi, tatapan Lakas terlihat sedih ketika melihat ke arah Nobel.

"Kita hidup baru bersama ditempat lain, jauh dari incaran ayah, kita menyamar dan hidup layaknya sebagai manusia biasa", kata Lakas.

Nobel hanya tersenyum lembut sambil menatap ke arah Lakas.

"Tapi aku tidak terbiasa tidur diranjang yang empuk, bagaimana aku harus membawa peti matiku berpindah-pindah tempat, tuanku", sahut Nobel.

"Kita bisa memesan peti mati yang baru dikota baru nanti, tidak perlu sungkan, aku akan membantumu untuk mendapatkannya", kata Lakas.

Nobel tertawa pelan lalu tersenyum ringan seraya mengangguk cepat.

"Baiklah, aku akan ikut bersamamu", ucap Nobel.

Lakas langsung tersenyum senang, perasaannya berubah lega ketika mengetahui Nobel mau ikut bersamanya.

"Kalau begitu, kita pergi secepatnya sebelum kaisar mengendus keberadaan kita disini", ucap Nobel.

''Baiklah, kita berangkat sekarang", sahut Lakas.

"Apakah kau tidak merasa menyesal karena harus meninggalkan istana ini ?" tanya Nobel sembari mengedarkan pandangannya ke arah ruangan megah dimana dia berada sekarang ini.

Nobel masih berusaha meyakinkan pada Lakas akan keputusannya, yang tetap ingin pergi dari istananya ini, mungkin saja Lakas akan berubah pikiran dan urung pergi, meninggalkan istananya ini.

"Istana ini hanya persinggahan sementara untukku, lagipula istana ini bukan kepunyaanku", sahut Lakas.

"Tapi apa kau tidak merasa sayang untuk membuangnya, tuan ?" tanya Nobel.

"Tidak, aku tidak menginginkan istana ini maupun tahta kekaisaran", sahut Lakas.

Lakas menggendong tubuh Cornelia yang masih tertidur nyenyak dalam balutan selimut tebal.

"Tapi kau adalah penerus kaisar vampir yang selanjutnya, pewaris tahta kekaisaran vampir karena kaulah yang telah mendapatkan gadis dibawah cahaya bulan itu, sebagai syarat bagi pangeran vampir untuk menjadi kaisar, tuanku", ucap Nobel.

Lakas tersenyum tipis sedangkan pandangannya tertuju kepada Nobel.

"Aku tahu itu...", sahut Lakas.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!