"Dasar anak tidak tahu di untung, sudah aku bilang jangan buat masalah di sekolah. Apakah kamu tidak kasihan dengan orang tua kamu Laura, kamu sudah membuat Ayah malu. Apakah kamu tidak bisa mencontoh saudara-saudaramu ? Mereka itu pintar, mereka sekolah dengan benar tidak selalu membuat ulah sepertimu" bug bug bug sambil menendang kaki Laura beberapa kali.
"Ampun Ayah ampun sakit sekali. Laura benar-benar tidak melakukan itu. Mereka yang memaksa Laura untuk merokok, untuk minum-minuman keras itu. Laura tidak mungkin melakukan itu" Laura hanya bisa memohon ampun tanpa bisa membalas apa yang Ayahnya lakukan.
Sudah beribu-ribu kali Ayahnya memukul Laura, sejak masih kecil sampai sekarang Laura berumur 17 tahun. Apakah hidupnya akan terus seperti ini, apakah hidupnya akan hanya ada kesakitan, kesedihan, kesengsaraan saja. Apakah hidupnya ini tidak akan ada kebahagiaan.
Ibunya tidak ada semenjak Laura lahir. Ibunya meninggal karena melahirkannya. Laura benar-benar tidak tahu harus berpegangan pada siapa. Ayahnya begitu kejam, Ayahnya begitu ringan tangan selalu memukul Laura apapun itu kesalahannya.
Meskipun masalahnya kecil Ayahnya akan selalu memukul Laura. Padahal Laura di sekolah mendapatkan perundungan, tapi Ayahnya tidak pernah percaya dengan apa yang Laura katakan. Ayahnya selalu berkata kalau Laura berbohong, tidak mungkin katanya teman-temannya sampai melakukan perundungan padanya. Apalagi katanya di sana ada saudaranya.
Plak "Masih berani kamu membela diri kamu, sudah tahu kamu ini dari awal masuk sekolah sudah membuat ulah. Merokok, pacaran bebas apakah itu mencerminkan anak yang baik tentu saja tidak Laura. Aku benar-benar menyesal mempunyai anak sepertimu"
"Sudah Ayah sudah, ini sangat sakit sekali sudah "Laura memegang kaki Ayahnya untuk menghentikan tendangan-tendangan yang terus Ayahnya berikan padanya.
Kakinya rasanya sudah remuk, tulang-tulangnya sudah sangat sakit sekali. Apalagi kepalanya beberapa kali dibenturkan oleh Ayahnya. Dari pulang sekolah tadi sampai sekarang Laura disiksa oleh Ayahnya, tidak ada yang berani untuk menghentikannya. Laura sudah tidak kuat untuk hidup.
Laura ditarik paksa oleh Ayahnya masuk ke dalam kamar mandi yang begitu gelap. Lalu mendorongnya dengan keras tanpa memperdulikan luka-luka yang dialami oleh anaknya itu.
"Diam di sini akan aku kurung kamu seharian, mungkin akan berhari-hari lebih lama lagi karena kamu sudah membuat aku malu Laura. Sekali lagi jika kamu membuat masalah akan aku bunuh sekalian. Dasar anak tidak tahu diri "
"Tolong Ayah jangan jangan "Laura menahan pintunya agar tidak tertutup. Laura benar-benar takut dengan kegelapan. Sejak kecil Laura selalu dikurung oleh Ibu tirinya. Laura benar-benar takut.
"Ahh, kalau tidak ingin dihukum makanya jangan buat masalah. Dasar anak bebal tidak ada membanggakan orang tua sama sekali kamu ini "
Brak, Laura didorong begitu saja oleh Ayahnya lalu pintu ditutup dengan sangat kencang. Ruangan ini gelap sekali, tapi yang Laura pikirkan sekarang bukan itu kepalanya begitu sakit. Ternyata kepalanya berdarah karena terkena ujung tajam yang ada dikamar mandi. Darah segar sudah merembes dan menetes dengan banyak.
Laura hanya bisa menangis dengan keadaan ini. Berteriak pun rasanya sudah tidak bisa. Tubuhnya sudah lelah suaranya sudah tidak ada "Tolong siapa saja tolong, aku benar-benar butuh bantuan tolong"lirih Laura
Pandangan Laura sudah buram, nafasnya sudah sangat sesak sekali dan sakit. Apakah ini benar-benar akhir hidupnya ? Sungguh menyedihkan hidupnya, bahkan saat akan pergi pun rasanya sangat menyakitkan.
Tubuhnya luka-luka, kepalanya berdarah seperti ini tidak ada yang menemani satu orang pun. Kalau tahu akhir hidupnya seperti ini, rasanya Laura lebih baik tidak usah dilahirkan sama sekali daripada harus hidup, tapi dalam kesusahan dan tidak ada yang menyayanginya.
...----------------...
"Tuan, maaf sudah semalaman Nona Laura dikurung. Apakah tidak sebaiknya dikeluarkan saja. Kasihan Nona Laura dari pulang sekolah belum makan apa-apa Tuan tolong "ucap Bi Rina yang memang dari kecil mengurus Laura dan satu-satunya orang yang peduli dan menyayangi Laura.
"Tahu apa kamu tentang Laura, kamu ini hanya seorang pekerja. Lebih baik balik lagi ke dapur dan kerjakan pekerjaanmu, tidak usah mengurusi Laura "marah Ayahnya Laura.
"Tapi Tuan, Nona Laura sudah sering diperlakukan tidak baik seperti ini. Saya mohon untuk hari ini keluarkan Nona Laura, pasti dia sangat kedinginan dan juga sangat kelaparan Tuan"
Ayah Laura mendelik dan kembali menyeruput kopinya. Tidak peduli dengan apa yang dikatakan oleh Bibi. Sepertinya pintu hatinya sudah tertutup rapat untuk anaknya sendiri sampai-sampai dia tega mengurung Laura di kamar mandi, tanpa mempedulikan keadaan anaknya. Apakah dia baik-baik saja, apakah dia masih sehat atau sudah tidak ada.
"Akhh"
Tiba-tiba saja ada teriakan yang begitu melengking. Bibi yang memang sangat khawatir dengan Laura segera berlari ke arah teriakan itu. Bibi juga melihat ada genangan darah yang keluar dari dalam kamar mandi.
"Tuan tolong buka " Bibi sampai berlutut pada majikannya itu untuk membuka pintu.
Akhirnya Ayahnya Laura membuka pintu dan melihat keadaan Laura yang sudah sangat pucat sekali. Dia hanya diam berdiri saja melihat anaknya yang sudah tidak berdaya.
Bi Rina langsung masuk dan memangku kepala Laura begitu banyak darah di sini "Tuan bawa Nona Laura ke rumah sakit, Tuan tolong Tuan "lagi-lagi Bi Rina harus memohon.
Barulah setelah itu Ayah Laura membawa anaknya itu ke rumah sakit. Tapi bukan dia yang menggendong anaknya, anak buahnya yang melakukannya. Ayah Laura seperti tidak mau terkena darah anaknya sendiri. Dia hanya mengikuti dari belakang dan yang tadi berteriak adalah istrinya.
"Ayah sepertinya kamu tidak usah ikut ke rumah sakit, kita harus merayakan ulang tahun anak bungsu kita. Cepat kalau tidak dia nanti marah kita harus menyiapkan segalanya"
"Tapi Laura, dia harus dibawa ke rumah sakit dan aku harus tahu keadaannya "
"Alah biasanya juga Ayah ga peduli sama anak itu. Sudahlah ga usah peduli sama anak pembangkang kayak Laura. Lebih baik kita siapkan segalanya untuk anak kita, pokoknya jangan sampai gagal"
Damian akhirnya hanya bisa menghela nafas dan mengikuti langkah istrinya, untuk menyiapkan kejutan untuk anak bungsunya. Damian benar-benar acuh pada Laura dan tidak peduli dengan keadaan Laura mau hidup atau mati sepertinya Damian tidak peduli.
Yang terpenting untuk Damian sekarang kebahagian anak-anaknya yang lain. Laura biarkan saja, sudah biasa dia keluar masuk rumah sakit dan baik-baik saja selalu pulang kembali.
Jadi tak usah diambil pusing. Laura juga tak penting dirumah ini hanya menjadi beban saja dan membuatnya naik pitam terus.
Almira membuka kedua bola matanya dengan perlahan begitu silau. Benarkah dirinya masih hidup dengan tembakan-tembakan yang bertubi-tubi pada tubuhnya. Aneh sekali, padahal lebih baik mati saja daripada hidup dengan kehidupan yang keras. Kakaknya selalu saja mendidiknya dengan sebuah kekerasan bukan itu yang Almira inginkan.
Padahal Ayahnya selalu melarangnya, tapi Kakaknya begitu keras kepala sampai-sampai Ayahnya saja dibuat tidak berkutik oleh Kakaknya itu. Semua diatur oleh Kakaknya, tidak ada yang boleh menentangnya.
"Akhirnya Laura kamu bangun juga, aku panggilin dokter dulu ya"
Almira mengeryitkan keningnya "Laura? Siapa anak kecil itu"
Masuk beberapa dokter dan juga perawat, memeriksa Almira dan tersenyum dengan lega "Akhirnya kamu bisa melewati masa koma mu Laura. Sekarang kamu tinggal pemulihan, cepat sembuh ya Laura"
Lagi-lagi Almira tidak bisa menjawab. Almira hanya diam kenapa orang-orang memanggilnya Laura. Namanya Almira bukan Laura sangat jauh sekali. Apakah ini ulah Kakaknya merubah namanya ?
Setelah para dokter dan juga suster keluar Almira menatap anak kecil yang ada di hadapannya ini. Dia tersenyum sangat lebar dan memeluknya. Almira sedikit meringis karena kepalanya cukup sakit. Lukanya kenapa tiba-tiba ada di kepala, bukannya tubuhnya yang tertembak. Kepalanya sama sekali tidak tertembak. Kalau iya kepalanya juga kena mungkin isi kepalanya sudah hancur.
"Kamu ini siapa tiba-tiba memelukku" Almira melepaskan pelukan itu dengan sedikit mendorong tubuh anak kecil itu. Pelukannya sangat erat sekali sampai Almira sesak.
"Kamu lupa aku Laura. Aku ini teman kamu. Aku benar-benar khawatir saat Bibi menelpon aku kalau kamu ga baik-baik saja dan ada di rumah sakit "anak kecil itu menangis membuat Almira benar-benar bingung.
Almira yang memang masih lemas mencoba meraba tubuhnya, tidak ada perubahan apapun tidak ada luka. Tidak ada bekas jahitan atau pun bekas operasi. Tubuhnya baik-baik saja hanya kepalanya saja yang terluka parah. Aneh sekali kenapa bisa seperti ini.
Apa yang terjadi dengan hidupnya, semua ini membuat Almira bingung. Almira benar-benar belum bisa mencerna semua kejadian ini.
"Bisa ambilkan aku cermin"
Anak kecil itu segera menganggukkan kepalanya dan mengambil sesuatu dalam tasnya. Ternyata itu adalah sebuah cermin kecil dan memberikannya pada Almira.
Almira menatap wajahnya, begitu berbeda ini sangat muda sekali. Gadis muda dengan wajah yang cukup menyedihkan menurutnya. Ada beberapa luka gores dan juga jahitan di kepala. Ini sangat parah benar tebakannya ternyata.
Kulit ini begitu kusam seperti tidak terawat. Berbeda sekali dengan tubuhnya yang dulu sangat terawat, tapi ya ada beberapa jahitan karena dunia hitam itu sangat kejam dan Almira dituntut untuk bisa kuat dengan segala hal yang harus dihadapi.
Tapi sebisa mungkin Kakaknya selalu menghilangkan bekas-bekas luka yang ada ditubuhnya. Kakaknya selalu memperhatikannya membuatnya selalu cantik seperti wanita biasa. Padahal sebenarnya Almira seorang pembunuh.
Almira mengusap pipinya dan mencoba untuk tersenyum. Almira menatap anak kecil yang ada di hadapannya itu lalu memberikan cerminan itu kembali "Aku ini siapa"
"Kamu bertanya lagi siapa, kamu ini Laura. Apakah setelah kamu disiksa oleh Ayahmu menjadi hilang ingatan Laura. Ini aku Alma kamu bener lupa sama aku, lupa sama semuanya. Aku panggilin dokter lagi ya"
Almira segera menarik tangan Alma lalu menggelengkan kepalanya "Tidak usah, tolong ceritakan sedikit tentang keluargaku sepertinya aku sedikit lupa"
Alma benar-benar takut kalau Laura benar-benar hilang ingatan. Bagaimana kalau Laura juga akan melupakannya.
"Akan aku ceritakan singkat tentang kehidupan kamu. Kamu ini sering dibully di sekolah. Anak-anak selalu menyuruh kamu membelikan ini, mengambilkan itu, membawakan tas mereka dan kadang mereka juga selalu memanfaatkan kamu. Bahkan saudara kamu sendiri saja jahat sama kamu Laura, dan Ayah kamu selalu ringan tangan. Bahkan di hadapan siapapun dia akan memukul kamu. Tidak peduli di hadapan siapapun itu termasuk aku, aku pernah melihat kamu dipukul oleh Ayahmu"
Alma mendongakkan kepalanya sambil mengedipkan matanya beberapa kali, lalu kembali menatap Laura "Aku begitu sakit melihat kamu yang selalu dipukul oleh Ayahmu. Saat aku meminta kamu untuk tinggal di rumahku kamu selalu tidak mau. Kamu mengharapkan kasih sayang Ayahmu, tapi semua itu tidak pernah terjadi. Apalagi Ibu tiri kamu selalu membuat api dan sengaja agar kamu selalu di pukul oleh Ayahmu. Maaf aku hanya bisa menceritakan itu saja. Aku benar-benar tidak kuat kalau harus menceritakan semua tentang kehidupan kamu Laura"
Almira sekarang mengerti ternyata tubuh ini disakiti oleh Ayahnya. Mempunyai Ibu tiri dan mempunyai saudara yang jahat. Apakah Almira harus membalaskan semua kesakitan Laura ?
Sepertinya itu akan menyenangkan. Almira harus bermain-main dengan keluarga ini. Mungkin ya karena Laura sudah baik hati memberikan tubuhnya pada Almira. Menguntungkan hidup ditubuh ini Almira bisa sedikit tenang dan Kakaknya tak akan mengetahuinya.
Memang Kakaknya begitu menyayanginya, tapi didikannya begitu keras dan Almira harus mengikuti setiap apa yang diperintah olehnya.
Memang pada dasarnya Almira ingin hidup, tapi ingin tenang tidak ada dunia hitam, tidak ada perkelahian, tidak ada tembak-tembakan dan tidak ada permusuhan yang begitu menyakitkan kepala. Almira ingin bebas melakukan apapun tanpa aturan Kakaknya.
Di tubuh barunya ini Almira akan membuat hal baru yang mungkin akan membuat keluarga Laura kaget dengan perubahannya ini. Baiklah kita mulai permainannya. Almira tidak sabar untuk bertemu orang-orang itu. Almira janji tak akan ada yang berani memukul tubuhnya lagi.
"Laura kenapa kamu malah melamun "Alma melambaikan tangan di hadapan wajah Laura.
Almira hanya tersenyum dan tidak bicara apa-apa. Itu benar-benar membuat Alma bingung.Biasanya jika diceritakan tentang keluarganya Laura selalu menangis, tapi sepertinya ini beda. Apakah ada yang terjadi dengan Laura. Satu lagi jika bertemu dengannya Laura akan banyak bicara, banyak yang akan Laura ceritakan padanya.
"Kalau keluargaku di mana, kenapa kamu yang menunggu aku disini "
"Keluarga kamu mana peduli, apalagi Ibu tiri kamu. Dia hanya memperdulikan anak-anaknya saja tanpa memperdulikan kamu Laura. Tadinya Bibi yang menunggu kamu di sini, tapi Bibi harus melayani mereka. Jadi aku tunggu kamu di sini. Tidak usah khawatir aku pasti akan mengurus kamu Laura. Aku akan terus ada di samping kamu, jangan khawatir ya, aku akan selalu menemani kamu"
"Baik sekali kamu "sambil tersenyum miring.
Alma hanya bisa tersenyum kecil, Alma merasa seperti Laura bukan Laura. Ini berbeda, Alma merasa kalau yang ada di hadapannya ini bukanlah temannya lagi. Tapi tidak mungkin masa iya Laura mempunyai saudara kembar. Kalau iya mungkin Alma sudah tahu dari dulu. Kan mereka sudah cukup lama berteman mana mungkin Alma tidak tahu.
"Alma lebih baik kamu pulang saja"
"Tapi Laura, aku ingin di sini saja bersama kamu. Takut-takut nanti Ayah kamu datang ke sini dan memukulmu lagi"
Almira memegang tangan Alma lalu menggelengkan kepala "Tidak akan, aku akan baik-baik saja aku bisa melawan"
"Kamu yakin Laura. Aku benar-benar tidak apa-apa kalau harus menunggu kamu satu hari, dua hari ataupun satu Minggu. Aku tidak ada pekerjaan lain dan aku juga sudah bicara sama Mama kok"
"Gak papa aku baik-baik saja sendiri. Kamu pulang ya "ucap Almira dengan tatapan tajam dan sedikit senyum yang menakutkan, membuat Alma benar-benar takut dan hanya bisa menganggukkan kepalanya saja. Alma sekarang menjadi takut dengan Laura yang ini.
Almira menatap cermin besar yang ada dihadapannya. Seluruh tubuh ini, badan ini begitu mungil. Wajahnya sangat tirus dan Almira begitu prihatin dengan tubuh ini. Sepertinya benar-benar tidak diurus dengan baik. Bahkan mungkin kekurangan makan.
"Baiklah mulai hari ini namaku bukan Almira tapi Laura. Laura aku akan membalaskan setiap sakit yang telah mereka lakukan padamu. Meskipun kita tidak ada hubungan apa-apa, tapi aku tidak suka dengan perundungan jadi kamu tenang-tenang saja di sana ya biar aku yang mengurus segalanya"
Cklek ruangan inap Laura terbuka. Laura segera mencuci wajahnya dan keluar dari kamar mandi. Laura tersenyum pada orang yang masuk ke dalam ruangannya. Pura-pura ramah tidak apa-apa kan.
"Nona kamu sudah sembuh, Bibi begitu khawatir dengan keadaanmu. Kamu sudah beberapa hari koma, maaf ya Bibi tidak bisa menemani kamu"
Laura lagi-lagi hanya tersenyum, lalu melepaskan pelukan yang begitu erat ini. Sungguh sangat menyesakan sekali.
"Hari ini Nona boleh pulang, ayo Bibi bantu beres-beres ya"
Lagi-lagi Laura hanya tersenyum dan duduk menunggu Bibi untuk membereskan semua barangnya. Tidak banyak, hanya beberapa pakaian saja. Laura juga sudah berganti pakaian hari ini hari pertama Almira akan menggantikan Laura di rumah itu. Ingat namanya bukan Almira lagi, tapi Laura identitas baru tubuh baru.
...----------------...
Saat sampai di pekarangan rumah Laura tersenyum kecil, ternyata yang mempunyai tubuh ini rumahnya bagus juga. Halaman luas dan memiliki beberapa mobil. Laura segera turun bersama Bibi.
Baru juga masuk Laura sudah di sambut dengan keluarga itu yang sedang tertawa bahagia. Jadi seperti ini keluarga yang ringan tangan pada anak perempuannya. Ada anak, Ibu, Ayah keluarga yang harmonis.
"Eh Laura udah pulang apa kabar Laura Kakakku sayang. Aku begitu merindukan kamu "tak lupa sambil meremas pundak Laura.
Laura langsung menepis tangan itu "Sakit tidak usah sambil meremas pundakku, jika ingin menyapa menyapa saja" bentak Laura.
"Mama lihat Laura membentak aku. Ayah Ayah lihat dia juga sekarang bisa marah. Aku benar-benar takut dengan Laura yang sekarang. Biasannya Kakak Laura selalu baik dengan aku, tapi sekarang sangat berbeda"
Anak perempuan itu berlari ke arah Mamanya dan berdiri di belakangnya. Laura mengangkat satu alisnya dan menatap sinis pada mereka.
"Laura kamu tidak boleh seperti itu pada Anya, dia kan menyapa kamu yang baru pulang dari rumah sakit. Untung saja kamu masih selamat kan" nasihat wanita paruh baya.
"Memangnya mau Tante apa ? Saya tidak selamat begitu" tanya Laura langsung pada intinya saja. Sepertinya menyenangkan langsung membuat mereka bertengkar.
"Iya bukan begitu, aku hanya mengatakan untung saja kamu masih selamat kan, hanya itu apa yang salah dengan kata-kataku Laura. Aku ini Ibu kamu tak seharusnya kamu memanggil aku Tante. Selama ini aku yang mengurus kamu nak " wajahnya dibuat sedih, padahal dalam hati kesal pada Laura yang ada dihadapannya berani sekali dia.
"Kamu mengharapkan saya mati" teriak Laura yang tiba-tiba saja kesal karena melihat wajah-wajah mereka yang begitu tenang "Seharusnya orang tua menyambut anaknya yang baru pulang dari rumah sakit. Kalian tidak menjemput aku malah tertawa disini seperti tak ada yang perlu di khawatirkan "
"Laura berani sekali kamu berteriak pada istri Ayah. Kamu pulang dari rumah sakit bukannya berfikir akan menjadi anak baik malah makin menjadi-jadi saja" sekarang Ayahnya yang berbicara.
Tatapan Laura berpindah pada laki-laki paruh baya yang ada dihadapannya "Memangnya saya harus berbicara seperti apa Tuan. Apakah saya harus bicara dengan baik-baik saja pada orang yang mengharapkan saya mati"
"Apakah pulang dari rumah sakit kepalamu ini makin parah Laura. Apakah benturan itu membuat kamu menjadi anak kurang ajar seperti ini. Tak ada yang mengharapkan kamu mati. Mamamu juga berbicara dengan baik"
"Sayangnya saya baik-baik saja, saya tidak terluka lagi. Tapi luka batin dan luka fisik yang anda lakukan pada saya sangat membekas. Seharusnya anda menjemput saya, saya ini sebenarnya anak anda atau bukan"
"Diajari siapa kamu berani membantah Ayahmu sendiri"
"Tidak ada yang mengajari saya. Sudahlah saya muak dengan perdebatan yang tidak penting ini, saya mau istirahat. Saya ingin pulih kembali dan bisa melawan kalian lebih dari ini "
Laura segera berjalan mengikuti Bibi, tapi tangannya ditahan oleh Ayahnya. Mau tidak mau Laura berhadapan lagi dengannya.
"Kurang ajar kamu"
Saat tangan itu akan melayang untuk menampar pipinya Laura tentu saja menahannya. Laura tidak mau sampai tubuh ini kembali dilukai sudah cukup semuanya.
Laura tidak melepaskan tangan itu, Laura mencengkeramnya dengan kuat sampai-sampai Ayahnya meringis. Dengan kekuatan penuh Laura menghempaskannya sampai-sampai terdorong ke belakang.
"Apakah seperti ini penyambutan anda Tuan pada anak sendiri. Apakah selama ini saya tidak diharapkan, kalau iya kenapa anda tidak membuang saya saja sejak lahir. Lebih baik saya tidak memiliki orang tua daripada memiliki orang tua tapi tidak peduli pada saya"
"Laura kamu sudah keterlaluan, kamu memang perlu dihajar kembali " teriak Ayahnya yang makin naik pitam.
"Kenapa harus selalu dengan pukulan. Saya hanya perlu pelukan seorang Ayah saat ada masalah, saat sedang sakit saya ingin di perhatian bukan sebuah pukulan yang saya harapkan" mata Laura sudah berkaca-kaca menahan tangisnya.
Laura segera melangkah pergi kembali mengikuti Bibi saat tak ada jawaban dari Ayahnya. Sedangkan Ayahnya hanya bisa menggerutu dan menahan amarahnya. Bukannya merasa bersalah dengan tingkahnya.
Malah memikirkan biaya rumah sakit, kalau dirinya kembali melukai Laura maka uang lagi yang harus keluar. Hatinya tidak tergerak dengan kata-kata yang dilontarkan Laura tadi, hatinya sudah terlalu keras.
"Ayah kenapa kamu diam saja, anak itu sudah keterlaluan sekali. Lihatlah mulutnya harus segera dihajar " Mawar malah mengompor-ngompori suaminya dia memang biang kerok.
"Sudahlah dia baru pulang dari rumah sakit. Aku juga banyak pekerjaan tidak mungkin kan aku terus menghajarnya. Kalau begitu dia akan cepat-cepat mati"
"Tapi itu bagus kan, dia itu membuat masalah terus. Belum lagi biaya kerumah sakit, lalu berobat orang-orang yang dia sakiti yang ada kita malah akan jatuh miskin. Belum lagi ngunjingan orang-orang tentang kamu yang memiliki anak yang berakhlak jelek "
"Sudah sudah sayang cukup ya, aku harus bekerja. Ayo kita sarapan kembali dan Anya juga harus sekolah kan"
"Iya Ayah benar, aku juga harus sekolah. Aku harus belajar, aku harus pintar, aku tidak mau seperti Laura" Anya memeluk tangan Ayahnya dengan manja.
Anya sebenarnya adalah saudara tiri Laura. Jadi saat Mawar menikah dengan Damian mereka sama-sama membawa satu anak, tapi di sini Damian begitu menyayangi Anya daripada Laura. Sebenarnya ada lagi satu anak dari pernikahan mereka Andi.
"Kamu harus bisa membanggakan Ayah ya Anya, nanti juga yang memimpin perusahaan kamu dan juga Andi. Ayah benar-benar tidak bisa menggantungkan semuanya pada Laura. Dia benar-benar anak yang tidak bisa diandalkan. Dia tidak disiplin selalu melawan, belajar juga susah benar-bena membuat Ayah pusing"
"Tenang saja Ayah, Anya pasti akan terus mempunyai nilai yang bagus dan Anya akan membuat perusahaan Ayah lebih besar lagi"
Mereka bertiga langsung berpelukan, mereka begitu bahagia dengan kehidupannya ini. Tapi itu tak akan bertahan lama.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!