NovelToon NovelToon

Fantasi Liar Gadis Introvert

Episode 1

Aku akan terus ada dan kuat untuk berdiri di sini. Bahkan tanpa satu orang pun di sisiku.

🔥🔥🔥

"Aluna... Bangun nak. Jangan begini. Hiks...hiks..hiks..Bangun nak.. Bangun..."

Dewi tidak sanggup melihat putrinya yang terkapar tidak berdaya di ranjang pesakitan . Sudah tiga hari tiga malam Aluna terbaring tidak berdaya. Dia belum juga sadar setelah kecelakaan yang di alaminya tiga hari yang lalu. Aluna menjadi korban tabrak lari saat dia keluar untuk makan siang.

Keluarga Aluna belum tahu bagaimana cerita yang sebenarnya. Dewi menerima telepon dari rumah sakit hanya mengabarkan putrinya mendapatkan kecelakaan dan terluka di bagian kepalanya.

Dewi bergegas datang, karena dia begitu khawatir dengan keadaan putri semata wayangnya. Mereka memang tinggal terpisah, beda daerah. Aluna tinggal di ibukota sedangkan Dewi tinggal di kampung di daerah Jawa Tengah. Dan di sinilah mereka. Di dalam ruangan IGD sebuah rumah sakit milik pemerintah.

Keadaan Aluna yang belum sadar juga membuat Dewi sangat sedih. Dia takut terjadi hal yang tidak diinginkannya. Luka yang di derita Aluna memang cukup parah. Ada luka di kepala dan juga di sekujur tubuhnya. Memang yang paling parah adalah luka di kepalanya. Itulah yang membuat Aluna belum juga sadar sampai saat ini.

" Aluna..Bangun Nak. Jangan begini. Jangan tinggalkan bunda. Bunda dengan siapa kalau kamu terus begini..."

 " Ibu berdoa saja semoga putri ibu segera bangun.. Sekarang biar saya periksa dulu ...." Ucap dokter yang baru saja datang untuk memeriksa keadaan Aluna. Dewi sampai tidak menyadari ada orang yang masuk ke dalam ruangan tersebut.

" Dokter bagaimana keadaan anak saya. Kenapa sampai saat ini dia belum juga bangun.." Dewi sedikit menyingkir untuk memberi tempat pada dokter yang akan memeriksa keadaan Aluna.

" Keadaan pasien sudah lumayan membaik. Ibu bersabar saja dan perbanyak berdoa. Semoga sebentar lagi Putri ibu akan bangun.."

Setelah memeriksa Aluna, sang dokter segera meninggalkan ruangan tersebut. Dewi memandang sang putri dengan perasaan yang sangat sedih. Dia tidak tahu bagaimana jika sampai ditinggal Aluna. Dewi hanya mempunyai Aluna seorang. Suaminya, ayahnya Aluna meninggal dua tahun lalu karena sakit. Hanya Aluna lah satu-satunya keluarga yang dimilikinya.

Dewi menggenggam telapak tangan Aluna. Menyalurkan rasa rindu dan juga kekhawatiran. Berharap akan ada keajaiban. Siapa tahu Aluna akan segera sadar.

 Tanpa disadari oleh Dewi, mata Aluna terbuka dengan perlahan.

"Dimana ... Aku dimana.. Ini di mana.." Aluna melihat ke sekeliling. Dia melihat dinding yang serba putih. Dan saat menoleh, terlihat ibunya duduk disamping ranjangnya. Aluna memegang kepalanya yang terasa sakit.

" Aluna.. nak kamu bangun. Mana yang sakit... mana. Sebentar ya bunda panggil dokter dulu.." Dewi terkejut. Dewi memeluk Aluna sebentar, kemudian segera berlari keluar. Dia akan menyusul dokter yang baru saja keluar dari ruangan.

" Pak dokter. Dokter.. dokter . Anak saya sudah bangun.." Teriak Dewi. Untung sang dokter belum jauh. Sang dokter masih ada di koridor di dekat ruangan yang Aluna tempati.

" Ada apa ibu. Kenapa harus berteriak-teriak di lingkungan rumah sakit..." jawab dokter yang menghentikan langkahnya ketika mendengar teriakan Dewi.

" Anak saya .. Anak saya dokter. Anak saya sudah bangun dokter..."

" Sudah bangun? Syukurlah. Mari kita ke ruangannya. Biar saya periksa.." Sang dokter berjalan mengikuti Dewi ke arah ruangan Aluna.

" Aduh... Aduh. Aduh .." Terdengar suara rintihan Aluna.

" Alhamdulilah anda sudah bangun. Apa yang anda rasakan.." Tanya Sang dokter segera sambil memeriksa semua bagian tubuh Aluna.

" Saya di mana..." Aluna menatap sang dokter dengan muka yang terlihat bingung. Dia belum sadar sepenuhnya. Terlihat matanya yang masih terus bergerak memperhatikan keadaan sekitar.

" Ini di rumah sakit nak.." Dewi mengusap lengan Aluna. Dewi berdiri bersebrangan dengan dokter yang sedang memeriksa keadaan Aluna.

Aluna terlihat meringis. Sebagian tubuhnya yang terluka terasa nyeri. Aluna memejamkan mata, mencoba meredam rasa sakit yang dia rasakan.

" Mana yang terasa sakit...?" Tanya dokter. Dia terlihat cekatan memeriksa semua bagian tubuh Aluna.

" Semua sudah baik-baik saja. Tinggal menunggu pemulihan luka luar. Anda yang sabar ya. Semua akan kembali seperti semula..." Ucap sang dokter menyudahi pemeriksaannya pada tubuh Aluna.

Aluna terdiam mendengar ucapan dokter. "Bagaimana bisa.." gumamnya pelan. Aluna merasa seluruh rasa nyeri di tubuhnya hilang seketika. Dia memandang sang dokter. Ada sesuatu yang Aluna rasakan.

 " Saya permisi dulu. Kalau ada apa-apa panggil saya lagi..." Sang dokter tersenyum kecil. Kemudian berbalik . Dia bersiap meninggalkan ruangan Aluna.

" Alhamdulillah.. Kamu akan segera sembuh. Terima kasih dokter..." Ucap Dewi penuh rasa syukur. Dia senang anaknya telah tersadar.

" Sebentar dok...." Aluna memandang sang dokter. Keningnya berkerut.Dia merasa sangat familiar dengan wajah dokter tersebut. Namun dia lupa dimana.

" Kapan saya pulang.." Akhirnya hanya kalimat tersebut yang keluar dari mulut Aluna. Aluna tidak berani mengungkapkan apa yang dia pikirkan.

" Tunggu pemeriksaan selanjutnya. Mungkin dua hari lagi anda bisa pulang.. Kalau begitu saya permisi dulu.." Sang dokter menoleh dan memandang Aluna sekilas.

Dokter melangkah pergi meninggalkan ruangan Aluna. Mata Aluna menatap kepergian sang dokter. Dia merasa ada sesuatu yang berbeda dengan sang dokter.

" Kenapa rasa sakit ini hilang seketika.." Gumam Aluna pelan. Aluna heran bagaimana bisa rasa sakit yang dia rasakan hilang begitu saja.

"Kenapa Nak..." Dewi ikut heran ketika melihat Aluna memegang semua bagian tubuhnya yang terluka.

" Nak, bunda senang kamu sudah bangun..." Dewi duduk di kursi disebelah ranjang Aluna. Aluna masih diam. Dia masih belum sadar sepenuhnya. Dia masih memikirkan apa yang sebenarnya terjadi padanya.

" Nak kita pulang kampung saja. Biar kamu bunda rawat di kampung saja..."

Aluna memandang bunda nya yang terlihat lelah. Pikiran teralihkan " Bunda datang kapan? bunda tahu darimana Aluna di sini..."

" Dari staf rumah sakit. Dia membuka ponsel kamu dan menghubungi bunda. Apa yang sebenarnya terjadi. Kenapa kamu tidak hati-hati..."

Aluna terdiam. Dia sedang mencoba mengingat apa yang dia alami. Matanya memandang ke langit-langit kamar. Pandangan matanya hampa. Aluna masih merasa bingung. Yang dia ingat, dia sedang tertidur di sebuah kamar di rumah yang sangat mewah. Ada seorang laki-laki yang membangunkannya. Dan saat Aluna terbangan ternyata dia sedang berada di rumah sakit.

" Nak.. bunda tahu kamu selalu berhati-hati. Apa ada yang sedang kamu pikirkan.."

Aluna menoleh. Dia tidak tega melihat keadaan bundanya yang mulai menua. Rasa lelah tergambar di wajahnya yang terlihat masih cantik diusianya yang sudah berkepala lima.

" Bun .. . Istirahatlah. Aluna sudah tidak apa-apa. Apa bunda sudah makan. Bunda tidak boleh ikut sakit.."

" Kamu itu ditanya malah mengalihkan. Tenang saja bunda sudah makan. Bunda u tidak sebodoh itu. Menunggu kamu juga butuh tenaga kali..."

Aluna tersenyum. Dia rindu candaan bundanya seperti ini. Matanya berkaca. Dia terharu melihat bundanya yang selalu kuat menghadapi kehidupan.

" Iya.. Iya. Baguslah. Sekarang bunda istirahat. Aluna sudah bangun bukan. Maaf membuat bunda khawatir... Maaf jadi merepotkan bunda.."

" Tidak Luna.. Kamu putri bunda. Mana ada seorang anak yang merepotkan orang tuanya. Kamu cepet sembuh ..." Dewi memandang Aluna yang terlihat sedih.

Dewi mendekati Aluna dan memeluknya. Dia tahu putrinya sedang tidak baik-baik saja. Walaupun mereka hidup berjauhan, Dewi tahu bagaimana sang putri yang selalu mandiri dan berhati-hati. Namun Dewi tidak akan memaksa Aluna untuk bercerita. Biarlah kalau saatnya tiba, pasti Aluna akan bercerita sendiri.

" Baiklah nak, bundu mau ngeluk boyok sebentar. Pegel juga ini pinggang. Duduk terus dari kemarin.."

" Sebentar Bun, Aluna ingin bertanya sesuatu..." Aluna terlihat ragu.

"Katakan saja...." Dewi menoleh ke arah Aluna. Dilihatnya Aluna malah diam sambil memandang sekeliling ruangan." Kok malah diam.."

" Eh...eh.. Apa ada orang lain selain bunda ada di ruangan ini barusan..." Jawab Aluna terbata.

" Tidak ada. Hanya bunda sendirian. Eh iya, dokter dan suster yang memeriksa kamu. Ada apa memangnya.."

Aluna kembali terdiam. " Lalu siapa yang membangunkan aku tadi. Siapa yang berbisik di telingaku.. " Gumam Aluna pelan.

"Ada apa Luna..Jangan bikin bunda takut.." Dewi kembali mendekati Aluna. Mengusap lengannya pelan. "Katakan saja ada apa. Cerita sama bunda..."

" Tidak ada apa-apa bun. ya udah sana bunda istirahat. Mata bunda berkantung, pasti bunda kurang tidur. Sekarang saatnya bunda tidur. Aluna kan sudah bangun. Kita gantian jaga. Hehehe.."

" Ya sudah kalau begitu. bunda istirahat dulu. Pinggang bunda pegal sekali rasanya. Ingat jangan ada yang di rahasiakan antara kita.."

Aluna mengangguk. Kemudian membetulkan posisi tidurnya. Dia juga merasa pegal .

Dewi menjauh dari sisi tempat tidur. Dia merebahkan dirinya di tikar yang dia bawa. Dia memang capek. Dia tidak bisa istirahat dengan benar selama menunggu Aluna. Tak berapa lama terdengar nafas Dewi yang teratur. Tandanya sang ibu sudah tertidur pulas.

Aluna melihat sebentar ke arah bundanya. " Bunda maafkan Aluna selalu merepotkan. Tapi hanya bunda yang Aluna punya. Aluna benar sangat butuh bunda saat ini.." Ucap Aluna lirih. Dia tidak ingin mengganggu istirahat sang bunda.

Aluna memandang langit-langit kamar. Kemudian memejamkan mata sejenak. Tak lama dibuka kembali. Matanya sudah berkaca-kaca. Dia telah teringat apa yang terjadi dengan dirinya.

" Heh... Tidak seharusnya aku sampai seperti ini.." Aluna mendesah pelan. Ingatannya kembali ke tiga hari yang lalu...

🔥🔥🔥

Sore itu , sepulang kerja, Aluna berjalan sendirian. Dia berjalan menuju sebuah taman. Di mana dia telah berjanji akan bertemu dengan kekasih hatinya. Mereka berdua berjanji akan bertemu jam lima sore di sebuah taman yang terletak di pinggiran kota.

Mereka telah berencana akan menikmati senja sore itu dengan duduk di taman. Sangat romantis dan akan menjadi kenangan yang indah tak kan terlupakan.

Aluna bergegas melangkah, dia tidak ingin terlambat. Dia akan datang terlebih dahulu dan mempersiapkan semuanya. Dia ingin membuat kejutan untuk sang kekasih.

 Namun betapa terkejutnya Aluna. Di depan sana terlihat dua orang yang sangat dikenalnya, terlihat berdiri sambil berpegangan tangan.

Dia tertegun. Dia meraba dadanya yang tiba-tiba terasa nyeri. Dia tidak menyangka sama sekali. Aluna mengucek matanya untuk meyakinkan diri. Namun pemandangan di depan sana tidak berubah.

Aluna masih bergeming. Hanya diam menatap hampa pemandangan di depan sana. Namun dengan segera Aluna mencari tempat sembunyi. Untung ada sebuah pohon yang rimbun di dekatnya berdiri. Aluna segera menyelinap. Dia ingin memastikan pendengarannya.

"Sayang, ingat janji kamu kalau hari ini kamu akan memutuskan Aluna..." Suara yang Aluna dengar membuat kepalanya tiba-tiba pusing. Itu suara sahabat baiknya. Alisha, Orang terdekatnya saat ini.

" Tentu saja.Kamu jangan khawatir. Aku juga sudah tidak tahan dengan Aluna. Gadis cupu yang tidak ada menariknya sama sekali. Aku cuma ingin memanfaatkan kebaikannya."

Deg....

Aluna terkejut. Tubuhnya sampai terhuyung mendengar suara tersebut. Kepalanya berdenyut. Matanya berkunang-kunang . Jantungnya berdebar kencang mendengar perkataan orang yang sangat dikenalnya. Antara nyata dan tidak. Percaya dan tidak....

 Bersambung

Selamat datang di novelku. Terima kasih untuk yang sudah mampir.

Love you ❤️❤️❤️

Episode 2

Apapun yang terjadi aku akan tetap berdiri kokoh. Tidak ada yang bisa menghancurkan ku.

🔥🔥🔥

Deg...

" Suara itu.. Suara itu...tidak.."

Aluna terhuyung. Kepalanya berdenyut. Jantungnya berdebar kencang. Aluna mencari pegangan. Jangan sampai dia terjatuh. Dia tidak tahu bisa shock sampai seperti ini.

" Tidak... tidak mungkin. Tidak mungkin Bram berbuat sekejam ini. Tidak mungkin..." Aluna menggelengkan kepalanya. Dia menutup mulutnya. Dia tidak percaya dengan apa yang didengarnya.

Tubuh Aluna luruh ke tanah. Namun dia harus kuat. Aluna masih ingin melihat dan mendengar kelanjutan percakapan mereka. Aluna mengambil ponselnya untuk merekam semua percakapan mereka. Akan dia gunakan sebagai bukti suatu saat nanti. Pasti akan sangat diperlukan.

"Janji ya sayang. Ini hari terakhir kamu bersama Aluna. Aku tidak ingin melihat lagi kamu berhubungan dengan dia...." Terdengar suara Alisha yang manja membujuk Bram.

" Sayang, kalau aku menjauhi Aluna, kita tidak bisa memanfaatkannya lagi. Dia sangat baik. Apa yang aku minta selalu dia berikan. Dan itu bisa buat kamu. Benar bukan. Kita berdua akan mendapat keuntungan.."

Aluna semakin terpuruk. Dia tidak percaya dengan pendengarannya. Berkali-kali jarinya mengorek kupingnya berharap kupingnya yang salah dengar. Namun suara yang kembali dia dengar membuat dia yakin kalau ini semua adalah nyata.

" Baiklah.. Kita teruskan sandiwara ini. Sampai kita bisa mengambil semua miliknya....."

Tak terasa airmata Aluna jatuh begitu saja. Sungguh tidak pernah dia sangka dan dia duga sama sekali. Sahabat dan kekasihnya berselingkuh di belakangnya.

"Hiks... Hiks..hiks..." Tak sadar Aluna terisak. Namun sejurus kemudian dia tersadar. Dia segera menutup mulutnya.Dan dengan mengendap dia pergi dari tempat tersebut. Aluna sudah tidak sanggup mendengar kalimat berikutnya. Aluna harus segera menjauh. Kalau tidak ingin ketahuan oleh Bram maupun Alisha.

"Aku harus segera pergi...." Aluna segera bangun dan melangkah menjauh. Dia tidak boleh bertemu mereka. Mereka tidak boleh tahu kalau dia mendengar semuanya.

Aluna berjalan cepat, menjauh dari taman. Hatinya hancur menyaksikan pengkhianatan itu. Airmata menetes di pipinya. Sebenarnya dia tidak ingin menangis. Tapi airmata itu keluar dengan sendirinya. Apa yang dia lihat sangat menyakiti hatinya.

" Tidak boleh cengeng.. " Aluna menghapus air matanya. Dia tidak mau ada yang melihat keadaannya yang menyedihkan. Diambilnya air minum kemasan yang dia bawa. Dituangkan sedikit ke tangannya, kemudian dicuci matanya. Untuk menyamarkan bekas air matanya.

Tiba-tiba ponselnya bergetar. Aluna mengusap pipinya dengan kasar. Kemudian mengambil ponselnya yang dia taruh di dalam tasnya. Aluna melihat siapa yang telah menghubunginya. Terlihat nama Bram tertera di sana. Aluna terdiam. Dia berpikir sebentar. Harus apa dan bagaimana. Dia bingung harus menjawab atau tidak.

 Aluna yakin pasti Bram akan bertanya kenapa dirinya tidak datang di taman sore ini. Bram pasti menunggu kedatangannya. Aluna bimbang. Sejenak dia berpikir. Dia harus segera mengambil keputusan sebelum Bram curiga.

" Lebih baik aku pura-pura tidak tahu saja. Akan aku ikuti permainan kalian berdua..." Gumam Aluna sambil mengepalkan tangan.

Ponsel itu terus saja berdering. Aluna sengaja mengulur waktu. Dia yakin Bram akan terus menghubunginya. Aluna mengambil nafas dalam-dalam. Menetralisir detak jantungnya. Dan di saat nada dering yang ketiga, Aluna menjawab panggilan telepon tersebut.

" Halo, Iya Mas, Maaf aku tidak bisa datang. Aku disuruh lembur. Iya.. Iya maaf. Dadakan tadi. Ga sempet ngasih kabar Iya tidak apa-apa. Ok .. Lihat besok ya. Aku tidak bisa berjanji. Mana tahu besok disuruh lembur lagi. Lagian lumayan kan kalau aku lembur terus. Ok, aku tutup dulu telponnya sekarang ya. Ada bos besar lewat."

Aluna memutuskan panggilannya. Aluna menghela nafas panjang . Dia merasa lega bisa menjawab telepon dari Bram dengan lancar. Aluna takut Bram menyadari suara Aluna yang sedikit sengau.

Aluna tidak pernah berpikir kalau Bram akan mengkhianatinya. Selama ini, perlakuan Bram padanya sungguh sangat baik sekali. Bram terlihat sangat menyayanginya. Aluna masih belum percaya dengan apa yang dilihatnya.

Pun juga dengan Alisha,. Alisha adalah orang pertama yang dikenal nya di ibukota ini. Alisha teman kerja Aluna. Mereka masuk kerja bersamaan. Sama-sama diterima di perusahaan yang sama walaupun beda bagian. Mulai saat itulah mereka dekat. Kemanapun mereka selalu bersama.

Bahkan tempat tinggal pun bersebelahan. Katanya agar bisa gampang kalau butuh sesuatu. Semua hal mereka bagi berdua. Semua hal mereka rasakan berdua.

" Kita memang selalu berbagi , tapi apakah harus berbagi kekasih juga... " Dengus Aluna kesal.

Semua memang diluar pemikiran Aluna. Kebaikan Alisha ternyata harus dibayar dengan sangat mahal. Namun apakah harus dengan mengambil kekasihnya.

" Tunggu saja kalian berdua. Sampai ku temukan bukti. pengkhianatan kalian. Tak akan ku beri ampun. Jangan remehkan manusia lemah ini... " Aluna mengepalkan tangan. Aluna segera berlalu meninggalkan tempat tersebut. Walaupun sebenarnya dia ingin mendatangi mereka. Namun Aluna tidak mau . Dia harus segera pulang. Dia harus beristirahat untuk menyusun segala rencana kedepannya, menghancurkan mereka berdua dengan cara yang elegan.

Aluna segera mencari angkot yang menuju arah rumahnya. Walaupun sebenarnya Aluna masih ingin menikmati senja. Ingin melampiaskan segala rasa yang ada di dalam dada.

Tiba-tiba Aluna terdiam. Dari kejauhan dia melihat motor Bram. Semakin dekat dan terlihat jelas Bram berboncengan dengan Alisha.

Tanpa pikir panjang Aluna langsung masuk ke dalam angkot yang tiba-tiba berhenti di depannya. Aluna segera naik dan mengambil tempat duduk di belakang yang kebetulan kosong. Aluna berharap mereka tidak melihatnya.

Aluna melihat ke luar jendela. Dia tertegun. Dia masih melihat motor Bram. Aluna segera memalingkan wajahnya. Menyembunyikan tubuhnya. Dia tidak ingin mereka melihatnya di dalam angkot tersebut. Aluna tidak ingin mereka tahu kalau Aluna sudah melihat mereka.

Namun sejenak pandangan Aluna terpaku pada penumpang angkot yang tepat berada di depannya. Tidak sengaja pandangan mereka bertemu. Aluna tertegun sejenak. Namun sejurus kemudian dia segera memutus pandangan nya tersebut. Dia segera memalingkan mukanya.

" Kenapa harus cowok sih yang duduk di depanku..." Ucapnya dalam hati. Aluna menundukkan wajahnya. Namun sejurus kemudian dia mengangkat muka lagi. Tak sengaja bertemu pandang lagi. Karena kebetulan laki-laki di depannya sedang memandangi juga.

" Mata itu..." Aluna diam. Dia terpaku dengan mata laki-laki tersebut.

 " Seperti pernah melihatnya. Di mana ya. Seperti pernah bertemu, tapi kapan. " Aluna menggelengkan kepalanya. Aluna berusaha mengingatnya . Namun tetap tidak bisa menemukan jawabannya.

Sejenak Aluna terlupa dengan kejadian tadi. Entah mungkin karena pemandangan di depannya. Aluna ingin menikmatinya. Meski Aluna tidak punya keberanian. Aluna menundukkan kepalanya, menjaga pandangannya. Dia hanya berani melirik sekilas saja.

Bukan karena ingin mencari perhatian. Tapi Aluna hanya ingin memastikan kalau orang yang duduk di depannya adalah orang yang dia kenal.

" Ada apa Mbak kok senyum-senyum sendiri.."

Deg...

Aluna terkejut mendengar suara orang yang di depannya. Aluna menengok kanan dan kiri. Apakah pertanyaan itu ditujukan untuknya.

" Tidak ada apa-apa mas..." ucap penumpang wanita di sebelah Aluna.

Aluna menarik nafas lega. Ternyata pertanyaan itu bukan untuknya. Padahal jantungnya sudah berpacu demikian kencang. Dia merasa malu kalau sampai ketahuan mencuri-curi pandang.

Aluna memandang ke luar jendela. Dia baru menyadari sesuatu. Jalan yang di lalui bukan jalan yang biasanya dilewati angkot yang menuju tempat tinggalnya.

"Apa aku salah naik angkot ya.." Gumamnya pelan sambil mengamati suasana di luar angkot.

" Astaghfirullah ternyata benar salah naik angkot.." Aluna terpekik, Aluna panik. Dia baru sadar angkot yang dia tumpangi menuju arah yang berlawanan dengan arah tempat tinggalnya. Semua penumpang menoleh ke arahnya. Aluna jadi kikuk.

"Kiri bang..." Aluna menghentikan angkotnya dan segera turun.

" Aku harus kemana ya... " Aluna melihat ke sekeliling. Dia belum tahu saat ini berada di daerah mana. Aluna memang jarang bepergian. Hari liburnya dia gunakan untuk istirahat.

Setelah mengamati sebentar, Aluna memastikan akan beristirahat dahulu mencari tempat duduk. Dia ingin menikmati senja terlebih dahulu. Sore sangat cerah. Sayang kalau di lewatkan. Meskipun dia hanya sendirian saja.

Aluna melihat sebuah taman diujung sana. Dengan langkah ringan Aluna terus melangkah menuju ke sana. Aluna merasa harus bersikap tenang. Dia harus terlihat baik-baik saja. Apapun yang dia alami tidak boleh terlihat menyedihkan. Walaupun hancur sekalipun, harus terlihat baik-baik saja.

" Alhamdulillah,... Allah masih sayang padaku. Alhamdulillah semua sudah ditunjukkan kebenarannya.. "

Hatinya memang terluka. Namun Aluna harus bersyukur. Semua ketahuan sebelum mereka menikah.

Aluna terus melangkah ke depan. Namun belum juga menemukan tempat untuk beristirahat. Tempat yang tadi dikira taman ternyata hanya taman kecil saja.

"Ini di mana sih, Semua gara-gara mereka berdua. jadi nyasar deh..." Aluna menggerutu. Dia kebingungan. Dia menengok ke kanan dan kiri. Melihat-lihat siapa tahu ada tempat yang tepat untuk beristirahat.

Akhirnya Aluna mencari tempat duduk. Dia menemukan sebuah bangku kosong di sisi jalan tersebut. Dia duduk untuk melepas lelah.

" Capek juga berjalan. Dari sini harus naik apa untuk pulang ke rumah." Aluna melihat ke sekeliling. Dia membaca satu persatu angkutan yang lewat. Mencari angkutan yang menuju pulang.

Tidak biasanya dia kebingungan seperti ini. Dia biasa pergi sendiri. Dia biasa melakukan perjalanan sendiri. Namun kali ini benar-benar otaknya buntu. Tiba-tiba pandangannya terhenti di satu titik. Dia melihat sepasang pemuda pemudi sedang bergandengan tangan. Aluna gemetar. Dia teringat kejadian tadi.

 " Ya Allah kuatkan hati hambamu ini. Aku tidak tahu bagaimana bersikap kalau nanti bertemu Alisha ataupun Bram..."

Aluna memejamkan mata. Dia harus terus melangkah. Dia tidak bisa diam di tempat tersebut. Dia harus pulang. Akhirnya Aluna pasrah. Dia akan beristirahat sebentar. Matahari telah redup. Warna jingga di ufuk barat terlihat begitu indah. Aluna menarik nafas panjang dan menghembuskan secara perlahan.

Senja yang indah tidak mungkin dilewatkan begitu saja. Cahaya kuning keemasan berkilauan mengenai wajahnya. Aluna tersenyum. " Senja tidak akan pernah ingkar janji. Dia akan selalu datang di waktu yang sama dengan membawa keindahan.."

" Lupakan apa yang ku lihat tadi . Biarlah itu urusan nanti. Aku akan menikmati senja saja.. Sungguh sangat sayang untuk dilewatkan.. Biarlah semua berjalan dengan yang semestinya... " Ucapnya pelan.

Matanya menatap lurus ke arah barat. Memandang langit jingga yang terlihat begitu indah. Matahari sudah tidak terik lagi. Warna jingga yang menghias langit, terlihat seperti kilauan emas.

Aluna tersenyum. Dia harus kuat. Dia tidak boleh terpuruk hanya karena dikhianati. Aluna sejatinya adalah gadis yang kuat. Dia yakin bisa menjalani semuanya dengan baik.

Namun baru duduk sebentar, Aluna melihat penampakan Bram dan alisha di ujung jalan. Bram terlihat memeluk pinggang Alisha. Mereka berjalan pelan sambil sesekali terlihat Bram mencium pucuk kepala Alisha.

Aluna memegang dadanya. Terasa sangat nyeri. Matanya berkaca. Namun segera diusapnya. Dia tidak boleh menangis. Apalagi ditempat umum seperti ini.

" Kenapa dunia sesempit ini. Kenapa harus kembali bertemu disini. Padahal aku sudah mengalah menjauh." Aluna mendesah pelan untuk mengusir rasa sesak di dada. Namun sama saja. Terasa semakin sesak dan sakit.

Aluna bangkit dari duduknya. Dia harus segera pergi. Jangan sampai mereka melihatnya. Dia tidak mau mereka melihat Aluna yang menyedihkan seperti ini. Dia harus menghindari mereka saat ini.

Aluna melangkah dengan cepat tanpa menoleh. Dia menyebrang jalan. Aluna terus berjalan. Dia harus menjauh dari kedua orang tersebut. Dia tidak ingin menyaksikan pemandangan yang menyakitkan hatinya.

Dia tidak menyadari langkahnya yang semakin jauh . Jauh meninggalkan taman tersebut. Berjalan terus berjalan. Mencoba mengalihkan segala rasa gundah yang ada...

Langkahnya kian cepat menjauh dan terus menjauh dari dua pengkhianat tersebut...

Bersambung

episode 3

Aku tetap berdiri kokoh menyongsong semua luka yang kau beri. Dan aku tak akan pernah hancur.

🔥🔥🔥

Aluna berjalan terus tanpa henti. Langkahnya semakin cepat. Dia harus segera menjauh dari tempat itu. Sebenarnya dia sudah lelah. Dari tadi dia terus berjalan, untuk menghindari mereka. Bahkan dia tidak tahu mau kemana. Hanya mengikuti kakinya melangkah.

Sepatunya dia lepas untuk mempercepat langkahnya. Dia harus segera menjauh dan menjauh sejauh-jauhnya. Tidak ingin melihat pemandangan yang menyakitkan di depannya.

Aluna berjalan terseok-seok. Langkahnya mulai lemah. Dia sudah capek berjalan . Samar-samar dia mendengar suara deburan ombak.

Aluna memandang ke depan. Angin dingin mulai terasa menyentuh kulitnya. Bau laut mulai tercium di indra penciumannya.

" Laut..." Desis Aluna.

Dia mempercepat langkahnya. Dia ingin segera sampai di sana. Aluna ingin segera melampiaskan semua perasaannya. Semesta membawanya ke tempat yang tepat.

Di ufuk barat langit sudah terlihat berwarna jingga. Pengunjung pantai sudah berkurang. Sudah banyak yang beranjak pulang. Pantai sudah sepi. Tinggal beberapa saja terlihat ingin menikmati senja yang indah dipinggir pantai.

Langit mulai menguning. Terlihat cahaya matahari mulai redup. Matahari mulai turun ke peraduan. Seperti hendak tenggelam dalam lautan.

Suatu anugerah bisa menikmati senja yang indah di tepi pantai .Warna jingga sangat memanjakan mata. Senja tak akan pernah ingkar. Dia akan selalu datang di waktu yang sama.

Aluna duduk begitu saja diatas pasir. Tanpa beralas. Lututnya dia tekuk dan dia kubur sepasang kaki putihnya di dalam pasir putih yang lembut.

"Akhhh...."

Aluna mendesah resah. Itulah kebiasaannya jika sedang tidak enak hati. Berjalan sejauh-jauhnya. Menciptakan lelah ditubuhnya agar bisa sedikit terlupakan lelah dihatinya.

" Kenapa begini.. Apa akan selalu begini.. " Ucap Aluna lirih. Dia kembali mendesah berat. Dadanya terasa sesak. Dia tarik nafas dalam-dalam dan mengeluarkan secara perlahan. Sedikit lega.

Aluna menengadahkan wajahnya ke atas. Hatinya gundah. Satu persatu bukti itu terbuka dengan sendirinya. Dia hanya tak ingin menangis. Dia tidak ingin terlihat lemah saat dia tidak baik-baik saja.

Aluna bangkit, dia melangkah menuju lautan. Dia berjalan perlahan sambil menunduk. Dia sedang merenungi apa yang sedang terjadi. Apa yang dia alami saat ini sungguh membuat hati dan jiwanya lemah.

"Aaaaaaaaaakhhhhhhh...."

Tanpa sadar Aluna berteriak keras. Beberapa orang yang ada disana memperhatikannya sebentar. Namun kemudian mereka kembali pada aktivitas semula.

Aluna menengadahkan wajahnya memandang langit yang mulai menggelap. Kemilau senja yang indah tidak sedikitpun bisa mengalihkan perhatiannya.

Aluna berjalan diantara ombak yang saling berkejaran. Semakin ke tengah dan semakin ke tengah. Dia tidak memperdulikan tubuhnya yang telah basah. Bahkan kini air sudah sebatas dadanya.

" Kak... kalau mau bunuh diri jangan di sini."

Terdengar suara seorang pengunjung meneriaki Aluna.

" Pantai yang indah jadi seram kalau ada yang mati disini dong..."Terdengar lagi suara pengunjung yang lain.

Aluna tersentak. Dia diam, tidak melanjutkan langkahnya. Dia melihat ke depan menatap lautan luas yang terhampar di depan matanya.

" Apa yang aku lakukan..." gumamnya pelan.

"Akhh..." Aluna berteriak lagi.

Kemudian Aluna berbalik. Aluna berjalan kembali ke tempat duduknya semula. Tubuhnya luruh di hamparan pasir. Tidak perduli basah dan kotor.

Aluna duduk sambil memeluk kedua kakinya. Wajahnya dia tenggelamkan diantara kedua lututnya. Dia tersedu. Dia menangis. Air mata yang sejak tadi dia tahan mati-matian, akhirnya keluar juga.

" Hiks..hiks...hiks.. Aku harus bagaimana? Bagaimana cara aku memandang dunia ini , Ya Allah..."

Aluna memukul dadanya. Dadanya sangat sesak. Sakit. Sakit sekali. Dia pukul lagi dadanya dengan keras. Dia remas juga.

Tidak sepenuhnya karena kejadian tadi yang membuatnya begini. Aluna teringat takdirnya yang selalu harus mengalah. Mengalah demi orang terdekatnya.

"Aluna kenapa...Hm.."

Terdengar suara yang sangat lembut di telinga Aluna. Suara seorang laki-laki yang sering datang dalam mimpinya. Dia terlihat memandang Aluna sendu. Seperti ikut merasakan kesedihan yang sedang Aluna rasakan.

"Luna sayang... Kamu kenapa hm.."

Tangisan Aluna berhenti. Suara itu kembali terdengar. Seorang pria duduk di dekatnya. Aluna mengangkat mukanya, memandangi laki-laki tersebut.

" Aluna .. Coba cerita ada apa.. kenapa kamu bersedih..."

Aluna masih diam. Tiba-tiba sosok itu merengkuh tubuh Aluna. Memeluknya erat. Sangat erat seolah tidak ingin di lepaskan. Dan Aluna sama sekali tidak menolaknya.

" Hiks.. Hiks.. Hiks.." Aluna kembali menangis. Aluna menenggelamkan kepalanya di dalam pelukan laki-laki itu. Dia tidak perduli walau tidak mengenalnya. Aluna hanya butuh tempat. Tempat sekedar hanya untuk menumpahkan air mata.

"Eh kenapa menangis lagi. Hm ada apa. Sudah.. Sudah .. ada gue disini. Jangan sedih.."

Aluna semakin keras menangis. Dia tidak peduli apapun di sekitarnya. Dia tidak perduli apa kata orang. Mau dibilang gila sekalipun, dia tidak perduli.

" Ada orang gila.. di peluk apa dia.. Tidak terlihat apapun. "

Seorang pengunjung berkata melihat apa yang dilakukan Aluna. Tapi Aluna sama sekali tidak memperdulikannya. Aluna hanya butuh sandaran sebentar. Saat ini dia sedang benar-benar putus asa.

" Aluna .... gue rindu. Sudah beberapa waktu kita tidak bertemu..."

Tangis Aluna berhenti, ketika mendengar kalimat yang baru saja dia dengar. Wajahnya terangkat. Dia menatap laki-laki itu. Siapa dia. Kenapa dia tidak bisa menolak pelukannya. Bahkan pelukan itu terasa nyaman. Hampir saja dia terlena.

" Maaf anda siapa..?" Aluna Mengurai pelukan laki-laki tersebut. Dengan keberanian yang ada, Aluna menatap mata laki-laki itu. Ingin memastikan siapa sebenarnya dia.

" Kamu lupa Aluna ? Ini aku, yang selalu datang menemanimu. Apa kamu tidak ingat sama sekali . Mungkin karena kamu telah bahagia bersama kekasihmu....";

" Dasar gila .. ngomong sendiri. Tadi menangis. Sekarang ngomong sendiri."

"Ikh serem pulang yuk. Lagian ini sudah petang. Sebentar lagi Maghrib. ."

" Eh bisa jadi dia kesurupan penunggu pantai ini."

Aluna terdiam saat mendengar suara-suara tersebut. Suara sumbang dari pengunjung yang melihat tingkahnya. Luna tersenyum. Dia tidak perduli. Aluna memandang nanar ke arah mereka. Kemudian dia berteriak keras.

" Pergilah kalian semua.. Pergilah kalian dari sini..!!!" Teriak Aluna keras.

Aluna sudah tidak peduli lagi. Dia tidak pernah seperti ini sebelumnya. Dia sedang ingin melampiaskan semua rasa yang selama ini dia pendam.

Aluna terdiam, ketika dia menoleh, laki-laki yang di depannya sudah menghilang. Tidak ada seorang pun di sana. Semua pengunjung juga telah pergi karena teriakannya tadi.

" Kemana dia. Sebenarnya siapa dia. Datang sesuka hati dan pergi sesuka hati juga.." Aluna memeluk lututnya. Angin yang bertiup membuat tubuhnya yang basah merasa kedinginan.

Hari semakin gelap. Aluna melihat sekeliling. Pantai terlihat begitu sepi . Aluna hanya seorang diri. Hanya deburan ombak yang terdengar memecah kesunyian.

" Apakah aku kembali berhalusinasi. Apakah sosok itu yang sering datang dalam mimpiku. Tapi kenapa aku tidak mengenalinya.. " Gumam Aluna pelan.

"Ya sudahlah. Biarkan apapun yang dia lakukan..." Aluna merentangkan tangannya kesamping, Dia tarik nafasnya dalam-dalam. Matanya terpejam dengan kepala yang mengarah ke atas. Tak lama kemudian matanya terbuka dan memandang ke arah tengah lautan lepas.

Dia bangkit, berjalan pelan menuju lautan. Arah pandangannya tak berubah, tetap lurus ke depan. Seolah ada seseorang di sana yang menunggu di sana.

Aluna terus berjalan. Seperti ada yang menuntunnya. Dia berjalan ke bibir pantai. Kakinya telah basah terkena ombak yang pecah berkejaran. Dia terus melangkah. Terus dan terus melangkah maju dan terus maju.

Tubuhnya sudah basah. Air telah sebatas dadanya. Tubuhnya tidak tergoyah sama sekali walaupun terkena ombak besar yang datang menghantam. Bahkan dia terus bergerak maju dan terus maju. Seperti ada yang menariknya untuk terus maju menuju lautan lepas.

Namun disaat tubuhnya hampir tenggelam, tiba-tiba tubuhnya serasa di dorong . Tubuh Aluna terlempar kembali ke bibir pantai.

" Apa yang kamu lakukan beb. Kamu mau mati. Jangan hanya karena putus cinta kamu berbuat begini..."

  Aluna masih diam tak bereaksi. Walaupun tubuhnya terlempar jauh ke atas pasir, dia seperti tidak merasakan sakit sama sekali. Dia tidak sadar dengan apa yang dia lakukan baru saja. Bahkan dia juga tidak sadar jika dia dalam bahaya.

" Beb.. Sadar beb. Pandang gue..sadar.." Laki-laki tersebut menepuk-nepuk pipi Aluna yang terlihat diam duduk bersimpuh di pasir.

Aluna mengerjap. Aluna tersadar. Nafasnya tersengal. Dia memandang ke sekeliling. Dia bingung. Dia tidak tahu apa yang dia lakukan.Padahal sedikit Sedikit lagi tubuhnya akan tenggelam di telan lautan luas. Aluna tidak mengerti mengapa semua ini bisa terjadi.

"Ada apa. Apa yang terjadi. Kenapa bajunya basah..." Aluna melihat ke bawah. Melihat tubuhnya. Melihat semuanya basah.

"Astaghfirullah.. Apa kamu tidak sadar kalau kamu berjalan ke tengah lautan. Sedikit lagi tubuhmu akan tenggelam beb.." Laki-laki kesal melihat ke arah Aluna yng terlihat pasrah.

" Tidak.. Tidak mungkin .. aku belum mau mati.." Aluna berkata lirih disertai Isak.

" Jangan begini beb. Gue sedih. Ayo bangkit bersama kita. Kembalilah ke pelukan kita beb. Kamu akan aman.." Ucap laki-laki itu dengan mata berkaca menatap Aluna. Lantas merengkuh tubuh Aluna ke dalam pelukannya. Dan Aluna pun tak kuasa menolak pelukan yang menenangkan tersebut.

"Kamu siapa. Kenapa kamu menolongku.... " Aluna berkata lirih.

" Karena kamu memang harus di tolong...." Suara laki-laki itu terdengar seperti orang yang kecewa.

" Beb kenapa kamu sampai putus-asa seperti ini..Beb .. Bram memang laki-laki tidak baik. Dengar itu. Dia tidak pantas buat kamu. Akan gue tunjukkan nanti..."

Aluna masih menatap sosok tersebut. Mencoba mencari ingatan yang hilang. Dia ingin berteriak kalau dia begini bukan karena Bram. Namun dia menggelengkan kepala. Dia tidak ingin ada orang yang tahu penyebab dia sampai begini.

" Ya sudah kalau kamu tidak ingat gue. Tapi satu hal yang gue minta. Pulanglah. Sayangi dirimu sendiri. Jangan bertindak konyol.. .." Laki-laki itu bangkit dan berjalan menjauh dari Aluna.

"Tunggu...." Teriak Aluna.. " Jangan pergi. Jika kamu benar mau menolongku.... Lagian saya belum mau mati. saya harus membalas perbuatan mereka.."

Laki-laki itu menoleh dan tersenyum. Mengangkat jempolnya dan kembali berjalan menjauh. Tak lama dia hilang seperti ditelan kabut malam.

"Siapa dia sebenarnya. Kenapa dia datang dan pergi begitu saja. Ku harap dia bukan jelangkung..." Tiba-tiba senyum terukir di bibirnya menyadari apa yang terlintas di kepalanya.

"Alhamdulillah.. Terimakasih Ya Allah. Masih ada yang menolongku."

Berkali-kali Aluna mengucap syukur. Dia sangat beruntung masih bisa selamat. Entah ada setan mana yang telah merasukinya sehingga melakukan perbuatan yang mengancam nyawanya.

" Sebenarnya apa yang aku lakukan tadi. Aku belum mau mati. Aku tidak pernah begini sebelumnya. Atau benar kalau memang ada yang telah merasuki tubuhku...," Aluna bergidik ngeri.

Aluna melihat ke sekeliling. Suasana sudah sepi. Tidak terlihat seorang pun di sana. Semua orang sudah kembali pulang. Tinggal dia sendiri.

Dan sekarang Aluna benar-benar sendiri. Dengan semua rasa dihati. Dengan segala rasa gundah dan kecewa. Dengan segala rasa ingin tahu yang tinggi.

" Siapa sebenarnya kamu. Yang selalu datang di saat aku terjatuh. Bukan kali ini saja.." Aluna menatap langit yang mulai gelap. Berharap ada petunjuk yang dia dapatkan.

Namun di atas sana hanya terlihat bintang yang mulai muncul satu- satu. Menyadarkan Aluna kalau hari mulai malam.

Aluna bangkit. Dia mencari tasnya dan juga sepatunya. Setelah ketemu dia mulai melangkah. Dia ingin pulang. Kembali ke tempat tinggalnya. Kembali menata kehidupannya. Menyusun rencana membalas semua perbuatan mereka.

Namun baru beberapa langkah berjalan , dia terhuyung. Aluna memegang kepalanya yang tiba-tiba terasa sangat sakit.

" Aaaaaaaaaahhhhhh....."

Aluna berteriak dan jatuh tersungkur di atas pasir. Dia pingsan.........

Bersambung

Terima kasih untuk yang telah memberi dukungan. Lopeeee ❤️❤️❤️

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!