Kilatan kamera di sana sini berhasil mengabadikan momen penting bagi Agnia dan Jovan. Ya, mereka adalah dua sejoli yang sudah menjalani pacaran. Sebenarnya sudah kenal sejak lama, hanya saja mereka mulai mematrikan status hubungan mereka sejak tiga tahun yang lalu.
Mereka resmi bertunangan hari ini. Banyak keluarga yang memberikan ucapan tak terlupakan juga Visya.
"Selamat, akhirnya one step closer!" ucap seorang wanita dengan pakaian sexy yang mengundang banyak pasang mata untuk menatap.
"Terimakasih sahabat ku!" balas Agnia memeluk tubuh Visya.
Mereka berdua berpelukan dengan erat. Tapi tanpa Agni ketahui, tangan berjemari lentik itu meraba bagian tubuh Jovan dengan kerlingan terselubung. Sesuatu sepertinya sedang terjadi tanpa sepengetahuannya.
Pria berkacamata itu lantas membalas tatapan Visya dengan tatapan penuh arti. Laksana tak ada keterasingan di sana.
Visya menemani sahabatnya di sana, hingga beberapa saat kemudian ia berkata, "Aku ke toilet sebentar ya!"
Tanpa curiga, Agnia mengangguk. " Kembali lah setelah ini!"
Tak berselang lama pula, ponsel Jovan berdering. Agni mengerutkan keningnya. Bukankah seharusnya Jovan mematikan ponselnya di saat penting seperti sekarang ini?
"Siapa?" tanya Agnia penasaran.
"Oh, dari Bobi. Sayang, sepertinya ini sangat penting. Aku akan mengangkatnya dulu, tidak apa-apa kan? "
Agni mengangguk, tidak masalah. Ia kenal dengan Bobi. Lagipula tamu sedang menikmati makanan dan dia bisa sedikit santai. Namun hingga setengah jam berlalu, Jovan tak kunjung kembali. Agni akhirnya berjalan mencari calon suaminya itu karena khawatir.
Ia lantas menaiki tangga dan berjalan menyusuri ruangan rumah besarnya. Sempat bertanya berapa kali kepada pelayanannya namun mereka tak ada yang melihat. Ia akhirnya berinisiatif mencari Jovan di kamar tamu,kamar yang pria itu tempati semalam.
Ketika membuka pintu, ia menyapukan pandangannya dan tampak kosong. Ia hendak menutup pintu kembali namun tiba-tiba ada suara seperti de sahan. Meski ragu, Agni terus melangkah, dan tanpa di sangka, ketika ia berhasil menarik gagang kamar mandi, matanya membulat sempurna demi melihat suami dan sahabatnya saling melu*mat bibir.
" Jovan! Apa yang kalian lakukan?" pekik Agnia dengan amarah yang tiba-tiba menggelegak memenuhi rongga dadanya.
Panik, Jovan dan Visya segera membetulkan baju mereka yang sudah setengah telanjang dengan terburu-buru. Sementara Agni yang terlihat hancur dan kecewa dengan tubuh yang kian gemetaran, terlihat langsung lari ke luar, menepikan teriakan Jovan yang dengan muka pucatnya mencoba menjelaskan.
"Agni, tunggu!" Jovan berteriak dan berlari mengejar tunangannya meninggalkan Visya.
"Sayang, dengar dulu, ini tidak seperti yang kamu lihat?" jelasnya setelah berhasil menangkap lengan Agnia.
"Tidak seperti yang aku lihat? Bukankah itu tadi sudah sangat jelas?" jawab Agnia yang kau kita hanya untuk sekedar mengungkap kemarahan.
Jovan semakin panik ketika Visya menyusul. Jelas mereka telah tertangkap basah.
"Agni, dengar penjelasan aku dulu!" tutur Visya menatap muram.
"Diam kamu! Aku benar-benar tidak menyangka Vi, kamu tega melakukan ini ke aku!"
Kini mereka bertiga diam dan larut dalam keterasingan yang terasa mencekam.
"Aku bakal membatalkan semua kesepakatan kita, aku bakal umumin ke media kalau kalian seperti ini!" ancam Agni yang langsung membalikkannya badannya berusaha pergi.
Merasa terancam, Jovan menatap Visya. Jika begini, maka keinginannya akan hancur luluh lantak. Tidak, ini tidak bisa dibiarkan. Media tidak boleh tahu skandal ini, mereka harus bergerak cepat.
"Berhenti!"
"Lepas!" bentak Agnia mengibas keras tangannya.
Jovan tak mau kalah , ia justru terus berusaha membuat Agni tak marah kepadanya, namun cek cok dan perdebatan semakin tak terelakkan karena gelap mata.
"Agnia, ingat! Aku yang selama ini bekerja keras mengembalikan perusahaan mu atas permintaan Ayahmu, kau harus ingat itu!"
Agnia maju dan menatap tajam Jovan.
"Lupakan soal itu. Kau juga menerima uang untuk semua itu kan? Kenapa kau merasa yang memiliki? Aku benci padamu Jovan, aku benci!"
Jovan yang merasa tersinggung tanpa sengaja reflek mendorong Agni dari lantai atas hingga membuat tubuhnya jatuh dan menggelinding melewati puluhan anak tangga.
"Jovan!" teriak Visya tak menyangka.
Jovan terkejut dengan perbuatannya sendiri.
Membuat semua orang gempar dan berteriak.
***
Satu Minggu kemudian.
Di sebuah ruangan yang redup, Jovan menatap wajah Agnia yang kini terbaring lemah diatas ranjang rumah sakit. Ia terpaksa mendorong perempuan itu dan berusaha melenyapkan Agnia karena kalau sampai dia ketahuan selingkuh, maka dia tak akan bisa merebut kepemilikan perusahaan keluarga Agnia.
Tapi sialnya, Agnia masih bisa di selamatkan ketika mau tak mau ia harus membawanya ke rumah sakit sejati kejadian sepekan yang lalu. Ia merasa ketakutan setiap saat.
"Pasien mengalami koma dan tidak tahu kapan akan sadarkan diri, dan jika sadar kemungkinan besar pasien akan mengalami hilang ingatan. Kita tidak tahu kenyataannya sampai nona Agni sadar!"
Ucapan dokter tadi membuat Jovan menimbang-nimbang lagi apakah dia harus secepatnya membinasakan Agnia.
Ceklek!
Jovan yang lamunannya buyar, kontan menoleh ketika pintu terbuka. Rupanya Visya yang malam itu memakinya pakaian sangat sexy datang.
"Kenapa kau kemari?"
"Aku rindu!" balas Visya sembari meremas bagian kelelakian Jovan.
Lalu keduanya saling beradu bibir di hadapan tubuh Agnia yang masih tak bergerak, sejurus kemudian, mereka sama-sama menatap ke arah Agni yang masih memejamkan matanya.
"Apakah dia benar-benar koma?" tanya Visya sinis.
"Tentu saja, dokter mengatakan mungkin saja dia bisa hilang ingatan jika dia sadar nanti. Jatuh dari lantai dua dengan keadaan seperti itu sangat mustahil untuk selamat, tapi dia..."
Namun tiba-tiba tangan Visya menelusuri dada Jovan dan tak mempedulikan pembahasan mengenai Agnia.
"Lalu untuk apa kau membiarkan dia hidup, bukanlah kita bisa menikmati semuanya sekarang?"
"Belum," jawab Jovan cepat, " kalau tiba-tiba dia mati, pencari berita bisa saja mencari tahu kebenaran. Selain itu, kita tidak bisa mendapatkan apa-apa. Bagaimanapun juga, kita perlu tanda tangan Agnia. Kita bisa melakukan sedikit permainan!"
Keduanya saling melempar tatapan licik. Visya mengajak Jovan untuk keluar dan sepertinya mereka akan melewati malam ini dengan malam yang penuh gairah. Dan begitu pintu tertutup, sebulir cairan bening menetes dari sudut mata Agnia.
"Jadi selama ini kalian menipu ku? Dua pengkhianat itu benar-benar bermain licik!" jeritnya dalam batin yang terasa berdenyut pedih.
Dada Agni seperti terbakar. Panas dan perih di setiap sisinya. Agni benar-benar sakit hati dengan perbuatan Jovan dan Visya. Ia harus membalas semua ini.
Tanpa siapapun tahu, Agni sebenarnya telah siuman beberapa waktu yang lalu. Ia sengaja mendiamkan dirinya karena ia tahu ada Jovan di sana. Pria yang telah menipu dan dengan sadar diri bermain api dengan wanita ular yang tak lain adalah sahabatnya sendiri.
Ia kemudian bangun perlahan dengan kepala yang terasa pusing. Ia mencoba melangkahkan kakinya perlahan-lahan. Ini sangat sulit, tapi dia tak mau menyerah. Dan sepertinya, semesta sedang membantunya malam ini.
Tanpa seorang pun tahu, Agni mengendap-endap keluar kamar dan kabur dengan tubuh lemahnya. Ia berjalan terseok-seok hingga ke jalan raya untuk meminta bantuan. Namun ketika hendak menyebrang, tubuhnya mendadak terasa sangat lemas dan membuatnya tak mampu lagi berjalan. Bertepatan dengan itu, dari kejauhan ia tersorot lampu yang sangat terang di iringi dengan suara klakson yang memekakkan telinga.
Dan beberapa saat kemudian,
Cittt!!!
.
.
.
.
.
Note:
Jangan khawatir, kisah lama pelan-pelan akan terselesaikan.
Sinar matahari berhasil membuat sepasang mata yang terpejam terganggu. Agnia mengerjap lalu terbangun dengan kepala yang kali ini jauh lebih berat dari sebelumnya. Perlahan , ia mulai mengedarkan pandangannya ke sekeliling dan merasa tempat itu begitu asing untuknya.
Sebuah ruangan bercat terang tanpa foto atau hiasan apapun. Tidak terlalu bagus, namun tidak adil juga jika ia mengatakan jelek. Furniture yang ada juga standard. Ia menebak, rumah ini memang milik rakyat biasa.
"Dimana aku?" batinnya sambil membetulkan posisinya. Ia meraba sofa bertekstur agak kasar lalu sesekali memejamkan matanya lagi karena denyutan di kepalanya masih terasa mengganggu.
"Kau sudah bangun?"
Agni terkejut karena seorang pria yang sama sekali tidak ia kenali kini melempar pertanyaannya kepadanya. Siapa dia? Apakah dia orang jahat?
"Siapa kamu?" tanya Agnia yang kini benar-benar membuka matanya lebar-lebar. Perasaannya takut, juga was-was.
Pria berwajah datar itu memindai tampilan kusut Agnia.
"Aku kira kau lemah. Ternyata, kau galak juga." sahut pria itu sambil mendudukkan tubuhnya ke sofa, "Aku bukan orang jahat. Kau hampir mati karena ku tabrak saat mau tiba-tiba jatuh di jalan, tidakkah kau ingat?"
Agni mencoba mengingat-ingat. Dan ia akhirnya berhasil mengingat kejadian terakhir sebelum ia tak sadarkan diri. Ia lalu menatap seraut wajah segar yang terlihat seperti baru saja mandi dengan bingung.
"Kenapa kau membawaku kemari?" tanya Agni lagi.
Pria itu terkekeh demi pertanyaan konyol. Membuat gigi bersih nan rapih itu terlihat jelas menghiasi wajah tampannya.
"Lalu aku harus membawa mu kemana? Ke Dinas Sosial? Atau seharusnya ku tinggalkan saja kau semalam."
Agni seketika terdiam. Ia memejamkan matanya lagi dan memilih tak mendebat meskipun ia ingin. Lagi-lagi kepalanya berdenyut.
Oh ya ampun, kenapa dalam sekejap hidupnya berputar haluan pada posisi seperti sekarang ini? Usai menenangkan dirinya, ia mulai membuka matanya lagi lalu melihat kalender di atas meja pria asing itu.
"Astaga, sudah tanggal 7?" ia menjengit kaget.
Pria di depannya semakin mengerutkan kening.
"Jadi aku..."
"Sebentar, kau ini bukan ODGJ kan?" kata si pria yang bingung dengan perilaku janggal Agnia.
Agnia yang di sebut seperti itu langsung melempar tatapan tajam kepada pria di depan.
"Apa kau bilang?"
"Aku curiga kau ini bukan orang waras!" kata pria itu sebab gelagat Agnia benar-benar aneh.
"Kurang ajar. Aku mau pergi saja!" kata Agni yang kesal karena di sebut orang gila.
"Tunggu dulu!" sergah pria itu dan berhasil mencegat langkah Agnia.
Agnia nyaris percaya diri karena menyangka pria asing itu bakal meminta maaf.
"Apa kau pikir bantuanku gratis?" ucap si pria kali ini dengan mengelilingi Agnia yang berdiri melongo karena tak percaya dengan jawaban yang terlontar.
Agni menatap kesal ke arah pria itu. Apa pria itu benar-benar mau minta ganti rugi? Benar-benar bukan orang baik, begitu pikirnya.
"Aku akan pulang dulu, nanti akan ku bayar!" ketusnya.
Membuat si pria tertawa sumbang.
"Bagiamana kau bisa membayar, kau bahkan terlihat seperti gelandangan. Tapi, tunggu dulu, bukankah ini baju rumah sakit?"
Agni seketika tersugesti melihat ke arah tubuhnya sendiri. Pria di depan itu sangat benar.
"Kau punya handphone?" tanya Agnia yang tiba-tiba memiliki ide.
"Untuk apa?"
"Punya apa tidak?" kata Agni sedikit menaikkan nada suara.
Pria itu langsung menyodorkan ponsel hitam kepada Agni meskipun ia masih melempar tatapan curiga.
"Kau mau menelpon keluarga mu?"
"Aku tidak punya keluarga!" jawab Agni masih ketus sembari jarinya mulai menelusuri mesin pencari.
"Lalu kau mau apa?"
Tapi Agni tak langsung menjawab, ia sejurus kemudian menjawab dengan cara menyodorkan sebuah gambar dan biodata dirinya kepada pria itu, hasil pencariannya di laman pencarian.
Pria itu langsung berubah raut wajahnya menjadi sangat serius kala membaca artikel di ponselnya.
"Kau Agnia Hardianto?" tanya pria itu tak percaya.
Agni mengangguk dengan tatapan sayu. Antara bangga juga malu.
Tapi pria itu masih tidak percaya. Sebab keadaannya begitu jungkir balik. Bagiamana bisa anak konglomerat di kota Z ini berpenampilan seperti ini. Apa yang sedang terjadi?
"Apa yang terjadi padamu?" tanya pria itu semakin serius. Menebak-nebak apa yang sebenarnya terjadi.
Namun bukannya berhasil menjawab, Agni tiba merasa dadanya sesak karena sedih. Ia kembali mendudukkan tubuhnya ke sofa lalu tiba-tiba menangis. Membuat pria itu terdiam.
"Aku tidak tahu kalau di khianati ternyata rasanya sesakit ini!" ucapnya di sela-sela tangis yang menyayat kesunyian.
Entah mengapa, pria itu merasa tak kuasa. Dia lantas pergi ke belakang dan langsung membuatkan makanan cepat saji berupa oatmeal untuk Agni dan juga memberikan segelas susu hangat.
"Tidak usah cerita jika kau tidak mau. Makan lah dulu, aku akan keluar sebentar!"
Agni menatap pira yang kini telah berlalu dari pandangannya sampai pintu baja itu tertutup rapat. Agni menatap nanar semangkuk sarapan dan susu hangat yang kini terhidang di hadapan. Sejenak ia benar-benar seperti gelandangan yang makna saja di beri oleh orang lain.
Ia bahkan belum tahu nama pria tadi, tapi ia dengan percayanya kini melahap semangkuk sarapan dan menandaskan segelas susu hangat karena rasa lapar. Beberapa saat kemudian, pria itu terlihat sudah kembali dengan dua kantung kertas di tangannya.
"Ini perlengkapan mandi wanita. Produk biasa, tidak seperti yang kau pakai di rumah mu. Uangku juga hanya cukup untuk membeli dua potong pakaian ini!" seru si pria.
Agni tertegun sejenak, ia lalu melihat dua kantung yang di bawa pria itu untuknya. Ada perasaan berterimakasih karena rupanya pria itu memperhatikan keadaannya.
"Catat saja sebagai hutang. Nanti akan aku bayar!" ungkapnya dan mulai berdiri.
Pria itu diam dengan muka datar saat Agni meraih dua kantung di tangannya. Namun di saat bersamaan, ekor matanya berhasil melihat mangkuk dan gelas yang sudah kosong di depan sana. Makanan itu habis tak bersisa, apa perempuan tadi benar-benar kelaparan?
Beberapa saat kemudian, ponselnya bergetar. Dan sebuah pesan yang masuk berhasil membuatnya terpaku.
Agni Hardianto jatuh dari tangga pasca pertunangan!
Agni Hardianto hilang dari rumah sakit, rumor beredar dia di culik!
"Itu berita terbaru orang yang kau minta. Memangnya ada apa?" kata seseorang melalui pesan.
"Sial!" pria itu mengumpat dan tak membalas pesan dari seseorang yang tadi dia tugaskan.
Agni terkejut bukan main saat tangannya tiba-tiba di tarik seseorang begitu ia keluar kamar mandi. Tarikannya begitu kuat, membuatnya sedikit terbentur ke dinding.
"Ada apa?" tanya Agni ketakutan sebab pria asing itu menatap dengan jarak sangat dekat. Memindai, mengamati dan seperti mau mengintimidasi. Bahkan, aroma minyak rambut pria pria gagah itu bisa ia hirup.
"Kau sedang di cari banyak orang. Kau sudah bertunangan? Bagiamana kau bisa terjatuh?" cecar si pria yang akhirnya tahu jika perempuan di depannya bisa membahayakan keselamatannya.
Agni membulatkan matanya, bagaimana bisa pria asing ini tahu?
"Minggir!" Agni yang gugup reflek berontak dan menabrak tubuh pria itu. Ia benar-benar tak nyaman. Sorot matanya yang tajam membuatnya tak nyaman.
"Baca ini!" seru si pria setengah kesal sembari kembali menyodorkan ponselnya.
Agni meraih ponsel berisikan artikel yang di sodorkan si pria. Begitu membaca, matanya membulat sempurna. Berita yang beredar dia mendapat insiden di rumahnya dan terjatuh. Padahal kejadian yang terjadi tidak seperti itu. Mata Agni tiba-tiba terasa panas. Ia sungguh merasa sakit hati dan di khianati.
"Ku antar pulang! Penawaran ku hanya sekali. Merepotkan saja! " ucap pria itu dengan wajah datar.
Membuat Agni tertunduk murung.
Di dalam mobil, Agni terus saja diam dan melamun. Pikirannya bermacam-macam. Pria di sampingnya itu terlihat sangat kesal. Mungkin karena dia memang benar-benar merepotkan. Sungguh bukan niatnya merepotkan orang, tapi apa yang terjadi sekarang sungguh menggerus semangat hidupnya.
Bagiamana dia sekarang? Apakah dia harus pura-pura amnesia saja seperti yang di katakan Jovan kemarin? Benar, sepertinya ia harus melakukan hal itu karena ia benar-benar ingin balas dendam.
Ia bahkan tak mempedulikan pria asing di sampingnya, ia tak terlalu perduli apakah pria yang kini mendiamkannya itu orang jahat atau bukan. Pikirannya yang semrawut membuatnya tak memperdulikan apapun.
"Aku tidak bisa sampai ke sana. Kalau ada yang tahu, mereka bisa mengira aku yang menculik mu. Jangan lupakan berita itu!" kata pria itu masih terlihat kesal sembari menarik handbreak.
Agnia mengangguk. Ia paham akan situasi yang tercipta, ia juga sadar diri. "Terimakasih kasih untuk bantuan mu!"
Pria itu menatap acuh Agnia yang mulai membuka pintu mobil. Entah mengapa, perasaan yang agak mengganggu tiba-tiba kembali muncul.
"Kau tenang saja, secepatnya aku akan menghubungi nomer yang kau berikan untuk membayarnya hutang!" kata Agnia sesaat setelah menutup pintu mobil. Ia tak mau mengira jika semua yang di kaki-kaki pria itu akan berlalu begitu saja.
"Hemm!" jawabannya singkat.
Namun ketika hendak menginjak pedal gas, Agnia tiba-tiba berbalik dan berkata, "Tunggu, aku belum tahu siapa namamu!"
Pria itu mengembuskan napas malas lalu mengatakan, "Aku Airlangga!"
Agnia merekam baik-baik nama itu. Tanpa menoleh lagi, Agni lalu melangkahkan kakinya lalu masuk ke dalam rumah. Menarik napas dalam-dalam karena sepertinya ia harus memulai sandiwara.
Usai memastikan Agni masuk ke dalam gerbang rumah besar nan mewah itu, Airlangga melajukan mobilnya. Namun begitu ia melintas ekor matanya sempat melihat seperti ada mobil hitam telah terparkir di sana.
Semula Airlangga tetap melajukan mobilnya, tapi entah mengapa ia tiba-tiba merasa risau.
"Sial, kenapa aku harus memperdulikan wanita itu? CK!" ia bermonolog sendiri melawan keraguannya sebelum akhirnya ia bermanuver kasar.
Sementara di dalam rumah, Agnia yang pulang tiba-tiba membuat beberapa orang terkejut, tak terkecuali orang-orang utusan Jovan yang selalu standby di sana, karena di tugaskan untuk menjaga rumah Agnia.
Agni yang melihat tampang-tampang asing dan beringas menghadang langkahnya menjadi gemetar dan ketakutan.
"Siapa kalian?" ucapnya sembari memundurkan langkah.
Beberapa pria itu saling bertukar pandangan, jelas target yang di cari ada di depan mata. Mereka tampak tersenyum menyeringai dengan licik.
"Nona, anda pulang? Kami semua mencari anda!" kata seseorang sembari menarik paksa tangan Agnia.
"Aku tidak kenal kau, pergi!" teriak Agnia berusaha melindungi dirinya.
PLAK!
Karena Agnia kesal, tangannya tak sengaja memukul kepala salah seorang pria itu. Membuat mereka berang.
"Percayalah nona, nasib anda akan jauh lebih baik kalau anda menurut!"
Namun begitu akan mencekal tangan Agni yang mulai berteriak ketakutan, sebuah tendangan tiba-tiba mengenai rahang kanan pria itu hingga membuatnya mengerang kesakitan.
BUG!
"Arghhh!"
Agni terkejut lalu menoleh ke arah si penendang. Sontak ia merasa lega karena Airlangga tiba-tiba kembali.
"Keparat! Cari mati kau!" umpat pria berjanggut dengan matanya yang terlihat berang karena temannya kini menggelosor kesakitan.
Namun dengan badas dan tanpa banyak omong, Airlangga merangsek maju dan melawan para penjahat itu dengan ganas. Pria itu terlihat begitu menikmati aksinya saat-saat menghajar orang-orang itu lalu membuat mereka kocar-kacir.
Mereka terpaksa kabur karena tangan mereka bahkan ada yang patah. Adalah suatu tindakan bodoh jika mereka nekat menyerang Airlangga.
Agni seketika mengembuskan napas plong begitu telinganya mendengar decitan kasar dari ban mobil para orang jelek itu.
"Kau terluka?" tanya Airlangga datar namun sorot matanya menyuguhkan kekhawatiran.
Agni menggeleng dengan gestur kikuk. Sama sekali tak menduga jika pria itu akan kembali dan menolongnya. Tubuhnya masih terlihat gemetaran usai melihat Airlangga yang dengan brutalnya menghajar tiga orang jahat tadi.
Bagiamana bisa pria ini sangat mahir berkelahi? Dan entah mengapa ia begitu merasa aman saat berada di dekatnya.
"Kau benar-benar sedang tidak aman!" kata Airlangga lagi. Merasa jika konspirasi besar sedang mengancam kehidupan Agnia.
Agnia dan Airlangga saling menatap dengan pikiran yang bercabang. Jika Airlangga memikirkan betapa ribetnya menjadi orang kaya, Agnia justru memikirkan hal lain.
"Masuklah. Aku akan berkeliling!"
"Tunggu! Jangan pergi!" ucap Agnia sedikit meragu.
Airlangga reflek menatap tangan mulus Agnia yang kini menahan lengan kekarnya untuk pergi. Sentuhan seorang wanita yang sorot matanya jelas-jelas mempertontonkan rasa takut.
"Aku akan membayar berapapun yang kau mau, jadilah pengawal ku!" pinta Agnia spontan yang tidak tahu kenapa malah tiba-tiba mengucapkan hal itu. Dalam pikirannya, hari-hari kedepannya nanti pasti tidak akan mudah lagi.
Airlangga menatap wajah Agni yang tampak risau. Ia tertegun sejenak.
"Kau bahkan belum mengenalku!" balas Airlangga dengan raut datar.
"Orang asing yang menyelamatkan ku dua kali sudah lebih dari cukup bagiku untuk yakin, saat orang-orang terdekatku semua mengkhianati ku!"
Airlangga terkekeh, " Kau tipikal orang yang mudah percaya! Bagiamana kalau aku memanfaatkan mu? Kau tidak takut?"
Agnia lalu tertunduk murung, membuat Airlangga mengamati. Ia ingin tahu jawaban selanjutnya.
"Jujur saja, percaya tidak percaya, saat ini aku bahkan tidak tahu harus mengadu pada siapa." Agni menitikkan air mata, ia memandang Airlangga yang masih betah menunjukkan raut datar. Untuk pertama kalinya, ia merasa begitu tak enak menjalani hidup.
"Jika tidak, jadilah pengawalku untuk sementara, kau akan membayar mu tiga kali lipat!"
Airlangga kembali terdiam. Keduanya merenung dalam kesunyian yang kian terasa. Dua manusia asing itu, malah tidak sengaja terseret pada hal rumit macam ini.
Airlangga melangkah maju sebelum akhirnya ia mengatakan, " Akan aku pikirkan ucapan mu. Sebaiknya kita masuk dulu!"
...***...
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!