Aletta Aurora Aralie baru saja menyelesaikan pendidikan sarjananya di kampung halaman yang tenang, namun dia tahu bahwa impiannya tidak akan tercapai jika ia tetap tinggal di sana.
Dengan semangat membara, ia memutuskan untuk merantau ke Jakarta, sebuah kota yang menjanjikan banyak peluang namun penuh tantangan.
Nathan Alexandra Gabriel, pacarnya yang bekerja di kapal laut, sering sandar di pelabuhan Jakarta Utara. Meskipun hubungan mereka kuat, jarak dan kesibukan membuat Aletta merasa bahwa ia harus mulai mencari arah hidupnya sendiri.
Dengan restu dari Nathan, Aletta melangkah menuju Jakarta, membawa harapan untuk meraih mimpi dan juga untuk tetap dekat dengan Nathan setiap kali ia singgah di kota tersebut.
Di Jakarta, Aletta mendapatkan pekerjaan sebagai perawat di salah satu rumah sakit ternama di Indonesia. Di sana, ia bertemu dengan Alena Putri, teman sekaligus rekan kerja yang kini menjadi sahabat dekatnya. Setiap hari, mereka bersama-sama menghadapi tantangan pekerjaan, dari pasien yang membutuhkan perhatian khusus hingga jadwal kerja yang padat.
Namun, kehidupan Aletta tidak hanya berputar di sekitar rumah sakit. Selain bekerja, ia juga melanjutkan kuliah profesi untuk memperdalam ilmunya.
Tak hanya itu, Aletta juga aktif di media sosial sebagai influencer dan affiliate, mengisi waktu luangnya dengan membuat konten yang menarik serta mendukung usahanya untuk menyambung hidup di kota besar.
Setelah seharian penuh bekerja di rumah sakit, Aletta akhirnya punya waktu untuk menelpon Nathan. Dengan lelah yang masih terasa di tubuhnya, ia tersenyum saat nama Nathan muncul di layar ponselnya.
Aletta: (menghela napas) "Hai, aku udah selesai kerja, akhirnya bisa duduk juga."
Nathan: (tertawa lembut) "Hai, Sayang. Gimana hari pertama kerjanya? Capek banget ya?"
Aletta: “Banget! Aku nggak nyangka ternyata benar-benar melelahkan. Dari pagi sampai sore rasanya nggak ada waktu buat duduk. Tapi seru juga sih, ketemu banyak pasien, belajar hal baru."
Nathan: “Aku yakin kamu bisa kok. Kamu kan emang jagoan. Ada yang menarik hari ini di rumah sakit?"
Aletta: (tertawa pelan) "Masa sih? Ya, tadi ada pasien anak kecil yang lucu banget. Dia takut banget disuntik, tapi setelah aku bujuk-bujuk akhirnya dia berani. Rasanya seneng banget bisa bantu orang."
Nathan: “Kamu memang punya cara bikin orang merasa nyaman, itu kelebihanmu. Aku bangga sama kamu."
“Aletta: “tersenyum lebar) "Makasih, Nathan. Aku senang dengarnya. Oh iya, aku kerja bareng Alena, teman baruku di sini. Dia asyik banget, kita selalu bareng-bareng dari tadi."
Nathan: “Senang denger kamu punya teman di sana. Setidaknya nggak sendirian kalau lagi sibuk di rumah sakit."
Aletta: “Iya, bener banget. Tapi... aku kangen sama kamu. Rasanya beda aja, jauh dari kamu."
Nathan: (menghela napas) "Aku juga kangen, Sayang. Aku bakal sering-sering kasih kabar, ya, walaupun lagi di kapal."
Aletta: “Iya, janji ya? Aku juga bakal sering cerita soal pekerjaanku. Biar rasanya tetap dekat walaupun jauh."
Nathan: “Deal! Kamu hebat banget bisa kerja, kuliah, dan jadi influencer sekaligus. Jangan lupa istirahat, ya. Aku nggak mau kamu sakit."
Aletta: “Tenang aja, aku bakal jaga kesehatan. Kamu juga ya, di sana?"
Nathan: “Pasti, aku juga bakal jaga diri. Kamu fokus kerja, nanti kalau kapalku sandar di Jakarta, aku bakal langsung temuin kamu."
Aletta: “Nggak sabar nunggu hari itu. Aku sayang kamu."
Nathan: “Aku juga sayang kamu, Aletta. Tetap semangat, ya. Kamu nggak sendirian."
Aletta: “Oh iya, Nathan, lupa bilang. Aku dan Alena ternyata satu kos! Seru banget, kan? Kita beda kamar, sih, tapi enak juga ada teman yang bisa diajak ngobrol kapan aja."
Nathan: (tertawa) "Wah, seru tuh! Jadi ada yang nemenin juga kalau di kos. Kalian udah akrab dan ngobrol?"
Aletta: “Iya, tadi aja ngobrol, kita ngebahas kejadian di rumah sakit atau ya, curhat-curhat ringan aja. Lumayan lah buat ngilangin capek."
Nathan: “Kamu beruntung banget bisa bareng sama Alena. Jadi nggak terlalu sepi, ya?"
Aletta: “Iya, bener. Aku kira awalnya bakal ngerasa sendirian di sini, tapi ternyata nggak. Ada Alena, jadi selalu ada yang bisa diajak cerita."
Nathan: “Senang dengernya. Kalau kamu ada apa-apa, kabarin aku?"
Aletta: “Iya, Kalau aku butuh bantuan, aku bakal langsung chat kapten aku”
Nathan: “Bagus deh. Jangan ganjen disana inget aku!."
Aletta : “gamungkin banget aku begitu sayang (tersenyum) "Kamu nggak usah khawatir.."
Nathan: awas aja ya kamu! Jaga diri kamu ya sayangku! Ini perintah!”
Aletta: “Kamu juga jaga diri. Sampai ketemu nanti."
Percakapan itu berakhir dengan senyuman di wajah Aletta. Meski jauh, dukungan Nathan membuatnya merasa lebih kuat untuk menjalani harinya di kota besar.
***
Setelah seharian bekerja, Aletta mulai merasa perutnya keroncongan. Menjelang sore yang mulai gelap, ia pun menghampiri kamar Alena untuk mengajak makan.
Aletta: (mengetuk pintu kamar Alena) "Len, kamu lapar nggak? Aku laper banget, nih. Gimana kalau kita beli pecel lele depan sana?"
Alena: (membuka pintu dan tersenyum) "Duh, kamu tahu aja! Aku juga laper dari tadi, tapi masih malas keluar. Ayo, deh, kita beli pecel lele."
Aletta: “Yes! Aku udah ngidam sambal pecel lelenya yang pedes itu. Bener-bener bikin nagih."
Alena: (tertawa) "Iya, aku juga suka sambalnya. Yuk, cepetan kita ke sana sebelum makin ramai!"
Aletta dan Alena segera keluar kosan, berjalan santai sambil ngobrol ringan. Jalanan sudah mulai sepi, tapi mereka berdua masih semangat mencari makanan favorit mereka.
Aletta: “Ternyata enak juga ya tinggal di sini, makanan gampang dicari, murah pula. Di kampung susah banget nemu kayak gini."
Alena: “Bener, di sini kita bisa makan macam-macam, murah lagi. Plus, ada kamu yang selalu siap jadi partner makan malam."
Aletta: “tertawa) "Iya, untung kamu doyan makan juga. Kalau nggak, aku pasti makan sendirian tiap malem."
Sesampainya di warung pecel lele, mereka segera memesan makanan kesukaan mereka. Tak sabar menikmati hidangan, mereka mengobrol sembari menunggu pesanan datang.
Alena : “Abis makan ini, kita pulang terus istirahat ya? Besok pasti sibuk lagi."
Aletta: “Iya, bener. Tapi sebelum itu, makan dulu sampai puas. Pecel lele malam-malam kayak gini paling pas."
Tak lama kemudian, pesanan mereka datang, dan keduanya menikmati makan malam dengan perut yang akhirnya terpuaskan.
Setelah kenyang makan pecel lele, Aletta dan Alena masih duduk santai di warung itu. Mereka tak terburu-buru pulang, menikmati suasana malam yang tenang sambil mengobrol.
Alena: “(mengusap perutnya) "Wah, kenyang banget. Rasanya tidur nanti bakal nyenyak."
Aletta: “Iya, sama. Pecel lelenya emang nggak pernah mengecewakan."
Aletta menyandarkan tubuhnya ke kursi, memandang sekitar sambil mendengar obrolan ringan dari meja-meja lain. Namun, tiba-tiba suasana berubah saat rombongan orang mendekati warung. Terdengar riuh obrolan yang lebih ramai dari biasanya.
Alena: (menoleh) "Eh, rame banget. Siapa, ya? Kayak orang penting gitu."
Aletta ikut menoleh ke arah yang sama. Mata Aletta langsung membelalak ketika melihat salah satu sosok di antara rombongan itu.
Aletta: (terdiam sejenak, lalu berbisik) "Enggak mungkin... Itu... Itu Iqbaal!"
Alena: (mengernyitkan dahi) "Iqbaal? Maksudmu, Iqbaal yang penyanyi itu?“
Aletta: (mengangguk pelan, masih tak percaya) "Iya, itu dia. Iqbaal Satria Mahardika. Dulu aku ngefans banget sama dia waktu masih kecil."
Alena: (terkagum) "Seriusan? Wah, nggak nyangka ketemu dia di sini. Kok bisa dia ada di sini, ya?"
Aletta hanya bisa terdiam, hatinya berdebar. Ia masih tidak percaya bahwa idola masa kecilnya sekarang benar-benar ada di depannya, hanya beberapa meter saja. Seakan teringat kembali semua momen-momen ketika ia mendengarkan lagu-lagu Iqbaal dulu.
Aletta: (berbisik pelan) "Gila... Aku nggak nyangka bisa ketemu dia langsung."
Iqbaal bersama rombongannya tampak santai berjalan dan mencari tempat duduk di sudut warung. Aletta sesekali mencuri pandang, masih merasa gugup tapi juga takjub.
Alena: (tersenyum melihat reaksi Aletta) "Kenapa nggak coba sapa aja, Let? Kesempatan langka, lho."
Aletta: (cepat-cepat menggeleng) "Nggak, nggak mungkin. Malu. Lagian, dia pasti sibuk."
Alena: “Yaudah, tapi kalau nanti kamu nyesel nggak nyapa dia, jangan salahin aku, ya."
Aletta tersenyum kecut, namun dalam hatinya ada perasaan campur aduk. Bertemu langsung dengan idolanya adalah sesuatu yang tidak pernah ia bayangkan. Namun, sekarang, ketika sudah dewasa dan sudah punya pacar, perasaan yang dulu pernah ada saat ia mengidolakan Iqbaal terasa begitu jauh.
Aletta dan Alena masih asyik ngobrol, namun tiba-tiba Iqbaal, yang tadi hanya dilihat dari jauh, malah mendekat ke arah mereka. Tanpa diduga, Iqbaal dan rombongannya memilih duduk di meja tepat di sebelah Aletta.*
Iqbaal: (tersenyum ramah) "Nyaman di sini deh, kayaknya. Nggak apa-apa, kan, kalau aku duduk di sini?"
Aletta terdiam sejenak, masih sedikit terkejut dengan kedekatan Iqbaal. Alena yang melihat reaksi Aletta hanya menahan tawa kecil. Aletta akhirnya mengangguk pelan.
Aletta: Boleh, kok..."
Iqbaal duduk dengan santai, lalu memperkenalkan diri meski ia tahu pasti Aletta mengenalnya.
Iqbaal: (tersenyum) "Aku Iqbaal."
Aletta: (tersenyum tipis) "Emang ada, ya, yang nggak kenal kamu?"
Iqbaal tertawa kecil, tidak menyangka dengan jawaban spontan Aletta.
Iqbaal: “Tapi aku tetap mau kenalan. Emang nggak boleh?"
Aletta yang awalnya grogi perlahan mulai merasa lebih rileks. Ia memutar bola matanya, berpura-pura serius sebelum akhirnya tersenyum lebar.
Aletta: Bayar, ya?"
Iqbaal tertawa lebih keras, terhibur dengan respons Aletta yang tidak terduga.
Iqbaal: (sambil tersenyum) "Wah, jadi bayar nih kalau mau kenalan? Gimana, mau kasih diskon nggak?"
Aletta hanya tersenyum simpul, sementara Alena diam-diam menatap Aletta dengan takjub, tak percaya kalau temannya bisa begitu tenang berbicara dengan seorang idola yang dulu sangat ia kagumi.
Iqbaal yang sudah merasa lebih nyaman di dekat Aletta mulai membuka obrolan ringan.
Iqbaal: “Tadi kalian makan apa? Pecel lele, ya? Worth it nggak? Tapi kayaknya yang lebih worth it sekarang tuh kenalan sama kamu, deh." (tersenyum jahil)
Aletta mengangkat alis, tertawa kecil sambil menggelengkan kepala.
Aletta: “Modus banget."
Iqbaal tertawa lagi, tampak senang karena suasana semakin cair. Sementara itu, Alena yang sedari tadi hanya menyimak tiba-tiba menyelipkan dirinya ke dalam obrolan.
Alena: (menghadap Iqbaal dengan senyum lebar) "Eh, aku juga mau kenalan, dong. Jangan cuma Aletta aja yang dapet perhatian!"
Iqbaal mengalihkan pandangannya ke Alena dan tersenyum ramah.
Iqbaal: “Oh iya, tentu dong. Nama kamu siapa?"
Alena: “Alena Putri. Aku temannya Aletta, satu kos bareng, cuma beda kamar."
Iqbaal: (tersenyum lebar) "Wah, seru ya kalian satu kos. Jadi, teman ngobrol setiap hari, nih?"
Alena: “Iya, dan aku juga jadi saksi, lho, betapa ngefans-nya Aletta sama kamu sejak dulu." (tertawa pelan)
Aletta mendelik ke Alena, merasa sedikit malu, tapi juga ikut tertawa. Iqbaal hanya tersenyum lebih lebar, tampaknya senang mengetahui hal itu.
Iqbaal: (melihat ke Aletta sambil tersenyum) "Wah, beneran? Dulu ngefans sama aku, ya?"
Aletta: (tersenyum, tapi terlihat sedikit malu) "Iya, waktu kecil, aku suka banget sama lagu-lagu kamu. Tapi itu dulu." (menggoda)
Iqbaal: (tertawa) "Dulu, ya? Nah, sekarang gimana?"
Aletta: “Sekarang aku lebih milih jadi pendengar yang objektif." (tersenyum)
Iqbaal tertawa keras mendengar jawaban itu, sementara Alena kembali menggoda Aletta, membuat suasana semakin ringan dan akrab.
Bersambung….
Setelah suasana kembali tenang, Iqbaal tampak berpikir sejenak sebelum menatap Aletta dengan senyuman serius yang sedikit misterius. Dia menaruh ponselnya di meja dan mencondongkan tubuhnya sedikit lebih dekat ke arah Aletta.
Iqbaal: “Ngomong-ngomong, aku punya lagu yang baru. Kamu mau jadi model di video klip aku?"
Aletta terkejut dan menatap Iqbaal dengan mata terbelalak, tidak percaya dengan apa yang baru saja ia dengar.
Aletta: “Hah? Aku?"
Iqbaal: (mengangguk santai) "Iya, kamu. Tapi konsepnya sebelum lagu dimulai, ada kayak short movie gitu. Pengen ada cerita yang ngena."
Aletta masih tampak ragu, belum bisa sepenuhnya mencerna tawaran mendadak itu. Sebelum ia sempat menjawab, Iqbaal langsung berbalik ke arah manajernya yang duduk tidak jauh dari mereka bersama staf lainnya.
Iqbaal: “kak, aku udah mutusin, ya. Modelnya Aletta ini." (menunjuk ke arah Aletta)
Manajer Iqbaal menatap Aletta sebentar, tersenyum lalu mengangguk tanda setuju. Mereka tampaknya sudah terbiasa dengan keputusan spontan Iqbaal.
Manajer Iqbaal: “Oke, kalau itu keinginanmu. Nanti kita atur jadwal casting-nya."
Aletta yang masih terkejut, akhirnya menghela napas panjang dan mencoba menenangkan diri. Ia memandang Iqbaal yang menatapnya penuh harap.
Aletta: (tertawa kecil, canggung) "Seriusan ini? Kamu yakin?"
Iqbaal: (tersenyum yakin) "Yakin banget. Aku udah lihat kamu malam ini, kayaknya cocok buat konsep yang ada di kepala aku."
Alena, yang sejak tadi hanya mendengarkan dengan penuh minat, langsung bersorak kegirangan.
Alena: “Wah, Aletta bakal jadi model video klip Iqbaal! Keren banget!"
Aletta: (tertawa sambil menyembunyikan wajahnya) "Aduh, aku nggak tahu harus jawab apa..."
Iqbaal: (tertawa ringan) "Ya jawab 'iya' aja. Kalau nggak suka, nanti kan bisa kita omongin bareng-bareng."
Aletta masih terlihat ragu, namun dalam hatinya ada rasa penasaran yang mulai tumbuh. Tawaran ini tak hanya datang dari idolanya, tetapi juga menawarkan sesuatu yang berbeda dari rutinitasnya sebagai perawat.
Aletta: (tersenyum pelan) "Oke deh, aku pikirin dulu. Tapi nggak janji, ya."
Iqbaal: (tersenyum puas) “aku tidak menerima penolakan”
Aletta tak bisa menyembunyikan senyum malu-malu yang tersungging di wajahnya, sementara Alena terus merayakan antusiasmenya. Siapa sangka, malam biasa yang dimulai dengan makan pecel lele, bisa berubah menjadi malam penuh kejutan.
Aletta terdiam sejenak setelah mendengar tawaran dari Iqbaal untuk menjadi model di video klipnya. Meskipun dalam hatinya ada rasa senang, keraguan mulai muncul di pikirannya.
Aletta: (tersenyum canggung) "Kayaknya aku nggak bisa, deh. Aku nggak ada bakat jadi model. Lagian, aku nggak pernah kepikiran buat terjun ke dunia itu."
Iqbaal mendengar alasan Aletta dan tersenyum, seolah tidak terganggu sama sekali dengan penolakannya. Dia tetap tenang dan memperbaiki posisi duduknya, lalu menatap Aletta dengan tatapan penuh keyakinan.
Iqbaal: “Semua orang bisa belajar, kok. Lagian, aku nggak nyari model profesional. Aku cuma butuh seseorang yang bisa tampil natural, dan kamu pas banget buat itu."
Aletta menggeleng, masih ragu dengan tawaran itu. Dia tidak pernah membayangkan dirinya di depan kamera, apalagi di video klip seorang penyanyi terkenal seperti Iqbaal.
Aletta: “Tapi... aku beneran nggak pernah coba hal-hal kayak gitu. Aku cuma biasa di rumah sakit, bukan di depan kamera."
Iqbaal tersenyum lembut, mencoba meyakinkannya dengan lebih serius.
Iqbaal: “Justru karena itu. Aku mau sesuatu yang beda, yang nggak terlalu dibuat-buat. Kamu nggak harus jago akting atau pose-pose, yang penting kamu bisa jadi diri sendiri. Dan aku yakin kamu bisa ngelakuinnya."
Alena yang sejak tadi mendengarkan dengan antusias, langsung ikut membela Iqbaal.
Alena: “Iya, Aletta! Kamu pasti bisa. Ini kesempatan langka, lho!"
Aletta tersenyum mendengar semangat dari Alena dan perhatian dari Iqbaal, tetapi dia masih merasa ragu akan kemampuannya.
Aletta: “Tapi, aku beneran nggak yakin. Aku nggak mau ngecewain kamu, Iqbaal."
Iqbaal: (tersenyum menenangkan) "Aku nggak pernah meragukan kamu sedikitpun. Dan kalau kamu mau, aku bakal bantu. Nggak usah khawatir soal apapun. Kita bisa mulai pelan-pelan."
Aletta akhirnya menghela napas panjang. Dia merasa terpojok, tetapi tidak dengan cara yang buruk. Tawaran Iqbaal terasa tulus, dan ia juga merasa nyaman dengan caranya meyakinkan.
Aletta: (tersenyum kecil) "Oke deh, aku coba. Tapi kalau aku gagal, jangan salahin aku, ya."
Iqbaal: (tertawa lega) "Deal! Nggak ada yang salah di sini. Aku seneng kamu mau coba."
Alena bertepuk tangan kecil di samping mereka, senang melihat temannya akhirnya setuju. Malam itu, pertemuan yang awalnya biasa saja berubah menjadi malam penuh kejutan bagi aletta.
Aletta merasa masih gugup, tetapi tawaran Iqbaal mulai terasa lebih menarik. Dia tersenyum malu-malu dan berkata pelan.
Aletta: “Nanti ajarin aku, ya."
Iqbaal, yang menatap Aletta dengan senyum hangat, langsung menjawab dengan nada tenang namun penuh perhatian.
Iqbaal: (sambil menatap Aletta dengan lembut) "Boleh, kapanpun kamu siap."
Tatapan mereka bertemu sesaat, dan Aletta merasakan ada sesuatu yang berbeda dalam sikap Iqbaal. Meski terlihat santai, ada ketulusan dalam kata-katanya yang membuat Aletta merasa lebih nyaman.
Alena, yang memperhatikan dari depan, hanya bisa tersenyum lebar melihat interaksi itu, seolah memahami ada sesuatu yang lebih dari sekadar tawaran pekerjaan.
Setelah keheningan sejenak, Aletta mencoba memahami kenapa Iqbaal begitu yakin memilihnya. Rasa penasaran pun muncul di benaknya, membuatnya akhirnya bertanya dengan lembut.
Aletta: “Kenapa aku?"
Iqbaal tersenyum tipis, menatap Aletta dengan tatapan dalam, seolah menyimpan jawaban yang lebih dari sekadar kata-kata.
Iqbaal: “Kenapa bukan kamu?"
Aletta terdiam, merasakan ada sesuatu di balik kata-kata sederhana itu. Iqbaal tidak memberikan penjelasan panjang, tetapi kalimatnya membawa makna yang dalam. Aletta menunduk sedikit, merasa campuran antara bingung dan tersentuh.
Aletta: (pelan) "Gampang banget jawabnya..."
Iqbaal tetap menatap Aletta, senyumannya masih menghiasi wajahnya.
Iqbaal: “Kadang, yang sederhana itu yang paling tepat."
Percakapan mereka singkat, hanya beberapa patah kata, tapi terasa begitu bermakna bagi Aletta.
Ada sesuatu dalam cara Iqbaal berbicara yang membuat Aletta mulai melihatnya bukan hanya sebagai idola masa kecil, tetapi sebagai seseorang yang bisa memberikan pengaruh besar dalam hidupnya.
Aletta : “Kalo boleh tau kapan mulai syutingnya” aletta dengan penasaran bertanya.
Iqbaal : “Kalo kamu siap” iqbaal menatap sambil tersenyum
Aletta : “Ko gitu, kan ini lagu kamu” aletta penuh tanya.”
iqbaal : “kan aku yang minta, jadi nunggu kamu siap dong”
Aletta : “besok”
Iqbaal : “siapa takut”
Aletta : “ih engga bercanda masa iya langsung besok, aku belum siap” dengan nada kesel tapi lembut.
Iqbaal : (iqbaal tertawa) “iya nanti aku kabarin aja ya” sambil menyodorkan hpnya.
Aletta : “apa lagi? Buat aku?” Aletta tersenyum sambil mengangkat alis.
Iqbaal : “kamunya buat aku boleh?” Iqbaal sambil menggoda aletta.
Aletta : “ngga, aku masih mau milik ayah ibu wleee” ledek aletta
iqbaal : “gemes”
Aletta : “siapa?aku?”
Iqbaal : “geer” sambil senyum ngeledek balik.
Aletta : “yaudah” (cemberut)
Iqbaal : (tertawa) “ketik nomer handphone kamu aletta”
Aletta : “buat?”
Alena : “ ya buat kerja bareng aletta aduh gimana si cepet-cepet apa aku aja yang ketik, aku aja sini bal aletta lama” alena dengan cerewetnya.
Aletta : “ih lena”
Alena pun ngetik nomer aletta dihp iqbaal, api belum disave.
Iqbaal : “beneran nomernya?”
Alena: “beneran, masa aku boong”
Iqbaal : “oke deh, aku save namanya, manusia random yah”
Aletta : “ih”
Alena : “ makasih ya lena”
Iqbaal : “oh iya thanks len, kamu bagian dari perjuangan aku”
Alena : “ hah apa si lebay deh” (sambul tersipu malu”
Iqbaal : (sambil menatap aletta yang disampingnya) perjuangan berusaha dekat dengan tipe aku”
Bersambung….
Setelah percakapan singkat yang dalam antara Iqbaal dan Aletta, suasana sedikit lebih santai. Tak lama kemudian, makanan yang dipesan oleh Iqbaal mulai berdatangan ke meja mereka.
Namun, jumlahnya lebih banyak dari yang mereka bayangkan. Aletta dan Alena saling berpandangan dengan ekspresi kaget.
Alena: “Eh, banyak banget pesennya! Ini buat siapa?"
Aletta tersenyum geli sambil menatap piring-piring yang baru saja diturunkan oleh pelayan. Iqbaal hanya tersenyum kecil, seolah itu hal biasa.
Aletta: “Iya, ini buat siapa, Iqbaal?"
Iqbaal mengangkat bahu sambil memandang Aletta dengan santai.
Iqbaal: “Buat kamu."
Aletta langsung tertawa kecil dan menggeleng.
Aletta: “Kan aku udah kenyang."
Iqbaal tersenyum penuh arti sambil menatap Aletta dengan santai, mengingatkan pada percakapan mereka sebelumnya.
Iqbaal: “Kan aku udah bilang, aku nggak suka penolakan."
Alena langsung ikut tertawa sambil memegang perutnya yang mulai lapar lagi setelah melihat makanan sebanyak itu.
Alena: “Yaudah deh, aku makan, ya! Anak kos nih, apa aja disikat. Haha!"
Aletta ikut tergoda, meski sebelumnya sudah merasa kenyang. Dia menatap Iqbaal sambil tersenyum, lalu mengangguk pelan.
Aletta: “Aku juga makan, deh. Biar nggak mubazir."
Iqbaal menatap mereka berdua dengan ekspresi senang, seolah ia berhasil membuat mereka menikmati malam itu lebih dari yang mereka duga. Dia menyandarkan punggungnya ke kursi dan bercanda.
Iqbaal: “Wah, bener juga ya. Kalau mau bikin kalian makan lagi, pesan aja banyak. Ternyata ini caranya."
Aletta tertawa pelan, merasa semakin nyaman dengan sikap santai Iqbaal yang penuh perhatian. Iqbaal memandang Aletta dengan pandangan yang seolah menyimpan rasa kagum yang ia simpan rapat-rapat.
Aletta: “Modus banget, ya."
Iqbaal hanya tersenyum lebih lebar, matanya berbinar melihat mereka berdua menikmati makanannya.
Iqbaal: “ngga modus”
Aletta menatap Iqbaal dengan senyuman kecil, merasa ada sesuatu di balik kalimat itu. Namun, dia memilih untuk tidak terlalu memikirkannya sekarang. Malam itu, mereka menikmati makan bersama dengan percakapan yang mengalir ringan dan penuh tawa.
Setelah selesai makan, suasana mulai mereda. Mereka semua merasa kenyang dan puas dengan obrolan santai yang terjadi sepanjang malam. Saat itu, Iqbaal melihat jam tangannya dan tahu waktunya untuk berpisah.
Iqbaal: “Kayaknya udah malem, nih. Aku harus balik."
Alena, yang mulai bersiap untuk pulang ke kos, melihat ke arah Aletta dan Iqbaal dengan senyuman menggoda.
Alena: “Yuk, kita juga balik. Besok masih ada kerjaan."
Iqbaal, yang berdiri dari tempat duduknya, menawarkan sesuatu yang tidak mereka duga.
Iqbaal: “Aku anter kalian aja, gimana?“
Alena langsung terlihat antusias, tetapi Aletta cepat-cepat menolak tawaran itu dengan alasan yang masuk akal.
Aletta: “Ah, nggak usah, Iqbaal. Takutnya jadi heboh. Kamu kan artis, kalau ketahuan, bisa-bisa rame banget."
Iqbaal tertawa kecil mendengar jawaban Aletta. Ia memang tahu kalau kehadirannya sering menarik perhatian orang-orang, apalagi di tempat umum.
Iqbaal: “Hmm, bener juga, ya. Oke deh, kalau kamu begitu."
Aletta tersenyum kecil dan mengangguk pelan, merasa lega karena tidak menimbulkan perhatian yang berlebihan.
Aletta: “Makasih tawarannya, tapi kita aman kok pulang sendiri."
Alena, yang sejak tadi mendengar obrolan mereka, tertawa sambil menggeleng-gelengkan kepala.
Alena: “Kalau aku sih nggak nolak ditawarin artis buat dianter pulang."
Iqbaal tersenyum sambil memasukkan tangannya ke saku celana, lalu memandang mereka berdua.
Iqbaal: “Next time, ya. Hati-hati di jalan, kalian."
Mereka akhirnya berpisah. Iqbaal menuju rumahnya, sementara Aletta dan Alena pulang ke kos. Meski malam itu sederhana, ada sesuatu yang berubah dalam hubungan mereka, khususnya antara Aletta dan Iqbaal.
Aletta masih merasa sedikit kikuk dengan perhatian yang ditunjukkan Iqbaal, tetapi dalam hatinya, ia juga merasa ada sesuatu yang menarik tentang pertemuan itu.
Sesampainya di kos, Alena langsung meletakkan tasnya di kursi dan tidak bisa menyembunyikan kegembiraannya setelah pertemuan tadi.
Sementara Aletta dengan santai melepas jaket dan meletakkan ponselnya di meja. Tanpa menunggu lama, Alena langsung heboh.
Alena: “Gila, gila, gila! Ini gila banget! Aku nggak nyangka banget ketemu Iqbaal kayak gitu! Dan dia keliatan banget tertarik sama kamu, Let!"
Aletta yang sedang bersiap untuk berganti pakaian, hanya tersenyum kecil dan menggelengkan kepala, merasa Alena terlalu berlebihan.
Aletta: “Nggak lah, Len. Dia cuma ramah aja. Artis kan emang begitu."
Alena langsung memotong dengan nada suara tinggi.
Alena: “Ramah apanya? Dia bener-bener perhatian banget ke kamu! Ngasih tawaran jadi model video klip, ngajak ngobrol, terus tatapan itu, Let! Aku liat kok dia sering banget liat kamu dengan cara yang beda!"
Aletta hanya tertawa kecil, berusaha menghindari pembicaraan yang menurutnya terlalu mengada-ada.
Aletta: “Udah, nggak usah mikir yang aneh-aneh. Dia kan cuma nanya-nanya biasa aja."
Alena tidak menyerah. Dia mendekati Aletta dengan tatapan serius, seperti seseorang yang baru menemukan rahasia besar.
Alena: “Nggak, Aletta. Aku serius. Kayaknya dia suka sama kamu. Kamu harus jujur deh, apa kamu ngerasa dia ada tanda-tanda tertarik?"
Aletta menghela napas panjang, mencoba merespons dengan tenang.
Aletta: “Aku nggak mikir sejauh itu, Len. Lagipula, aku masih punya Nathan."
Alena menatap Aletta dengan penuh rasa penasaran, tapi kemudian tertawa kecil.
Alena: “Nathan boleh aja pacar kamu sekarang, tapi kalo Iqbaal makin sering muncul dalam hidup kamu, kayaknya Nathan bakal punya saingan berat."
Aletta hanya mengangkat bahu, berusaha tidak terlalu memikirkan pernyataan Alena yang terlalu bersemangat.
Namun, jauh di lubuk hatinya, ia tak bisa menghindari rasa penasaran yang mulai muncul. Bagaimana jika benar Iqbaal tertarik padanya?
Di tengah hebohnya Alena, Aletta memutuskan untuk menyimpan semua pikiran itu untuk dirinya sendiri, setidaknya untuk sekarang. Dia tahu hidupnya akan semakin rumit jika memikirkan terlalu banyak hal sekaligus.
Sementara Aletta dan Alena masih heboh di kosan, Aletta mendengar notifikasi ponselnya berbunyi. Ia membuka pesan dan terkejut melihat bahwa pesan itu datang dari Iqbaal.
Rupanya, Iqbaal masih dalam perjalanan pulang. Aletta pun membaca pesannya dengan sedikit heran.
Iqbaal:
"Udah sampe kosan belum? Aku masih di jalan, tapi udah kepikiran kamu dan Alena. Takut kenapa-kenapa, kan kalian berdua cewek.”
Aletta tersenyum tipis, terkejut melihat perhatian Iqbaal yang begitu besar untuk seseorang yang baru saja ia temui kembali. Ia pun segera mengetik balasan.
Aletta:
"Udah kok, kan kos kita deket dari tempat makan tadi. Nggak perlu khawatir."
Pesan itu terkirim, dan Aletta kembali meletakkan ponselnya di meja. Alena yang kebetulan melihat Aletta memegang ponsel langsung penasaran.
Alena: “Siapa tuh? Iqbaal lagi ya?"
Aletta tersenyum sambil mengangguk kecil.
Aletta: “Iya, dia nanya kita udah sampe atau belum. Katanya takut kenapa-kenapa."
Alena langsung tertawa keras sambil menggeleng-gelengkan kepala, tidak bisa menahan rasa senangnya.
Alena: “Tuh kan! Udah aku bilang juga, dia perhatian banget sama kamu. Baru pulang udah kepikiran."
Aletta hanya tersenyum kecil tanpa berkata apa-apa. Ia masih merasa ada sedikit rasa aneh, tapi ia memilih untuk tidak terlalu memikirkannya. Tak lama, ponselnya berbunyi lagi.
Iqbaal:
"Syukurlah. Aku tadi sempet mikir, kalo ada apa-apa bakal susah juga buat nolongin dari sini."
Aletta:
"Jangan lebay, Baal. Hehe. Kita aman kok."
Iqbaal:
"Iya deh, tapi tetap aja, aku nggak bisa tenang kalo nggak nanya. Udah istirahat sana, besok kan kerja lagi."
Aletta membaca pesannya dan menghela napas panjang sambil tersenyum. Ia tidak menyangka bahwa Iqbaal akan sepeduli itu.
Aletta:
"Iya, kamu juga. Hati-hati di jalan."
Obrolan berakhir dengan pesan itu, dan Aletta merasa sedikit lebih tenang. Meski masih merasa aneh dengan perhatian Iqbaal, ada sedikit rasa nyaman yang mulai tumbuh di hatinya.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!