NovelToon NovelToon

Melawan Luka

Bab 1 Melahirkan seorang bayi.

 Shafina berjalan menyusuri jalanan yang sepi dari pemukiman, sedari tadi gadis yang masih mengenakan seragam SMA nya itu telah menahan rasa sakit yang ada di perutnya, ah mungkinkah ini yang di namakan pembukaan pada orang yang ingin melahirkan, kenapa rasanya begitu sakit dan menyakitkan seperti ini.

  Lelah sudah kakinya berjalan hingga pada akhirnya netranya menangkap, sebuah rumah kosong yang berada di sisi kiri jalan, sepertinya bangunan tua itu sudah tidak berpenghuni lagi, lalu langkahnya perlahan mulai mendekati bangunan tersebut. Sambil tertatih gadis muda itu berjalan menuju bangunan kokoh peninggalan Belanda tersebut.

  Pintu tidak terkunci, segera gadis itu memasuki rumah tersebut, tubuhnya langsung terduduk lemas, di bukannya lilitan korset yang selalu menutupi perut buncitnya itu, sejak lima bulan yang lalu gadis tersebut menutupi perut menyembulnya dengan korset agar tidak ketahuan oleh siapa pun.

"Auuu sakit," rintih gadis yang mengenakan seragam SMA itu.

Giginya meringis kuat, menahan rasa mulas yang begitu luar biasa, perlahan dirinya membuka celana dalamnya yang sudah basah di penuhi oleh lendir, keringat membasahi seluruh tubuhnya, air mata jatuh membasahi pipih mulusnya, rasanya seperti ada sesuatu yang ingin keluar dari dalam kemaluannya itu, refleks gadis tersebut langsung melebarkan kakinya.

"Ya Allah, sakit. Aku sudah tidak tahan lagi," keluhnya yang masih ingat akan Tuhannya.

"Ah ....!" teriaknya seakan sudah tidak tahan lagi dengan rasa sakit yang kian menderanya.

"Ya Allah, ini sakit sekali," rintih seorang gadis yang berjuang menghadapi persalinannya itu.

Perlahan dirinya mulai berusaha mengejan sekuat mungkin, tanpa arahan dari siapapun gadis tersebut seakan paham, kalau sesuatu yang mendesak akan segera keluar dari jalan depannya itu, sambil meremas kuat rok abu-abunya, yang sudah di penuhi oleh cairan darah, gadis tersebut seakan sudah siap dengan desakan yang ada di dalam perutnya tersebut.

"Agh .... Ah!" teriaknya seraya mengejan.

Tidak lama kemudian, bayi berjenis kelamin perempuan itu keluar dari kemaluannya, tangisnya begitu menggema memenuhi ruangan tersebut, hingga pada akhirnya tangisan tersebut mampu menembus indera pendengaran tiga pemuda yang sedang berpesta miras di ruangan lain, tepatnya di ruang tengah.

"Heh, seperti ada suara bayi?" tanya pemuda yang bernama Romi itu kepada temannya.

"Ah, paling suara penghuni rumah ini," sahut Doni, sambil menyesap cairan kuning bening tersebut.

Semakin lama suara tangisan itu semakin jelas terdengar, hingga membuat salah satu pemuda tersebut lari ke ruang utama, dan benar pemuda yang bernama, Adli itu menemukan seorang bayi yang masih tergeletak di atas lantai tersebut, langkahnya langsung menghampiri ibu dan bayi tersebut, tangannya langsung mengangkat makhluk kecil kemerahan itu kedalam dekapannya, beruntung pria tersebut masih sadar di antara dua temannya yang sudah mulai teler dengan minuman beralkohol itu.

Tanpa pikir panjang Adli langsung memotong tali pusar bayi yang masih menempel di perutnya, dengan bermodalkan nekad, pria tersebut langsung memotong tali pusar tersebut dengan benda tajam yang selalu ada di saku celananya, kemudian dirinya melihat seorang perempuan yang tergeletak tak berdaya di atas dinginnya lantai semen tersebut.

"Kamu siapa, apa kamu pemilik rumah ini?" tanya seorang gadis lemah tersebut.

"Aku bukan pemilik rumah ini," sahut pria tersebut sambil mendekap bayi mungil itu.

Rasa jijiknya terhadap darah dia kesampingkan begitu saja, melihat makhluk kecil tanpa berdosa itu, dirinya langsung iba lalu membawanya ke dalam dekapannya hangatnya.

"Kamu masih kuat berdiri kan?" tanya pria bertato tersebut.

"Aku masih kuat," sahut Shafina.

"Kalau masih kuat, bersihkan dulu tubuhmu, apa kamu bawa baju ganti?" tanya pria itu lagi.

"Iya, kebetulan aku bawa baju ganti," sahut gadis tersebut yang memang sudah ada feeling, terhadap dirinya.

Dengan tertatih Shafina mulai berjalan, ke ruangan yang mirip seperti kamar mandi hanya saja di situ tidak ada air, mungkin tempat ini dulu di gunakan sebagai kamar mandi, di tempat inilah dirinya mulai mengganti baju dan memakai pembalut yang memang sedari tadi sudah di bawa karena mengira dirinya akan datang bulan.

Shafina sudah kembali ke ruang utama di mana bayinya begitu anteng di dalam dekapan pria asing yang tidak dia kenal itu. "Mas, terima kasih sudah mau menolongku," ucap Shafina.

"Kamu bawa perlengkapan bayi?" tanya pria tersebut.

"Aku tidak punya baju bayi sama sekali," sahut wanita itu dengan tatapan kosongnya.

"Ini, kamu susui dulu bayimu ini," titah pria tersebut sambil menyerahkan mahluk kecil itu.

Bibir mungil itu mulai mencecap, puting ibunya, rasanya begitu sakit, tapi sayang gadis ini tidak berani untuk mengeluarkan isi hatinya kepada pria asing yang baru di kenalnya itu, andai saja pria yang di hadapannya itu seorang kekasihnya yang membuat dirinya menjadi seorang ibu seperti ini, pasti dirinya akan berani mengutarakan keluh kesahnya.

'Mas, Seno kamu ada di mana ini anakmu sudah lahir dia begitu cantik dan sangat mirip dengan dirimu Mas,' batinnya berucap di saat seperti ini gadis tersebut masih ingat dengan pria berengsek yang sudah lepas tanggung jawabnya itu.

Pria asing itu, tidak tahu di mana keberadaannya, dirinya menghilang dari pandangan begitu saja, entah apa yang ingin dia lakukan, hingga tidak berselang lama pria tersebut, membawa kain panjang, yang iya ambil dari rumahnya.

"Mas, kamu dari mana saja?" tanya Shafina yang sebenarnya sudah tidak kuat menahan sakit di seluruh tubuhnya.

"Aku habis pulang ambil kain untuk menutupi tubuh bayimu," sahut pria bertato itu.

Perlahan bayi tersebut dia pinta dari dekapan ibunya, tangannya begitu telaten melilitkan kain tersebut ke tubuh mungil itu, sehingga tubuh mungil itu menjadi hangat dengan lilitan bedong yang ala kadarnya itu.

"Ayo, kita keluar dari tempat ini, apa kamu masih kuat," ajak pria tersebut.

"Sebelum keluar dari tempat ini, apa boleh aku meminta tolong untuk meng'azani putriku ini," pinta Shafina.

Sejenak pria bertato itu terdiam, dirinya tidak tahu harus berkata apalagi, bagaimana tidak sebagai seorang muslim, entah kapan terakhir kalinya dirinya melafalkan kalimat Allah itu, bahkan dia sudah tidak pernah sama sekali menjalankan ibadah wajibnya, ah entah masih hafal atau tidak pada akhirnya pemuda tersebut meng'azani bayi mungil tersebut dengan suara rendahnya.

Selesai meng'azani bayi tersebut, pria bertato itu langsung mengajak gadis yang sudah menggendong bayinya itu dengan menaiki motor keluaran lamanya, deru mesin motor yang begitu kencang tiada terdengar bayi tersebut masih anteng dalam tidurnya, meskipun di goyang-goyangkan dengan jalanan desa yang berkerikil.

Dengan bermodalkan uang yang seadanya pria bertato itu nekad membawa gadis yang baru di kenalnya itu ke rumah bidan setempat, untuk memeriksa tubuhnya, apalagi dia tahu sendiri kalau gadis tersebut melahirkan tanpa bantuan siapapun, karena tidak ingin terjadi sesuatu yang tidak di inginkan apa salahnya membawa ibu dan anak tersebut ke rumah bidan setempat.

"Bu bidan tolong periksa saudara perempuan saya ini, dia habis melahirkan sendiri di rumahnya," ucap pria tersebut, setelah sampai di rumah bidan tersebut.

"Suami dari ibu ini di mana?" tanya bidan itu.

"Suaminya sedang bekerja di luar kota Bu," sahut pria itu dengan bohongnya.

Tanpa berlama-lama ibu dan bayi tersebut di periksa oleh ibu bidan dengan di bantu para perawat yang bekerja di klinik tersebut. Selesai mendapatkan penanganan yang tepat dari bidan setempat kini saatnya pria tersebut membayar semua biaya administrasinya, beruntung uangnya cukup untuk membayar biaya yang sudah tertera, hingga pada akhirnya pria tersebut langsung mengajak gadis yang baru saja menjadi ibu itu untuk di bawa pulang ke rumahnya.

🌹 Bersambung ......🌹

Catatan penulis

Assalamualaikum kakak-kakak, semoga kalian suka ya dengan bab pertama di cerita kedua ku yang ada di MT ini. Tetap ikuti ya insyaallah menarik untuk di simak. Selamat membaca.❤️❤️❤️🙏🙏🙏

Episode 02 membawa pulang ibu dan bayinya

Di tengah suasana sore pria itu langsung membawa ibu dan bayinya itu pulang ke rumahnya, entah rasa iba atau bagaimana, pria itu tanpa berpikir panjang lagi, rumah sederhana itu mampu menjadi tempat berlindung untuk malam ini saja tidak tahu untuk hari esok, mereka berdua masih tinggal di sini atau tidak.

"Untuk sementara kamu tinggal dulu di tempatku ini," papar pria bertato itu.

"Mas, terima kasih kamu sudah baik denganku dan bayiku," ucap Shafina, sedangkan pria itu hanya diam menatap nanar wajah mahluk kecil di hadapannya itu.

Shafina mulai berjalan menuju kamar yang sudah di tunjukkan, saat ini hatinya begitu gundah memikirkan bagaimana menghadapi kenyataan terhadap para keluarganya, kalau sebenarnya dirinya sudah memiliki seorang bayi, apalagi semenjak satu bulan yang lalu kekasih hatinya itu menghilang entah kemana, padahal dia sudah berjanji ingin menikahinya, tapi apa yang di dapatkan gadis malang ini, adalah sebuah omong kosong belaka.

"Oek ... Oek ...." Suara itu tiba-tiba membuyarkan lamunannya.

"Iya, Sayang, bentar ya ibu buka dulu kancingnya," ucap ibu muda itu seraya menyodorkan sumber penghidupan dari bayinya itu.

Tidak tahu kenapa mendengar suara tangisan tersebut, pria bertato itu langsung saja, masuk ke dalam kamar. "Ada apa? Kenapa masih nangis?" tanya pria itu.

"Mas, dedek bayinya kesusahan untuk mencari putingnya, seperti belum tepat saja," adu gadis muda tersebut.

"Jangan berdiri seperti itu, cobalah sambil duduk," terang pria tersebut.

Gadis itu menuruti apa yang di katakan pria tersebut, di dalam posisi duduk seperti ini bayinya masih saja mencari-cari keberadaan putingnya, mungkin masih belum terbiasa sehingga bayi tersebut masih kebingungan, hingga pada akhirnya tangan bertato itu menyodorkan sebuah bantal, untuk di taruh di bawah bayi tersebut, untuk di jadikan sandaran, lihat saja bayi itu langsung menyusu ke puting ibunya dengan rakus.

Suara cecapan begitu nyaring di dengar mungkin karena bayi itu sudah kelaparan, sehingga meninggalkan sisa-sisa suara isaknya tadi, sambil menyedot begitu kencang sang ibu juga meringis, menahan rasa sakit di area putingnya itu, sesekali mulutnya berteriak kecil, karena tidak tahan menahan sakitnya itu.

"Kamu kenapa?" tanya pria tersebut.

"Sakit Mas," ucapnya keceplosan padahal sedari tadi sudah tertahan di bibirnya.

"Siapa ayah dari bayimu ini?" tanya pria itu dengan nada datarnya.

"Dia kekasihku, tapi dari satu bulan yang lalu dia menghilang," adu Shafina.

"Rumahnya di mana?" tanyanya kembali.

"Di jalan raya Melati," sahut gadis tersebut.

"Besok aku akan mengantarmu ke sana, untuk meminta pertanggungjawaban atas apa yang sudah dia lakukan terhadapmu," ucap pria tersebut.

Shafina seperti mendapatkan angin segar, dari jauh-jauh hari dirinya ingin meminta pertanggungjawaban terhadap keluarga laki-laki yang sudah membuatnya seperti ini, tapi niatnya urung karena pada dasarnya dia tidak mempunyai keberanian untuk mendatangi rumah tersebut, hingga pada akhirnya perlahan sang kekasih pergi tanpa adanya kejelasan.

"Apa benar Mas, mau menolongku, meminta pertanggungjawaban dari pria yang sudah menghamili ku?" tanya Shafina.

"Iya, dan ini seharusnya menjadi pelajaran untuk para perempuan di luar sana, untuk tidak mudah percaya dengan bujuk rayuan laki-laki apalagi sampai hamil seperti ini, iya kalau si laki-laki bertanggungjawab, kalau tidak? Yang di rugikan bukan hanya dirimu saja, tapi juga anakmu, pada akhirnya kalian berdua yang akan menjadi bahan olokan dari orang-orang sekitar," terang pria itu, sambil menahan rasa kesalnya.

Shafina terdiam, apa yang di katakan oleh pria asing itu ada benarnya juga, bahkan dirinya dengan gampangnya memberikan mahkotanya kepada laki-laki yang sangat dia cintainya itu, bahkan hingga saat ini laki-laki itu tak menampakkan batang hidungnya ketika buah hatinya telah lahir ke dunia.

"Ya Allah, maafkan atas semua kesalahanku selama ini, aku telah melanggar aturan yang jelas-jelas engkau benci," gumam Shafina.

Malam mulai merangkak naik ke atas, bayi mungil itu sudah terlelap dalam damainya, ibunya yang sedari tadi menyusui, kini merasakan lapar yang begitu meronta-ronta di dalam perutnya, ah rasanya begitu menyiksa, gadis muda itu nampak kebingungan sendiri, pasalnya untuk saat ini dirinya tidak ada uang sama sekali, hingga pada akhirnya langkahnya mengayun menuju ke arah dapur, dan ternyata di sini kosong tidak ada sesuatu yang bisa untuk di makan, hingga pada akhirnya hanya air putih yang dia ambil dari galon yang masuk ke dalam perutnya.

Rasanya masih tetap lapar, netranya mengedar ke segala arah, berharap bertemu dengan pemilik rumah ini, agar bisa mendapatkan bantuan, karena sejatinya, perutnya memang benar-benar keroncongan, tidak berselang lama, pintu terbuka dan tidak di sangka pria itu datang membawa beberapa kantong keresek yang berisi peralatan bayi, dan juga beberapa makanan yang dia beli di pinggir jalan tadi.

"Mas, akhirnya kamu datang!" seru Shafina yang merasa bahagia melihat pria asing itu membawa beberapa kantong keresek.

"Kamu belum tidur," ucap pria itu.

"Belum Mas, aku lapar," sahutnya penuh dengan rasa malu.

"Maaf ya sedari tadi aku lupa memberimu makan, dan ini ada makanan untukmu segera makanlah," titah pria bertato itu.

"Beneran Mas?" tanya Shafina.

"Iya, makan saja."

Mata Shafina begitu berbinar melihat dua bungkus nasi goreng di hadapannya itu, dengan cepat gadis tersebut memakan, karena sedari tadi tubuhnya sudah bergetar karena menahan lapar.

Sedangkan pria bertato itu langsung, masuk ke dalam kamar bayi mungil itu, di letakkan kantong keresek yang berisi beberapa perlengkapan bayi seperti baju, popok bayi dan bedak si bayi, serta di situ juga ada satu jarik untuk menggendong bayi tersebut, di letakkan di atas lemari kecil, pria itu begitu syahdu menatap wajah mungil kemerahan itu, sejenak dia teringat akan masa-masa kecilnya.

"Anak haram, anak haram." Kata-kata itu yang sampai sekarang masih terngiang di ingatannya.

Adli adalah seorang anak yang tidak tahu di mana keberadaan ayahnya, yang dia tahu sejak dulu ibunya selalu, berjuang sendiri dalam menghidupi dirinya, hingga pada akhirnya sang ibu meninggal di usianya yang menginjak 18 tahun. Sang ibu sempat berkata dan memberi tahu nama ayah biologisnya, tapi sayang hatinya sudah hancur hingga dirinya memutuskan untuk tidak mencari tahu keberadaan orang yang sudah memberinya kehidupan itu.

"Adek cantik, om Adli memang bukan siapa-siapanya kamu, tapi jika nantinya kamu membutuhkan bantuan datanglah, pintu hati om Adli akan selalu ada untukmu," ucap pria itu sambil mengecup kening bayi tersebut.

Adli pun langsung beranjak keluar, matanya begitu terharu, melihat seorang gadis yang baru saja melahirkan itu, terlihat begitu lahap, memakan sebungkus nasi goreng tersebut hingga pada akhirnya dirinya iba dan menyuruh gadis tersebut untuk memakan punyanya juga.

"Masih lapar, kalau masih kurang, makan satunya lagi, biar ASI mu banyak," titah pria bertato itu.

"Sudah cukup Mas, kalau dua-duanya aku makan nanti Masnya, makan apa," sahut gadis itu, meskipun dalam keadaan kelaparan dirinya masih mementingkan orang di sekitarnya.

"Udah makan saja, aku tidak apa-apa," sahut Adli.

"Gini saja Mas, sebenarnya aku masih lapar, tapi aku juga tidak ingin serakah, gimana makanan yang satu bungkus ini kita bagi jadi dua saja," pinta gadis itu sambil membagi nasi tersebut ke dalam kertas minyak miliknya yang sudah kosong.

Adli hanya terdiam dan diamnya itu mengiyakan apa yang di minta oleh gadis tersebut, hingga pada akhirnya mereka berdua makan bersama diatas lantai yang beralaskan tikar itu.

'Ibu apakah dulu setelah melahirkan Adli ibu merasa kelaparan seperti gadis yang ada di hadapanku ini,' batinnya berkata.

🌹 Bersambung .....🌹

Catatan penulis:

Selamat pagi kakak-kakak semoga kalian suka dengan kelanjutan ceritanya, selamat membaca ya dan terima kasih ❤️❤️❤️🙏🙏🙏

Episode 03 Meminta pertanggungjawaban

Selesai makan gadis itu langsung berlalu ke kamarnya, menengok kembali bayinya yang masih terlelap dalam tidurnya itu, perlahan tubuh lelahnya mulai berbaring di atas dipan sederhana milik pria bertato itu, air mata kian membasahi pipinya memikirkan akan kejadian yang menimpanya tadi, andai saja dirinya tidak di tolong pria yang belum dia ketahui namanya itu, pasti dirinya tidak bisa tidur nyaman seperti ini.

Pria itu bagaikan malaikat tidak bersayap, yang sudah di rancang oleh Tuhan untuk membantunya di saat keadaan pelik seperti ini, lelah sudah tubuh ringkih ini, sehingga gadis itu dengan mudahnya memejamkan matanya.

Berbeda dengan pria yang masih terduduk di ruang tamu yang masih beralaskan tikar tersebut, dirinya tersenyum simpul mengingat kejadian tadi, ada rasa sakit yang berdesir di hatinya manakala dia mengingat seorang bayi yang tergeletak di atas lantai begitu saja.

"Ya Allah, aku melihat bayi itu seperti melihat diriku sendiri, jika kau mengijinkan biarlah bayi itu hidup di dalam genggamanku, aku tidak ingin anak itu memiliki nasib yang sama seperti diriku dulu," pinta Adli kepada Tuhannya.

Di tengah dirinya menyematkan doa terhadap Ilaihi Robbi, tiba-tiba saja suara tangis menggema seantero ruangan ini, reflek pria tersebut langsung berlari memasuki kamar itu, tanpa aba-aba dirinya langsung mengangkat bayi itu dari samping ibunya, yang masih terlelap, mungkin gadis itu terlalu lelah sehingga dirinya tidak mendengar tangisan dari anaknya itu.

"Cup, cup, cup, Sayang," ucap pria itu sambil menimang-nimang bayi yang masih berusia belum genap satu hari itu.

Tangisan bayi itu semakin menggema, sehingga mampu membangunkan tidur ibunya yang lelap, perlahan Shafina mulai membuka matanya, dirinya langsung terkejut melihat bayi itu sudah berada dalam dekapan tangan bertato itu.

"Mas, maaf ya, aku tidak kedengaran," ucap Shafina sambil menahan malu.

"Gak apa-apa mungkin kamu kecapean," sahut Adli.

"Popoknya sudah basah, apa kamu kuat untuk menggantinya," terang Adli yang memang tangannya terkena tembusan air kencing dedek bayi.

"Iya aku bisa," sahut Shafina, sambil mengambil bayinya dari dekapan pria bertato itu.

Shafina mulai meletakkan bayinya itu, diatas dipan, perlahan tangan kecilnya itu mengambil Pampers yang ada di meja kecil samping tempat tidurnya, lalu dirinya mulai menggantinya dengan yang baru, alhasil bayi tersebut perlahan langsung diam, segera pria bertato itu mengambilnya kembali dalam dekapannya.

"Kamu istirahat dulu biarkan anakmu ini denganku," pinta Pria itu.

"Mas, siapa namamu." Tiba-tiba saja pertanyaan itu keluar dari bibirnya.

"Namaku Adli," sahutnya datar.

"Mas, Adli terima kasih banyak untuk semua," ucap Shafina yang di angguki oleh Adli. Lalu pria itu memilih untuk keluar dari kamar dan menimang-nimang bayi yang masih membuka mata itu.

Pukul sudah memasuki 03.00, dini hari, bayi mungil itu perlahan mulai memejamkan matanya, segera pria itu meletakkannya diatas dipan samping ibunya, di lihatnya pelan-pelan dua manusia yang tertidur pulas itu, angannya kian mengingat ke belakang, mana kala dirinya dulu yang memiliki nasib yang sama dengan bayi mungil itu.

"Semoga hari esok dan seterusnya aku mendapatkan kerjaan yang banyak, agar bisa membelikan mu Pampers,' ucap Adli dalam hatinya.

*****

Keesokan harinya, saat ini Adli dan Shafina sedang menikmati sarapan nasi uduknya, Shafina begitu lahap menyantap makanan sederhana itu, seperti janjinya kemarin setelah sarapan Adli mengajak ibu dan bayinya itu pergi ke rumah seseorang, yang memang harus bertanggung jawab terhadap Shafina dan juga anaknya, dengan menaiki motor keluaran lamanya pria itu membawa ibu dan bayi tersebut di dalam perjalanan yang memang tidak terlalu jauh dari tempat tinggalnya.

Setelah 15 menit perjalanan, akhirnya pria itu sampai juga di depan rumah Seno yang merupakan ayah dari bayi yang dilahirkan Shafina kemarin, tangan kanannya mencoba untuk memencet bel yang ada di tembok pintu gerbang itu, setelah itu barulah seorang satpam keluar menemui mereka.

"Selamat pagi ada yang bisa kami bantu," ucap satpam itu dengan ramah.

"Pak, apa benar ini rumah Mas Arseno?" tanya Shafina.

"Iya, Mbak, ini memang rumahnya Tuan Seno," sahut satpam tersebut.

"Pak, apa boleh kita bertemu dengan Mas Seno," pinta gadis muda itu.

"Baiklah mari saya antar," ucap satpam tersebut.

Perlahan mereka pun masuk ke rumah Seno yang terbilang sangat megah dan mewah itu, setelah itu Adli dan Shafina duduk di tempat khusus untuk tamu.

Lalu satpam tersebut mulai menyuruh ART untuk memanggilkan Tuannya itu, dan sekitaran lima belas menit Seno keluar dengan mata yang begitu terkejut melihat gadis yang merupakan kekasih hatinya datang dengan menggendong bayi, yang sudah pasti merupakan anak kandungnya.

"Fina," ucap pria tampan itu, dengan menghentikan langkahnya, seakan takut untuk mendekati mereka.

"Mas, kamu ke mana saja, sudah satu bulan ini kamu tiada kabar, apa kamu sengaja ingin lepas dari tanggung jawabmu, lihatlah anakmu sudah lahir ke dunia ini tapi dirimu tidak ada di sampingku ketika aku membutuhkanmu," ungkap Shafina dengan menggebu-gebu, karena sedari sebulan dulu dirinya sudah menahan rasa unek-uneknya itu.

"Shafina, bukannya aku sudah bilang jangan pernah menemui ku dulu, sebelum aku yang menemui dirimu," sahut pria itu dengan putus asa dia tidak tahu harus menerangkan seperti apa situasinya saat ini.

"Aku datang ke sini karena memang kamu sengaja menghindar dan tidak memberiku kabar, Mas!" bentak Shafina yang memang sudah tidak tahan lagi menahan amarahnya.

"Bukannya aku sudah bilang, untuk kali ini aku memang begitu banyak masalah, aku pasti akan tanggung jawab dengan anak kita itu, tapi tolong beri aku waktu," pinta pria itu.

"Aku tidak menyangka di saat anak ini sudah lahir kamu masih saja berkelit seperti itu, sebenarnya apa yang telah kau sembunyikan dari aku!" gertak Shafina.

"Aku tidak bisa menceritakan itu sekarang, dan untuk kali ini, maaf Shafina aku masih belum bisa untuk menikahi mu," terang Seno.

"Anak ini perlu identitas dari ayah kandungnya, kamu dulu sudah berjanji, untuk menikahi ku sebelum anak ini lahir ke dunia, dan sekarang bayimu ini sudah lahir, tapi tanggapanmu masih seperti dulu, aku sudah lelah Mas, dengan semua ini, kalau pun kamu tidak ingin bertanggungjawab lebih baik dari dulu kamu ngomong saja, biar aku tidak berharap dengan laki-laki pecundang seperti dirimu ini, kamu benar-benar berengsek Mas!" teriak Shafina sehingga menimbulkan rasa kesal terhadap wanita paruh baya yang sedari tadi sudah mendengar pembicaraan mereka di balik pintu.

"Siapa yang kau sebut berengsek tadi hah siapa!" teriak wanita paruh baya itu yang tidak terima anaknya di sebut berengsek.

"Ma, sudah Ma, jangan seperti ini," cegah Seno terhadap ibunya.

"Biar Mama kasih tahu wanita kampung ini, enak saja menginginkan pertanggungjawaban dari kamu, memangnya dirimu itu siapa, apa pantas wanita miskin sepertimu bersanding dengan anak saya, hah apa pantas, kami satu keluarga sudah berembuk untuk mencarikan jodoh yang terbaik untuk anak kami, jadi maaf buanglah anganmu yang ketinggian itu, meskipun kau sudah menggunakan bayimu untuk menjerat anakku, tapi tetap saja kami tidak menerima kehadiran anak haram mu itu!" ketus mama Seno dengan menggebu-gebu.

Mendengar kata anak haram pria bertato itu langsung mengambil alih pembicaraan. "Anak haram, apa anak Ibu, lebih mulia, dengan wanita yang mempertahankan anak haramnya ini, perlu anda ketahui, wanita yang memilih untuk mempertahankan anak haramnya lebih mulia daripada pria yang lepas dari tanggungjawabnya, seperti anak Ibu itu, benar-benar sangat menjijikkan!" desis Adli.

"Dasar anak muda kurang ajar, siapa kamu beraninya berbicara seperti itu, asal kamu tahu apa yang saya bicarakan itu benar adanya, gadis ini memang kenyataannya tidak pantas bersanding dengan anakku," terangnya dengan begitu menyombongkan diri.

"Tapi anak Ibu ini, sudah merusak masa depan seorang gadis, seharusnya kalau memang Ibu becus mendidik anak laki-lakinya tidak akan terjadi kasus seperti ini, tolong ajarkan sama anak Ibu, habis berbuat harus berani bertanggungjawab, bukan malah menghindar dan mencarikan jodoh yang lebih dari gadis yang sudah di hancurkan masa depannya, ingat suatu saat karma pasti akan datang!" ancam Adli, sambil mengajak Shafina keluar dari rumah ini.

Catatan penulis

Selamat pagi kakak-kakak semoga suka ya dengan kelanjutan ceritanya. Selamat membaca❤️❤️❤️🙏🙏🙏

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!