NovelToon NovelToon

BLASH

TIKUS PSIKOPAT

TEET..TEET..TEET…

Bel istirahat berbunyi. Para siswa yang tadinya duduk rapi di dalam kelas, kini berhamburan keluar. Ada yang pergi ke toilet, ada yang pergi ke ruang guru untuk menyerahkan tugas ( yang ini pastinya seorang ketua kelas ), dan yang paling banyak dituju para siswa adalah kantin.

Juna menghembuskan napas perlahan sambil mengeluarkan sekotak susu yang ada di saku celananya, dia ambil satu dari sekian banyak kotak susu yang ada di lemari esnya. Tempat duduknya berada di pojok dekat cendela. Dia sengaja memilih karena dari situ dia bisa memandangi langit yang amat ia sukai. Dan dari situ pula Dia dapat memperhatikan kegiatan sehari-hari yang dilakukan oleh teman kelasnya.

“Cerah.” Katanya pelan.

Hari ini langitnya tampak begitu cerah, lebih tepatnya panas. Mungkin jika Dia keluar dari kelas, tubuhnya akan terasa terbakar. Begitu pikirnya. Tak ada burung yang berlalu lalang di langit. Mungkin mereka juga menghindari suhu udara yang terasa menyengat ini.

Namun hilir angin yang tak begitu kencang yang dapat Dia rasakan dari tempat duduknya, mampu membuat kelopak matanya tak dapat dihentikan agar tak menutup. Sambil mendengar suara daun bergesekan, lengkap sudah matanya semakin menutup.

“Hei teman-teman!”

Juna yang baru saja terlelap, kaget mendengar suara seseorang yang berteriak di sampingnya. “Ngagetin aja sih!” Juna mengendus sebal.

“E-eh m-maaf.” Dia tampak takut dengan gertakan Juna barusan, kemudian berlari menuju teman-temannya yang sedang duduk bergerombol di bangku depan.

“Hei, kalau bisa jangan dekat-dekat dia.” Bisik seorang temannya.

“Eh.. kenapa ?” Tanya gadis yang tadi teriakannya menyagetkan Juna.

“Kau tau sendiri kan barusan, sikapnya amat buruk. Guru-guru pun merasa kesusahan dengan sikapnya yang menyebalkan itu. Dan dia seperti orang gila.” Kata temannya yang lain.

“Hei, aku mendengar perkataan kalian lo.” Batin Juna.

“Tapi kan.. dia juga teman kita.”

Salah satu temannya memukul kepala gadis itu. “Kau ini memang polos banget ya.” Teman-temannya tertawa bersamaan.

“Dasar menyebalkan.” Umpat Juna.

Bisa-bisanya mereka membicarakan seseorang dengan berada di tempat yang sama dengan seseorang itu. Gadis yang tadi berteriak di samping Juna takut-takut melirik padanya. Bodoh. Juna kembali menatap cendela sambil menyesap susu.

“Hei Airi, kau dengar tidak kabar burung baru-baru ini ?”

“Apa Sel ?”

“Itu loh, pacar ketua Osis. Katanya sih dia dapat terror pesan dari nomor yang tak dikenal. Dia diancam agar putus dengan ketua Osis.” Kata Sela.

“Dari mana kau dengar berita itu ?” Tanya temannya yang lain.

Sela diam sejenak. “Kalian kudet banget ya. Sampai-sampai berita yang lagi hot itu tak dengar ke telinga kalian.”

“Wah.. kejam sekali si peneror itu. padahal menurutku mereka serasi banget. Si ketua Osis yang tampan, tampak tegas dan berwibawa. Pacarnya juga cantik, kalem, tampak keibuan.” Kata Airi. Gadis yang teriak disampingku tadi.

“Iya juga. Aku selalu terpesona ketika melihat mereka jalan bareng.”

“Benar!!”

“Eh ya gak banget deh. Si Namira pacarnya ketua Osis itu kelihatan kegatelan banget.” Kata Sela ketus. “Gimana bisa cewek yang biasa-biasa aja itu jadi pacarnya ketua Osis. Pasti dia melakukan sesuatu. Bukankah lebih baik kalau ketua Osis jomblo aja biar dia fokus dengan jabatannya. Kalau begini kan, dia harus memperhatikan pacarnya juga.”

Teman-temannya diam mencoba mencerna apa yang baru saja dikatakan Sela.

UHUK!

Juna tersedak. Mereka yang sedang menggosip di depan kelas sontak menoleh pada Juna. Juna tersenyum.

“Hiiyy merinding.” Kata salah seorang dari mereka.

“Lalu sebaiknya kita dukung siapa nih ? Namira atau si peneror ?” Tanya Airi.

“Ya jelas si peneror lah.” Jawab Sela cepat. “Kalian mau, punya ketua Osis yang tidak bertanggung jawab sama pekerjaannya ?”

“Iya juga yah.”

“Tuh kan.”

“Jelas sekali kalau kau adalah si peneror itu. Sela. Kau sebenarnya suka dengan ketua Osis sejak awal dan tak terima ketika mendengar ketua Osis itu jadian dengan seseorang. Kau mempengaruhi mereka agar mereka ikut membenci Namira, hujatan dan terror dari orang-orang akan membuat Namira stress kemudian memutuskan hubungannya dengan sang ketua Osis. Dari situ lah kau mulai mengambil langkah mendekati sang ketua Osis. Kalian berdua bersahabat sejak kecil kan, makanya kau begitu posesif terhadap ketua Osis itu, tak ingin dia dimiliki oleh siapapun kecuali dirimu. Mereka semua juga terlalu bodoh, mau aja terjerumus ke dalam rencana busuk Sela.”

Juna tertawa terbahak-bahak. Mereka sontak menatap Juna. Lagi. Juna tak peduli, dia hanya ingin tertawa melihat sandiwara yang dibuat oleh Sela si pengecut itu.

“Tuh kan.. dia beneran gila.”

***

TEET.. TEET.. TEET...

Waktunya pulang pun tiba. Para siswa mengemasi barang-barangnya, dimasukkan dalam tas masing-masing. Kecuali Juna. Dia masih asyik menatap jendela sebelum dia menggalkan spot favoritnya itu. Hingga semua siswa pulang dan hanya menyisakan Juna yang masih berada di dalam kelas, Juna baru beberes memasukkan buku pelajaran yang ada di bangkunya ke dalam tas. Ini adalah kebiasaan rutinnya.

Langkah gontainya menuju parkiran sepeda yang terletak di belakang gedung sekolah. Melewati lapangan tengah tempat dimana tim basket biasanya berlatih. Namun hari ini sepi, mungkin bukan jadwal latihan rutinnya. Hari ini koridor kelas pun juga tampak sepi.

“Aku suka padamu. Maukah kau.. pacaran denganku ?”

Juna yang memasuki area parkir mendapati dua orang muda mudi yang sedang mengungkapkan pernyataan cinta. Juna sama sekali tak peduli, Dia tetap lanjut berjalan di depan mereka. Sang gadis tampak terkejut malu ketika melihat Juna. Langkah Juna terhenti sejenak beberapa detik, kemudian dia melanjutkan berjalan.

“M-maaf.. tapi.. aku belum boleh pacaran sama orang tuaku.” Kata sang gadis sebelum lari meninggalkan laki-laki yang menembaknya.

“Bodoh. Alasannya sama sekali tak rasional.”

***

“Selamat pagi anak-anak. Kami dari pihak sekolah meminta bantuan kalian semua. Kalian tau Indy teman kelas kalian kan ? sejak dua hari yang lalu dia tidak masuk sekolah. Pagi tadi kami mendapat kabar dari orang tuanya, ternyata Indy menghilang sejak dua hari yang lalu. Pihak orang tua sudah berusaha menghubungi polisi dan baru sempat sekarang, mereka mengabari pihak sekolah. Barangkali dari kalian ada yang bersamanya sebelum Indy menghilang, kalian bisa langsung datangi saya atau pak kepala sekolah.”

Seisi kelas dibuat gaduh oleh kabar buruk yang di sampaikan wali kelas pagi ini. Mereka sibuk berbicara satu sama lain, beberapa juga ada yang memberi kesaksian pada wali kelas. wajah mereka tampak khawatir, takut. Khawatir bahwa seorang temannya telah hilang atau takut mengaku karena memang terlibat oleh hilangnya Indy.

Juna menguap terus sejak tadi. Tangannya mengetuk-ngetuk bangku, sambil memperhatikan kegaduhan yang terjadi di kelasnya. Ekspresi yang ditunjukkan oleh teman-temannya, sungguh membuat Juna tertarik.

“Kabar bagus nih.”

TIKUS PSIKOPAT (2)

Sudah dua bulan berlalu sejak dikabarkannya Indy menghilang. Sampai saat ini pun seluruh pihak masih belum menemukan dimana gadis itu berada. Padahal Indy adalah anak seorang CEO perusahaan terkenal di kota ini. Namun pada akhirnya, uang belum tentu mampu menyelesaikan segala macam perkara.

Orang tua Indy mencoba menghubungi berbagai macam pihak. Takut terjadi sesuatu yang buruk terhadap anak semata wayangnya. Sayang sekali. Pasti berat beban yang dipikul Indy. Tak bisa dibayangkan jika mereka kehilangan pewaris tunggalnya.

Anehnya jumlah siswi yang menghilang makin bertambah. Saat ini sudah empat siswi yang hilang termasuk Indy. Para orang tua mereka juga sama khawatirnya dengan orang tua Indy. Berbagai macam gosip buruk beredar cepat bagaikan gas yang terkena percikan api.

“Saat ini kami menghimbau agar seluruh orang tua harus menjemput anaknya pulang dari sekolah untuk mencegah hilangnya seorang siswa lagi. Tentu saja ini adalah masalah yang amat serius. Oleh karena itu kami mohon kerjasamanya pada seluruh orang tua siswa. Kami berjanji akan terus menuntaskan kasus ini secepat mungkin.

“Untuk para siswa sendiri dimohon agar selalu menjaga diri. Jangan mau ikut orang yang tidak dikenal. Apabila orang tua kalian berhalangan untuk mengantar atau menjemput kalian, usahakan jangan pulang sendiri. Ajaklah teman kalian yang rumahnya searah untuk pulang bareng. Jangan berada di tempat sepi, selalu beradalah di tempat ramai. Karena bahaya akan datang kapan saja dan menargetkan siapa saja.”

Itu adalah pidato Pak kepala sekolah sampaikan setiap rapat mingguan orang tua siswa. Sejak menghilangnya Indy, rapat yang biasanya diadakan sebelum ujian, kini diadakan setiap seminggu sekali. Tentu saja rapat ini juga diikuti oleh para siswa. Karena rapat itu dinamakan ‘rapat besar’ maka seluruh undangan diwajibkan hadir kecuali force mejure.

Juna yang seorang yatim piatu selalu hadir seorang diri. Juna yang kata teman-temannya ‘gila’ selalu berangkat dan pulang sekolah seorang diri. Itu bukan masalah baginya. Toh dia juga laki-laki, tentu saja bisa jaga diri. Lagipula korban yang hilang juga siswa perempuan semua. kemungkinan dia diculikpun jadi sedikit.

Meskipun berperawakan seperti siswa pemalas dan cuek. Juna adalah siswa yang rajin mengerjakan tugas dan selalu mendapat nilai yang baik. Tak jarang dia mendapat peringkat pertama di setiap ujian semester. Mungkin julukan ‘gila’ sudah melekat dalam dirinya.

“Wah gelang mu bagus banget.” Airi yang baru saja datang menghampiri Juna yang seperti biasa, asyik menatap cendela.

Juna menoleh. “Ada apa ? Masalah ?”

“T-tidak.. aku hanya ingin tau kau beli dimana gelang itu.”

“Padahal ini hanya gelang tali berwarna hitam yang tampak murahan. Mungkin membuat sendiri pun juga bisa.”

“Gelang seperti preman gitu kau bilang bagus Airi ? Dasar.. kau ikutan tak waras seperti dia.” Ujar seorang temannya diikuti tawa serentak teman-teman kelas.

Juna mendengus sebal. “Tuh kan, kalau kau dekat aku, nanti kau ketularan tak waras. Cepat pergi sana.”

Dengan berat hati Airi pergi ke tempat duduknya. Sesekali takut-takut melirik Juna.

“Dasar menyebalkan.”

Pelajaran berlangsung seperti biasa. Tak dapat dipungkiri masih tersisa ekspresi khawatir dari masing-masing siswa terutama siswa perempuan. Begitupula dengan wali kelas kami yang selalu mengingatkan agar tidak berjalan sendirian. Selalu ajaklah sedikitnya satu teman untuk bareng.

“Hei Airi, kau dicari kakak kelas. Katanya ada hal yang ingin ia bicarakan denganmu ?”

“Benarkah ? Apa aku membuat masalah ?” Kata Airi takut sambil celingukan menatap luar kelas.

“Tidak tau ya.” Kata temannya. “Tapi menurutku sih tidak. Kelihatannya kakak kelas itu baik kok.”

“Baiklah.” Airi yang tadinya sedang mengemasi barang bersiap untuk pulang, bergegas berdiri menemui kakak kelas.

Seluruh siswa sudah pada pulang. Kelas sudah sepi. “Sudah waktunya ya.” Juna beranjak mengangkat tas ranselnya bersiap pulang. Tiba-tiba langkahnya terhenti ketika melihat tas Airi yang masih tertinggal di kelas.

“Oh dia masih belum kembali juga rupanya.”

***

“Hei Airi, selamat yaa.”

Airi tampak malu-malu menerima ucapan selamat dari temannya.

“Tuh kan benar. Kakak kelas itu boleh juga, lumayan tampan. Ngomong-ngomong kau cepat sekali jadian, baru seminggu aja kenal udah langsung jadian.”

“Mau bagaimana lagi ? Dia nya langsung nembak.” Jelas Airi.

Gosip hari ini ‘Airi jadian’. Selalu ada gosip tiap hari. Tak tau apakah di kelas lain juga sama atau hanya kelas yang kebetulan Juna masuki. Juna hanya memperhatikan mereka, ikut mendengarkan sambil mengunyah permen karet yang sejak pagi belum Dia buang dari mulutnya.

“Selamat.” Ucap Juna ketika Airi membagikan lembar tugas di bangkunya.

Airi sontak tertegun. “E-eh m-makasih.”

“Semoga langgeng.” Juna tersenyum.

Senyuman Juna sukses membuat Airi melangkah mundur, melanjutkan membagikan lembar tugas ke bangku teman-temannya yang lain. Sesekali dia melewati bangku Juna, berjalan jinjit agar Juna yang sedang asyik menatap jendela tidak menoleh, menatapnya dengan senyuman mengerikan seperti tadi.

“Kau pulang bareng dengan pacarmu kan ?”

Airi mengangguk.

“Baiklah. Semoga dia menjagamu dengan benar. Ingat! Jangan pulang sendiri maupun berjalan sendiri.” Kata temannya mengingatkan.

“Siap bos.”

Waktunya pulang. Semua siswa bersiap-siap pulang. Tampak di depan kelas ada seseorang menunggu. “Airi, tuh udah ditungguin.”

“Oh iya sebentar.”

“Meskipun dia sudah jadi pacarmu, kau tetap harus menjaga diri ya.”

Airi mengangguk mantap. Pergi menghampiri sang kekasih yang sedang menunggunya sejak bel pulang berbunyi.

Kali ini Juna pulang lebih awal. Tidak seperti biasanya.

***

“Kau ingin mengajakku kemana ? Ini juga sudah malam.” Tanya Airi.

“Sabar sedikit sayang, sebentar lagi kita sampai. Aku sudah menyiapkan surprise untukmu.”

Airi tersipu. Sudah sepuluh hari sejak mereka jadian, sudah sewajarnya dia mempercayai pacarnya. Begitu pikir Airi.

“Tapi masak pakai tutup mata segala, nanti kalau aku tersandung gimana ?” Tanya Airi sedikit merasa khawatir.

“Tenang saja, aku akan menjagamu agar tak terjatuh.”

“Baiklah.”

Terdengar suara pintu terbuka. Airi berpikir mereka memasuki suatu tempat. Tunggu. Bau apa ini ? kok apek sekali ? tiba-tiba Airi merasa ada yang mengikat tangannya.

“Sayang kenapa ? Ada apa ?” Tanyanya panik.

Kemudian tubuh Airi di dorong hingga terjatuh.

“Aw!” Airi mengernyit kesakitan.

Terdengar suara orang tertawa terbahak-bahak. Airi mulai menangis, sungguh dia tak bisa melihat apa-apa, matanya tertutup. Dia berusaha menggeliat melepas tali yang mengikat tangan dan kakinya. Mencari sesuatu yang bisa menyelamatkannya. Dimana pacarnya tadi ? Apa ada seorang yang berbuat buruk pada mereka.

“Akhirnya koleksiku lengkap sudah.” Orang itu kembali tertawa. “Sekarang selamat menikmati surprise dariku.” Seseorang itu mengeluarkan sesuatu dari kantong celananya, dengan ganas benda itu ia sabetkan ke tubuh Airi. Airi berteriak kesakitan. “Terus.. terus lah berteriak. Aku jadi makin bersemangat bwahahaha.”

CTAS! CTAS!

Airi mengerang kesakitan. “A-aku mohon hentikan.” Katanya sambil banjir air mata.

“Skak mat.” Tiba-tiba terdengar suara lain yang mampu menghentikan sabetan benda ganas itu mendarat lagi di tubuh Airi. “Halo sang tikus psikopat. Salam kenal.”

Airi berhenti menangis. Suara itu.. terdengar familiar di telinganya.

TIKUS PSIKOPAT (3)

“Siapa kau ?!”

“Eh ? aku ? Hmm..” Dia mengetuk-ngetuk dagunya. “Seharusnya kau tanya dulu gimana aku bisa sampai di tempat jorok dan terpencil seperti ini. Dan… gimana bisa aku masuk lewat lubang kecil yang ada di atas ini.” Dia tertawa.

“Dasar sialan kau!”

“Yah.. ternyata kau tidak pensaran. Yaudah deh aku beritahu langsung aja-“

“Aku tak peduli! Siapa pun yang menemukan tempat ini, dia harus di bunuh!”

Dia tampak sama sekali tak peduli dengan ancaman barusan. “Berkat peralatan canggihku, aku bisa merayap naik ke lubang kecil itu. Dan berkat kostum yang aku pakai ini, tubuhku dapat mengerat. Genius sekali kan ? seharusnya kau memujiku, ya kan, tikus psikopat ?”

Orang yang dipanggilnya tikus psikopat tadi menggeram marah. Dilemparnya belati ke arah tempat Dia berada.

“Eit.” Sayang sekali refleks orang itu sempurna. “Baiklah-baiklah. Perkenalkan.. namaku Black Shadow. Nama pendeknya Blash. Terserah kau mau panggil aku Black Shadow atau Blash. Ngomong-ngomong namaku keren kan ?”

“Omong kosong!” Tikus psikopat itu kembali melempar beberapa pisau ke arah Blash. Dengan tangkas, Blash menghindar kemudian lompat turun dari tempatnya selama ini berada.

“Hup!” Blash tersenyum. “Keren kan pendaratanku barusan, ini berkat sepatu super yang aku buat kemarin. Kau mau membelinya ? Hm.. dilihat dari kesulitan cara membuatnya, mungkin harganya sekitar lima puluh juta. Hehe. Limited edition loh ini.”

“Aku akan membunuhmu. Dasar sialan!” Sang tikus maju menyerang membawa pisau panjang di tangan kanannya, sementara tangan kirinya memegang cambuk.

Pisau panjang yang akan mengenai tubuh Blash, dengan sigap dihentikan olehnya. Padahal pinggiran pisau itu amat tajam, namun dengan mudahnya direbut oleh Blash kemudian dileparkannya pisau itu ke pojok ruangan.

“Dengarkan dulu penjelasanku. Aku kemari bukan untuk bertarung, tapi untuk mengungkap identitas aslimu.”

Sang tikus itu tertegun. Cambuk yang dipegangnya tadi terjatuh. Tangannya gemetaran. “Siapa kau.. sebenarnya..”

“Aku ? Kan tadi aku sudah memperkenalkan diri. lupa ya.” Blash tertawa. “Baiklah kita mulai. Kau adalah seorang buronan di negeri sebrang. Kau ditangkap dengan kasus penculikan dan.. penyiksaan. Hal yang sama yang kau lakukan barusan.

“Kemudian kau berhasil melarikan diri. Pindah ke negeri lain adalah pilihan yang tepat karena kasusmu belum sampai menyebar di seluruh dunia. Namun percayalah setelah ini dunia akan mengenalmu. Wow! Kau keren sekali, menjadi terkenal.” Blash mengetuk-ngetuk dagunya. “Aku sih juga mau terkenal. ‘Black Shadow sang penyelamat dunia’” Blash terkekeh.

“Tidak mungkin ?”

“Benar sekali, tidak mungkin seorang di negeri ini mengenalmu, bukan begitu ? Sayang sekali kau kurang beruntung, kesalahanmu ada pada keputusanmu memilih sekolah untuk mencari korban selanjutnya.”

“Kau.. siswa sekolah itu ?”

“Hm ? bisa jadi. Alasan kau mencari korban hanya dari satu sekolah adalah karena kau takut jika kasus penculikan ini menyebar lebih luas. Dan.. pada akhirnya kau kembali dalam jeruji besi. Padahal tanpa kau sadari, berita penculikan ini sudah menyebar luas. Seluruh siswa di kota ini juga sudah dihimbau agar selalu berhati-hati karena bahaya dapat menyerang siapapun dan dimanapun. Dan sekarang kau dalam bahaya.” Blash terkekeh lagi.

“Sayang sekali usahamu menyamar menjadi salah satu siswa sekolah itu harus berhenti sampai disini.” Blash menghembuskan nafas panjang. “Makanya sejak awal kita bertemu, aku merasa ada yang aneh. Aku sama sekali tak pernah melihat wajahmu sebelumnya dan aku bisa langsung menyimpulkan bahwa kau bukan siswa sekolah itu. Ngomong-ngomong, aku seorang pengamat lo. Jadi kalau ada yang berbeda sedikit saja, aku bakal tau.

“Padahal sudah banyak hal aneh yang terjadi selama hampir tiga bulan ini. Tapi mereka sama sekali tak menyadarinya, terutama para korbanmu ini. Malang sekali nasib mereka.” Blash menggeleng-gelengkan kepalanya. “Kau pergi ke kelas pacarmu eh bukan, korbanmu seketika bel pulang berhenti berbunyi. Itu hal yang aneh bukan, wajarnya siswa pasti sibuk mengemasi barang-barang mereka terlebih dahulu, tapi kau tidak. Kau langsung menunggu di depan kelas seakan-akan kau sudah menunggu sejak tadi.”

“Kau ini siapa ?! Buka maskermu dasar pengecut!” Sang tikus berteriak marah, mengambil cambuknya yang jatuh lalu berlari menuju Airi. Sang tikus itu mengeluarkan belati dari kantong celananya kemudian meletakkan belati tersebut di leher Airi.

“Kalau kau tak ingin gadis ini mati, kau harus tutup mulut!”

“Kyaaa..” Jerit Airi.

Blash terdiam sejenak kemudian dia tertawa. “Silahkan saja… sebentar lagi daftar kasusmu akan bertambah. Penculikan, penyiksaan, dan.. pembunuhan.” Blash menyeringai. “Karena… sebentar lagi polisi akan segera tiba.”

“Jangan bicara omong kosong kau!”

“Aku berkata jujur kok. Sejak tadi aku sudah menelpon polisi dan sudah mengirim GPS tempat ini. Mungkin para polisi sedikit kesusahan mencari lokasi ini karena ya.. pasti lubang tikus akan sulit untuk dicari.” Blash terkekeh. “Tapi mereka pasti akan menemukanmu karena aku sudah menempel alat pelacak di tubuhmu.”

Sang tikus itu melotot. “Dimana ?!!” Dia meraba-raba tubuhnya.

Blash terbahak-bahak.“Kau tidak akan bisa menemukannya. Karena alat itu sudah melekat di kulit tubuhmu. Keren kan aku bisa buat benda secanggih itu.”

“Sialan!!! Baiklah kalau begitu biar kuakhiri semua ini sekarang.” Sang tikus memindahkan belati yang menodong Airi tadi ke leher si tikus itu sendiri.

“Sekarang.. kau tak bisa menangkapku bwahaha.”

“Wahh.. beneran deh.. bunuh diri itu cara ampuh untuk melarikan diri.” Blash menggeleng-gelengkan kepalanya. “Silahkan saja sih.”

Tanpa Sang tikus sadari, Blas sudah berada di sebelahnya. “Tapi aku tak akan membiarkanmu melarikan diri.”

BUK! BUK! CTIK

Kini, tubuh Sang tikus sudah terlilit tali, dia menggeliat berusaha melepaskan diri. “Kau!!!!”

“Kau harus membayar semua perbuatan yang telah kau lakukan.” Balsh berjalan menuju Airi.

Melepaskan ikatan dan penutup matanya.

Mata Airi mengerjap-ngerjap, dia mengucek matanya. Dia memperhatikan pria di depannya yang sedang melepas ikatan di kakinya, pria itu memakai baju serba hitam yang ketat dan memakai masker.

“T-terima kasih.” Ucap Airi takut-takut.

“Sebaiknya kau lebih pemberani.” Kata Blash.

Blash kemudian berjalan ke belakang Airi dan Airi dibuat terkejut. Ternyata tidak hanya dia yang di sekap disini. Mereka.. teman-temannya yang hilang… mereka semua terkapar tak berdaya dengan tubuh diikat dan mata ditutup kain. Airi ngeri melihatnya. “Indy…”

Blash segera melepas ikatan dan penutup mata mereka. Mereka semua tak sadarkan diri. “Kau satu-satunya yang sadar, jadi jagalah mereka sampai polisi tiba dan berilah kesaksian atas perbuatan Tikus Psikopat itu.”

Airi mengangguk patah-patah.

Blash beranjak berdiri, berjalan menuju pintu.

Airi meraih tangannya. “Kau mau kemana ? Eh ?” Tangan Airi menyentuh sesuatu di tangan Blash. “Kau-“

Belum sempat Airi melanjutkan kata-katanya, Blash sudah menghilang. “Lain kali.. aku akan lebih berani.” Airi tersenyum.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!