NovelToon NovelToon

My Mr.Mafia

MY MR.MAFIA — BAB 01

Birmingham Village — Inggris.

Keadaan malam yang mencengkram di sebuah desa yang berada di sudut kota Birmingham Inggris. Sebuah desa terpencil yang memiliki tanah subur nan luas dengan pemandangan perkebunan yang cukup indah, namun tak seindah sebelumnya ketika sekelompok pria berjas datang dengan gagahnya bersama satu bos mereka.

“The man came again, what's this? (Pria itu datang lagi, bagaimana ini)?” panik seorang nenek tua kepada sang suami.

Dua lansia itu kebingungan dan hanya bisa berdiam diri di dalam rumah minimalisnya. Terlihat wajah kebingungan dan lugu dari seorang kakek tua. Bruakk! Pintu didobrak dengan paksa hingga sontak membuat kedua lansia tadi ketakutan dan gemetar ketika melihat sosok pria bertubuh gagah, besar dan tinggi dengan mantel jas panjangnya, kemeja lengkap dengan sarung tangan hitam.

Safir mata grey yang mengkilat tajam nan dingin. “Time to take a life insurance, old man. (Saatnya mengambil jaminan nyawa, pria tua).” Ucap suara dingin dengan batang rokok di sudut bibirnya.

Sambil gemetar kakek itu menyatukan kedua tangannya. “Ak-aku mohon, berikan kami waktu 1 bulan lagi.” Pintanya dengan memelas sembari menangis karena takut. Sementara istrinya yang ada di belakang pun juga mulai menangis ketakutan.

Pria itu menarik rokoknya dari bibirnya, membuangnya dan memijaknya hingga padam. “Apa satu tahun belum cukup untukmu?” suaranya benar-benar membuat siapapun merinding.

“Tapi... cuaca tidak cukup mendukung dan tanaman ku banyak yang mati Tuan, dan pengeluaran kami bahkan berkurang.” Jelas kakek tadi yang masih memohon pengampunan.

“Hey! Kau bertani di lahan kami, jika tidak bisa membayar maka seharusnya jangan bernego dan memohon waktu itu sialan.” Kasar seorang pria yang juga sama rapinya dengan sosok bos di sebelahnya.

Tak bisa berkata-kata lagi selain tangisan. “Cucuku akan datang, dia bilang akan mencicilnya.” Dengan suara serak karena air mata. Kakek tadi benar-benar memohon.

Cukup lama pria bermata grey itu memandanginya dengan datar, lalu mulai melangkah maju dengan perlahan. Tentu saja kakek malang tadi mendongak saat tinggi tubuhnya kalah jauh dengan pria gagah itu.

“I don't like waiting (aku tidak suka menunggu).” Ucap pria itu dengan kedua tangannya berada di belakang tubuhnya.

Saat ia berbalik dan hendak berjalan menuju pintu. “Habisi mereka.” Pinta nya kepada anak buahnya yang memakai mantel jas panjang.

Pria itu masih membelakangi kakek dan nenek tadi yang berteriak memohon ampun saat mereka mulai dieksekusi. Darr! Darr! Dua tembakan sudah cukup untuk menghabisi pria dan wanita tua seperti mereka.

Tepat di masing-masing kepala, kakek dan nenek tadi tergeletak tak bernyawa, dengan darah mengalir dari kepalanya, mengotori lantai rumah.

“Berikan catatan kecil untuk cucunya yang akan datang. Salam dari Damiano Shaw D'Allesandro.” Pinta pria itu sebelum akhirnya melangkah pergi. Sementara tangan kanannya yang merupakan saudara tirinya itu, mengangguk faham.

Damiano Shaw D'Allesandro (34th).

...***...

Tepat di malam yang sama. Sepasang kaki berjalan menyusuri jalanan sepi dengan pemandangan lahan luas di pinggiran.

Seorang wanita cantik yang baru saja tiba dari Indonesia ke Birmingham hanya untuk berkunjung ke kakek neneknya sesuai permintaan terkahir sang ayah yang baru saja meninggal.

Tok! Tok! Tok! Ketukan ringan tentu saja terdengar saat wanita itu mengayunkan kepalan tangannya ke pintu. “Grandpa!” panggilnya yang masih tak ada jawaban.

Wanita itu mengernyit heran, pasalnya ini sudah sangat larut dan untuk apa orang tua seperti kakek neneknya pergi di malam hari?

Tok! Tok! Tok! “Grandma!!” panggilnya lagi, berulang kali hingga saat ia membuka sendiri pintunya. Tidak dikunci?

Eva Qistina (27th), wanita itu tanpa ragu melangkah masuk, tas kecil yang ia tenteng mulai terjatuh di lantai tatkala ia melihat kakek dan neneknya terkapar di lantai dengan bersimbah darah. “Kakek.... Ne—” tak bisa berkata-kata dan hanya mengusap wajahnya yang tegang, Eva menoleh ke kanan dan kiri dengan kebingungan hingga berlutut memegang dan mencoba membangunkan kakek neneknya yang sudah tak bernyawa.

Keringat memenuhi wajah Eva sehingga berulang kali wanita itu mengusap hidungnya, serta rambut panjangnya yang lurus belah tengah. “Polisi? Ya...” Dengan segera dia bangkit dan menuju meja kecil yang terdapat telepon rumah di sana. Namun wanita itu refleks melihat secarik kertas dengan cap darah di sana.

Eva segera membukanya tanpa takut, sebuah nama yang tertulis sangat jelas di sana. <>

Sebuah tulisan singkat namun membuat Eva mudah menebaknya bahwa pelakunya adalah pemilik nama yang tercantum di secarik kertas itu. Eva meremasnya, lalu menoleh ke kakek dan neneknya dengan sedih.

Selang beberapa jam menunggu kedatangan para polisi di sana, Eva cukup senang melihat para polisi datang dengan lebih cepat saat mengetahui ada pembunuhan di sana.

“Aku menemukan ini, dan aku yakin dia pelakunya. Aku mohon tangkap dia, please!" ujar Eva benar-benar membutuhkan pertolongan dari pihak polisi.

“Tenang nyonya, biarkan kami melihatnya.” Ujar sang polisi yang menerima secarik kertas tersebut dan membacanya langsung.

Seketika ekspresi wajahnya berubah saat melihat nama yang tercantum di sana. Sebuah nama yang tak asing sehingga Eva sendiri yang memperhatikan sang polisi tadi pun ikut mengernyit heran. “Tunggu sebentar Nyonya.” Ucap sang polisi yang berjalan menghampiri temannya yang lain dan menunjukkan nama tersebut.

Dari jarak lumayan jauh, Eva masih memperhatikan mereka dan berharap agar para polisi tadi membantunya. Wanita itu menoleh ke kakek neneknya sambil meneteskan air matanya.

Saat polisi tadi menghampirinya bersama tiga temannya, seketika Eva memperhatikan mereka.

“Aku rasa dia bukan pelakunya. Dan jika dia pelakunya.... Kami tidak bisa menangkapnya. Sorry!” jelas sang polisi membuat Eva terkejut.

“But Why?” kesal Eva.

“Kami tidak ingin berurusan dengannya. Kau jangan khawatir, Kakek dan nenek mu akan kami bawa ke rumah sakit untuk dikubur dengan layak.” Jelas polisi lainnya yang benar-benar membuat Eva geram dan ingin memarahi mereka.

“Apa tugasmu hah?” tantang Eva dengan berani sehingga para polisi tadi saling memandang.

“Kami bertugas sesuai pekerjaan kami Mrs.” Balas polisi tadi mengucapkan dengan tegas.

Eva yang masih tak terima akan keadilan di sana, tentu saja marah. Wanita itu mengangguk kecil, “Fuck your job!” ucap Eva benar-benar berani mengatakan kata kasar kepada seorang polisi.

Hendak melawan balik, namun temannya yang lain mencegah untuk tetap berhati-hati karena mereka polisi.

“Kami akan membawa mereka.” Balas polisi tadi tanpa memperdulikan Eva yang kalut dalam emosi hingga mencoba menghentikan para polisi tadi untuk tidak membawa kakek dan neneknya. Namun tak digubris hingga kepergian para polisi tadi yang membawa jasad kakek dan neneknya membuat Eva berteriak keras seraya mencaci para polisi tadi sambil menangis.

“Apa kita akan menangkapnya?” tanya salah satu polisi ke polisi lainnya.

“Lebih baik membiarkan wanita itu berteriak histeris daripada melihat keluarga ku dibunuh oleh Allesandro.” Jawab polisi yang mendapat pertanyaan tadi.

“Kau benar.”

...°°°...

Hai guyss!!!!! Aku kembali lagi dengan cerita baru yang dijamin seruuuuu. Tak banyak teka-teki namun cukup menegangkan karena kalian benar-benar akan melihat seorang mafia bekerja dalam bisnisnya!!

Kisah cinta yang menarik dan sangat sayang untuk dilewatkan.

Dan banyak adegan dag-dig-dug hatiku.... So silahkan baca dan hayati sendiri.

Jangan lupa dukungan kalian untuk para author!!!!! Tinggalkan jejak semangatnya!!!

VOTE ☑️

LIKE ☑️

COMENT ☑️

FAVORIT ☑️

RATE 🌟 5 ☑️

Penambah semangat 😁 Karena sudah malam, jadi saya hanya up 1 eps saja, jangan marahhhhhh 😁😁 (⁠。⁠•̀⁠ᴗ⁠-⁠)⁠✧

Thanks and See Ya ^•^

MY MR.MAFIA — BAB 02

NASIB BURUK

Di heningnya malam yang seharusnya untuk istirahat, Eva malah memutuskan untuk pergi dari rumah kakek neneknya. Wanita cantik berdarah Indonesia—Inggris itu memutuskan untuk pergi ke kantor polisi pusat dan melaporkan tindakan yang terjadi.

“Lihat saja. Mereka pikir aku takut huh! Para polisi tidak berguna.” Kesalnya tak berhenti mengoceh.

Saat melewati jalanan yang sepi, Eva merasa merinding seketika hingga ia merapatkan mantel cokelat nya yang panjang itu dan melirik ke kanan-kiri, namun kakinya masih berjalan cepat.

Tiba-tiba langkah Eva berhenti saat dirinya melihat siluet seorang pria yang berdiri di depannya dengan jarak yang tinggal 10 kaki saja. Refleks Eva pun mulai kebingungan hingga dia ingat bahwa ini bukanlah Indonesia.

“Who is there?” tanya Eva nampak serius namun dari belakang tiba-tiba seseorang membungkam mulutnya dengan sebuah kain yang sudah terdapat obat bius di sana.

Ingin meronta tapi terlambat ketika tubuhnya mulai lemas dan pingsan.

Pengalaman yang sangat buruk untuk pertama kalinya dia datang sendirian di Inggris. Eva, seorang wanita bukan lagi gadis why? Karena masa lalunya yang kelam dan membuatnya trauma bila berhubungan dengan seorang pria bengis.

...***...

“Tuan Allesandro! Satu kapal ku sudah berlayar ke New York, Anda bisa menunggu barang yang Anda inginkan, dan aku pastikan tidak ada kerusakan di sana.” Jelas seorang pria dengan rambut rapinya, kulit putih pucat dan setelan jas panjang abu-abu.

Sambil berjabat tangan, Damiano Shaw D'Allesandro, pria berkepala 3 itu menerima jabatan tersebut. “Senang berbisnis denganmu.” Ucap dingin pria yang kerapkali dipanggil Allesandro oleh para klien bisnis maupun no bisnis.

Gerombolan pria tadi mulai pamit pergi, meninggalkan Allesandro atau Shaw yang masih berdiam diri di pinggir dermaga bersama saudara tiri sekaligus asisten pribadinya.

“Colleo sudah tertangkap.” Ucap pria tampan dengan tatto di dada sebelah kanannya yang nampak terlihat karena kemeja yang selalu ia buka dua kancingnya. Panggil saja Will Moonstone (32th).

Shaw mengangguk-angguk kepalanya kecil seakan-akan dia sangat suka bila mangsanya tertangkap. “C'mon.” Ajaknya berjalan lebih dulu dan diikuti oleh Will.

Sungguh, pria tampan seperti mereka untuk apa berjalan-jalan di malam hari kalau bukan urusan pekerjaan gelapnya!

Tak butuh lama sampai di sebuah lorong dimana empat anak buah Shaw yang lainnya juga berjaga di sana agar mangsa tak dapat lolos.

“Aku mohon lepaskan aku... Keluargaku, dia pasti akan cemas.” Ucap seorang pria malang yang saat ini berjongkok dengan dikelilingi empat pria tangguh yang memakai mantel luar panjang.

“Kami pasti akan melepaskan mu setelah mendapatkan satu berita darimu.” Tiba-tiba suara khas menjawab begitu saja sehingga ketakutan dalam benak pria yang berlutut tadi bertambah panik hingga bernapas memburu.

Seorang pria yang selalu memakai mantel luar panjang dengan warna gelap. Seorang mafia yang akhir-akhir ini menjadi perbincangan publik khususnya di dunia kriminal.

Shaw berhenti tepat di depan pria itu. Tatapan tajam nan dingin berasa menusuk musuhnya yang hanya bisa menganga sambil menyatukan kedua tangannya. “A-apa yang kau inginkan Tuan?? Aku... Aku tidak punya berita apapun, aku hanya seorang reporter.” Ujar pria itu masih saja berbohong.

Shaw merendahkan tubuhnya hingga satu lutut menyentuh tanah dan tangan kirinya bertumpu di atas lututnya. “Kau tahu betul maksudku, Reporter.”

Sungguh, tatapan Shaw selalu berhasil membuat lawan bicaranya terpaku.

“Su-sungguh... Aku tidak tahu— ”

Plakk!! Satu tamparan keras Shaw berikan hingga kacamata yang pria reporter itu pakai, terjatuh di tanah dan sedikit retak. Tubuhnya yang sudah gemetar mulai membuatnya merintih kesakitan saat pipinya memar dan sedikit berdarah. Bayangkan saja betapa keras tangan Shaw.

“Tell me (katakan padaku).” Ucapnya masih menunggu sembari mengambilkan kacamata reporter tadi dan memasangkannya kembali ke pria malang tadi walau retak separuh.

Pria malang tadi menatapnya sambil memelas. “Tu-tuan... Aku... Aku..” Tak bisa berkata-kata saat tatapan ancaman dari kelompok Allesandro benar-benar membuatnya terjebak. Pria itu menelan ludah lalu mengeluarkan secarik kertas dari dalam jaketnya dan memberikan kepada Shaw.

“Me-mereka hanya memberiku alamat ini dan memintaku datang— ”

“For what? (untuk apa)?” potong Shaw begitu saja dan masih enggan menerima kertas itu.

Terlihat wajah ketakutan dari reporter tadi dan bingung apakah dia harus mengatakannya atau tidak. “Itu... Itu hanya, be-berita... Alamat... ”

Tak suka berbelit-belit, Shaw dengan kasarnya langsung mendorong ke belakang tepat di wajah reporter tadi hingga membantingnya dan membuat belakang kepala reporter tadi hancur seketika saat terhantam oleh paving yang keras. Kacamata yang dipakai pun retak karena terkena tekanan telapak tangan kiri Shaw.

Will dan empat anggota lainnya yang melihat hanya biasa akan hal seperti itu.

Tentu saja pria itu sekarat kesakitan, menggerakkan kaki dan tangannya seolah meminta tolong. Hidung mancungnya mengeluarkan darah.

“I hate the fuckin slowness (aku benci kelambanan).” Bisik Shaw hingga dia mulai.berdiri tanpa memperdulikan keadaan yang mengenaskan dari sang reporter tadi.

“Will! Ambil kertas dari tangannya dan pergi dari sani.” Pinta sang D'Allesandro itu bergegas menuju mobilnya yang tak jauh dari lorong tersebut. Mungkin hanya 6 langkah saja.

Will mengambil kertas tersebut namun reporter tadi mencoba menahannya hingga dengan kasar dan jahatnya, Will menginjak dada pria itu hingga ia terpekik kesakitan. “Diamlah sialan.” Ucap Will kepada pria yang masih tergeletak.

Sementara di samping bagasi mobil, Shaw merokok santai bersama dua anak buahnya yang masih berjaga di area tersebut.

“Ini benar-benar sebuah alamat Shaw.” Ucap Will menunjukkan kertas tadi ke kakak tirinya itu.

...***...

Sementara di sebuah kapal dengan ukuran yang tak terlalu besar ataupun kecil. Eva masih tergeletak dalam keadaan pingsan saat kedua tangan dan kakinya diikat, kedua kelopak matanya bergerak hingga berkerut alis saat bayangan masa lalunya membuat dia tak karuan.

(“Tidak.... Lepaskan aku.... ”) Suara teriakan serta tangisan dari seorang gadis kecil yang rupanya adalah dirinya sendiri.

Hingga Eva melihat bayangan-bayangan dari wajah seorang pria hidung belang, seorang pemuda yang dengan keterlaluan merenggut virginnya pada saat itu. Saat dia dijual secara diam-diam oleh pamannya dulu.

“No...” Lirih Eva mulai bergerak panik namun matanya masih terpejam rapat. Napasnya mulai memburu. (“Aaaahhh.... Mom!”) teriaknya dulu.

“Hey!”

Deg! Eva langsung membuka matanya saat dia mendengar panggilan dari seseorang. Dengan wajah tegang ia membuka matanya dan mulai memperhatikan kesekitarnya dengan seksama.

Para wanita asing ada di sana dalam keadaan terikat kaki dan tangannya. Sadar akan ikatan tersebut, Eva pun mulai menyadari bahwa dia juga diikat. Tentu saja dia mencoba melepaskan dirinya meski memaksakan diri.

“Percuma, kau tidak akan bisa lepas.” Ucap salah satu wanita cantik berambut pirang yang berada tepat di dekan Eva tergeletak, namun mereka semua terduduk.

“Tempat apa ini?” tanya Eva.

“Kapal angkut. Kita ada di dalamnya.” Jawab wanita asing tadi.

Eva yang mulai cemas, dia rasanya enggan berdiri. “Si-siapa mereka?” tanya nya lagi.

“Penjahat! Mereka akan menjual organ kita tapi sebelum itu, kita akan dijual.” Balas wanita lainnya yang nampak takut dan menangis. Tentu saja Eva terkejut karena perdagangan manusia rupanya masih ada.

Lalu bagaimana caranya untuk lepas dari tempat ini?

MY MR.MAFIA — BAB 03

KESALAHAN YANG FATAL

Mendengar penjelasan seperti sudah cukup untuk Eva bertanya lebih dalam lagi. Wanita cantik dengan rambut panjang lurusnya yang berantakan itu mencoba mencari celah di sana, namun tak menemukannya.

“Berapa lama kalian ada di sini?” tanya Eva yang mulai duduk dengan kedua tangan terikat kebelakang.

“Sudah cukup lama. Mereka masih mencari mangsa lebih banyak.” Jelas wanita berambut pirang yang terlihat pasrah.

Tapi Eva tak ingin tinggal diam di sana. Dijual organ tubuhnya, tentu saja dia tak mau hal seperti sampai menimpa dirinya. Wanita cantik itu menoleh dan memperhatikan para wanita yang nampak ketakutan tersendiri, ada 7 orang termasuk Eva.

“Ka-kau mau membantuku?” ucap Eva sedikit gugup.

“Apa kau buta? Kita semua diikat, apa yang kau harapkan bantuan dari kita?” balas wanita lainnya yang sedikit liar, mungkin karena dia juga diculik membuatnya kesal sendiri.

Eva tak menggubris ucapan wanita itu dan menatap ke wanita berambut pirang yang lebih tenang. “Bisa kau lepaskan ikatan di tanganku? Aku berjanji akan melepaskan mu setelah itu.” Ucap Eva benar-benar memohon.

Tentu wanita itu terkejut penuh arti. Cukup lama dia diam sambil menunduk, sedangkan wanita liar tadi lagi-lagi menyambar bak petir tak diundang.

“Jangan dengarkan dia, kita tidak bisa percaya pada orang asing.”

“SHUT UP... Aku tidak bicara denganmu.” Sentak Eva yang saat ini benar-benar tak bisa sabar, pasalnya ia harus mencari keadilan untuk kakek neneknya yang dibunuh.

Eva kembali menatap ke wanita berambut pirang yang juga menatapnya. “Maafkan aku.. sangat sulit mempercayai seseorang disaat seperti ini.” Ucapnya.

“Aku mohon, aku benar-benar berjanji akan melepaskan kalian semua. Please!!! Aku harus ke kantor polisi, kakek dan nenek ku baru saja di bunuh, aku mohon...” Dengan sangat serius, mata Eva sampai berkaca-kaca karena kecemasannya sendiri.

Siapapun yang mendengar dan melihatnya pasti kasihan. Para wanita di sana juga memiliki urusan sebelum akhirnya mereka diculik tiba-tiba.

“6 jam sebelumnya seorang wanita juga mengatakan hal yang sama sepertimu. Dia bilang akan melepaskan kami dan kami percaya, dia berhasil bebas namun meninggalkan kami semua di sini.” Jelas salah satu wanita di sana mempertegas ucapan Eva.

“Aku berjanji akan melepaskan kalian. Tapi aku tidak bisa menjamin keselamatan kalian setelah bebas dari ikatan ini.” Jelas Eva yang terdengar sungguhan. penjelasan tersebut sudah cukup bagi para wanita di sana menyetujuinya.

Mereka mengangguk bersamaan. “Berbalik lah.” Pinta wanita berambut pirang itu hingga Eva mengangguk dan segera menurutinya.

Kedua wanita tadi sama-sama membelakangi, sebisa mungkin ikatan di tangan Eva mencoba dibuka, meski sedikit kesusahan dan kesulitan namun mereka tak ingin menyerah.

“Cepatlah... Mereka akan datang.” Ucap seorang wanita berambut pendek.

Sambil berdoa dalam hati, wanita berambut pirang itu menunduk mencoba fokus melepaskan tali Eva. Hingga membutuh 3 menit lebih, akhirnya berhasil terbuka.

Dengan cepat Eva melepaskan ikatan di kakinya. Tak cuman itu saja, ia juga memenuhi janjinya dengan melepaskan pengikat di tangan wanita yang sudah membantunya tadi lalu melepaskan yang lainnya juga.

“Thank you.” Ucap wanita liar yang menatap ke Eva. Sambil tersenyum tipis Eva mengangguk kecil.

Tentu saja para wanita tadi mulai berhati-hati dan bersembunyi untuk keluar dari kapal yang masih berhenti di pinggir dermaga. Brak! Oh sial! salah satu dari mereka tak sengaja menendang sebuah tangki kosong hingga menjatuhkan sebuah benda.

“HEY! MEREKA KABUR!” teriak salah satu penjaga yang melihatnya.

Mendengar itu, Eva dan yang lainnya segera keluar dari kapal dan berpencar kemanapun yang mereka bisa. “BERHENTI!!!!” darr! Satu tembakan berhasil mengenai salah satu wanita hingga dia tumbang saat itu juga.

Tentu yang lainnya bertambah ketakutan dan mencoba lari sekencang mungkin.

Eva bahkan tak ingat akan keberadaan tas berdiri dompet, ponsel dan surat-surat pentingnya seperti visa dan paspor. “Ya Tuhan...” Gumam wanita itu yang masih berlari dan dikejar oleh para penjahat tadi.

Sungguh ini adalah pengalaman buruk Eva selain diperkosa.

Di tempat yang sungguh sunyi dan sepi, dermaga yang dipenuhi akan lorong-lorong gelap dan sepi, Eva tak peduli akan bulu kuduknya yang merinding. Saat ini hanya ada keringat dingin saat mencoba lari dari kematian.

“STOP FUCKING BITCH!” teriak para penjahat tadi.

Ketika menoleh ke belakang, Eva tak melihat ke depan bahwa teman dari para penjahat tadi ada di sana menghalanginya. Tentu, Eva terkejut setengah mati dengan napas ngos-ngosan.

Dia terkepung, mencoba waspada akan para pria bajingan itu.

“Kau jalang yang keras kepala dan merusak bisnis kami.” Ucap salah satu pria yang membawa pisaunya yang ia masukan kembali.

“Tangkap dia.” Pintanya hingga dua pria langsung memegangi kedua tangan Eva.

“LEPASKAN AKU!!!” ronta Eva membabi buta. Tak peduli keadaannya saat ini, wanita itu bergerak tak karuan hingga mantel yang dipakai berhasil lepas sedangkan kaos putih berlengan pendek tak sengaja ditarik oleh para penjahat tadi yang hendak meraihnya.

Krakk!! Tentu itu sobek. “KETERLALUAN!!!” Plakk!! Refleks Eva menampar keras pipi pria tadi hingga menimbulkan amarah yang lebih besar dari ketiga orang tadi.

Tak tinggal diam, Eva lari dan menjauh dalam keadaan berantakan. “KEJAR DIA!!!” teriak salah satunya. Sementara dua wanita berhasil ketangkap kembali.

.

.

.

Deru napas mulai terdengar, kakinya pun juga mulai kebas hingga Eva rasanya ingin terjatuh. Darr!! Namun tembakan tadi mengagetkan nya kembali.

Saat Eva berlari, hingga dia melihat dua mobil hitam dengan beberapa pria berjas berdiri di salah satu sudut lorong. Mereka hendak pergi dari sana. Senyuman kecil terukir di bibirnya! -‘Sebuah keselamatan!’ pikir Eva.

“HELP ME!!!” teriak Eva sekencang mungkin sambil melambaikan kedua tangannya ke langit-langit. “HELP ME PLEASE!!!” teriaknya yang mulai berlari.

Seorang pria dengan mantel panjangnya itu hendak masuk ke mobil di saat rekannya yang lain sudah masuk ke mobil. “Looks like something's up! (sepertinya ada sesuatu)!” ucap seorang pria yang berada di kursi pengemudi.

Sementara pria lainnya yang memiliki warna mata grey, masih menatap tajam ke arah sosok wanita yang berlari ke arahnya dengan penampilan lusuhnya hingga keringat yang membasahi wajah cantiknya.

Eva menghentikan langkahnya saat dia melihat sosok pria bertubuh gagah dengan wajah tampan bermata grey, sungguh membuatnya tak terkecoh sedikitpun karena lebih mementingkan keselamatannya saat ini.

“Aku... Aku mohon tolong aku. Beberapa orang... Mereka menculik para wanita dan mereka, mereka akan... Menjual organ kami. Please help me sir.” Ucap Eva dengan napas ngos-ngosan mencoba menjelaskannya sebisa mungkin.

Sayangnya Eva tak tahu bahwa pria yang dia mintai tolong bukanlah pria yang tepat.

Damiano Shaw D'Allesandro— pria itu menatap dengan kerut alis tebalnya dan mata tajamnya. Will yang tadinya ada di dalam pun keluar untuk mengintip lebih jelas.

“Aku mohon, selamatkan aku. Aku tahu kau pasti orang baik.” Ucap Eva mencoba memberikan pujian agar ditolong. Setidaknya begitu.

Mendengar itu tentu saja Will hanya menyeringai kecil. Tak ada jawaban dari para pria tadi, apalagi tatapan tajam dan dingin dari pria di depannya membuat Eva menelan ludah dan sadar hingga melirik, mengintip tepat di belakang pria bertubuh kekar itu.

Sebuah mayat dari seorang reporter masih tergeletak di sana. Deg!

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!