NovelToon NovelToon

Suami Lumpuh Dan Adik Ipar

BAB 1 - Sambutan tidak hangat

Di sebuah siang yang terik, seorang wanita cantik berkulit putih lembut terlihat memerah di wajahnya karena terpapar matahari yang menyoroti kulitnya.

Wanita bernama Aura, berdiri di depan pagar sebuah mansion mewah dengan peluh yang menetes di sekitaran pelipisnya. Sesekali ia menyeka keringat dengan punggung tangannya.

Ia mengambil handphone dari dalam tasnya yang sederhana, kemudian mulai menelpon seseorang sambil masih menatap dari sebrang pagar kearah halaman mansion yang angkuh megah bak kastil kerajaan.

“Kak, aku sudah diluar pagar. Kau ada didalam kan? apa tidak ada pelayan yang bisa membukakan pintu?. Disini panas sekali” kata si wanita cantik sambil menahan panas yang menyengat.

“Kau sudah diluar? ya sudah taruh saja amplop yang kuminta di pagar, nanti pelayan yang mengambilnya. Sekarang kau pulang saja!” telpon seketika itu mati sepihak.

Aura mengerutkan alisnya tanda heran. ‘Hah? pulang?!. Apa-apaan kakak, aku disuruh pulang lagi. Tadi dia yang menyuruhku kesini membawakan berkas ini di siang bolong, sekarang dia seenaknya menyuruhku pulang!’ tidak habis pikir dengan sikap kakaknya, Aura berdiri dengan masih memandangi handphone di tangannya.

Aura kemudian mengetik sebuah pesan singkat di WA untuk Jesica, Kakaknya.

- Kakak keterlaluan!. Apa aku tidak boleh sama sekali menginjakan kaki dirumahmu!, bahkan untuk sekedar berteduh atau minum air putih! -

Tapi pesan itu hanya di baca, Jesica tidak membalasnya. Akhirnya dengan terpaksa dan kekesalan yang menyebar, Aura pulang dengan gontai di terik yang menyengat.

Dua pekan kemudian, Jesica meminta Aura untuk kembali mendatangi mansion mewahnya. Kali ini Jesica berkata pada Aura bahwa ia diperbolehkan masuk kedalam rumah.

Sesampainya di pintu depan mansion, Aura yang sudah di sambut oleh pelayan disana diarahkan untuk masuk melalui pintu belakang.

“Non Aura ya? maaf, Nonya Jesica menyuruh saya mengantar Non Aura lewat pintu belakang, mari lewat sini, Non” ucap seorang wanita bertubuh mungil yang mengenakan seragam pelayan.

“Lewat belakang? memangnya kenapa kalau lewat depan mbok?” tanya Aura masih tidak mengerti dengan sikap kakaknya.

“Maaf Non, di ruang tamu ada teman-teman Nyonya Jesica, saya cuma disuruh Nyonya tadi, kalau ada Non Aura disuruh masuk lewat pintu belakang” jawab si pelayan menjelaskan.

‘Hm, kakak memang keterlaluan’ gerutu Aura.

Sesampainya di dapur, karena pintu belakang memang langsung menuju ke dapur. Aura masih tidak mengerti alasannya diminta datang kesana oleh Jesica. Saat Aura akan menelpon Jesica, tiba-tiba Jesica sudah berada di depannya.

“Aura!, kenapa diam saja!. Ayo antarkan minuman ini ke depan. Teman-temanku sudah menunggu!” perintah Jesica pada Aura. Yang diluar dugaan Aura, ia membayangkan kakaknya akan menyambutnya dengan hangat, tapi justru ia disuruh mengatar minuman.

Belum hilang keheranan Aura, Jesica sudah berlalu dari hadapanya. Ia tak mengira kakaknya akan bersikap seperti itu padanya.

Dua bulan sebelumnya, Jesica yang baru menikah dengan Ryo, sang pengusaha kaya raya tinggal di Luar Negeri setelah sebelumnya melangsungkan pernikahan di Luar Negeri. Sayang Aura tidak bisa menghadiri pernikahan mereka, karena Aura tidak memiliki uang untuk naik pesawat. Jesica sama sekali tidak memberi Aura bantuan dana untuk sekedar ongkos pergi ke Luar Negeri menghadiri pernikahannya.

Baru sekitar tiga pekan yang lalu, Jesica pulang ke tanah air sendiri, karena Ryo suaminya masih harus tinggal beberapa waktu lagi di Luar Negeri.

Semenjak kepulangan Jesica, Aura belum pernah di undang untuk main atau sekedar mampir ke mansion mewah milik Ryo, suami Jesica. Jesica pernah berkata pada Ryo bahwa ia malu untuk mengundang adiknya yang miskin untuk berkunjung ke mansion yang mewah itu.

Aura dengan terpaksa mengantar minuman ke ruang tengah, dimana teman-teman Jesica yang berpakaian glamor saling tertawa sambil memamerkan perhiasan masing-masing.

Ketika satu persatu gelas kristal berisi minuman di letakkan di meja, seorang dari teman Jesica berceletuk saat melihat Aura.

“Jes, kau punya pembantu baru?. Hey!, lumayan juga pembantumu. Awas bisa jadi perkara nanti kalau suamimu pulang” canda salah seorang teman Jesica sambil melirik Aura.

Aura berharap kakaknya akan membelanya. Aura mulai merasakan panas di dadanya. ‘Kurang ajar teman kakak!. Seenaknya saja bicara!’

Aura yang menunggu pembelaan dari Jesica merasa heran, kenapa kakaknya diam saja, justru malah ikut tertawa.

“Maaf, saya bukan pem-”

“Mbok!. Ambilkan cake coklat yang di kulkas!. Cepat mbok!” suara Aura terpotong oleh teriakan Jesica yang seolah sengaja memotong kalimat adiknya.

Aura hanya bisa menghela nafas. Kesal dengan kelakuan kakaknya, akhirnya ia kembali ke dapur.

“Hey Jes, suara pembatumu yang tadi itu kok mirip dengan suaramu ya?” ujar salah satu wanita berambut pirang yang tengah merokok dengan gelas kristal di sebelah tanganya.

“Aku sih gak merasa, jangan samain suaraku dengan dia dong, gak level ah!” kilah Jesica.

Sore menjelang, acara Jesica sudah selesai. Di ruang makan, setelah selesai beres-beres, Aura yang akan pulang berniat tidak ingin pamit pada kakaknya, tetapi keburu di cegah Jesica.

“Hey, mau kemana?” tanya Jesica acuh sambil mengepulkan rokok dari bibirnya.

“Pulang” jawab Aura penuh kekesalan.

“Sudah, kau disini saja bantu-bantu si mbok. Itu juga kalau kau mau uang, kalau tidak mau ya terserah” kata Jesica sambil menggeser kursi di meja makan kemudian duduk disana.

“Kak!, kenapa sih kau selalu merendahkan aku?! Aku kan adikmu!” protes Aura yang sudah tidak tahan dengan sikap kakaknya.

Jesica melirik pada pelayannya yang berada disana, dan pelayan sudah mengerti kalau itu adalah isyarat ia harus berlalu dari sana.

Kini hanya Jesica dan Aura di ruang makan yang mewah.

“Duduk!” perintah Jesica pada adiknya.

“Tidak! Aku berdiri saja. Aku juga akan pulang sebentar lagi” jawab Aura ketus menahan geram.

“Terserah!. Aura, kau harusnya sadar diri, kau itu miskin, aku sudah berbaik hati membolehkanmu kesini. Malah bilang aku merendahkanmu!, kau memang sudah rendah dimataku. Kau juga harusnya berterimakasih karena aku memberimu pekerjaan disini, tapi kau malah menolak. Apa kau pikir mencari pekerjaan diluar sana mudah?. Lagipula, apa gaji si Bagas cukup untuk kebutuhanmu?”

“Tidak perlu bawa-bawa Mas Bagas!, aku sudah bersyukur dengan keadaanku sekarang!”

“Ha ha ha, … Aura .. Aura, kau ini bodoh atau apa sih?. Gaji si Bagas itu jauh di bawah gaji pak Dimin tukang kebunku disini, terus kau bilang kau bersyukur dengan keadaanmu?, omong kosong!. Begini saja, kalau kau mau kerja disini, besok pagi-pagi kau datang kesini, tapi kalau kau memang keras kepala menolak dan masih nyaman dengan kemiskinanmu, maka jangan pernah datang kerumah ini atau meminta bantuanku lagi!”

Aura diam sejenak, kemudian mengambil tas kecil yang berada di meja. “Akan kupirkan!” Aura berlalu tanpa pamit pada kakaknya, melangkahkan kaki ke arah pintu belakang dimana ia masuk dari sana.

BAB 2 - Perlakuan sang kakak

Di malam yang sedikit pengap,

“Bagaimana kalau kau terima tawaran kakakmu untuk sementara, Dik. Sementara aku akan cari pekerjaan yang lebih layak. Karena untuk melunasi hutang-hutangku saja gajiku belum cukup” kata Bagas di ranjang besi peninggalan orang tuanya, ketika Aura menceritakan yang dialaminya tadi siang.

“Tapi, aku akan jadi pembantu disana, Mas! Kak Jesica benar-benar merendahkan aku!” Aura yang mulai tersulut emosi lagi mencoba mengungkapkannya pada sang suami.

“Apa salahnya menjadi pembatu?, bukankah itu masih pekerjaan halal?” ucap Bagas masih di atas ranjang yang kerap berdenyit jika ia bergerak.

“Bukan masalah itu, Mas. Tapi dia kan kakakku, apa nda ada pekerjaan yang lebih layak untuk adiknya?”

“Iya, aku paham, tapi kesempatan ini harusnya bisa kita manfaatkan”

“Aku kan sudah bilang berapa kali Mas, nda usah lagi hutang-hutang ke pinjol, atau ke Pak Daros yang rentenir itu, aku nda pernah meminta apa-apa kan Mas?, sebenarnya penghasilanmu sudah cukup untuk kebutuhan kita kalau saja Mas tidak berhutang!” ujar Aura seolah ingin meluapkan kekesalannya.

“Pinjaman itu kan tempo hari aku ajukan untuk mengambil motor juga membeli kulkas, tadinya kupikir untuk membayar pinjaman itu bisa ku cicil dari hasil lemburanku, tapi ternyata sejak sepekan lalu tidak ada lagi lemburan di pabrik, malah sebagian karyawan dirumahkan”

Setelah hampir setengah jam mereka berdiskusi dengan sesekali percikan emosi, akhirnya Aura memutuskan untuk menerima tawaran kakaknya untuk memperbaiki keuangan mereka.

Dua hari kemudian, di mansion mewah Jesica,

Aura bertugas membersihkan seluruh ruangan pagi dan sore hari. Ia kerap menyaksikan kelakuan Jesica yang diluar ekspetasinya.

Terkadang Jesica berbelanja menghabiskan puluhan juta, padahal yang ia belanjakan lagi-lagi tersimpan di lemari, karena pakaian, sepatu dan semua perlengkapannya sudah terlalu banyak.

Di suatu pagi,

Aura yang tengah membersihkan kamar kakaknya, tanpa sengaja menyenggol sebuah pajangan bunga kristal yang berada di atas meja kaca.

PRANG!

Suara pecahan itu spontan membuat Jesica berteriak pada Aura.

“Aura!, apa itu yang pecah?!” pekik Jesica dari lantai bawah.

Tanpa berlama-lama, Jesica sudah berada di depan bibir pintu kamarnya. “Kau mmecahkan pajangan kristal itu?!” mata Jesica melotot ketika melihat pajangan tersebut sudah hancur berserakan di lantai.

“M-maaf, Kak … aku tidak sengaja” ucap Aura penuh ketakutan dan penyesalan.

Tanpa menjawab, Jesica langsung menjambak rambut adiknya hingga Aura memekik kesakitan, kemudian Jesica menyeret tubuh Aura yang sudah jatuh kelantai lalu menghempaskan wajah Aura kearah serpihan beling kristal yang pecah.

Jesica mendorong kepala Aura ke pecahan beling di lantai, hingga beberapa serpihan beling yang tajam ada yang meggores wajah Aura.

“Kau tau berapa harga pajangan kristal ini hah?!, gaji setahun suamimu belum cukup untuk membayarnya!, ini adalah hadiah dari pacarku! Kau tahu!” tanpa sadar Jesica mengungkapkan sesuatu di luar kesadarannya.

Aura yang tidak sanggup menjawab berusaha melepaskan cengkraman kakaknya. Setelah Jesica melepasan kasar tangannya dari rambut Aura, ia berdiri dengan berdecak pinggang dan tangan sebelahnya memijit keingnya.

“Dasar bodoh!, kerja segini saja tidak becus!” sambil mendengus nafas kasar, Jesica berlalu kearah pintu kemudian keluar dari sana.

Aura akhirnya bangkit sambil mebersihkan pecahan kristal di pipinya, darah mulai mengalir sedikit demi sedikit di wajah Aura, begitupun air mata yang mulai ikut mengalir di pipi Aura, terasa perih ketika meyentuh luka-luka tadi.

Wanita itu tidak pernah melawan perlakuan kasar kakaknya, meskipun kadang sedikit keterlaluan. Aura merasa memiliki hutang budi pada Jesica, karena ketika mereka remaja, saat orang tua mereka bercerai dan menelantarkan mereka, Jesica-lah yang mencari uang untuk keperluan hidup mereka berdua, sampai-sampai Jesica berhenti sekolah dan bekerja.

“Non Aura!, kenapa pipinya, Non?” mbok Jum membelalakan mata melihat pipi Aura yang lecet-lecet dan berdarah.

“Tidak apa-apa, Mbok” kilah Aura tidak ingin memperpanjang.

“Tunggu saya ambil obat ya Non” Mbok Jum buru-buru kedalam kemudian kembali dengan menenteng kotak obat-obatan.

“Sama Nyonya Jesica ya Non?” selidik Mbok Jum sambil mengobati luka di wajah Aura.

“Sudahlah, Mbok. Gak apa-apa kok” sambil sedikit menyeringai, Aura tidak ingin kakaknya terus disalahkan.

“Nyonya Jesica itu memang keras, banyak pelayan disini yang keluar karena gak betah, salah sedikit main tempeleng. Tapi masa iya sama adiknya sendiri kasar juga sih, keterlaluan!” geram si Mbok sambil sedikit mengecilkan suaranya.

Siang hari telah beranjak, petang menjelang dan Aura akan segera pulang. Ia meminta Bagas untuk menjemputnya di depan mansion.

Ketika Aura tengah menunggu suaminya menjemput, ia duduk di teras depan mansion. Tiba-tiba pintu pagar yang megah terbuka, dan mobil mewah memasuki halaman mansion.

Jesica keluar dari mobil dan seorang pria juga terlihat keluar dari sedan mewah itu.

‘Apa itu Mas Ryo, suami kak Jesica?’ batin Aura sambil memincingkan matanya.

“Ayo masuk” ajak Jesica pada pria itu.

“Kamu sudah mau pulang?” tanya Jesica ketus pada Aura.

“Iya, Kak. Aku nunggu Mas Bagas”

“Dia adikmu, Jes?” tanya pria itu.

“Ck!, sudahlah, ayo masuk.” Jesica tak menjawab pertanyaan pria itu, lalu mereka meninggalkan Aura di teras.

“Jes, suaramu kok mirip sama wanita yang didepan itu ya?” suara si pria masih terdengar samar oleh Aura ketika mereka masuk kedalam.

Pak Dimin tukang kebun yang mengerti betul keadaan di dalam mansion, karena dialah pekerja paling lama di mansion itu, tiba-tba saja merasa iba dengan kondisi Aura. Pria paruh baya berambut separuh uban itu medekati Aura yang masih duduk di kursi teras.

“Non, itu mukanya gak apa-apa?, udah diobatin belum Non?” tanya Pak Dimin perduli.

“Gak apa-apa, Pak. Sudah diobati kok” senyum Aura merebak, karena para pelayan, tukang kebun dan satpam semua baik dan ramah pada Aura, mereka tahu Aura adalah adik kandung Jesica, tapi ia kerap mendapatkan perlakuan buruk dari kakaknya sendiri.

Ketika Pak Dimin akan melangkah pamit, Aura memanggilnya.

“Um, Pak, laki-laki yang tadi itu siapa ya?” selidik Aura.

“Eng, gimana ngomongnya ya Non …“ Pak Dimin seolah bingung menjelasan kebenaran pada Aura.

“Dia bukan suami Kak Jesica, kan Pak?” alis Aura menaut.

“Bukan, Non. Dia itu, pria simpanan, ya seperti itulah. Em, maap Non, saya permisi dulu ya” terasa sekali Pak Dimin yang tidak ingin membahas lebih jauh tentang pria itu, dan Aura mengerti ketakutan Pak Dimin.

Dada Aura serasa panas. ‘Pria simpanan?’ batin Aura, tak meduga kakaknya akan sejauh itu.

BAB 3 - Kepulangan Ryo

“Kenapa wajahmu, Dik?!” tanya Bagas sembari menyentuh pipi Aura dan memperhatikan dengan seksama ketika beberapa menit yang lalu sampai di pintu gerbang.

“Nda apa-apa, Mas. Cuma kena beling” jawab Aura yang tidak ingin suaminya tahu kejadian sebenarnya.

Aura tidak diperlakukan layaknya adik oleh Jesica. Ia kerap diremehkan, bahkan terkadang di depan teman-teman Jesica, Aura tidak diakui adik olehnya. Aura masih mencoba bersabar dengan kelakuan kakaknya.

Suatu sore, Jesica menelpon Ryo suaminya yang masih berada di Luar Negeri. Sambil mengepulkan asap rokok, ia berdiri di depan jendela besar.

“Mas, masa cuma dua puluh juta Mas gak kasih sih? Aku kan banyak keperluan” ucap Jesica menelpon Ryo.

Aura yang tengah beres-beres di ruang yang sama, hanya bisa mendengar obrolan kakaknya.

“Iya, aku tahu. Uang yang kemarin Mas kirim kan sudah ku transfer buat adikku, iya Aura, dia kan miskin Mas.”

Deg!

Aura spontan menoleh kearah kakaknya. ‘Kapan ia mentranfer uang untukku! gaji bulan ini saja belum dibayar, bawa-bawa miskin lagi’ gumam Aura geram.

Sepertinya rayuan Jesica berhasil, Ryo sudah mentransfer sejumlah uang ke rekening Jesica.

“Yes! dia benar-benar mentrasfer!” pekik Jesica girang.

“Kak, kenapa kakak memakai namaku untuk meminta uang pada Mas Ryo?” tanya Aura dengan nada kesal.

“Ck!, berisik!” dengan megabaikan Aura, Jesica kemudian bersiap-siap untuk mengambil uang yang sudah di transfer suaminya.

Aura tak meduga sama sekali jika uang yang diminta kakaknya adalah untuk berjudi bersama teman-temanya yang semua adalah wanita kelas atas.

Sore merebak, Aura akan pulang dan lagi-lagi membawa hal tak terduga tentang kakaknya.

Pas tiba di bibir pintu, bahu Aura ditarik sedikit kasar oleh Jesica dari belakang. Sambil mengarahkan telunjuk ke depan wajah Aura, dan suara yang agak tertahan, Jesica seolah ingin memperingatkan sesuatu.

“Heh, ingat ya!, apapun yang aku lakukan awas saja kau adukan pada Mas Ryo!” ancam Jesica ketika Aura sudah di bibir pintu.

“Memangnya aku pernah berhubungan dengan Mas Ryo?, melihatnya saja belum pernah” tandas Aura dengan alis menaut.

“Sudah, cepat pulang sana!” Jesica mendorong bahu Aura dengan kasar agar Aura lebih cepat menuju luar pintu.

“Hey … hey!, sampai mana tadi kita?!, maaf ada sedikit pengganggu!” pekik Jesica pada teman-temannya ketika ia masuk kembali ke dalam.

Dari teras, dengan alis masih mengerut, Aura memperhatikan kelakuan kakaknya yang menurutnya sudah diluar batas. Ia justru iba pada Ryo, bagaima jika ia tahu kelakuan istrinya selama ini.

Hampir dua bulan Aura melewati hari-hari yang menurutnya berat dan penuh tekanan. Walaupun ia berada dalam istana mewah, tetapi tetap ia seolah berada dalam sumur yang dalam dan gelap, sesak, dan menantikan untuk buru-buru keluar dari sana.

Aura beberapa kali mendapati kakaknya membawa pria yang tempo hari dilihatnya. Mereka bercumbu dengan bebas di mansion Ryo.

Pria yang bernama Andrey itu mengira bahwa Aura adalah pelayan disana, karena Jesica yang mengatakannya.

Aura diminta mengantarkan minuman untuk mereka ke kamar utama. Aura mengetuk pintu kamar, dan Andrey yang membuka pintu.

“Ah, ini minumannya ya? Letakan saja di meja sana” ucap Andrey yang semenjak kemunculan Aura ia terus menatapnya dan Andrey hanya mengenakan celana boxer tanpa ada lagi pakaian yang dikenakannya.

Aura sekilas memandang keadaan kamar kakaknya, yang seharusnya tidak dimasuki laki-laki asing. Sprei yang acak-acakan, bra dan pakaian dalam milik Jesica berserakan di lantai.

Tatapan Andrey begitu genit dan mengisyaratkan sesuatu yang tidak disukai Aura.

“Dimana ka-, maksudku Nyonya Jesica?” tanya Aura, yang sudah diperingatkan Jesica agar tidak memanggilnya dengan panggilan kakak.

“Dia sedang mandi, Jesica agak lama kalau mandi. Hey, cantik kenapa buru-buru begitu?” tiba-tiba saja tangan kekar Andrey melingkar di pinggang ramping Aura.

Dengan spontan Aura menepis lengan Adrey. “Jangan kurang ajar!” tandas Aura marah, kemudian cepat-cepat keluar dari kamar kakaknya. Aura bergidik sendiri serasa jijik dengan kekasih gelap kakaknya.

Siang menjelang sore, Andrey sudah pulang sedari tadi, hingga Aura sedikit lega. Aura dipanggil kakaknya ke ruang makan. Sepertinya ada hal penting yang ingin disampaikan kakaknya.

“Ada apa?” tanya Aura yang masih berdiri di depan meja makan.

“Apa aku harus bicara mendongak melihat kau berdiri?!. Duduk!” perintah Jesica ketus.

Sambil menghela nafas kesal, Aura duduk di kursi meja makan.

“Mas Ryo akan pulang tiga hari lagi. Ini gajimu untuk bulan ini. Mulai besok kau tidak perlu bekerja di sini lagi. Aku tidak mau suamiku melihat penampilanmu yang dekil.”

Aura masih tidak bisa mencerna kenapa dirinya harus berhenti bekerja ketika suami kakaknya pulang, tapi di sisi lain ia juga merasa senang karena terlepas dari Jesica.

“Dan ingat! Jangan katakan apapun pada suamiku semua yang kau lihat disini, tentang Andrey, tetang permainan judi-ku dengan teman-temanku, atau pesta yang sering kuadakan disini. Aku minta padamu, buang botol minuman keras yang ada di dapur, bersihkan semuanya!. Nih, Ambil!” Jesica melempar sebuah amplop putih kehadapan Aura.

“Tapi ini belum akhir bu- ...”

“Kalau kubilang berhenti, ya berhenti!. Sudah, setelah beres-beres kau langsung pulang saja, aku juga mau keluar.”

Aura mengambil amplop putih tersebut perlahan, memandanginya kemudian melangkah berlalu dari sana.

Tiga hari kemudian, Ryo sang suami telah pulang dan kembali ke tanah air. Jesica bersandiwara seolah semua normal dan baik-baik saja.

Jesica seolah menjadi istri yang perhatian pada suaminya.

“Oya, Jes. Besok lusa kolega dan rekan-rekan bisnisku akan datang, kata mereka ini acara penyambutan kedatanganku, aku ingin menjamu mereka dengan membuat pesta kecil-kecilan, tolong kau persiapkan ya,” pinta Ryo pada Jesica.

“Em, iya Mas, bisa diatur. Aku tinggal pesan catering yang paling enak.”

“Tapi yang kulihat pelayan disini sepertinya kurang banyak,” ujar Ryo.

“Ah, masalah itu bisa kuurus kok,” ujar Jesica sambil memutar otaknya.

Beberapa jam kemudian, Jesica menemui Mbok Jum dan bertanya tentang siapa orang yang bersedia bekerja disana untuk beberapa hari saja.

“Maaf Nonya, saya nda ada kenalan lagi. Yang tempo hari bekerja disini semua sudah berhenti dan nda mau lagi balik kesini, Nyonya” dengan sedikit membungkuk, Mbok Jum menjelaskan.

“Arrhhg!. Sialan mereka semua!. Aku harus dapat orang besok!” pekik Jesica bingung.

“Maaf kalau saya lancang, Nyah, tapi bagaimana kalau Non Aura saja?” usul Mbok Min, yang spontan membuat Jesica menoleh kearah pelayannya.

“Aura?” ulang Jesica.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!