Selamat membaca..
Aldan Matthew, seorang pria yang pernah di paksa kedua orang tuanya untuk menikah diwaktu SMA. Aldan merasakan kisah cinta yang sangat bahagia kala duduk dibangku SMA, dan menghabiskan masa muda bersama dengan Alya selaku wanita yang sangat ia cintai. Banyak hal yang telah mereka hadapi bersama, apapun badainya mereka tetap bersama.
Hingga tepat diumur 23 tahun, Alya melahirkan seorang putri yang sangat cantik untuk Aldan. Tanpa sepengetahuan Aldan ternyata kehamilan sangat berbahaya karna sempat merasakan keguguran. Hingga setelah beberapa menit dari kelahiran putrinya, Alya berpulang ke akhirat meninggalkan Aldan dan putrinya untuk selama-lamanya.
Kejadian itu menjadi hal yang paling berat untuk Aldan, ia menjadi benci dengan putrinya sendiri yang bernama Shaila Sky Matthew. Hingga Aila diurus oleh Bunda Aldan, dan tidak pernah sekalipun Aldan berperilaku selayaknya seorang ayah kepada anak saat bersama dengan Aila.
Hingga tujuh tahun berlalu..
Bunda Claudia termenung menatap Aldan yang terus saja melakukan hal yang sama, yaitu termenung setiap pagi menatap makanan.
“Aldan, luka itu sudah tujuh tahun. Bahkan Aila sudah sekolah sekarang, sebaiknya ikhlaskan Alya,” Nasehat Claudia kepada sang putra yang kini beralih menatapnya.
Aldan tidak akan merespon apapun kalau Claudia berbicara hal seperti itu, ia hanya diam cepat-cepat menghabiskan makanannya lalu segera pergi menuju Perusahaan. Meskipun kehidupan Aldan dilanda kesedihan seperti itu, tapi tidak membuat Aldan lupa akan tanggung jawab yang ia miliki.
Setelah kepergian Ayahnya, Aldan benar-benar memimpin Perusahaan Matthew yang sangat besar itu dengan segala kekuasaan yang cukup diakui di negaranya.
“Bunda sudah tidak tahan untuk terus mengantar dan menemani Aila lagi. Terpaksa kau harus mencari suster sekarang,” ucap Claudia.
Aldan mengangguk saja. “Tidak ada persyaratan untuk suster itu?” tanya Aldan kepada sang Bunda. Bagaimanapun Aldan tahu kalau sebenarnya Claudia termasuk orang yang tidak mudah percaya untuk mengurus Aila.
“Tidak ada, Aldan. Yang terpenting dia muda dan bisa cekatan gitu, karna kau tahulah Aila sangat cerewet.”
Bibi Ranum datang lalu menunduk hormat kepada Aldan dan juga Claudia. “Maaf, Tuan dan Nyonya. Saya punya keponakan yang sedang mencari pekerjaan sebagai suster, dia sering menjaga anak-anak dari dulu meskipun ini awal dia bekerja.” ucapan Bi Ranum membuat Claudia tersenyum senang.
“Bi Ranum sudah bekerja bersama kami selama 10 tahun, jelas aku percaya padamu. Segera bawa keponakan mu hari ini, Bi..” Claudia langsung menerima saja saran dari Bi Ranum.
Aldan sudah siap sarapan, ia bangkit untuk pergi menuju Perusahaan. Dan Aila tidak akan berangkat sekolah bersama dengan sang Papa, hal seperti itu tidak akan pernah terjadi didalam hidupnya.
“Aila berangkat bareng pak supir ya, sayang..” ucap Claudia sembari mengelus pucuk kepala Aila agar tidak sedih dengan tingkah laku Aldan.
Jujur sebenarnya Claudia sedih melihat Aldan yang tidak kunjung memperhatikan putrinya sendiri. Tidak tahu sampai kapan Aldan seperti itu, Claudia hanya mengharapkan semoga Aldan segera kembali hidup seperti dulu lagi.
•
Dan kini Claudia menatap dari atas sampai ke bawah seorang gadis cantik yang memiliki tubuh yang mulus. Dan kecantikan yang alami, rambut sedikit ikal yang sangat lebat.
“Wah, Bi Ranum.. Ini mah lebih cocok kalau ngerawat Aldan bukan Aila,” celetuk Claudia kepada Bi Ranum yang tertawa mendengarnya.
“Nyonya bisa aja,” Respon Bi Ranum membuat gadis cantik itu tersenyum tipis.
“Siapa namamu?” tanya Claudia, ia suka melihat kecantikan gadis itu. Tidak bosan sedikitpun malah ingin melihat wajahnya terus menerus jadinya.
“Nama saya Zira, Nyonya. Saya baru berumur 22 tahun, alasan saya bekerja karna memang butuh biaya tambahan untuk uang semester.” Penjelasan Zira yang sangat jujur itu membuat Claudia mengangguk mengerti.
“Jadi, Zira cuti semester dulu untuk mendapatkan uang semester, Nyonya. Dia sebatang kara, kehidupannya saya yang urus.” timpal Bi Ranum menjelaskan juga.
Claudia membayangkan sendiri jadinya jika Zira menikah dengan Aldan, pasti akan lebih mudah. Tapi, cepat-cepat Claudia membuang semua pikiran itu. Aldan tidak mungkin mau, karna sempat bersumpah tidak akan menikah lagi selamanya.
“Baiklah, Zira. Hari ini kau mulai bekerja, hanya sebatas mengurus Aila saja. Dan Bi Ranum mau resign, jadi urusan Mansion akan ada yang menggantikan nanti.” ucap Claudia yang membuat Zira sangat senang.
Zira dibawa Claudia menuju kamarnya dan disaat itu juga Bi Ranum harus kembali ke kampung. Zira yang akan menghidupi bibinya nanti, sebagai ucapan rasa utang budi selama ini.
“Kamu kerja yang baik ya, Nduk. Karna Nyonya sangat baik dan tidak pernah memandang kasta seseorang, jadi hargai itu..” Nasehat Bi Ranum kepada keponakan tersayangnya.
“Iya, Bi.. Zira tahu, Bibi jaga kesehatan disana..soal uang Zira akan rajin mengirimi nanti,” ucap Zira sambil memeluk Bi Ranum yang sudah ia anggap sebagai ibu kandung selama ini.
Kepergian Bi Ranum Zira antar sampai pintu masuk, kini ia menatap ke arah gadis kecil yang mungkin itulah anak yang akan ia urus nanti. Bocah itu tersenyum manis kepada Zira, meskipun belum perkenalan ia sangat tahu Jika Zira adalah suster yang akan mengurus dirinya selayaknya seorang Ibu.
“Halo..” Sapa Aila, ternyata bocah itu sangat ramah. Padahal Zira sudah tidak percaya diri kalau bisa diterima oleh bocah itu, ia agak sedikit minder sebenarnya.
“Halo,” Sapa Zira balik, ia mengajak Aila untuk masuk. Setidaknya mereka harus berkenalan lebih dekat agar bisa saling memahami satu sama lain.
•
•
Hujan deras mengguyur kota Jakarta diselingi petir yang membuat Aila ketakutan. Zira terus berusaha menenangkan dengan kata-kata lembut hingga sekarang gadis itu sudah tertidur pulas. Tenggorokan Zira sangat kering, ia mengambil gelas di Nakas yang sudah kosong tidak tersisa sedikitpun.
“Hem, malas banget turun ke lantai bawah,” gumam Zira sambil mengikat rambut panjangnya.
Tapi, rasa haus sudah tidak tertahan lagi hingga terpaksa Zira harus turun ke lantai bawah untuk mengambil air minum. Sambil terus menguap Zira menuruni tangga karna juga sudah larut malam.
Suara seseorang yang menangis menghentikan langkah Zira, ia melihat dari kejauhan ada sosok pria yang duduk disofa dengan kedua tangan menutupi wajahnya. Zira sangat ingat dengan cerita dari Bi Ranum, jika Aila merupakan anak seorang Duda yang terus meraungi kepergian sang istri tercinta.
Zira sebenarnya ingin bodoamat saja akan Aldan, tapi ia penasaran kenapa Aldan terus sesenggukan seperti itu. Dan tanpa berpikir dua kali, Zira melangkah mendekati Aldan yang kini tengah termenung.
“Maaf mengganggu, Tuan,” ucap Zira yang mana mengejutkan Aldan.
Kala Aldan menoleh Zira terkejut melihat Aldan yang menatapnya tajam, kedua mata Aldan yang memerah dan aroma alkohol yang sangat menyengat.
“Astaga, dia mabuk!” gumam Zira didalam hati.
“Kau siapa?” tanya Aldan, suara pria itu sangat berat seakan menikam jantung Zira. Apa lagi tatapan mata tajam itu benar-benar membuat Zira menjadi mati kutu.
“Aku Zira, Tuan. Seorang suster untuk Aila, aku baru datang sore tadi,” ucap Zira dengan senyuman manisnya.
Aldan menatap Zira dari atas sampai bawah, sekalipun dalam pengaruh alkohol dan setengah sadar. Aldan tetap menyadari kecantikan yang dimiliki Zira, hidung mancung serta bibir ranum yang sangat merah alami.
Perlahan tanpa sepengetahuan Zira tangan Aldan menghidupkan lampu dengan remote. Hingga terlihatlah kecantikan Zira secara jelas, wanita itu memakai piyama lengan pendek dengan rambut yang dikucir kuda.
“Dia sangat cantik,” puji Aldan didalam hati tentunya.
“Aku pamit, Tuan..” Zira merasa tidak nyaman dipandang seperti itu. Bagaimana pun Zira tahu kalau Aldan adalah seorang duda yang sudah ditinggal oleh sang istri selama 7 tahun.
Tapi, disaat Zira ingin berbalik badan tangannya ditarik oleh Aldan hingga Zira terjatuh menuju pangkuannya. Aldan tersenyum sangat sinis saat Zira menatapnya dengan penuh keterkejutan.
“Lepaskan, Tuan!” teriak Zira, ia berusaha untuk bangkit tapi lagi dan lagi Aldan tetap memaksanya untuk duduk.
“Jangan banyak tingkah, tetap diam dan harus menerima segala konsekuensi menjadi suster anakku.” ucap Aldan di setengah rasa sadar yang ia miliki.
“Ma-mak-maksud Tuan apa?” tanya Zira dengan sedikit terbata-bata.
Aldan berusaha untuk tetap sadar, ia tersenyum menatap Zira yang ketakutan seperti ini. “Mengurus Aila sama dengan harus mengurus Aku, begitulah konsekuensi tersembunyinya.” jelas Aldan dengan sedikit penegasan.
Zira menggeleng tidak percaya dengan itu semua, ia tidak tahu kalau ada peraturan seperti itu. Ia memaksa turun dari pangkuan Aldan, tapi sangat sulit untuk ia lakukan. Aldan malah tetap memaksa wanita itu untuk duduk di pangkuannya, sungguh membuat Zira menjadi takut.
“Jangan sok suci, Zira! Aku tahu kau sama saja seperti wanita lain, yang awalnya menolak lama-lama juga kau menerima ini semua,” ucap Aldan yang mana sembari melepas kaitan dasi dilehernya.
Dengan sangat mudah Aldan membawa Zira untuk berbaring di karpet berbulu. Pria itu mengikat tangan Zira dengan dasi itu hingga tidak akan mampu untuk memberontak lagi.
“Lepaskan aku! Kau sungguh brengse*!” makian Zira tidak dihiraukan sama sekali oleh Aldan.
Setelah sudah mengikat Zira, Aldan menatap Zira yang sudah tidak berdaya itu. “Kau akan mendapatkan hal yang luar biasa setelah menyerahkan tubuhmu padaku, Zira..” ucap Aldan.
“Aku tidak butuh itu! Malam ini juga aku akan pergi dari sini, aku tidak sudi bekerja dengan pria sinting seperti mu!” umpat Zira sambil berusaha menendang Aldan dengan kedua kakinya.
Aldan terkekeh saja. “Kau butuh uang semester dan juga uang yang sangat banyak untuk biaya kemoterapi bibimu kan?” tanya Aldan langsung saja pada intinya.
Pertanyaan Aldan membuat Zira terdiam, ia tidak tahu mengapa Aldan bisa tahu semua itu. “Aku bisa memberikan uang yang sangat banyak untukmu, asal kau mau mengikuti semua kemauanku!” Tawaran Aldan membuat Zira masih terdiam.
Hanya sebentar, Zira tidak mau ikut gila seperti Aldan. “Aku tidak sudi melakukan hal seperti itu, mencari uang_”
“Dengan cara apa? Bekerja sampai keringat kuning juga kau tidak akan mendapatkan uang sebanyak 300juta, Zira,” Aldan menyela ucapan Zira yang membela diatas tawarannya itu.
Sungguh Zira tidak menyangka jika Aldan sudah mengetahui hal sebanyak itu. Memang alasan terbesar Zira untuk tetap bekerja adalah untuk pengobatan sang Bibi. Sudah lama Zira kasihan melihat Ranum yang menderita menahan sakit.
“Bagaimana?” Aldan masih memberlakukan tawaran fantastik itu.
Zira tidak langsung menjawab, tapi Aldan sekarang mendekatkan wajahnya kepada wajah cantik Zira. Pria itu meraup bibir ranum milik Zira dengan lumatan yang sedikit kasar, meskipun Zira tidak membalas itu semua.
“Ini pertama kali untukmu?” tanya Aldan yang kini menatap wajah Zira yang menatapnya penuh kebencian.
“Kau kira aku, emm..” Aldan kembali melumat bibir Zira dengan pagutan yang lebih menuntut dan memaksa.
Zira terus diam pasif tapi Aldan memiliki akal yang banyak, pria itu mengigit bibir Zira hingga bisa menikmati lebih puas lagi. Lama terus seperti itu hingga Zira sudah merasakan sesak. “Emmmm..”
Aldan sadar itu, ia melepaskan tautan bibir lalu tersenyum puas kearah Zira yang berada di bawahnya. Wanita cantik itu bernapas secara tersenggal karna Aldan melumat bibirnya sampai tidak terkendali tadi.
“Bagaimana? Apa kau menerima tawaranku, cantik?” tanya Aldan yang mana mendapatkan gelengan kepala dari Zira.
Tatapan Aldan yang awalnya hanya tajam saja kini menjadi lebih tajam lagi seakan menusuk sisi keberanian Zira.
“Aku tidak akan melakukan hal dosa itu seumur hidupku, Tuan. Lepaskan aku!” Zira berusaha melepaskan ikatan dasi yang sangat kuat itu.
Aldan kembali duduk, ia memikirkan semua yang Zira katakan. Sebenarnya Aldan hanya memikirkan gairahnya saja, yang setiap malam mengharapkan sentuhan wanita tapi Aldan sudah tidak ingin menikah.
Sang asisten pribadi, Liam memberikan saran yang cukup gila yaitu menjadikan Zira sebagai sugar Baby nya. Tentunya Aldan awalnya tidak menerima saran itu, tapi lama-lama ia malah menganggap jika semua hal yang disarankan Liam cukup masuk akal.
Zira memiliki latar kehidupan yang baik dan sangat cantik, dan juga sedang membutuhkan uang yang sangat banyak. Banyak sekali hal kebetulan yang ada didalam diri Zira, Aldan sangat membutuhkan wanita itu untuk hidupnya sendiri.
“Kalau kau mau menjadi yang seperti aku katakan tadi, maka Bibimu akan mendapatkan rawatan intensif dari Rumah Sakit. Dan tidak hanya itu, Bibimu akan mendapatkan perawatan yang mewah yang mana akan dibawa ke Singapura.” Tawaran Aldan membuat Zira sedikit terkejut dan bingung lebih tepatnya.
Dengan posisi Zira tangan yang masih terikat dan juga sekarang Aldan menatapnya serius. Zira tidak tahu harus mengatakan apa, tapi tawaran Aldan tentang pengobatan itu sangat membuatnya menjadi terpikirkan semuanya.
“Aku tidak bermain dengan kata-kataku sendiri, Zira..” ucap Aldan menyakinkan.
Zira menoleh kearah Aldan, ia menemukan tatapan mata pria itu yang penuh gairah. “Setelah kau mengatakan iya, maka aku akan menyuruh anak buahku untuk mengantar Bi Ranum pergi ke Singapura,” ujar Aldan lagi.
“Aku ada satu syarat, Tuan. Kalau kau menerima syarat ini maka aku akan sangat sukarela memberikan tubuhku ini padamu,” ucap Zira dengan penuh keyakinan.
Aldan menjadikan penasaran dengan itu. “Sebenarnya aku tidak perlu syarat darimu, kau hanya perlu mengatakan.. Iya, atau tidak!” bantah Aldan akan yang dikatakan Zira tadi.
“Bukankah sesuatu hal harus timbal balik?” tanya Zira yang tidak mendapatkan jawaban apapun dari Aldan. “Aku akan menyerahkan semua tubuhku padamu, lalu kenapa aku tidak boleh memberikan syarat kepadamu?” tanya Zira lagi.
Kali ini Aldan tidak bisa melakukan apapun kecuali mengiyakan apa yang dikatakan Zira. “Katakan apa syaratnya,” ucap Aldan sembari melepas ikatan dasi ditangan Zira. Karna Aldan tahu kalau wanita itu tidak akan mau disentuh sebelum ia memenuhi persyaratan sialan itu.
“Nikahi aku, meskipun itu secara sirih. Setidaknya kita tidak melakukan hubungan Zina. Hanya itu saja persyaratan dariku,” ujar Zira akan persyaratan yang ia inginkan.
Aldan termenung sebentar. “Menikah diam-diam begitu maksudmu?” tanya Aldan untuk memastikan. “Sebenarnya aku sudah bersumpah tidak akan menikah karna tidak mau menggantikan posisi Alya,” ucap Aldan yang mana kini sudah mengalihkan pandangannya ke arah foto pernikahan dirinya dengan Alya.
“Diam-diam juga tidak apa, karna yang aku perlukan hanya sebuah kata Sah untuk melakukan hubungan itu,” jelas Zira akan maksudnya.
Sungguh Aldan tidak menyalahkan hal itu, ia melihat kearah Zira sekarang. Padahal ia sangat menginginkan sentuhan itu malam ini, hanya saja tidak menyangka kalau Zira sangat susah ditaklukan.
“Sebatas waktu kau bosan padaku, setelah itu aku siap kau campakkan kapanpun. Dan sekali pun kita menikah secara sirih, aku tidak akan ikut campur dengan segala urusanmu dan begitu pula kau akan urusanku.” Perjelas Zira lagi.
Aldan membuang napas secara kasar sungguh sulit ternyata menaklukkan prinsip Zira. Sementara Aldan sangat membutuhkan sebuah pelampiasan tanpa sepengetahuan sang Ibunda, sudah tujuh tahun Aldan menahan semua hasrat itu.
“Aku setuju, besok kita akan menikah. Dan setelah itu.. Kau akan menjadi milikku, apapun yang aku inginkan harus kau patuhi,” ujar Aldan.
Kedua mata Zira terpejam menahan rasa yang sangat sakit didalam hati. Sungguh Zira tidak menyangka jika akan menjadi selayaknya wanita malam sekarang.
“Selama proses aku menyentuhmu, kau tidak boleh diam pasif. Sudah pernah berhubungan badan atau belum?” Pertanyaan Aldan seakan mau membuat kedua bola mata Zira mau keluar.
“Tentu saja belum! Ini pertama kali untukku, hal itu yang membuatku memberikan persyaratan gila itu!”
“Aku tidak suka wanita tidak berpengalaman,” ucap Aldan yang mana membuat Zira terkejut.
“Kau tidak suka wanita perawan?” tanya Zira dengan wajah yang terkejut, tidak pernah ia mengetahui ada spesies pria seperti Aldan didunia ini. “Duda aneh!” umpat Zira didalam hati.
“Belajarlah lebih giat, cari referensi untuk kau tunjukkan aku besok malam. Semuanya harus ahli, ingat..” Aldan bangkit lalu melangkah pergi meninggalkan Zira yang masih ter bengong dengan semua yang ia katakan.
“Lalu, Bibiku?” tanya Zira dengan sedikit berteriak hingga langkah kaki Aldan terhenti, pria itu berbalik badan.
“Setelah aku merasakan tubuhmu.. Maka Bibimu akan langsung berangkat,” jawab Aldan dengan ekspresi wajah yang tenang. Pria itu melangkah pergi meninggalkan Zira yang sepertinya masih bingung.
Hal yang membuat Zira bingung tidak lain tidak bukan adalah tentang bagaimana cara ia belajar tentang hal seperti itu. Dari mana belajarnya? Zira semakin bingung dibuatnya.
“Sebaiknya aku tanya Rania saja, dia sudah sangat berpengalaman soal seperti ini..” Zira harus menyempatkan berbicara dengan temannya itu.
•
“Makanannya dihabiskan ya, Sayang..” ucap Zira kepada Aila tengah makan nasi goreng hasil masakannya. Sambil melihat Aila makan, Zira menjadi memikirkan tentang perkataan Aldan kemarin malam.
“Aku harus menyayangi Aila, bagaimanapun setelah aku menikah dengan Duda itu.. Aila akan menjadi anakku juga,” gumam Zira didalam hati.
“Hari ini Suster tidak antar aku ke Sekolah?” tanya Aila dengan tatapan lugunya kearah Zira.
“Tidak, sayang. Mungkin besok aku akan menemanimu, Suster janji!” Zira menautkan kelingkingnya pada kelingking kecil Aila. Sebagai bentuk bukti bahwa mereka sedang berjanji, lalu Aila tertawa.
Memang Aila sangat senang dengan adanya Zira, karna Zira memiliki sifat yang lembut. Aila yang memang sedari kecil tidak merasakan kasih sayang seorang Ibu, kedatangan Zira membuat Aila sedikit merasakan kehangatan seorang Ibu.
“Suster..” Panggil Aila dengan suara yang sangat lembut, Zira menoleh kearahnya dengan senyuman manis. “Boleh tidak kalau aku memanggil Suster dengan sebutan, Mama?” tanya Aila dengan kedua tangan yang meremas ujung seragam sekolahnya.
Tentu saja pertanyaan seperti itu cukup menakjubkan bagi Zira, ia tidak akan menyangka akan mendapatkan pertanyaan seperti ini dari Zira. “Emm..” Zira tidak tahu harus menjawab apa.
“Boleh, panggil dia apapun yang kau suka,” Malah Aldan yang menjawab membuat Aila maupun Zira terkejut.
“Beneran, Pa?” tanya Aila lagi, Aldan menjawab dengan anggukan kepala. Aila sangat senang bahkan langsung memeluk erat Zira, tentu saja Zira membalas pelukan itu tanpa ragu.
“Aku sayang Mama Zira!” ucap Aila disertai tawa yang membuat hati Zira menjadi menghangat.
Merasa puas Aila langsung menarik tangan Zira untuk mengantarnya menuju pak supir yang sudah menunggu.
“Tuan, nanti kita akan bicara. Tetap disini,” ucap Zira kepada Aldan yang menatapnya datar saja.
“Wanita aneh,” Itu saja yang dikatakan Aldan, pria itu duduk sambil mengoleskan roti selai karna memakan nasi di pagi hari jarang sekali ia lakukan.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!