NovelToon NovelToon

Dicintai Bocah Kecil

Bocah menyebalkan

Malam semakin larut waktu menunjukkan pukul sebelas tepat, Viona menghentikan langkahnya tepat dipinggir jalan tak jauh dari restoran yang baru ia kunjungi, tangannya gemetar, matanya memerah menahan sesak dalam dadanya, setelah tanpa sengaja melihat sang kekasih hati bermesraan didalam restoran yang baru saja ia kunjungi.

Bruuk..

seseorang menabraknya dari belakang tanpa sengaja membuat tubuhnya terjatuh tanpa bisa ia kendalikan, Viona meringis dan menoleh, amarahnya memuncak mencari pelampiasan begitu melihat seorang pemuda berseragam abu-abu menatapnya tanpa satu kata patah pun, Viona berdiri dengan tergesa.

“Hei bocah, punya mata gak?, main tabrak saja, sudah malam kelayapan masih pake seragam sekolah lagi, mau jadi apa kamu ini.” hardik Viona tanpa ampun kepada pemuda yang tidak ia kenal.

“Salah sendiri berdiri ditengah jalan,” jawab pemuda itu cuek.

“Dasar nih anak sudah salah gak mau minta maaf lagi, malah nyolot, dasar bocah kecil,” pemuda itu melotot mendengar ucapan gadis dihadapannya yang mengatakannya seorang anak kecil.

“Hei tante, sembarangan kalau ngomong aku bukan anak kecil ya,” tolaknya, membuat Viona langsung berkacak pinggang mendengar bocah yang dihadapannya memanggilnya dengan sebutan tante.

“Kalau bukan anak kecil terus apa, seragam juga masih abu-abu kelayapan jam segini, seenak jidat lo manggil aku tante, emang aku ini tante mu.

“Mirip,” jawabnya singkat dan langsung ngeloyor pergi kearah motornya.

“Dasar bocah nyebelin.” gerutu Viona ngomel-ngomel dan seketika menghentikan omelannya begitu melihat siapa yang keluar dari restoran, Viona dengan cepat menghampiri pemuda yang sedang duduk diatas motornya hendak pergi dari sana, tanpa permisi Viona langsung naik keatas boncengan pemuda itu, membuat pemuda itu terkejut dan langsung menoleh.

“Hei tante, ngapain tante naik ke motor saya,” tanya pemuda itu terheran.

“Sudah jangan berisik cepat jalan saja,” pinta Viona kepada pemuda yang baru saja ia ajak berdebat sembari menoleh kearah dua sejoli yang sedang berjalan mendekat, pemuda itu mengikuti arah pandang Viona dan seketika paham, pemuda itu langsung memeluk tubuh Viona erat begitu pria dewasa itu menoleh kearah mereka, Viona kaget bukan main dengan ulah bocah yang sama sekali tidak ia kenal, seketika hendak mendorong tubuh tegap itu, namun mengurungkan niatnya saat bocah itu berbisik di telinganya.

“Diam lah tante, kalau tidak mau ketahuan, mereka melihat kearah sini.” Viona seketika membeku mendengarnya.

“Lihat mas, anak jaman sekarang, kelakuannya pacaran sama wanita yang lebih tua, jangan-jangan jual diri.” seloroh wanita berpakaian modis itu, begitu melihat Viona dan pemuda itu berpelukan diatas motor.

"Sudah biarkan saja sayang, masa muda penuh gairah, habis ini aku yang akan membuatmu bergairah,” ucap laki-laki itu sembari tertawa dan masuk kedalam mobil, Viona yang mendengar jelas ucapan sang kekasih tangannya seketika mengepal, bulir bening itu tak mampu terbendung, dengan lancang turun membasahi pipinya yang mulus dan jatuh ke punggung bocah yang memeluknya, pemuda itu terdiam merasakan sesuatu yang hangat membasahi seragam sekolah nya, dengan cepat Viona melepaskan pelukan bocah itu dan dengan cepat menyeka air matanya.

“Terimakasih,” Viona hendak turun dari motor itu namun sebuah tangan mencegahnya.

“Saya antar pulang tante, sudah malam nanti ada yang menculik

tante, untuk dijadikan sop,” ucap pemuda itu sembari menatap Viona datar, membuat Viona rasanya ingin menampol wajah pemuda itu, emang ia ayam mau dijadikan sop, pikir nya.

“Gak usah, jangan-jangan kamu lagi yang mau nyulik aku,” seloroh Viona turun dari motor.

“Gak usah ngeyel deh tante, begini-begini saya masih waras kalau mau menculik orang pilih-pilih juga ngapain saya harus menculik tante-tante.” ucapan pemuda itu membuat Viona naik darah dan langsung mendaratkan pukulan di lengan pemuda dihadapan nya, membuat pria itu sedikit meringis.

“Mulut ni bocah, gak bisa dijaga apa, nyebelin banget sih.” Viona langsung ngeloyor pergi dengan wajah ditekuk, merutuki harinya yang sangat sial, membuka aplikasi memesan ojek online namun tidak ada yang menerima, Viona mengomel dengan kesal.

“Kan, gak dapat ojek, makanya jangan ngeyel tante, saya antar saja,” ucap pria itu membuat Viona terjhingkat kaget memegangi dadanya.

“Buset nih bocah ngagetin aja, sudah kayak setan saja muncul secara gaib.” mendengar itu pria tersebut menahan tawa melihat Viona yang terkejut, karena wajahnya begitu mengemaskan bagi pemuda ganteng tersebut.

“Sudah jangan ngeyel tante aku antar sudah malam, kenalkan nama aku Saga, gak usah mikir aneh-aneh deh, mau bermalam disini,” dengan santai Saga menarik tangan Viona menuju motornya, walau Viona berusaha menolak namun Saga tak perduli, dengan cepat mengangkat tubuh Viona naik keatas motornya, membuat Viona terpekik saking kagetnya.

“Dasar bocah edan, maksa banget sih,”

“Habis kalau tidak dipaksa tante itu kebanyakan mikir, sudah kayak presiden saja banyak mikir, gak tahu apa kalau sudah malam mau digangguin om-om preman di sana,” ucap Saga mengarahkan pandangannya kearah segerombolan laki-laki yang dari tadi sudah memperhatikan gerak-gerik Viona, Viona mengikuti arah pandang Saga, ia jadi tahu ternyata Saga tak sejahat yang ia bayangkan,’ lebih baik pulang bersama bocah dihadapannya dari pada jadi santapan pria hidung belang,’.batinnya.

“Ya sudah ayo kita pulang,” Saga hanya mengangguk memakaikan helm yang ia pegang di kepala Viona, membuat Viona terkejut dengan tingkah Saga yang seakan mereka sudah kenal lama, Saga pun naik keatas motor dan mulai menggeber motor sportnya dengan sedikit kencang membuat Viona mencengkeram pundak Saga kuat.

“Tante, tante tinggal dimana?” tanya Saga mengurangi laju motornya.

“Di rumah lah,” Viona menjawab dengan enteng membuat Saga berdecak kesal.

“Rumah tante maksudnya,”

“Oh, Jalan perdamaian, gang Ratu keabadian,” Saga tertawa mendengar alamat yang disampaikan gadis dibelakangnya, ia merutuki dirinya sendiri, yang tidak tahu jalan sebenarnya, ia berpikir emang ada alamat yang selucu itu.

“Itu alamat beneran apa bohongan tante,” tanya Saga tak percaya.

“Astaga bocah ini, tentu saja betul, jangan bilang kamu tidak tahu jalan,” Saga nyengir dan mengangguk, membuat Viona mendengus kesal.

“Gitu sok-sok an mau ngantar pulang ternyata tak tahu jalan, terus saja didepan ada simpang empat belok kiri, terus lurus setelah itu ada simpang tiga belok kanan, terus sekitar seratus meter ada abang-abang jual bakso, terus saja, sekitar seratus meter baru ada penjual pentol magang didepan gang, nah baru tuh masuk gang, ngerti gak?” Saga melongo mendengarnya.

“Gak kurang jauh ngasih aba-aba nya tante, aku sampe pusing dengernya doang.”

“Dasar lelet, sudah jalan saja.” perintah Viona, setelah melalui rintangan yang membingungkan barulah mereka sampai didepan rumah sederhana namun sangat bersih dan asri dengan pagar bambu disekelilingnya, kembali Saga hanya bisa membeo takjub tak menyangka masih ada rumah ajaib menurutnya di kota yang ia tinggali sekarang.

“Makasih ya,”

“Ini rumah tante?” Saga bertanya untuk memastikan.

“Bukan, rumah orang tua aku,” Viona menjawab dengan enteng. Yang membuat Saga mendengus kesal akan jawaban Viona yang menurutnya menyebalkan.

“Yae lah sama aja kan tante tinggal disini,”

“Terserah kamu dah, sudah pulang sana sudah malam ingat jangan sampai nyasar,”

“Gak tahu terimakasih, sudah diantar ngusir lagi, bukannya ngajak mampir,” gerutu Saga yang masih didengar oleh Viona.

“Ini sudah malam pergi sana, mau kamu dibacok abah,”

“Sadis kali, ya udah aku pulang,” Saga menghidupkan motornya memutar arah berhenti sejenak membuka helm full face nya,

“Besok aku jemput kalau tidak nyasar,” ucapnya dan langsung pergi meninggalkan Viona yang kebingungan dengan ucapan Saga barusan, namun tidak ambil pusing karena ia berpikir tidak mungkin bocah itu akan kembali kerumahnya karena mereka tak sedekat itu, Viona masuk kedalam rumah dengan wajah lelah langsung masuk kedalam kamar merebahkan diri, agar bisa terlelap dan tidak memikirkan kejadian yang membuat hatinya hancur.

Bikin Shock

Matahari menyapa langit yang kelam, kini menggantinya dengan cahaya keemasan, menerbitkan keindahan pagi yang begitu memberi semangat, tubuh Viona menggeliat dengan malas saat telinganya mendengar bunyi alarm dari ponselnya, perlahan menegakkan tubuhnya dengan malas dengan mata yang masih terpejam ia menurunkan kakinya dari atas ranjang, menghela nafas perlahan dan membuka matanya mengusak rambutnya dengan malas.

“Rasanya tak ingin berangkat kerja, ini sangat menyebalkan harus kah aku berhenti dari pekerjaan, bagai mana aku menghadapinya nanti kalau kami bertemu, aku tidak sekuat itu Tuhan,” gumam Viona kembali memejamkan matanya untuk sejenak sebelum kembali membuka matanya dan melangkah kedalam kamar mandi untuk membersihkan diri, tak lama ia keluar dengan wajah yang segar, wajah cantik dengan postur bak model itu melenggang dengan santai kearah lemari mencari baju kerjanya, Viona adalah gadis cantik, bermata coklat terang, mata yang indah dengan bulu mata yang panjang dan lentik, dihiasi alis yang yang sedikit tebal namun tertata rapi dengan bibir berwarna pink asli, hidung mancung, rambut lurus berusia 22 tahun, namun ia selalu berpenampilan apa adanya, tidak pernah mau ber make-up berlebihan selalu memakai bedak bayi di wajah mulusnya, bukan karena tidak mampu beli, Viona tipe gadis yang tidak mau ribet dengan begitu banyak make up, yang akan membuang waktunya, otak nya juga cerdas, terbukti baru umur 22 tahun dia sudah menyandang gelar sarjana bahkan ia sudah bekerja di perusahaan yang lumayan besar, namun di perusahaan itu ia selalu ditempatkan di bagian yang tidak sesuai kemampuannya, dan itu ulah para senior yang tidak mau tersaingi, termasuk sang pacar, namun ia menerima saja dengan lapang dada.

“Vi.. cepat ayo sarapan nanti kamu telat berangkat kerja, motormu kan masih di bengkel, biar diantar abahmu” teriak suara dari luar kamar Viona, yang sudah dipastikan itu adalah suara merdu pagi hari dari sang bunda, Viona tersenyum.

“Iya Bun, sebentar lagi juga sudah selesai,” jawab Viona dengan cepat tak ada lagi suara sang bunda terdengar menjawab, Viona dengan segera menyambar tasnya dan keluar dari kamar dan langsung menuju meja makan yang sudah dipenuhi dengan berbagai masakan sang bunda yang terlihat lezat.

“Ayo cepat sarapan Vio, nanti kamu telat Abah hari ini harus berangkat pagi, ada rapat di sekolahan.” Pak Deri abah Viona yang seorang guru berucap dengan lembut.

“Abah, kapan motor Vio selesai diperbaiki, kan jadi menyusahkan abah harus ngantar Vio kekantor padahal kita kan tidak searah.” ucap Vio dengan wajah cemberut.

“Mungkin besok Vi, nanti biar diambil sama adikmu kalau sudah beres, ini juga mana adikmu mau mogok sekolah apa.” baru saja dibicarakan sang adik nongol dengan meringis sembari memegang telinganya, dan muncul sang bunda dari belakang tubuh tegap sang adik.

“Sudah disuruh bangun dari tadi susah banget, mau jadi apa kamu itu Al,” seru sang bunda kepada Alvaro, Alvaro hanya nyengir dan duduk disebelah sang kakak dan langsung mengambil nasi dan lauk dimasukkan kedalam piringnya, tak mau menangapi sang bunda yang masih ngomel dan akan awet sampai siang, Viona tersenyum mengejek sang adik yang telinganya merah karena kena jewer sang bunda.

“Terus saja ngeledek, nanti gak akan aku ambilkan motormu,” ucap Alvaro mengancam sang kakak.

“Kalau kamu gak mau ngambil siap-siap aja kamu gak akan dapat uang saku dari kakak,” Viona balik mengancam, mata mereka saling beradu membentuk permusuhan yang hanya bertahan satu menit, karena sang komandan sudah berdehem, yang artinya mereka harus cepat menyelesaikan makanan mereka tanpa harus adu otot.

“Ayo Vi abah antar,” pak Deri sudah bersiap dan keluar dari rumah, namun menghentikan langkahnya memandang lurus kearah depan rumahnya.

“Ayo Abah, Vio sudah siap,” Viona berucap dengan semangat namun, kemudian ia ikut terdiam melihat arah pandangan abahnya.

“Astaga bocah itu bener-bener menjemputnya, ngapain juga ia kesini,” gumam Viona salah tingkah takut sang abah akan marah.

“Vi, panggil Alvaro itu temennya menunggu,” pinta pak Deri yang mengira Saga adalah teman Alvaro karena memakai seragam abu-abu sama seperti sang putra, Saga dengan santai turun dari motornya menghampiri Viona yang sudah membeku ditempat.

“Pagi abah, kenalkan nama saya Saga, kesini mau menjemput putri bapak untuk mengantarkan bekerja,” Saga mengulurkan tangannya, pak Deri terkejut bukan main, ia kira tadi teman putranya, ternyata malah teman putrinya, pak Deri memandang Saga dari ujung kaki hingga ujung kepala, mengakui laki-laki dihadapannya sangat tampan tapi, masa iya sang putri berteman dengan anak yang masih sekolah, bahkan mau mengantarkannya bekerja, pak Deri menjabat tangan pemuda itu walau masih bingung dan menatap sang putri yang terlihat canggung, tak tahu harus ngomong apa.

“Lho, kok masih belum berangkat?” tanya Alvaro yang sudah rapi dengan men cangklong tas sekolahnya, menatap ketiga orang yang ada dihadapannya.

“Abah nanti Vio cerita, Vio berangkat dulu bareng Saga ya, abah kan juga mau ke sekolah cepat,” ucap Viona meminta izin mencium punggung tangan sang abah, sedangkan pak Deri hanya mengangguk disela kebingungannya, begitu pun dengan Alvaro, terlebih melihat pemuda yang membawa kakaknya memakai motor sport dan masih mengenakan seragam yang sama dengannya,

“Saga pamit abah,” Saga mengikuti yang dilakukan Viona mencium punggung tangan abah Viona dan berjalan menghampiri motornya memasangkan helm ke kepala Viona dengan telaten membantu gadis itu naik motornya yang lumayan tinggi, dan sebelum pergi klakson itu berbunyi tanda berpamitan, meninggalkan dua orang yang masih terhipnotis dengan apa yang barusan terjadi.

“Kenapa kau menjemput ku,” teriak Viona kesel.

“Kan tadi malam aku udah bilang mau menjemput tante kalau tidak nyasar, sekalinya masih ingat ya aku jemput.”

“Maksudku kenapa kau menjemput ku, bukannya kau mau sekolah, lagian kita gak sedekat itu untuk kamu menjemput ku. Kita berdua orang asing yang baru kenal,” pungkas Viona yang juga masih bingung dengan ulah bocah yang mengantar kan nya saat ini, begitu pun juga Saga ia sendiri juga bingung mau menjawab apa, begitu ia bangun tadi pagi yang ada dipikirannya langsung pergi ke rumah wanita yang ia panggil tante tadi malam, bahkan ia saja belum tahu nama Viona.

“Ya aku juga gak tahu, pengen saja,” jawabnya enteng.” mendengar jawaban Saga rasanya Viona ingin sekali menampol kepala bocah itu dari belakang.

“Dengar ya Saga, aku itu tidak pernah mengizinkan siapa pun menjemput ku ke rumah, mau kamu disuruh nikah sama aku sama abah, karena kalau ada laki-laki yang berani datang ke rumah berarti itu tandanya ia serius ingin menikahi ku,” bohong Viona, membuat Saga langsung menghentikan motornya ditepi jalan.

“Serius?” tanya Saga, memandang Viona lekat, Viona mengangguk.

“Baiklah aku akan menikahi tante kalau memang abah memintanya,” mendengar jawaban Saga, Viona langsung melebarkan kedua matanya tak habis pikir dengan jawaban Saga yang tak masuk akal.

“Kamu sudah gila!” Viona dengan kesal berucap,

“Lha tante sendiri yang bilang begitu, aku mah tak masalah,” enteng Saga menjawab karena ia tahu Viona hanya bercanda, Viona mendengus pelan.

“Sudah cepat aku sudah telat,” perintah Viona.

“Iya, tapi ini arah kemana?”

“Kuburan,” Saga terkekeh mendengar jawaban dari Viona dan melajukan kembali motornya Viona menyebutkan lagi alamat tempat ia bekerja dan di angguki oleh Saga, tak lama motor itu sampai didepan sebuah bangunan yang tinggi menjulang, Saga menghentikan motornya diparkiran gedung itu.

Pertengkaran

Viona turun dari motor besar itu dibantu oleh Saga, dengan sigap Saga juga membantu melepaskan helm yang dipakai oleh Viona.

“Tante kerja disini?,” tanya Saga memastikan.

“Iya, kenapa?” jawab Viona dengan nada datar.

“Gak papa, bagus kantornya, tante pinter juga ternyata,” seloroh Saga, membuat Vio memutar bola matanya malas.

“Denger ya bocah, nama ku Viona awas aja panggil tante lagi emang aku tante mu,” protes Viona tak terima dipanggil Tante oleh Saga.

“Suka-suka aku dong mau panggil apa, lagian juga emang umur kita beda jauh,” Viona membulatkan matanya mendengar jawaban dari Saga tangannya sudah terangkat hendak memukul pemuda dihadapannya namun ia urungkan karena melihat sebuah mobil memasuki halaman parkir, mobil yang sangat ia kenal, Saga mengikuti arah pandangan Viona, Saga meraih tangan Viona yang masih mengambang di udara dan menggenggamnya, seorang laki-laki turun dari mobil, pandangannya langsung mengarah ke mereka berdua dengan tergesa pria itu menghampiri.

“Vi, siapa pemuda ini,” tanyanya dengan suara menahan marah karena melihat tangan sang kekasih digenggam oleh Saga, belum Viona menjawab Saga sudah menjawabnya lebih dulu.

“Pacar, ada masalah?” jawab Saga enteng, namun jawaban dari Saga langsung membuat darah pria itu mendidih, seketika mencengkeram kerah baju Saga dengan kasar.

“Apa kamu bilang, pacar?, kamu mimpi, aku kekasihnya, dasar bocah ingusan lepas tanganmu jangan sentuh kekasihku,” Saga terkekeh mendengarnya, tawanya terdengar begitu mengejek.

“Lo kekasihnya?, gak pantes, udah tua, jelek tukang selingkuh lagi, ups maaf keceplosan” ucap Saga dengan wajah tak berdosanya setelah menghina pria dihadapannya, sementara Viona hanya terdiam membiarkan Saga berbuat semaunya karena jujur Viona sudah muak melihat tingkah Rendi.

“Dasar bocah gak punya sopan santun, Vi, kenapa kamu bergaul dengan bocah gak punya akhlak ini, benar kamu selingkuh dengan bocah ini.!” teriak Rendi geram.

“Yang selingkuh siapa yang nuduh selingkuh siapa.” ucap Saga menghempaskan kedua tangan Rendi dengan kasar dari kerah bajunya.

“Vi, kenapa kamu diam saja, kamu bisa jelaskan semua ini padaku, kamu selingkuh.” hardik Rendi sangat kesal karena Viona hanya diam saja dari tadi seakan mengiyakan.

“Tidak ada yang perlu dijelaskan, Saga cepat pulang nanti kamu telat masuk sekolah,” perintah Viona kepada bocah itu, Saga hanya mengangguk, ia mengira Viona akan marah dengan yang diucapkannya barusan ternyata malah tidak, Saga semakin tersenyum melihat keunikan wanita dihadapannya.

“Baiklah sayang, hati-hati ya kerjanya, aku berangkat sekolah dulu” Saga mengusap pucuk kepala Viona dengan lembut, membuat Viona terdiam namun sedetik kemudian tersenyum dan mengangguk. Motor besar itu melaju dengan cepat meninggalkan parkiran Rendi dengan kasar langsung menarik rahang Viona, menatap kekasihnya penuh amarah.

“Beraninya kau selingkuh dihadapan ku, dasar jalang,!” Viona hanya tersenyum balas menatap sang kekasih tanpa ragu, dada Viona terasa nyeri mendengar ucapan Rendi, dari dulu Rendi tidak berubah selalu menuduh tanpa mau mendengar penjelasan, egois, tapi Viona selalu memaafkan karena dulu ia terlalu bucin, tak mau mendengar kata sahabatnya yang mengatakan Rendi adalah pria tukang selingkuh, dan bodohnya Viona dulu selalu percaya dengan ucapan manis pria dihadapannya saat ini.

“Aku baru jalan dengan teman dan diantar kekantor kau sudah mengataiku Jalang, lalu apa sebutan untuk dirimu yang bergonta-ganti pasangan keluar masuk hotel tuan Rendi yang terhormat.” datar ucapan Viona yang membuat Rendi seketika melepaskan tangannya dari rahang Viona menatap sang kekasih, terlihat luka di manik mata indah itu.

“Apa kau terhasut lagi oleh temanmu itu lagi Vi.” Viona terkekeh mendengarnya ia tak habis pikir kenapa Rendi masih begitu egois, selalu melimpahkan kesalahannya kepada orang lain.

“Bahkan temanku tidak tahu, kelakuan bejatmu yang itu, kalau tahu sudah pasti dengan sekuat tenaga ia akan memisahkan aku darimu sejak dulu, kenapa kau tidak pernah berubah, padahal aku sangat mencintaimu, apa semua itu tidak cukup untukmu kenapa kau terus berselingkuh, aku sudah tidak tahan lagi, kita akhiri hubungan kita sampai disini, aku tidak mau terus terluka.” dingin ucapan itu, Viona menahan rasa sakit yang teramat dalam dadanya tiga tahun bukan waktu yang sebentar untuk mereka lalui.

“Kamu beneran mau kita putus,”

“Iya,”

“Viona, semua bukan karena kesalahanku, semua ini juga kesalahanmu kenapa aku berselingkuh, itu karena kamu sama sekali tidak mau aku sentuh, aku mencintaimu Vi, tapi aku tidak bisa pacaran dengan gaya anak TK sepertimu, aku memiliki kebutuhan yang harus aku penuhi dalam diriku, sedangkan dirimu sok jual mahal, sedangkan gadis lain biasa saja tentang hal semacam itu, kau terlalu kolot dalam berpacaran, dan aku bosan, jadi jangan salahkan aku, tapi salahkan dirimu, karena kelakuanmu itu yang membuat aku berselingkuh.” ucap Rendi dengan tanpa dosa mengatakannya, jantung Viona berdetak kencang mendengar ucapan Rendi ia tak menyangka Rendi malah menyalahkan nya atas tindakan yang tidak benar yang telah ia perbuat, Viona tersenyum miris, ia merasa jadi gadis paling bodoh karena menyia-nyiakan waktunya selama tiga tahun berhubungan dengan pria yang ternyata tidak punya hati, melainkan hanya nafsu.

“Ok, baiklah anggap semua salahku, karena memang aku yang bodoh terlalu mencintaimu, tapi sekarang tidak lagi, lakukan semua seperti maumu aku tidak peduli lagi, permisi.” Viona melangkah pergi dari hadapan Rendi menahan hatinya yang serasa diremas, sakit, ngilu menjadi satu, namun sekuat tenaga Viona tidak menangis, namun itu yang membuat hatinya semakin sakit terasa, Rendi berteriak dengan kesal, tak terima kalau Viona memutuskannya, bagaimana pun juga Rendi berpikir kalau ia tak salah ia juga masih sangat mencintai Viona bagaimana pun ia berselingkuh tapi hatinya tetap mencintai gadis yang sudah selama tiga tahun membersamai nya, Rendi tetap merasa tak terima kalau Viona dengan mudah kini memutuskan hubungan, apa lagi ia ingat kini motor yang tadi mengantar Viona adalah motor yang ia lihat semalam, dimana dua sejoli yang sedang berpelukan itu adalah kekasihnya, Rendi semakin mengepalkan kedua tangannya tak terima dan segera masuk kedalam kantor menyusul Viona yang sudah masuk duluan.

“Vi, aku ingin bicara dengan mu, Rendi berdiri didepan meja kerja Viona matanya merah menahan marah, Viona hanya bisa mendengus pelan.

“Tidak ada yang harus kita bicarakan, pergilah aku sibuk.” tolak Viona cepat, membuat Devi yang mendengar ucapan sahabatnya menoleh dan memandang kearah Rendi, dan Devi langsung tahu kalau mereka sekarang sedang bertengkar apalagi melihat tatapan Rendi yang begitu tajam penuh amarah.

“Aku tidak perduli, ikut aku sekarang!” bentak Rendi membuat karyawan yang lainnya yang berada dalam satu ruangan Viona langsung menoleh.

“Pak, Rendi bisa tidak anda tidak berteriak, kalau Viona tidak mau jangan dipaksa, kalau itu urusan pribadi tolong selesaikan diluar kantor, jangan ribut disini, atau saya laporkan anda ke pak Hamka.” ancam Devi yang tak terima Viona dibentak didepan umum, Rendi semakin mengeraskan rahangnya, kini menatap Devi penuh kebencian.

“Jangan ikut campur kamu, kamu hanya karyawan biasa, gak usah belagu!” hardik Rendi dengan pongah.

“Astaga dasar manusia batu tak tahu diri, kamu sekarang berada diposisi mu juga semua karena bantuan Viona, jadi yang belagu itu kamu tahu tidak!” gantian devi yang menjawab tak kalah sadis membuat wajah Rendi seketika bertambah merah padam.

“Sudah, sudah, kalian jangan ribut disini, Rendi, apa yang dikatakan Devi benar, ini jam kantor sebaiknya kamu kembali keruangan mu, kalau kamu masih merasa masih ada yang ingin kamu bicarakan, kita bicara setelah jam kerja usai, jadi aku mohon pergilah, aku tidak mau mencari ribut, aku tidak mau kehilangan pekerjaanku hanya karena ulah konyol mu.” Viona menengahi.

“Awas aja kalian.” ucap Rendi dan langsung berlalu pergi dengan amarah yang masih membara.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!