Colorado Amerika Serikat.
Seorang pria paruh baya tampak marah sambil melemparkan barang-barang keluar dari rumahnya.
"Pergi kau dari sini." teriak pria itu penuh emosi sambil melemparkan barang-barang putrinya keluar dari pintu rumahnya dan pria itu adalah Alex Jackson.
Dia adalah seorang pengusaha yang cukup sukses di Colorado Amerika Serikat.
Alex Jackson memiliki seorang putri bernama Samantha Jackson dan saat ini dia sangat marah kepada putrinya kerena Samantha Jackson tidak datang keacara pertunangan yang telah diaturnya.
Alex telah memilihkan seorang pria muda dan mapan dari rekan bisnisnya untuk dijodohkan dengan putrinya, tapi dia sangat kecewa karena Samantha tidak hadir sehingga membuatnya sangat malu.
Padahal dia telah mengundang tamu disebuah hotel mewah dan meminta putrinya untuk datang, tanpa penjelasan apapun putrinya tidak datang sehingga membuatnya marah besar.
Dia memutuskan akan memberikan pelajaran pada putrinya, dia ingin lihat apakah putrinya bisa bertahan diluar sana tanpa bantuannya?
Alex terus membuang barang-barang putrinya keluar dari pintu rumahnya sedangkan istrinya Ana jackson hanya bisa menahan amarah suaminya.
"Dad, stop! Jangan memarahi Sam lagi. Bagaimana pun dia putri kita." bujuk Ana pada suaminya.
Alex tidak bergeming, bukan saja dia malu karena ketidak hadiran putrinya tapi dia juga sudah kehilangan kontrak kerja sama yang begitu besar.
Padahal dia sudah sangat yakin jika Samantha pasti akan datang untuk menemui calon tunangannya tapi dia tidak menyangka, putrinya tidak menampakkan batang hidungnya sampai membuatnya sangat malu dihadapan rekan bisnisnya.
Samantha memunguti barang-baran yang dilemparkan oleh ayahnya satu persatu, dia tidak menyangka ayahnya akan semarah itu hanya karena dia tidak mau dijodohkan.
Padahal dia sudah berusaha menolak tapi ayahnya masih saja memaksanya. Dia sengaja tidak datang ke acara perjodohan itu dan tidak mengatakan apapun pada ayahnya karena menurutnya percuma berbicara dengan ayahnya yang keras kepala.
Baginya pernikahan sangat penting dan dia tidak mau menyia-nyiakan hidupnya menikah dengan pria yang tidak dikenalnya dan tidak dia cintai.
Lagi pula dia belum mau menikah dan masih ingin menikmati masa mudanya, sebab itu Samantha tidak perduli dengan perjodohan yang sudah diatur oleh ayahnya.
"Pergi kau dari sini!" usir ayahnya lagi.
"Aku akan pergi." teriak Samantha kesal.
Hanya karena hal seperti ini ayahnya sampai tega mengusirnya? Apa ayahnya kira dia tidak berani? Dia akan lebih senang pergi dari sana dari pada dijodohkan dan menikah dengan orang yang tidak disukainya.
"Bagus, jangan kembali lagi kesini jika kau masih menolak menikah dengan pria pilihan ku." teriak ayahnya dan dia masih terlihat emosi.
"Tidak akan!" teriak Samantha tak kalah emosinya.
"Pegang ucapanmu tapi jika kau sudah berubah pikiran maka saat itu aku akan menerimamu kembali." kata Ayahnya.
Samantha memutar bola matanya malas sambil memunguti barang-barangnya yang masih berserakan.
"Aku tidak akan kembali, walaupun matahari meledak aku tidak akan pernah mau menikah dengan pria pilihan Daddy." ucap Samantha kesal.
"Alex, sudahlah. Jangan memaksa Sam menerima perjodohan itu." Ana mencoba menenangkan suaminya.
Dia takut putri semata wayangnya benar-benar pergi dari sana. Dia harap itu tidak terjadi karena dia tidak bisa membiarkan putri semata wayangnya hidup sendiri diluar sana.
"Biarkan saja, aku ingin lihat berapa lama dia bisa bertahan diluar sana." kata Alex.
"Jangan meremehkan aku Daddy, kau akan lihat bagaimana aku hidup diluar sana." tantang Samantha.
"Oh....aku ingin lihat. Apa kau mampu bertahan atau kau akan merangkak pulang kerumah ini untuk meminta pertolonganku." kata ayahnya lagi.
"Never!" kata Samantha dengan cepat.
Setelah mendapatkan barang-barangnya Samantha segera memeluk ibunya, dia tidak mau melihat ayahnya sama sekali.
Dia tidak menyangka orang tua itu tega mengusirnya hanya karena sebuah perjodohan.
Dia bukan anak manja seperti anak-anak orang kaya lainnya, dia akan berusaha untuk hidup diluar sana tanpa uang dari ayahnya.
"Mommy, maaf. Aku harus pergi." bisiknya pelan saat dia memeluk tubuh ibunya.
"Sam, jangan! Bagaimana kamu bisa bertahan diluar sana?" tanya ibunya kawatir.
Ana Jackson menangis dan memeluk putrinya dengan erat, sungguh dia tidak mau putrinya pergi karena dia sangat menghawatirkan keadaan putrinya.
"Mommy jangan khawatir, aku punya tangan dan kaki. Aku bisa mencari makan untuk diriku sendiri dan aku bisa menjaga diriku dengan baik diluar sana." katanya.
"Tapi Sam?" Ana Jackson mengusap air matanya.
"Biarkan dia pergi." kata Alex.
"Dad, please, jangan usir Samantha. Maafkanlah dia, Sam hanya bersikap kekanak-kanakan saja jadi maafkan." pinta istrinya memohon.
"Sudahlah mom, sejak kapan Daddy bisa diajak negosiasi! Aku akan baik-baik saja diluar sana dan membuktikan jika aku bisa hidup mandiri diluar sana jadi mommy jangan kuatir." Samantha mengusap air mata ibunya dan meyakinkan ibunya.
"Istriku, kau tidak perlu kawatir." Alex melihat kearah putrinya sedangkan Samantha mendengus kesal.
"Kita lihat saja, sebentar lagi dia pasti akan kembali dan memohon padaku. Memangnya apa yang bisa dilakukannya diluar sana?" kata ayahnya.
Samantha kembali memutar bola matanya, dia segera melepaskan pelukannya dan menciumi pipi ibunya dengan lembut.
"Maafkan aku mom, jaga kesehatan mommy." pesannya.
"Tunggu sebentar." ibunya menahannya dan berlari masuk kedalam rumahnya karena dia ingin mengambil sesuatu dan tidak lama kemudian ibunya kembali membawa baju hangat dan diberikan untuknya.
"Ini untukmu, diluar dingin Sam jadi pakailah dan jangan sampai kau sakit."
"But mom?" perkataannya terputus karena ibunya langsung memeluknya.
"Jaga dirimu baik-baik, kau harus makan yang teratur dan jangan lupa untuk menghubungi mommy." bisik wanita itu dengan pelan.
Samantha mengangguk dan dengan lembut tangannya mengusap air mata ibunya yang membasahi kedua pipinya.
"Jangan menangis mom, aku akan baik-baik saja." hiburnya.
Alex langsung menarik tangan istrinya dan pria itu langsung membawa istrinya masuk kedalam rumahnya dengan paksa.
"Berhenti menangis, biarkan dia pergi. Saatnya nanti dia pasti akan kembali." katanya dengan dingin.
Samantha menatap ibunya dengan nanar, ayahnya bahkan tidak melihat kearahnya. Samantha sangat sedih melihat ibunya yang menangis saat ayahnya menutup pintu rumah itu.
Sungguh dia tidak sanggup melihat ibunya menangis tapi dia juga tidak mau menikah dengan pria yang dijodohkan oleh ayahnya.Tapi sekarang yang jadi masalah, dia harus pergi kemana?
Samantha menarik nafasnya dengan bera dan dilihatnya rumah besar itu sejenak. Banyak kenangan disana dan dia sudah memutuskan untuk tidak kembali selama ayahnya masih tetap ingin menjodohkannya.
Dengan berat hati Samantha melangkah pergi meninggalkan rumah itu, dia akan berusaha hidup dengan baik diluar sana walaupun dia belum tahu harus pergi kemana saat ini tapi dia akan berusaha hidup mandiri dan membuktikan kepada ayahnya jika dia bisa bertahan tanpa bantuan ayahnya.
"Hyaaaatttt...." terdengar suara teriakkan wanita disebuah sekolah dojo kecil yang ada ditengah-tengah kota.
Setelah pergi meninggalkan rumahnya, Samantha mulai menetap disebuah kota kecil didekat pantai di California.
Dia berkerja sebagai pelatih karate disebuah dojo, dia sudah menekuni ini sejak lama sebelum pergi dari rumah orang tuanya.
Sejak Menduduki sekolah dasar Samantha sangat tertarik dengan karate, walaupun ditentang oleh ayahnya tapi Samantha tetap mempelajari karate dengan diam-diam.
Baginya seorang wanita harus bisa menjaga diri sendiri dari pria hidung belang, apalagi ditempat itu masih banyak penjahat sexsual berkeliaran dimana-mana.
Samantha menyeka keringatnya yang mengalir dari dahinya, dikota kecil itu dia berusaha membuktikan kepada ayahnya bahwa dia bisa hidup dengan baik tanpa orangtuanya.
Dia mengambil dua pekerjaan sekaligus, setelah mengajar karate kepada anak-anak disekolah dojo itu, Samantha masih harus bekerja ditempat lain.
Dia memilih menjadi sebagai seorang pegawai cafe dipinggir pantai, disana banyak turis yang datang untuk berselancar dan diving karena pantai itu sangat indah.
Ombak yang deras dan pemandangan dibawah lautnya yang indah membuat pantai itu tidak pernah sepi dari pengunjung.
Dengan gaji yang lumayan dia dapatkan, Samantha tidak perlu khawatir dengan biaya hidupnya. Setidaknya dia bisa hidup dengan baik.
Dengan keahliannya pula dia dapat menghajar pria-pria hidung belang yang berani kurang ajar terhadapnya.
"Baiklah anak-anak. Waktu latihan sudah selesai." teriaknya.
Anak-anak kecil yang berjumlah hampir dua puluhan itu berlari kecil dan bercanda dengan teman-teman mereka.
Samantha tersenyum melihat tingkah anak-anak itu yang begitu menggemaskan.
Salah seorang anak laki-laki menghampirinya dan memegang sabuknya.
"Mrs..apakah aku bisa menjadi kuat seperti mu?" tanya anak itu dengan lugu.
Samantha berjongkok agar bisa menjajarkan dirinya dengan anak kecil itu, dia tersenyum dan mengelus kepala pria kecil itu dengan lembut.
"Tentu saja, kau bisa menjadi kuat. Sampai saat itu tiba kau harus banyak berlatih." katanya dengan lembut.
"Benarkah?" tanya anak itu dengan mata yang berbinar-binar.
"Of Course" jawab Samantha dengan cepat.
Anak itu sangat senang, pria kecil itu segera memeluk Samantha. Samantha memejamkan mata nya sejenak untuk merasakan tangan kecil dipunggung nya.
"Apa setelah aku besar bisa mengalahkanmu?" tanya anak itu yang masih berada didalam pelukannya.
Samantha terkekeh pelan dan berkata dalam hati:
"Anak-anak memang lugu."
"Tentu, setelah kamu besar,carilah aku. Kita akan bertanding siapa diantara kita yang paling kuat." katanya.
"Terima kasih." jawan anak itu dengan gembira.
"Baiklah, sepertinya ibumu sudah datang." bisik Samantha dengan lembut.
Pria kecil itu melepaskan pelukannya dan segera berlari kearah ibunya.
Samantha sangat senang melihat anak-anak yang begitu gembira melihat orang tua mereka sudah datang menjemput.
Satu persatu anak-anak muridnya mulai mendekatinya untuk berpamitan padanya.
"Sampai bertemu besok sayang." teriaknya pada anak-anak muridnya sambil melambaikan tangannya.
Samantha sangat senang dengan anak-anak, dia punya impian menikah dengan orang yang dia cintai dan memiliki beberapa anak nantinya.
Setelah anak muridnya pergi Samantha segera mengganti pakaiannya, dia harus segera berangkat ke Cafe pinggir pantai tempatnya berkerja.
Disana dia bekerja hingga malam, karena Cafe itu dekat dengan resort sehingga tempat itu tidak sepi pengunjung.
Bahkan Cafe itu hampir buka dua puluh embat jam, dengan jam kerja yang digilir para karyawannya bisa tiga kali ganti setiap harinya.
Samantha memilih shif dari jam satu siang sampai jam delapan malam, karena baginya itu waktu yang paling bagus untuknya melihat matahari terbenam.
Setelah mengajar anak-anak dia bisa langsung pergi ke cafe itu untuk berkerja. Suasana sore hari dan pemandangan pantai yang indah saat sore hari sangat dia sukai.
Tentu saja dia tidak sendiri, dia bekerja bersama dua orang wanita yang baru dikenal nya dikota itu.
Samantha meraih tasnya dan keluar dari dojo itu saat sudah mengganti pakaiannya, dengan cepat wanita itu menaiki sebuah bus untuk sampai dipantai itu.
Setelah tiba Samantha sudah ditunggu oleh sahabatnya.
"Kau lama sekali?" tanya teman wanita nya yang bernama Amber.
"Hei...aku hanya terlambat lima menit." jawab Samantha.
"Bagiku lima menit sudah seperti lima jam." kata sahabatnya sambil terkekeh.
Samantha memajukan bibirnya, walaupun mereka belum lama berteman tapi menurutnya Amber adalah gadis yang baik.
"Sam..disana ada pelanggan yang sedang mabuk dan tidak mau membayar." kata manager cafe itu.
"Seperti biasa, hajar dia Sam." ucap Amber dengan penuh semangat.
"Kau kira aku tukang pukul?" kata Samantha sedikit merajuk yang dibuat-buatnya.
"Siapa yang tidak tahu kamu? Semenjak kamu bekerja disini sudah berapa orang yang kau hajar?" kata temannya lagi
Samantha menarik nafasnya dengan panjang, dia kembali teringat kejadian dimana dia menghajar seorang pria hidung belang yang berani menyentuh tubuhnya.
Saat itu dia sangat marah sehingga dia memukul dan membanting pria hidung belang itu keatas lantai.
Semua orang terpana melihatnya dan mulai saat itu managernya meminta Samantha untuk menghajar para tamu yang tidak tahu diri.
Tentu saja managernya menaikan gajinya sehingga Samantha tidak menolak.
Samantha kembali menarik nafasnya, wanita itu kemudian melangkah menemui tamu yang tidak mau membayar itu.
Tidak berapa lama tamu pria itu sudah tergeletak diatas lantai karena di banting oleh Samantha.
Tentu saja dia tidak langsung melakukannya, jika tamu itu masih tidak mau membayar dan sulit untuk diajak negosiasi barulah Samantha akan memukul tamu itu.
"Lagi-lagi aku harus memukul orang hari ini." keluhnya.
Setelah menyelesaikan tamu itu dan akhirnya tamu itu mau membayar Samantha mulai melakukan pekerjaannya menjadi pelayan.
Bisa dibilang dia menjadi pelayan sekaligus tukang pukul dicafe itu. Setelah memukul orang tentu saja ada yang membawa polisi, tapi manager cafe itu menjamin sehingga dia tidak perlu berurusan dengan pihak berwajib.
Tidak terasa jam kerjanya sudah selesai, Samantha segera bersiap-siap untuk pulang saat penggantinya sudah datang.
Wanita itu segera meraih tasnya dan minta ijin dengan managernya. Untuk sampai kerumahnya dia hanya perlu menaiki bus satu kali.
Samantha menyewa sebuah rumah yang kecil sesuai kemampuannya. Walaupun dia tumbuh dilingkungan yang serba ada tapi wanita itu cepat beradaptasi ditempat itu.
Bagaimanapun dia sudah tidak mau bergantung dengan orang tuanya, bahkan semua kartunya diblokir oleh ayahnya.
Karena ayahnya yakin Samantha tidak bisa hidup diluar tanpa fasilitas darinya dan akan segera kembali kerumah untuk memohon padanya.
Tidak butuh waktu lama untuk sampai di rumahnya, saat bus yang dia tumpangi tiba di gang rumahnya Samantha segera turun dari bus itu.
Samantha berjalan kaki sebentar untuk sampai rumahnya, tapi sebelum itu samar-samar dia mendengar tangisan bayi.
Suasana begitu sepi dan jalanan yang temaram karena hanya diterangi oleh lampu jalan, rumah-rumah disekitar nya sudah tampak sepi padahal waktu baru menunjukkan pukul setengah sembilan malam.
Samantha tidak menaruh curiga karena dia pikir ada yang memiliki bayi disekitar rumah itu, tapi semakin dia mendekat dirumahnya semakin jelas dia mendengar tangisan bayi.
Saat dia sudah tidak jauh dari rumahnya, Samantha menelan ludahnya saat melihat keranjang mungil yang berada didepan rumahnya.
Samantha mendekati keranjang kecil yang ada diepan pintu rumahnya dan suara tangisan bayi semakin nyaring terdengar olehnya.
Dengan cepat Samantha melihat isi didalam keranjang, matanya melotot tidak percaya melihat makhluk mungil yang terbungkus kain lampin yang terdapat didalam keranjang.
Bayi itu terus menangis sehingga membuat hatinya tidak tega, Samantha mulai melihat sekeliling nya siapa tahu orang tua bayi masih berada disana.
Tapi area perumahan ditempatnya tingal sangat sepi, entah siapa yang tega meninggalkan mahkluk kecil itu disana.
Karena udara yang begitu dingin, Samantha segera mengangkat keranjang bayi dan membawanya masuk kedalam rumahnya.
Samantha menyalakan lampu rumahnya saat sudah berada didalam dan meletakkan keranjang bayi itu di atas meja.
Karena suasana gelap diluar tadi, dia hanya melihat sekilas bayi itu tapi setelah membawanya masuk kedalam rumahnya dan menyalakan lampu Samantha dapat melihat dengan jelas bayi mungil yang sedang menangis didalam keranjang.
Bayi itu tampak masih merah seperti baru saja dilahirkan beberapa hari yang lalu. Dengan hati-hati, Samantha mengangkat bayi laki-laki yang terus menangis dan untuk menghentikan tangisannya.
Dia merasa canggung karena belum pernah menggendong bayi, tapi insting seorang wanita langsung bangkit saat melihat makhluk kecil yang tampak tampan.
Didalam keranjang tampak sebotol susu dan perlengkapan bayi, ada juga selembar surat dan amplop yang terselip diantara barang-barang bayi mungil yang ditinggalkan entah siapa.
Samantha menggoyang-goyangkan bayi itu agar tidak menangis lagi, tapi bayi itu masih menangis dan menggesek wajah kecilnya didada Samantha, seperti nya bayi itu sangat lapar. Samantha segera duduk diatas kursi dan meraih botol susu yang ada didalam keranjang.
Dia tidak tahu harus bagaimana terhadap bayi yang baru saja dia temukan dan bayi itu masih saja terus menangis tapi yang penting sekarang adalah, dia harus menghentikan tangisan bayi itu terlebih dahulu.
Saat dot susu menempel dimulutnya, bayi itu segera menyedot susu yang berada didalam botol.
Samantha tersenyum karena bayi itu sangat lucu. Entah siapa yang tega meninggalkan bayinya dicuaca yang sedang dingin-dinginnya dimana salju mulai turun.
Makhluk kecil itu tampak terlelap saat susu yang berada didalam botol sudah habis, dengan hati-hati Samantha membawa bayi itu masuk kedalam kamarnya dan meletakkan bayi mungil itu keatas ranjang.
Setelah memastikan bayi itu sudah terlelap, Samantha segera keluar untuk melihat isi keranjang yang dia tinggalkan diluar sana.
Dia mulai membuka perlengkapan-perlengkapan bayi yang sengaja di tinggalkan oleh orang tuanya.
Disana ada beberapa potong pakaian bayi dan sekaleng susu formula. Ada juga sebuah mainan bayi dan beberapa popok bayi.
Setelah melihat perlengkapan bayi yang ada, Samantha mulai meraih surat yang terselip diantara perlengkapan bayi.
Dengan hati-hati Samantha mulai membaca surat yang ditulis menggunakan tangan oleh ibu bayi.
..."Tolong jaga bayi kecilku, maaf aku terpaksa harus meninggalkannya karena aku tidak ingin sampai kedua orang tuaku tahu jika aku sudah memiliki seorang anak sebelum menikah."...
..."Pacarku tidak mau bertanggung jawab sehingga aku terpaksa melahirkannya secara diam-diam. Aku juga tidak bisa membawa anak ini kerumah orang tuaku. Karena aku masih kuliah sehingga aku tidak bisa membesarkannya. Aku sangat berharap yang menemukan bayiku dapat merawatnya dengan baik. Terima kasih"...
Itulah isi surat yang ditulis oleh ibu bayi malang yang dia temukan.
Samantha mendesis dan melemparkan kertas itu diatas lantai.
"Orang tua tidak bertanggung jawab! Kalian hanya mau enaknya tapi tidak mau menerima akibatnya, seharusnya kalian tahu akibatnya saat melakukan itu." makinya dengan tajam.
Seandainya saat ini dia melihat ibu yang telah tega meninggalkan bayi itu pasti akan dia hajar habis-habisan.
Jika saja dia pulang lebih cepat mungkin dia akan bertemu dengan ibu bayi itu dan akan dia hajar habis-habisan apapun alasan ibu sibayi. Dia tidak akan tinggal diam jika dia bertemu dengan ibu tapi sekarang apa yang harus dia lakukan?
Samantha menarik nafasnya dengan berat karena dia benar-benar tidak tahu apa yang harus dia lakukan.
Dia tidak punya pengalaman dalam mengurus bayi, tapi melihat bayi itu membuat hatinya benar-benar tidak tega dan dia juga tidak mungkin meninggalkan bayi yang tidak berdosa dipanti asuhan begitu saja.
Setelah membaca surat dari ibu bayi, Samantha segera meraih sebuah amplop tebal yang ada dikeranjang bayi. Dia segera membuka amplop yang ternyata isinya uang yang berjumlah lima puluh ribu dolars.
Matanya terbelalak kaget dan dia mulai mengambil kesimpulan jika wanita yang membuang bayi mungil itu bukanlah orang miskin.
"Sialan, anak orang kaya sinting!" makinya kesal.
Samantha melemparkan uang itu keatas meja dan mengerutu kesal, dia benar-benar kesel pada wanita yang telah tega membuang bayinya.
"Jika memang begitu banyak uang kenapa tidak membayar pengasuh saja untuk membesar kan bayinya?!" ucapnya penuh emosi.
Samantha benci dengan kehidupan orang kaya yang seenaknya, jika ingin melakukan s*ks bebas bukankah harus menjaga diri?
Apa mereka tidak iba melihat bayi munggil yang tidak bersalah dan meninggalkannya begitu saja?
Samantha segera bangkit berdiri, padahal dia sangat lelah dan ingin segera beristirahat tapi dia tidak menduga ada yang membuang bayi didepan rumahnya.
Samantha masuk kembali kedalam kamarnya dan melihat makhluk kecil yang tertidur dengan pulas di atas ranjangnya.
Wanita itu tersenyum dan segera menuju kamar mandi, badannya sangat lengket dan dia benar-benar sudah tidak tahan untuk membersihkan dirinya.
Dua puluh menit kemudian Samantha keluar dari kamar mandi sambil mengusap-usap rambutnya yang basah.
Dia segera berjalan kearah ranjang dan duduk diatasnya. Samantha memiringkan tubuhnya dan melihat bayi laki-laki yang sedang tertidur pulas.
"Bayi yang tampan." bisiknya sedangkan jarinya mengusap pipi lembut bayi itu dengan pelan.
"Harus aku kasi nama apa ya?"
Samantha mulai memikirkan sebuah nama untuk bayi itu dan tidak berapa lama dia sudah mendapatkan sebuah nama yang menurutnya sangat cocok untuk bayi tampan itu.
"Edward, mulai sekarang namamu adalah Edward Jackson." katanya sambil mengelus pipi bayi itu kembali dengan lembut
Saat merasakan tangannya bayi kecil itu mengeliat kecil, hal itu membuat Samantha tersenyum bahagia.
"Jika kedua orang tuamu tidak mau mengurusmu, maka mulai sekarang aku yang akan mengurusmu, Edward."
Walaupun saat ini dia juga sedang berjuang untuk membuktikan pada ayahnya jika dia bisa hidup diluar tanpa bantuan ayahnya, tapi dia tidak akan tega meninggalkan bayi kecil tidak berdosa begitu saja.
Dia akan berjuang membesarkan bayi itu walaupun tanpa ada ikatan darah dan dia tidak akan membiarkan siapapun menyakitinya nanti.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!