Mata yang kosong sambil tersenyum perih menatap gelang biru muda yang ada di tangan kirinya. Gelang yang sudah perempuan cantik itu gunakan selama tiga tahun terakhir semenjak lulus sekolah menengah atas. Hellena Alexa, perempuan berumur 20 tahun dengan rambut hitam berkilau menambah pesona pada dirinya. Ia sedang menunggu seseorang di cafe yang dulu sering ia kunjungi sepulang sekolah. “Maaf ya, kamu jadi nunggu lama banget. Jalanan macet tadi jadi ya gitu deh” Ucap Yosea sambil mengipasi wajahnya yang kepanasan sambil duduk dihadapan Hellena.
"Gapapa, aku juga belum lama kok.” Jawab Hellena mengalihkan pandangannya dari gelang biru itu.
“Kamu masih pakai gelang itu? Aku kira ga kamu pakai lagi.” Hellena hanya bisa tersenyum menanggapi ucapan sahabatnya yang baru ia temui lagi setelah satu tahun terakhir. Semenjak Hellena pindah ke Yogyakarta, mereka memang sudah jarang bertemu namun sekarang mungkin akan setiap hari karena Hellena memutuskan kembali ke Jakarta untuk kuliah setelah berpikir panjang dan dukungan dari kedua orang tuanya.
“Hm, aku tinggal di rumah lama bareng Jonathan. Mama nyuruh dia buat lanjut sekolah aja disini sekalian buat jagain aku.” Ucap Hellena mengalihkan topik obrolan. Yosea hanya mengangguk menanggapi. Mereka berbincang cukup lama, hanya berdua. Mungkin ini menjadi salah satu cara membuat Hellena melupakan segala hal di masa lalu yang sampai saat ini masih menghantuinya.
Sesampai di rumah, Hellena langsung merebahkan tubuh di kasur empuk miliknya.”Kamu lagi ngapain disana? Aku malah balik lagi ke Jakarta padahal bisa aja aku kuliahnya di Yogya. Kenapa aku harus balik lagi kesini ya?”. Gelang biru yang sedang perempuan itu tatap tidak akan berubah menjadi apapun, tidak ada adegan sulap seperti topi hitam panjang mengeluarkan kelinci atau tirai hitam dengan seribu kejutan.
“Aku akan baik baik aja disini. Aku akan coba bangkit, kasian kamu juga kalo aku kaya gini terus hehe” Ucapnya sekali lagi lalu bangkit keluar dari kamar menuju dapur untuk memasak makan malam.
Kebetulan Jonathan masih ada kegiatan di luar sama teman-temannya sehingga ia tidak harus terburu-buru untuk menyiapkan santapan makan malam mereka. Hellena sudah hampir seminggu di Jakarta sedangkan Jonathan sudah sebulan semenjak ajaran baru telah dimulai. Hellena sesekali melirik ponsel yang terus berdering sejak tadi diatas meja makan, perempuan itu masih sibuk memasak dan ia berpikir kalaupun itu telepon penting pasti akan berdering lagi tapi nyatanya nihil.
Ia adalah tipikal orang yang tidak suka di telepon jika tidak dikirimi pesan terlebih dahulu, hal ini berlaku untuk orang-orang yang tidak terlalu dekat dengannya. “Kakak, kamu lagi masak apa? Aromanya sampai ke ruang tengah lho”. Jonathan tiba-tiba masuk ke dapur sambil menenteng tas di pundak kirinya.
“Kamu kenapa tiba-tiba ada disini? Katanya kegiatan sampai jam 7.” Tanya Hellena sambil menata makanan di atas meja makan.
"Kegiatannya selesai lebih cepat, Kak. Oh ya,Jonathan bawa temen ke rumah, dia ada di ruang tamu.”
“Cewek? Pacar kamu?”
“Apaan sih, Kak! Teman doang, lagian sekolah baru sebulan masa udah punya pacar aja. Gimana sih.” Sanggah Jonathan dengan cepat walau wajah memerah menahan malu.
Hellena hanya bisa tersenyum menanggapi tingkah adiknya lalu berjalan menuju ruang tamu menghampiri teman Jonathan. Gadis cantik tersenyum saat melihat kedatangan Hellena.
“Temannya Jonathan ya?” Tanya Hellena membuka pembicaraan.
“Iya, Kak. Kenalin namaku Zefanya, Kak.” Gadis itu mengulurkan tangannya untuk menyalim Hellena dan disambut dengan baik.
“Hellena.” Sambung Hellena.
“Oh ya. Zefanya sekalian makan malam sama kita ya. Jo, ajak Zefanya ke meja makan ya? Kakak mau ke atas dulu sebentar ganti baju.” Mereka bertiga makan sambil bercanda gurau. Hellena dapat melihat bahwa Jonathan dan Zefanya tidak hanya akan berteman saja di kemudian hari karena adiknya itu tidak pernah berteman dengan perempuan terkecuali Jonathan mendekati karena suatu tujuan yaitu memiliki hubungan?
“Kamu nanti pulang sendiri atau ada yang jemput? Kalau ga ada biar Kakak antar aja pulangnya.”
“Nanti di jemput sama Abang, Kak. Tadi dia ada urusan dadakan makanya ga bisa jemput langsung di sekolah dan kebetulan Jonathan ngajakin kesini daripada aku sendirian nungguin di sekolah.”
“Oh gitu. Ya udah, Kakak tinggal dulu ya. Kakak mau mandi dulu, udah lengket banget nih badan.” Zefanya mengangguk mengerti lalu mengikuti Jonathan dari belakang menuju ruang tengah.
Ponsel gadis itu bergetar menerima notifikasi pesan. “Jo, abang aku udah di depan. Aku pamit pulang ya, sampein salam dan ucapan terima kasih sama kakakmu ya."
"Oke, kamu hati-hati ya kalo udah sampai kabarin aku juga.” Zefanya mengacungkan jempol pada Jonathan lalu melambaikan tangan. Jonathan menatap motor hitam yang mulai menjauh dari pekarangan rumahnya. Ia masuk ke dalam lalu merebahkan dirinya di sofa merah empuk masih dengan seragam lengkapnya.
“Zefanya udah pulang?”
“Udah, barusan.”
"Kamu mandi, jangan dibiasain keringatan kaya gitu ga mandi kasian tempat tidurmu ketempelan bau keringat.”
“Iya, aku mandi sekarang.” Sahut Jonathan beranjak dari sofa dengan wajah cemberutnya. Padahal ia masih mau bersantai sambil menunggu notifikasi dari Zefanya.
Padahal gadis itu baru beberapa menit yang lalu berpamitan, tidak mungkin sampai dengan kecepatan cahaya. Hellena memperhatikan gerak-gerik adik semata wayangnya itu, ternyata bocah yang selalu ia buat menangis sekarang sudah tahu jatuh cinta. Jonathan tidak mengatakan hal itu tapi siapa yang tidak bisa menebak dari wajah memerah dan setiap detik memeriksa layar ponsel seperti itu. Di lain dimensi, Zefanya merajuk kepada abangnya karena sedari rumah Jonathan sampai sekarang dia masih mengejeknya.
“Apasih, Bang? Aku sama dia cuman temenan doang.” Sahutnya sambil bergegas masuk ke dalam rumah.
“Temen apa demen?” Ejek Daniel sekali lagi hingga membuat wajah adiknya merah padam.
"Kalian kenapa sih? Suara kedengaran sampai dalam lho.” Tanya Renata, Bunda Daniel dan Zefanya.
"Anak kesayangan Bunda tuh main ke rumah temen cowoknya.”
“Enggak, Bun. Salah Abang tuh adek ga dijemput tepat waktu, dia malah pergi ga tau kemana untungnya ada Jonathan, dia ajak Zefa ke rumahnya dulu sekalian nungguin Abang jemput daripada Zefa sendirian di sekolah sampai malam gini. Jonathan baik banget dan disana juga ga cuman berdua tapi bertiga sama kakaknya Jonathan.” Jelas Zefanya panjang lebar membuat Renata gemas melihatnya.
“Kamu kemana malah ninggalin adik kamu sendirian di sekolah?”
“Tadi ada urusan dulu, Bun. Udah ah, Daniel mau mandi dulu, lengket banget nih badan, bye bye Bunda cantik.” Daniel bergegas menaiki tangga menuju kamarnya yang ada di lantai dua.
Dia selalu menjahili adiknya dengan segala tingkah sampai pernah membuat Zefanya menangis dan tidak mau menegurnya seminggu. Alhasil uang jajannya dipotong selama sebulan oleh Tanu dan membuat Daniel sedikit jera menjahili Zefanya yang selalu cepu kepada ayah Mereka.
Daniel cukup sibuk sekarang di kampusnya, kebanyakan jika menjadi senior hanya disibukkan dengan kerja praktek atau tugas akhir tapi dirinya menyibukkan diri dengan menjadi ketua panitia untuk penyambutan mahasiswa baru di kampusnya selama seminggu. Ini merupakan tahun terakhir angkatan mereka untuk bisa berpartisipasi dalam segala kegiatan dan kepengurusan di kampus karena setelah itu mereka harus fokus untuk mempersiapkan penelitian apa yang akan mereka gunakan sebagai kajian tugas akhir.
Sembari membaringkan tubuhnya ke ranjang besar miliknya, Ia kembali menatap ponselnya lebih tepat menatap nomor tidak bertuan itu yang tadi sore ia telepon berkali-kali tapi tidak dijawab. “Awas aja nih bocah besok kalau ketemu” Kesal Daniel lalu menaruh kembali ponselnya ke atas nakas.
Pagi yang begitu cerah membawa semangat yang membara untuk semua mahasiswa baru teknik geofisika tapu tidak dengan kesialan Hellena yang tidak pernah tercatat didalam kalender. Gadis itu sudah bangun pagi untuk mempersiapkan masa orientasnya hari ini tapi kendati pergi cepat untuk menghindari amarah para senior, Ia harus menahan kesal karena mobilnya yang tidak bisa hidup padahal belum lama ini sudah dibawa ke bengkel.
"Mau nebeng jonathan tapi dia udah berangkat dari tadi, aduh mana tinggal setengah jam lagi acaranya mulai. Gimana ya? Yosea udah sampai mana ya?" Monolognya pada diri sendiri sambil memandang halaman chatnya dengan sahabatnya itu.
Beberapa saat kemudian, Yosea datang menggunakan motor sesuai permintaan Hellena. Sebenarnya jadwal kuliah Yosea nanti sore tapi dia ke rumah Hellena dengan keadaan masih memakai piyama setelah mendapat teror puluhan panggilan dari Hellena. "Kenapa mobilmu bisa mogok disaat seperti ini, Helena?! Untung aku ga tidur kebo" Jengkel Yosea sambil memberikan helm kepada Hellena yang hanya cengengesan padanya.
"Sorry banget. Yos. Hari sial ga pernah ada di kalender. Kamu bisa ngebut kan ya? Takut banget entar dimarah senior karena terlambat."
"Aku usahain tapi gimanapun ya ini tinggal 20 menit, Hellena. Ga yakin ga terlambat tapi aku usahain deh ya. Pegangan, nanti bukannya sampai kampus malah ke rumah sakit." Setelah mengatakan itu Yosea menancap gas motor maticnya itu, melintasi jalanan yang tidak terlalu ramai, syukurlah setidaknya tidak mengalami kemacetan sebagai kesialan yang kedua.
Sesuai dugaan Yosea, tidak akan bisa sampai ke kampus tepat waktu karena ya jarak rumah Hellena ke kampus cukup memakan waktu. "Cepet baris di belakang, mengendap aja biar ga ketahuan. Aku pulang ya, masih ngantuk ini semalem aku bergandang karena nonton drama." Pamit Yosea lalu menghilang dari pandangan.
Hellena dengan wajah tanpa dosa berjalan pelan menuju barisan paling belakang, kebetulan semua senior ada di depan barisan jadi dia tidak akan terlihat saat memasuki barisan mahasiswa baru.
"Syukurlah, ga ketahuan." Monolognya sekali lagi sambil menarik napas setelah olahraga jantung bersama Yosea di jalanan. "Siapa yang suruh kamu masuk barisan?!" Suara dingin tapi tidak kejam berasal dari belakang dirinya, Hellena membalikkan badan pasrah menatap arah pemilik suara.
"Maaf, Bang."
"Kamu tau ini udah jam berapa?! Kan tatib udah disebar dari beberapa hari yang lalu untuk dilarang terlambat."
"Iya, Bang. Maaf saya terlambat karena tadi... "
Lelaki itu menarik Hellena untuk ikut dengannya sedikit menjauh dari barisan. Banyak pasang mata memperhatikan mereka, bagaimana tidak? Hellena adalah satu-satunya mahasiswa baru yang terlambat di hari pertama orientasi. Sungguh malang.
"Kenapa kamu bisa terlambat?"
"Mobil saya mogok jadi saya kesini nebeng sama temen saya pakai motor dan jarak rumah saya kesini juga cukup jauh. Jadi, saya mohon maaf bang kalau saya terlambat hari ini"
"Dimana nametag kamu?"
"Ini, Bang" Jawab Hellena sambil menunjuk saku depan kemejanya dan disana tidak ada pengenal nama. Hellena kembali menggerutu didalam hati. Hari ini benar benar hari sialnya.
"Nama kamu siapa?"
"Hellena Alexa."
"Masuk barisan dan jangan buat kesalahan lagi."
Gadis itu sedikit mengucap syukur setidaknya dia tidak akan mendapat hukuman yang lebih dari diinterogasi seperti tadi. Sebelum beranjak pergi, Ia sempat mengeja nama senior yang dingin dihadapannya pada baju korsanya 'Elvander Daniel' Hellena harap dia tidak akan bertemu dengan lelaki ini lagi di kebetulan apapun itu.
Tidak hanya Hellena tapi Daniel juga memandang kepergiannya dengan begitu lekat. Sebenernya gadis itu tidak begitu terlambat hanya 5 menit saja tapi Daniel cukup tertarik dengan Hellena saat melihatnya mengendap seperti pencuri memasuki barisan mahasiswa.
Orientasi mahasiswa dilakukan selama tiga hari dan di hari pertama adalah kegiatan mahasiswa bersama para senior sebelum benar-benar mendapatkan materi pengenalan dari dosen sebagai narasumber. Orientasi yang dilakukan juga tidaklah begitu menyeramkan, selama tidak. melanggar tata tertib dan berperilaku yang baik tidak akan ada masalah apapun.
Daniel memperharikan setiap barisan, Ia juga telah selesai. memberikan kata sambutan beberapa menit yang lalu, tugasnya sekarang hanya mengawasi setiap barisan mahasiswa baru.
"Akhirnya kegiatan ini selesai" Hellena menghela napas panjang setelah menjalani hari yang panjang. Kegiatan yang tanpa henti walau hanya duduk sambil mendengar dan menyerap setiap kata yang keluar dari mulut senior dan narasumber itu cukup menguras energinya. Ia harus berubah menjadi tangguh tapi setidaknya sedikit membuatnya sibuk dan lupa dengan hal-hal yang membuat hatinya sakit.
"Kakak udah lama nunggunya?"
"Belum, barusan juga selesai. Untung kamu jemputnya cepat." Sahut Hellena lalu naik ke motor milik Jonathan, sebelumnya dia juga sudah menyuruh adiknya itu untuk memanggil montir ke rumah untuk memperbaiki mobil, Ia tidak mau besok akan menjadi hari sial berikutnya.
Daniel bersama beberapa temannya sedang nongkrong di kamarnya, mereka sedang memainkan play station dengan segala huru-hara yang mereka buat. "Vel, kemaren gue udah nelpon lu belasan kali tapi kenapa ga lu angkat?" Tanya Daniel seketika mengingat panggilan kemaren sore yang tidak Ravelo jawab hingga belasan kali.
"Ga ada, ga ada panggilan masuk juga. Gue kira kemaren kita ga jadi makanya ga dateng, janjinya juga kan lu nelpon."
"Udah ya! Udah gue telpon, noh liat!" Sahutnya sambil memberikan ponselnya pada teman laknatnya itu. Ravelo memicingkan mata mengeja setiap angka. Dari awal hingga angka ke sepuluh itu benar setelah itu salah.
"Ini bukan nomer gue, Alvander Daniel. Lu salah nelpon orang."
"Gue hapal nomer lu, ujungnya 19 kan?"
"29, ege. Lagian nyuruh lu instal ulang hp lu siapa sih?!" Kesal Ravelo karena dia disalahkan atas hal yang tidak dirinya buat. Nomor telepon Daniel dan Ravelo hanya berbeda dua angka akhir saja jadi memang mudah dihapal tapi siapa mengira Daniel salah mengetik angka karena terburu-buru, lagian pemilih nomor itupun tidak mengangkat panggilannya jadi tidak ada hal yang perlu dipermasalahkan.
"Oh yaudah, sorry lagian kemaren emang ga jadi" sahut Daniel cuek sambil terus fokus memainkan game didepannya.
"Besok aja gimana? Harus jadi sih" Usul Niko menunggu jawaban dari keempat temannya.
"Gas aja sih, lagian udah lama juga kan kita ga pada futsal" Sambung Diego menyetujui usul Niko dan diberi anggukan juga oleh Julian.
Kemarin mereka seharusnya latihan futsal di lapangan biasa yang mereka sewa tapi karena Ravelo tidak bisa dihubungi karena memang kesalahan dari Daniel membuat mereka membatalkan rencana mereka. Padahal kemarin Daniel sengaja membeli sepatu baru agar dia pakai.
"Oke, besok kita ajak mereka Rafael buat lawan kita. Gue udah ga sabar nendang kakinya."
"Lu masih ga suka sama Rafael? Gegara dia rebut posisi lu jadi kapten tim turnamen Dekan Cup?" Tanya Julian penasaran meminta kejujuran Daniel.
Mereka semua tahu bahwa hubungan Daniel dan Rafael tidak cukup baik, bisa dikatakan mereka perang dingin karena ambisi masing-masing, lebih tepatnya Rafael yang selalu ingin mendapatkan apa yang Daniel inginkan.
"Ga sih, cuman pengen ngelakuin apa yang dia lakuin aja ke gue waktu itu. Gue cedera waktu itu kan gegara tuh bocah sampai harus pakai gips, untung nih kaki cederanya ga parah-parah banget." Semuanya hanya mengangguk mengiyakan apa yang Daniel katakan.
Posisi kapten di tim futsal memang cukup populer di fakultas mereka, terlebih Daniel dan tim sudah menjuarai piala kebanggaan itu selama tiga tahun beruntun dan Rafael masih menjadi rivalnya hingga sekarang. Jadi, tidak heran jika Rafael berambisi mengambil posisi tersebut dan tidak mau ada dibawah Daniel terus-menerus.
Setelah acara orientasi mahasiswa baru teknik geofisika selesai dilakukan, rutinitas kampus kembali seperti semula. Hellena bergegas ke kelas setelah memarkirkan mobil, hari ini jadwalnya cukup padat, Ia memiliki tiga kelas hingga nanti sore. Ia berencana untuk ke perpustakaan untuk meminjam beberapa buku sebagai penunjang belajar, padahal ini masih awal semester tapi mereka sudah diberi tugas mandiri sehingga Hellena memerlukan beberapa buku agar ia lebih mudah memahami tugas yang diberikan. Selain dari itu, dia juga memang ingin meminjam buku untuk mendapatkan penjelasan yang lebih rinci tentang beberapa materi yang tidak ia mengerti.
"Yos, kamu sibuk ga ntar siang? Atau masih ada kelas?"
"Jam berapa?" Tanya Yosea dari ponsel, mereka berdua beda fakultas dan Yosea setingkat lebih dulu dari Hellena jadi memang sedang sibuk-sibuknya.
"Jam 1, aku senggang sampai jam 3 setelah itu aku ada kelas geologi"
"Akunya yang gabisa, aku jam 3 baru luang." Balas Yosea, lalu Hellena mematikan sambungan telepon. Dengan terpaksa dia harus ke perpustakaan kampus sendirian, Hellena terbiasa kemana-mana sendiri jadi walau Yosea tidak bisa menemaninya, Ia tidak akan merasa kesepian.
Hellena banyak menghabiskan waktunya sendirian, dia bukan anti sosial atau seseorang yang membosankan hanya saja dia tidak begitu pandai untuk memulai suatu obrolan terlebih dengan orang yang baru dikenal. Di kelas, dia memiliki beberapa teman tapi mereka juga memiliki kesibukan di jam yang sama.
Gadis cantik itu memasuki perpustakan lalu mengeluarkan kartu mahasiswa untuk dipindai sebagai tanda bahwa Hellena memanglah mahasiswa di Universitas. Ia berjalan menyusuri setiap lorong untuk mencari keberadaan buku yang ia cari. Ia berencana meminjam tiga buku jadi dia tidak perlu meminjam lagi dihari berikutnya dan waktunya juga tidak terbuang sia-sia.
"Seharusnya dilorong ini kan ya?" Monolognya mengingat perkataan Andre temannya yang mengatakan bahwa buku yang dia cari ada di lorong sembilan.
Matanya terus mencari buku demi buku sampai matanya tertuju pada satu buku yang ada di rak paling atas. Tingginya yang semampai tentu tidak akan sampai untuk menjangkau. Ia beberapa kali melompat "Dikit lagi" Ucapnya bersemangat.
BRUK! Beberapa buku jatuh menimpa Hellena. "Eh?" Heran Helena karena kelapanya tidak merasa tertimpa apapun begitupun bagian tubuhnya yang lain. Tidak mungkin buku setebal itu tidak menyakitkan saat menimpa suatu bidang dari jarak yang cukup tinggi.
"Kalo ga sampe itu minta tolong." Ucap seseorang menarik perhatian Hellena. Jarak mereka yang begitu dekat walau membuat gadis itu harus menengadah untuk melihat siapa yang telah menolongnya.
Deg. Dia? Alvander Daniel, sosok senior yang selama orientasi mahasiswa selalu mengusiknya. Mereka tidak pernah bertemu lagi semenjak kegiatan orientasi dan memang hal tersebut yang Hellena inginkan tapi ternyata kebetulan yang tidak diinginkan itu betul kejadian. Tidak ada hal yang perlu dikhawatirkan dari Daniel sebenarnya karena setelah kejadian sial Hellena yang terlambat di bari pertama orientasi, gadis itu tidak pernah melakukan kesalahan lagi tapi entah mengapa aura Daniel sangat dominan hingga membuat Hellena tidak ingin terlihat satu sama lain.
"Maaf, Bang." Hanya dua kata itu saja yang terus Hellena ucapkan kepada Daniel, seperti kaset kusut.
"Kamu Hellena, kan ya?" Tanya Daniel memastikan.
"Iya, Saya Hellena mahasiswa baru."
Daniel mengangguk mengerti lalu mengambil buku yang terjatuh tadi, Seismologi. Hellena spontan mengambil beberapa buku yang juga terjatuh karena ulahnya, membuat kedua tangan mereka saling bersentuhan beberapa detik hingga mereka berdua tersadar dengan pikiran masing-masing.
"Ngapain minta maaf mulu, ini buku yang kamu cari kan?"
"Eh? Iya, makasih banyak dan maaf juga udah ngerepotin, Abang." Sopan Hellena.
Daniel masih memperhatikan Hellena dengan begitu lekat hingga gadis itu sedikit risih diperhatikan. "Kalau begitu, Hellena pamit duluan, Bang. Makasih bantuannya sekali lagi." Ucap Hellena segera tapi pergelangan tangannya dicekal Daniel.
"Mau kemana?"
"Pulang" Sahut Hellena cepat.
"Ga, disini aja bareng." Balas Daniel, entah keberanian darimana dia mengatakan kalimat keramat itu. Suasana yang sudah cakup menjadi semakin canggung karena kedua diantara mereka tidak ada yang ingin memulai membuka obrolan. Mereka duduk di satu meja yang sama cukup jauh dari beberapa mahasiswa yang lainnya.
"Tadi kenapa lompat-lompat tadi, bahaya"
"Hm, tadi ngiranya ga bakalan bahaya" Jawab Hellena asal padahal dia tahu bahwa itu memang bahaya, fatalnya bisa membuat rak itu juga jatuh menimpanya.
Hellena bingung, dia masih harus mencari dua buku lagi tapi bagaimana caranya sedangkan dia juga tidak tahu dimana letak buku Geologi dasar dan Fisika batuan. Apa dia harus meminta bantuan Daniel? Karena sebentar lagi kelas geologi akan dimulai.
"Abang tau ga letak buku geologi dasar sama fisika batuan, nggak?"
"Kamu cari buku itu?"
"Iya."
"Yaudah, ayo kita cari sama-sama, kalo ga salah ada di lorong yang tadi."
Hellena sedikit lega setidaknya ada seseorang yang membantunya terlebih dia senior yang lebih tahu posisi dan apa saja yang ada diperpustakaan karena apa yang sekarang Hellena pelajari tentu saja sudah dipelajari oleh Daniel lebih dulu.
Daniel berjalan didepan Hellena sambil memeriksa setiap judul buku dari rak bawah hingga atas. Saat berada di belakang seperti ini, postur tubuh Daniel mengingatkan Hellena pada seseorang yang sudah lama ia rindukan, apalagi wangi parfum yang mirip membuatnya harus flashback ke belakang.
"Belum ketemu tapi gapapa deh, Bang. Hellena 10 menit lagi ada kelas, nanti Hellena cari sendirian aja. Kalo begitu, Hellena duluan ya." Pamit Hellena sambil berlari kecil, Daniel hanya bisa memandang kepergian Hellena begitu saja.
Beberapa saat sebelum itu, Daniel pergi ke perpustakaan untuk mengembalikan beberapa buku yang dia pinjam. Saat ingin beranjak pulang, Ia tidak sengaja melihat Hellena yang baru masuk ke lorong buku, membuatnya mengikuti gadis itu dari kejauhan. Daniel juga tidak tahu kenapa dia merasa sangat tertarik dengan gadis itu padahal terakhir bertemu saat kegiatan orientasi. Maklum, mereka beda angkatan dan Daniel juga tidak memiliki kelas lagi hanya tinggal mempersiapkan diri untuk penelitian tugas akhir.
"Kenapa?" Tanya Daniel saat menerima telepon dari Ravelo.
"Duluan aja, ada hal yang pengen gue urus dulu." jawabnya beberapa saat lalu mematikan sambungan telepon.
"Itu bocah ngapain lompat-lompat?" Monolog Daniel sembari mendekati Hellena karena tahu buku itu akan jatuh menimpanya. Hellena mengira dirinya akan ditimpa beberapa buku tebal yang cukup membuat dirinya kesakitan tapi ternyata salah, Daniel menolongnya. Suatu kebetulan yang memang Daniel sengajakan.
"Kalo ga sampe itu minta tolong." Ucap Daniel membiarkan punggungnya ditimpa buku-buku tebal, lebih tepatnya melindungi Hellena sehingga gadis itu tidak tertimpa oleh buku.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!