NovelToon NovelToon

Seumur Hidup Yang Ku Nanti

PROLOG

Malam itu menunjukkan pukul sepuluh malam, Rani tergeletak dikamar mandi dengan keadaan lemah tak berdaya.

Suami yang sedang bekerja pun tidak tau keadaan sebenarnya yang menimpa istrinya yaitu Rani.

Semenjak hamil muda, Rani berada di kediaman orangtuanya, sebab selama kehamilan mudanya Rani sering mengalami flek.

Suami yang bekerja sebagai karyawan kantor tidak bisa menjaga Rani tiap harinya karna tuntutan kerja, Suami Rani berencana menitipkan istrinya di rumah orang tua Rani untuk menjaganya.

Namun betapa kagetnya Vino ketika ditelepon orangtua Rani.

"Halo assalamualaikum nak, maaf bapak menganggu kerjamu, namun bapak juga tidak bisa diam saja."

Antara gelisah dan tak sanggup untuk berkata.

"Walaikumsalam, ya pak tidak papa, ada kabar apa pak sampe malam-malam bapak telepon saya, tumben,"

Jawab Vino.

"Anu, Rani nak, istrimu sekarang dirumah sakit Merah Putih."

Suara Pak Slamet nampak gelisah.

"Saya kesana pak!"

Jawab Vino tanpa mengucap salam lalu mematikan ponsel.

Satu jam perjalanan Vino sampe di rumah sakit, tanpa berkata Vino langsung masuk ruang di mana Rani terbaring lemah dengan jarum infus yang tertancap di punggung tangannya.

Vino mengelus dahi Rani lalu mengecupnya.

Rani yang sadar dengan keberadaan suaminya itu hanya tersenyum tipis sambil meneteskan air mata.

"Tidak papa sayang, belum rejeki, nanti Allah gantikan lagi dengan yang lebih baik,"

Ucap Vino yang sudah tau maksud dari kata perawat yang sedang membenarkan infus.

"Persiapan kuret dilakukan besok pukul sembilan ya Pak, mohon didampingi istrinya!"

Ucap perawat saat Vino masuk ruangan istrinya tadi.

"Iya sus, terima kasih,"

Vino tersenyum tipis memandang istrinya.

Hatinya pun jujur tetap merasakan kecewa saat penantian delapan bulan menikah.

Sedangkan Rani masih dengan isak tangisnya yang semakin menjadi, nafasnya terputus-putus menahan sesak, rasanya begitu kehilangan karna sadar suaminya sedang menantikan kehadiran sang buah hati.

Tapi apa daya semua rencana yang kita susun hanya Allah lah yang menentukan.

Vino yang merasa tak tega dengan istrinya menggenggam erat tangannya lalu mengusap air matanya yang tak kunjung berhenti.

"Sayang, Mas temani kamu, Mas keluar sebentar buat nyuruh bapak dan ibu pulang dulu, mereka sudah tua, biarlah istirahat dulu dirumah."

Sambil mengelus dahi Rani.

Sedang Rani hanya menganggukkan kepalanya, dibarengi Vino yang beranjak dari tempat duduknya.

Ibunya Rani yang dari tadi belum menyadari kehadiran menantunya, masih berada di lorong rumah sakit karena sedang berada di toilet.

"Bapak maaf, ibu dimana pak? dari tadi saya belum lihat ibu,"

Ucap Vino saat menemui Pak Slamet

"Ibumu sedang di toilet nak, tadi katanya kebelet, mungkin sebentar lagi dia kembali," Jawab Pak Slamet.

"Nak, sudah dari tadi kah?"

Suara Ibu Mona dari kejauhan, sambil berlari kecil mendekati Pak Slamet dan Vino menantunya.

"Mungkin sepuluh menitan Bu." Vino lalu berjabat tangan dengan Ibu Mona.

"Bapak, buk maaf bukannya apa, tapi saya rasa bapak sama ibu bisa pulang sekarang! biar Rani saya yang jaga, bapak sama ibu istirahat dulu dirumah! besok kalau mau kembali jenguk Rani silahkan,"

Ucap Vino mengutarakan maksudnya.

"Lalu bagaimana dengan kerjamu? bahkan kamu sulit untuk dapat ijin libur."

Pak Slamet mengatupkan kedua alisnya.

"Saya tetap usahakan minta ijin libur sampe Rani bisa pulang pak, bapak sama ibu pulang saja! besok Rani menjalani kuret jam sembilan pagi, bapak sama ibu bisa kembali kesini di jam besuk saja!"

Ucap Vino dengan maksud baik supaya sang mertua tidak kecapekan.

"Nak, jaga anak ibu ya nak! selama kehamilannya dia sudah kesusahan menahan rasa sakit tiap harinya."

Isak tangis Bu Mona yang tak bisa dibendung lagi, sembari Pak slamet mengandeng tangan ibu Mona.

"Insyaallah buk, saya pasti akan jaga anak bapak dan ibu."

Senyum tumpul Vino terpancar.

Pak Slamet dan Bu Mona pulang, tentunya masih dengan perasaan sedih dan gelisah.

Vino melangkah kembali memasuki kamar Rani, tapi tak di dapati sang istri di tempat tidurnya.

Vino yang kaget dengan tidak adanya keberadaan istrinya itu, bergegas mencari.

Tempat yang langsung Vino tuju adalah kamar mandi, dia menemukan istrinya sedang mengunci di kamar mandi dengan suara isaknya.

Rani yang menangis membuat Vino bergegas menggedor-gedor pintu kamar mandi.

"Door....dooor...dooor!"

"Sayang tolong buka pintunya, ayo keluar!"

Vino di buat cemas oleh Rani.

Tidak ada jawaban, hanya tangis yg semakin terisak dengan rasa sakit yang bisa di rasakan Vino.

"Sayang, kita lewati bersama, bukalah pintunya!"

Rayu Vino dengan mata yg berlinang, namun ditepisnya karna tidak mau terlihat lemah dihadapan istrinya.

"Kleeeek!

Pintu terbuka, dengan wajah yang tak bisa dideskripsikan Rani keluar dengan menyangga alat infusnya, lalu diambil alih sama Vino untuk membantunya.

"Kita istirahat, besok kamu akan menjalani kuretase untuk pemulihan kamu sayang, setelahnya sore kita bisa pulang." Vino mencoba menasehati Rani.

Beberapa menit kemudian Rani terlelap, Vino mencoba menghubungi kepala kantor untuk minta ijin libur.

"Halo assalamualaikum Pak, maaf untuk hari ini dan 2 hari kedepan saya ijin libur Pak, istri saya sedang dirawat dirumah sakit, untuk kerjaan saya usahakan selesai malam ini."

Ucap Vino saat alih-alih meminta ijin.

"Walaikumsalam, maaf pak Vino deadline kerja malam ini sampe jam satu pak, harap selesaikan tepat waktu! dan saya akan kasih anda ijin libur."

Ucap Pak Dion dengan tegas.

"Baik pak terima kasih, saya usahakan selesai malam ini."

Sambil menutup telepon Vino bergegas membuka laptop dan menyelesaikan pekerjaannya.

Vino yang bekerja sebagai desain struktur proyek selalu dituntut harus selesai sesuai deadline,karena perusahan yang dia tempati cukup besar dan tentunya harus disiplin waktu.

Sambil mengerjakan pekerjaannya, Vino tak lepas pandangannya terhadap istrinya Rani

Dia sesekali melamun tanpa berpaling dari pandanganya itu, sesekali meneteskan air mata, namun lagi-lagi selalu di tepis.

Vino orang yang sangat cekatan dalam berkerja, dia orang yang bertanggung jawab terhadap apapun yang sedang dia pegang.

Waktu menunjukan pukul dua belas malam, Vino masih berkutat dengan laptopnya.

Beberapa menit kemudian Vino menyelesaikannya dengan sempurna.

"Alhamdulillah."

Vino menyelesaikan kerjaannya lalu menutup laptopnya.

Vino berlalu dari tempat duduknya menuju kamar mandi, dia berencana mau mandi namun ia lupa tak bawa baju ganti, dengan singkat dia cuci muka dan mendekati istrinya yang sudah terbangun.

Tanpa kata dan tanya Vino duduk disamping Rani yang di balas dengan menarik Tangan Rani dengan lembut.

Tanpa kata mereka hanya saling pandang seolah menguatkan satu sama lain.

Malam yang berganti siang.

"Selamat Pagi Pak Buk!"

Seorang perawat masuk dengan sebuah kursi roda.

"Selamat pagi Sus."

Jawab Vino sedangkan Rani menjawab hanya dengan sebuah senyuman.

Mata Rani yang bengkak menunjukkan betapa kehilangannya dia terhadap sang buah hati yang bahkan belum genap empat bulan.

Semangatnya di patahkan dengan adanya peristiwa keguguran itu.

"Maaf buk, kita keruang kuret dulu ya buk?! mari saya bantu."

Perawat bergegas membangunkan Rani dari ranjangnya.

Perawat mendorong kursi roda keluar dari ruang kamar Rani, yang tentunya diikuti Vino sang suami.

Didalam perjalanan menuju ruang kuret, Vino sangat gelisah, antara takut dan was-was.

Berbeda dengan Rani yang sudah pasrah, dia diam dan tetap membisu di perjalanan menuju ruang kuret.

Sesampainya di ruang kuret, Vino tidak di izinkan masuk ruangan.

Vino menunggu dengan gelisah, bahkan sampe gemetar.

Lupa dirinya belum makan semalam, tapi apa?! ia makan pun tak bisa tertelan.

Suami mana yang bisa makan dengan kondisi istri yang sedang sakit? dan ditambah mental yang sedang tidak baik-baik saja.

1 jam berlalu, pasca kuretase sudah selesai.

Lalu Rani kembali ke ruangan bangsal nya, tentunya di situ sudah ada Pak Slamet dan Bu Mona serta mertua Rani, Bapak dari Vino yaitu Pak Hadi.

Berbeda dengan yang lain ibu mertua Rani Bu Anis tak terlihat, sebab Rani pun juga tau maksud tidak kedatangannya ibu mertua itu.

Kehamilan Ibu Anis yang sudah memasuki 8 bln tidak memungkinkan harus jauh-jauh ke rumah sakit sekalipun menantunya yang di rawat.

#2 Perjalanan Cinta

Bermula dari pertemuan di kunjungan keluarga, Vino dan Rani akhirnya menjalin hubungan selama empat tahun.

Selama masa pacaran mereka tak luput dari pertengkaran.

Bermula Rani yang dulu bekerja sebagai pelayan di restoran sedangkan Vino bekerja freelance sebagai desainer.

Waktu luang yang banyak dimiliki Vino membuat dia yang selalu pertama kali mengirim pesan terhadap Rani.

"Sudah makan sayang?"

Isi pesan Vino yang selalu di spam.

Meskipun Vino tau betul pesan tersebut tidak akan langsung di buka Rani karena masih jam kerja.

Namun sama hal nya dengan Rani, ketika jam istirahat Rani selalu menyempatkan diri untuk membuka ponsel guna melihat pesan chat yang dikirim kekasihnya itu.

Rani tersenyum ketika menatap layar yang sedang dipegangnya, kemudian dia kembali bersemangat membalas chat Vino.

"Lagi istirahat dan makan bekal ibu sayang, hari ini aku makan oseng kangkung sama telur dadar buatan ibu."

Balas Rani dengan emoticon tersenyum dan hati yang berbunga-bunga.

Setelah membalasnya Rani mengatur handphone dalam mode senyap, dan kembali menyantap makanan, segera kembali bekerja.

Rani dan Vino tinggal di desa yang berjauhan.

Mereka menghabiskan waktu dengan kegiatan masing-masing.

Usia mereka cukup dewasa dalam sebuah hubungan, tentunya mereka sudah dapat restu dari masing-masing orangtua mereka.

Hanya saja mereka belum menyatakan tanggal kapan mereka mau menikah, sebab Vino masih belum mantap dari segi ekonomi, sedangkan Rani selalu berharap untuk segera ke jenjang pernikahan.

Waktu menunjukan pukul empat yang tentunya Rani akan bersiap pulang kerja.

Rani dengan mengendarai sepeda motornya selalu pulang kerja sore hari.

Sebelum melajukan motornya tak lupa dia cek handphone guna melihat balasan dari si Vino lagi.

"Makan yang banyak ya sayang!, nanti kalo kita nikah biar MUA nya tidak kesusahan nyari baju,"

Ejek si Vino kepada pacarnya itu.

Rani memang gadis cantik dengan postur tubuh yang ramping, bahkan dia makan banyak pun tidak membuatnya takut, karena badan nya susah gemuk.

Rani yang manyun sambil salah tingkah dibuatnya, gara gara baca pesan yang dikirim si Vino.

Tapi Rani tidak pernah marah dengan apa yang dikatakan Vino.

Rani orang yang sangat baik dan murah senyum, sekalinya dia sakit hati pun, dia sangat pintar menyembunyikan rasa sakit hati itu dan selalu bersikap baik baik saja.

Namun candaan seperti ini sangat biasa dilayangkan Vino terhadap Rani sehingga Rani tak pernah merasa tersinggung sekalipun.

Rani tak sempat membalas pesan terakhir Vino karna dia buru buru pulang, melihat langit sudah berselimut mendung, mengingat dirinya malas bawa jas hujan dia buru buru mengendarai motor pulang kerumah.

Belum sempat hujan turun, empat puluh menit perjalanan akhirnya Rani sampai dirumah.

"Assalamualaikum Bu!"

"Walaikumsalam!"

Jawab Pak slamet dan Bu mona

Rani adalah anak Pak Slamat dan Bu Mona.

Rani mempunyai kakak perempuan, namun sudah berkeluarga dan tinggal jauh dikota.

Kedekatan Rani terhadap Rini kakak kandung perempuannya dari dulu sangat dekat.

Hingga saat berkeluarga pun Rani dekat sama kakak iparnya juga, yaitu Andre, Rani orang yang pintar berbaur, apalagi keceriaan dan keramahannya menjadikannya dia gampang akrab sama orang baru.

Rani dan Rini selalu berbalas pesan meskipun hanya dengan menanyakan kabar Bapak dan ibunya,.

Rini yang tinggal jauh dikota membuatnya jarang pulang setiap tahunnya,.

Hanya Rani yang selalu menemani Pak Slamet dan Ibu Mona,.

"Buk, besok saya gak usah bawa bekal ya!?"

Ucap Rani sambil meletakan wadah bekal didapur.

"Kenapa?, gak enak masakan ibu?"

Jawab ibu mona dengan ekspresi pura pura kesal.

"Enggak buk, besok ada cara makan makan disana,

Sebab, bulan ini aku dan teman teman dapat bonus, terus kami berencana buat party kecil kecilan, makan di restoran itu juga kok buk"

Jawab Rani menjelaskan.

"Ya sudah kalo begitu, kamu mandi dulu sana!"

Perintah Bu mona.

"Buk, anak perempuan satu ini kenapa belum mau nikah nikah ya bu?" Ucap Pak Slamet yang membuat bu mona sedikit kaget.

"Bapak ini yang sabar!, mungkin anak kita sama nak Vino belum siap."

Jawaban Bu Mona yang selalu membuat adem setiap berbincang.

"Mereka udah setahun lalu lamaran lho bu, terus anak kita kan perempuan, temen temen bapak udah pada gendong cucu buk."

Pak Slamet mencoba menyampaikan unek-unek nya.

Memang selama ini Pak Slamet dan Bu Mona sangat menantikan cucu.

Sedangkan Rini yang sudah lima tahun berumah tangga belum juga dikaruniai momongan, hal itu yang selalu pak slamet nanti nantikan, namun lagi lagi manusia hanya berencana, tetap Allah yang mengatur.

Tidak hanya sekali dua kali Pak Slamet selalu menanyakan kepada Rani tentang pernikahan, namun Rani yang saat itu memang sudah pengin menikah di usia 23 tahun selalu ditepis, mengingat Vino masih belum sanggup dengan keadaan ekonominya.

Sedangkan Rani tak pernah menjelaskan alasan kenapa belum menikah juga, karena Rani sangat menjaga perasaan Vino, dan Rani tidak mau alasan itu diketahui oleh orangtuanya, sebab akan jadi beban tersendiri buat Rani.

Dia selalu memberi jawaban yang menyangkutkan diri sendiri, dia selalu beralasan bahwa dia sendiri yang belum siap dinikahi oleh Vino.

Dengan begitu orangtuanya tidak akan membahasnya lagi.

Berbeda dengan Vino.

Dia adalah anak laki laki yang menjadi tulang punggung keluarganya, meskipun orangtuanya masih lengkap namun Vino memiliki 2 adik yang masih butuh biaya sekolah

Tanpa diminta Vino akan sadar diri buat bantu orangtuanya demi memenuhi kebutuhan keluarganya.

Perjalanan Vino dalam membantu keluarganya termasuk sangat melelahkan, karena dia rela membendung segala keinginan nya demi bisa mencukupi adik adiknya, sebab Vino termasuk orang yang bisa dikatakan egois tp baik hati terhadap keluarga terutama adik adiknya.

Sedangkan dia lupa menabung untuk masa depan diri sendirinya, termasuk untuk pernikahannya dengan Rani.

Cukup egois bukan, hubungan bertahun tahun tak ada niatan untuk masa depan ke jenjang selanjutnya.

Sedangkan Rani yang tau persis alasan Vino hanya diam dan mencoba selalu memahaminya.

Dan itupun selalu ditutupi oleh Rani ketika dihadapkan pertanyaan orangtuanya soal jenjang kedepan hubungan mereka.

Rani sangat lah pintar menutupi segala apa yang dirasakan, demi membuat orang disekelilingnya bahagia.

Hubungan mereka berlanjut sampe 8 tahun, namun hubungan resmi dengan ikatan baru 2 tahun, 6 tahunnya mereka pacaran diam diam, saat mereka masih kuliah,.

"Drrrrdd...."

"drrrd.....drrrd."

Ponsel Rani berbunyi tanda ada pesan masuk.

"Sayang, aku diterima kerja di pembuatan desain logo!"

Isi pesan dari Vino.

"Alhamdulillah, kerja dimana yang?"

Balas si Rani

"Di jakarta sayang, dan tentunya aku tidak bisa lagi kaya kemarin spam pesan sama kamu, tapi aku akan berusaha selalu kasih kabar ke kamu."

Balas Vino dengan emoticon sedih.

"Mmmm...jauh yaa!?, makin rindu pasti nantinya, kita jarang ketemu apalagi kamu di Jakarta, tapi saya harap kamu bisa jaga hati ya sayang?, ingat kalo ada wanita cantik bilang hati kamu sudah ada yang memiliki!."

Balas Rani dengan emoticon marah, dan tak sadar Rani sudah menangis sejak tadi, namun dia bendung sampe air mata tumpah tak bisa ditahan.

"Kamu gak papa kan?"

Tanya Vino seakan tau apa yang sedang terjadi.

Tak ada balasan lagi dari Rani.

Dan Vino semakin gelisah di buat nya, dia mencoba telepon namun Rani tak menggubris.

Dibalik ranjang dengan nuansa warna hijau ,Rani yang berada dibalik selimut sedang menangisi apa yang sedang terjadi.

Pikiran dia yang sudah kemana mana membuat tangisnya pecah, namun masih terhalang dengan tebalnya selimut.

Malam itu sebanyak dua puluh panggilan tak terjawab dari Vino, lalu Rani mencoba menghubunginya kembali.

"Sayang, maaf aku ketiduran."

Isi chat Rani yang berpura-pura ketiduran, padahal dia sedang berperang dengan pikirannya karna selama ini Vino belum ada niat untuk menikahinya.

"Beneran?."

Jawab Vino dengan penuh keheranan, karena tidak biasanya Rani ketiduran saat saling balas pesan.

"Iya sayang, maaf ya karena aku kecapekan."

Jawab nya lagi

"Ok deh gak papa, tapi sayang gak papa kan kalo aku kerja jauh?, aku janji akan nabung buat kita menikah nanti!?."

Pesan Vino.

"Iya sayang, besok hati hati berangkatnya ya?,i love you!."

Balasan terakhir Rani.

"I love you to, aku akan selalu rindu sama kamu."

Jawab Vino mengakhiri chat mereka.

Vino dan Rani jarang bertemu.

Masing masing keluarga cukup tau, maka dari itu mereka tidak ada masalah jika jarang bertemu,tetapi komunikasi mereka tetap harus setiap hari.

Waktu keberangkatan Vino, Vino merasa hampa tanpa ada sosok orang orang yang mengantarnya,Vino termasuk anak mandiri, sedangkan orangtuanya sudah membiasakan Vino menjadi dewasa sebelum waktunya.

Orangtuanya terkesan sedikit cuek dan sedikit menuntut Vino juga dalam hal ekonomi, karena sebenarnya ibu Vino itu dari keluarga yang bisa dikatakan berkecukupan segalanya, dan ketika menikah dengan Pak Hadi ekonomi mereka selalu diuji dan Vino pun yang selalu jadi sasaran Ibu Anis untuk selalu kerja kerja dan kerja buat membantu mencari nafkah.

Menjadi Vino tidak mudah.

Dituntut kerja buat menghidupi keluarganya, juga dituntun Rani buat menikahinya, namun pintarnya Rani selalu menyembunyikan apapun yang dirasa, makanya Vino pun kadang dibuat bingung dengan keadaan.

Di sepanjang jalan, dia melihat pemandangan dengan cukup sayu, dia juga manusia meskipun laki laki namun dia juga tidak bisa berbohong kalo hatinya juga sakit kalo berjauhan lagi dengan Rani.

Namun lagi lagi ditepisnya karna tuntutan orangtua terutama ibunya.

#3 Rindu yang senyap

Pagi yang mendung tidak membuat Rani bermalas malasan untuk bangun pagi.

Hari ini dia bekerja seperti biasa, namun ada rasa yang tidak bisa dipahami diri sendiri ketika dia bersemangat kerja justru badan merasa tak bertenaga.

Kala itu benaknya merasa sesak, perasaannya bercampur aduk tanoa diketahui apa inginnya.

"Apakah ini sakit karena aku merindukannya?"

Batin Rani sambil memegangi dada menahan rasa sesaknya.

"Aaahh mana mungkin! dia saja beberapa hari ini tidak lagi kasih kabar,"

Celetuknya lagi.

Dengan menahan sesak di dadanya, dia beranjak mandi lalu bersiap untuk berangkat.

"Sarapan dulu Ran, bapak sudah menunggu mu dimeja,"

Suara Ibu Mona dari dapur.

Saat Rani masih melangkah menuruni tangga.

"Kamu kenapa? sakit?"

Tanya Pak Slamet dengan manik bukat yang tertuju pada Rani.

"Tidak pak, hanya malas saja."

Jawabnya malas.

Pak Slamet membuang nafas, "Kerja jangan malas malas, besok kalau sudah nikah fokus jadi istri dan ibu yang sholeha,"

Pak sLamet membuyarkan lamunan Rani.

"Gimana kabar nak Vino Ran? cocok dengan pekerjaan barunya?"

Sambung ibu Mona.

"Gimana buk?"

Jawab Rani cepat.

"Kamu ini malas nya udah level berapa sih? sampai tidak nyambung gitu ditanya ibu!"

Tukas Pak slamet sedangkan ibu mona hanya geleng kepala sambil tersenyum.

Netra Rani menatap bapak dan ibunya dengan meringis.

"Buk, Pak, Rani berangkat dulu, Rani tidak sarapan ya, minum susu aja, Rani nanti sarapan sama temen temen, kemaren udah janji."

Rani beranjak, dengan alasannya yang sebenarnya memang gak mau makan karena perasaan yang masih tak bisa diartikan.

"Ya sudah ini bekalnya di bawa."

Ibu Mona menyodorkan wadah bekal Rani.

"Terima kasih buk, Assalamualaikum pak bu, Rani berangkat,"

"Walaikumsalam."

Jawab Pak slamet dan Ibu Mona berbarengan.

"Rani kenapa buk? tidak biasanya raut wajahnya kaku begitu, dengan muka dia yang selalu ceria rasanya ada yang aneh aja!" Benak Pak slamet merasa janggal dengan putrinya.

"Mungkin lagi datang bulan, jadi moodnya lagi berantakan, dia itu anak yang selalu cerita sama ibu, kalo ada masalah yang tidak bisa diselesaikan sendiri,"

Tukas Bu Mona yang semenjak lamaran, Bu Mona belum mengetahui apa yang sudah dilalui Rani.

Karena Rani tidak mau cerita masalah hatinya kepada ibunya, takut menganggu pikiran orangtua terutama Bu Mona.

Di meja makan Pak Slamet dan Bu Mona melanjutkan sarapan yang di barengi Teh manis.

Kebiasaan keluarga Pak Slamet yang setiap pagi harus kumpul di meja makan, meskipun hanya sekedar ngeteh ataupun sarapan.

Rani yang sudah tiba ditempat kerjanya bergegas menyapa teman-temannya.

Raut wajahnya kembali ceria seperti biasanya, karena dia tahu harus profesional dalam bekerja.

Pekerjaan Rani cukup melelahkan sebagai pelayan restoran. Ini membuat nya semakin lemas tak bertenaga.

Rani tetap saja menguatkan hati, menahan sesak yang tak kunjung pergi.

"Ayo Rani semangat, tolong hati, sebentar saja jangan bergemuruh seperti ini."

Gumam Rani sembari mengelus dada dan menarik nafas panjang lalu membuangnya dengan tenang.

Setelah melewati benerapa waktu, saatnya istirahat tiba, Rani tidak membuka bekal makan yang diberikan oleh Ibunya, teman-temannya saing melepar pndnag, merasa heran dengan tingkah Rani kali ini.

Benerapa ada yang menawari Rani eengan bekalnya yang dibawa masing-masing.

Namun Rani menolaknya dengan wajah ceria seakan menutupi gemuruh dibenaknya, Dia pun enggak menjawab jika sampi merwka tau dan melayangkan pertanyaan terhadapnya.

Beberapa menit kemudian, waktu istirahat pun habis, saatnya Rani kembali berkutat dengan pekerjaannya.

Sesekali dirinya menarik nafas, memngelus dada, bahkan menepuknya pelan.

Saat itu Andi, teman Rani sudah memperhatikan sejak awal.

"Ran, kamu sakit? saya gantikan? kamu istirahat dulu!"

Tawar Andi yang mendekati Rani

Sejenak Rani terdiam, menatap Andi, hanya ulasan senyum yang di lukisnya.

"Bagaimana?"

Tanya Andi kembali.

Rani tersenyum, mengangkat kedua alisnya,"Aaaahhh enggak An, aku baik baik saja, hanya capek sedikit.

Andi mengangguk paham, dan berlalu memunggungi Rani, sesekali netranya melirik menatap Rani berulang.

Sedangkan Rani kembali fokus bekerja, tak lama lagi waktunya pulang.

Andi mencoba memberi tawaran untuk membuntuti Rani sepulang kerja.

Tetapi Rani menolaknya karena arah jalan pulang mereka beda arah. Meskipun begitu Andi akan selalu berangkat dan pulang melewati rumah Rani, hanya sekedar ingin memuaskan hati dan perasaannya.

Andi menyimpan harapan kepada Rani, dirinya snagat ingin meraih hatinya, meskipun entah Rani akan membalasnya ataupun malah menolaknya mentah-mentah.

Andi belum mengetahui jika Rani sudah di lamar sama Vino, yang bahkan sudah berencana mau ke jenjang selanjutnya.

Ada sedikit rasa kecewa di dalam hati Andi, penolakan Rani ternyata membuatnya menahan sesak, tapi Andi juga tidak mau memaksakan kehendaknya demi menuruti apa yang ada di benaknya.

Mereka masing-masing mengendarai motor dan pulang berlawanan arah.

Manik bulat Andi masih saja menatap kepergian Rani lewat spion motornya. Sulit untuk melepaskan gadis imoiannya selama ini.

Sepanjang jalan mulut Rani tak sempat diam, dzikirnya selau terucap.

"Subhanallah, subhanallah, subhanallah,"

Tidak seperti biasa perjalanan Rani kali ini sangat memakan waktu lebih dari jam biasnya, membuatnya sedikit terlambat pulang.

"Assalamualaikum" seru Rani sembari melangkah masuk.

"Walaikumsalam"

Jawab Pak slamet

Tak terdengar balasan salam dari Ibu Mona, sebab dirinya sedang sibuk dengan aktifitasnya menyiram bunga di ruang belakang.

Rani bergegas ke dapur menaruh bekal yang sama sekali tak tersentuh tadi.

Masih dengan keadaan tertutup rapat seperti semula

Lalu bergegas melangkah menaiki anak tangga menuju ke kamar.

Mendapati motor putrinya sudah berada di samping rumah, Ibu Mona menghentikan aktifitasnya.

Bergegas menuju dapur seperti biasa.

"Ya Allah nak, tidak biasanya kamu menyisakan makanan, ini malah tidak di makan sama sekali."

Lirih Bu mona dengan wajah sedih.

Beberapa menit kemudian Bu mona mencoba mendatangi kamar Rani, "Tok...tok...tok" Bu Mona mencoba memasang pendengarannya, namun tidk ada sahutan.

Mencoba membuka pintu perlahan, Bu Mona sengaja menunggu Rani, duduk di sofa tempat Rani selalu bersantai di dalam kamarnya.

Rani terjingkat kala mendapati Ibunya sudah duduk di sofa.

"Ibuuuuuu, tumben bersantai disitu nanti bapak nyariin lho."

Tukas Rani sembari ledek Ibunya.

Karna memang dari dulu Pak Slamet orangnya tidak bisa jauh sedikitpun dari bu Mona, Bu Mona adalah istri yang sangat pandai merawat suaminya, hal itu yang membuat Pak Slamet selalu mencari-cari keberadaan Bu Mona ketika tidak ada di hadapannya.

Begitu pula Pak Slamet yang memperlakukan dengan lembut Bu Mona, dengan keharmonisan rumah tangga yang dimiliki Pak Slamet dan Bu Mona, Rani tau betul bagaimana kalau bapak dan ibunya tau kalau hubungannya dia bersama Vino saat ini sedang diterpa rindu yang tak sempat berucap.

"Kenapa bekalnya utuh Ran? kamu tadi tidak sarapan? Sekarang bekal juga gak kamu makan!kamu lagi diet atau kamu sedang memikirkan sesuatu?"

Tanya Bu Mona beruntun, mulai curiga dengan sikap Rani.

"Rani gak enak badan bu, rasanya mual kalo bau nasi, maaf ya bu."

Tukas Rani dengan manja sambil memeluk Bu Mona.

Bu Mona mengernyit, netranya menatap putrinya yang bergelayut manja. "Mau kerokan atau mau ibu bawa kamu ke dokter?"

Bu mona mencoba memberi tawaran kepada putrinya itu.

"Enggak bu, habis ini mau istirahat saja ntar juga baikan."

Alasan Rani yang sudah tak nyaman dengan keberadaan ibunya.

"Ya sudah ibu keluar, tapi nanti jangan lupa makan pokonya!"

Titah Bu mona sembari melangkah keluar kamar Rani.

****

Lain halnya Vino yang masih sibuk dengan pekerjaannya.

Komputer yang sedang ia perbaiki tiap harinya selalu rame dan itu pula yang membuat Vino tidak bisa mengirim pesan kepada Rani.

Vino adalah Pria yang setia, tidak pernah melirik wanita manapun, dia selalu berprinsip dengan pendirian hatinya yaitu Rani.

Namun Rani sebagai wanita yang tidak pernah tau kabar kekasihnya itu menganggap kalo Vino sudah tidak cinta dan tak ingat pada dirinya lagi.

Vino benar-benar serius kerja, sampai dia tak kenal lelah, malam pun dia tetap bekerja, karna memang kerjaan yang dia jalani ini adalah bakat yang dimiliki juga apalagi dengan desain logonya.

Disela-sela servis komputernya dia juga selalu menyelesaikan desain logonya dengan tepat waktu.

6 bln berlalu, Vino berencana kerja freelance dengan membuka jasa pembuatan logo dan desain lainnya.

Dia bertekad pulang dan keluar dari kerjaannya itu tanpa pamitan, Vino orang yang sangat cuek dia tak pernah memikirkan hal apa yang akan di rasakan bos nya ketika dia main keluar saja.

Alhasil kerja sebulan terakhirnya dia tidak mendapatkan gaji apalagi pesangon.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!