NovelToon NovelToon

[1] 5th Avenue Brotherhood

1. Prolog

"Lo buta ya?!" teriak seorang pria sembari menunjuk ke wajah gadis yang sudah tersungkur di parkiran sekolah. Tampak jelas bahwa rok panjang abu-abu milik gadis itu sobek di jahitan sebelah kirinya.

Sementara pria tersebut mengalami luka di bagian sikut dan motornya lecet akibat terbentur lantai semen parkiran.

"Sorry—"

"LO KIRA DENGAN SORRY AJA CUKUP! LO TAU NGGAK HARGA MOTOR GUE?!" Pria itu memotong kalimatnya.

Tak lama setelah itu, 4 orang pria dengan motor serupa parkir di hadapan mereka. Yakni, Haris, Wandra, Zaki dan Toleh.

"Lo kenapa, Ang?" tanya salah satu dari mereka.

"Ini cewek gila tiba-tiba nyebrang bawa helm. Gue nggak sempat ngerem!" jawab pria bernama Angga itu dengan kesal sembari mengembalikan motornya ke posisi semula dan dibantu teman-temannya.

"Gue kan nggak ...."

"Nggak sengaja karena mata lo buta dan tuli! Makanya lo nggak bisa denger bunyi knalpot gue!" balas Angga.

"Gue denger tapi ...."

"Kalo lo denger, kenapa lo malah nyebrang, Tolol?! Mau mati lo? Untung gue nggak ngebut." Angga benar-benar kesal karena motornya lecet dan pasti akan dimarahi sang mama.

"Udah, Ang. Lo nggak capek apa," ucap Haris mencoba melerai.

"Pokoknya gue nggak mau tau! Lo harus ganti rugi!" tegas Angga pada gadis yang masih terduduk di lantai parkiran tersebut.

"Ganti rugi?!" pekik gadis itu.

"Iyalah! Lo kira motor gue murah? Semurah harga diri lo?! Pokoknya, lo harus ...."

~Diiiiiiiiiiiiiiiiittttt klakson panjang itu menyita perhatian semua orang sampai-sampai Angga menghentikan kalimatnya.

Seorang gadis dengan motor matic tampak kesal sebab mereka menghalangi jalan menuju parkiran yang lebih dalam.

"Woi! Lo kira ini sekolah punya bapak lo?! Kalo bapak lo banyak duit, bikin sekolah buat lo aja! Biar orang lain nggak bakalan masuk!" teriak gadis tersebut. Jesika Vi, tertulis di bet nama pengenal seragamnya.

Mendengar kalimat nyolot dari mulut Jesika, Angga menghampiri gadis itu dengan lebih kesal dari sebelumnya. "Ada urusan apa lo sama gue?"

"Ang! Ang! Astaga. Temen lo Ris!" Wandra berusaha menahan Angga dan melaporkannya kepada Haris. Haris malah menepuk kepala karena lagi-lagi Angga sok jago di hadapan wanita.

"Ada urusan apa? Harusnya gue nanya itu ke lo! Ada urusan apa lo sampai di tengah jalan kayak gini! LO KIRA CUMA MOTOR LO DOANG YANG MAU PARKIR DI SINI?! LO KIRA CUMA BAPAK LO YANG MAMPU BELI MOTOR DI BUMI?! KALO LO MAU PARKIRAN PRIBADI, SURUH BAPAK LO BIKIN PARKIRAN DI LUAR SEKOLAH! KALO BAPAK LO NGGAK MAMPU, MENDING LO SADAR DIRI BAHWA INI PARKIRAN SISWA-SISWI DI SEKOLAH! SEMUA ORANG YANG SEKOLAH DI SINI BERHAK BUAT PARKIR MOTORNYA DI SINI! BUKAN MOTOR LO DOANG! ATAU JANGAN-JANGAN LO GA PUNYA BAPAK? YATIM YA LO?! MENDING LO BAWA TEMEN-TEMEN LO MINGGIR SEBELUM GUE BAKAR MOTOR LO SEMUA!" balas Jesika membuat Angga terdiam.

"Udah, Ang! Ini hari pertama kita sekolah. Jangan bikin onar!" Wandra menarik tangan Angga untuk menghampiri teman-teman mereka. Kali ini Angga nurut tanpa protes walau sebenarnya ingin sekali dia menampar mulut gadis yang sudah meneriakinya itu.

***

"Gila sih, pedes amat mulut cewek kalo ngomel yak? Dikatain yatim, Anjir!" oceh Zaki yang jalan beriringan dengan Wandra.

"Lagian Angga udah gue bilang udahan aja! Masih aja dijabanin dia tuh cewek," balas Wandra.

"Baru kali ini gue ngeliat Angga kehabisan kata-kata. Wkwkwk." Zaki menyenggol Wandra sambil ketawa.

"Dan baru kali ini gue ngeliat cewek seberani itu buat neriakin Angga. Ha ha!" balas Wandra.

"Lo berdua bisa diem nggak?!" omel Angga membuat mereka menghentikan langkah. "Gue bukan kehabisan kata-kata, tapi gue ngeliat di belakang cewek tadi udah rame murid lain yang mau masuk parkiran. Gue nggak mau masalahnya jadi makin panjang. Lagian, itu cewek belum kenal gue siapa!"

Wandra, Zaki dan Haris menaikkan alis dengan mimik wajah mengejek. Sementara Toleh bersikap tidak peduli.

***

"Hai! Nama gue Cia. Kita sekelas," ucap gadis yang sempat menjadi korban tabrak Angga di parkiran. Ia menunjukkan bet kelas yang menempel di lengannya sama dengan milik Jesika.

Jesika menatap tak peduli dan memilih untuk melaju. Memarkirkan motor dan menaruh helmnya.

"Eh! Eh! Lo mau nggak temenan sama gue?" Cia mengejar Jesika.

"Gue nggak kenal sama lo," balas Jesika dan pergi begitu saja.

Cia menatap punggung yang melaju menjauhinya. Terbayang kejadian beberapa menit yang lalu saat Jesika berani meneriaki Angga. "Gue harus temenan sama lo. Biar Angga nggak gangguin gue lagi. Gue nggak nyebrang sembarangan kok! Iiihh! Dia yang sengaja mau nabrak gue! Psikopat!" gerutu Cia yang rasanya ingin menangis karena kesal.

Sesampainya Cia di kelas, ia baru menyadari dua kursi kosong tersisa dan sialnya kursi itu berada di tengah. Kursi depan dihuni oleh Angga dan Haris. Di sebelah kiri terdapat Zaki. Di sebelah kanan terdapat Wandra dan di belakang ada Toleh yang sudah membuang kursi sebelahnya entah ke mana karena ingin duduk sendiri.

Mata Cia membulat sempurna. Ia hendak kembali ke luar kelas, namun ia dikagetkan dengan keberadaan Jesika yang ingin masuk.

Tanpa sepatah kata, Jesika berlalu dan menaruh tasnya di salah satu bangku yang kosong. Cia langsung mengikutinya dengan takut duduk di sebelah Jesika.

Angga melirik teman-temannya kecuali Toleh, sebab ia harus memutar badan untuk menatap temannya yang satu itu.

"Cia satu kelas sama kita?" tanya Wandra. Angga mengangguk pelan. "Lagi?" Angga mengangguk kembali. "Anjir! Gue udah muak ngeliat muka dia! Dari SMP, Anjir!"

Tiba-tiba Angga memutar tubuhnya untuk menoleh pada Cia. "Eh! Kutu! Gue nggak mau tau, besok lo harus pindah kelas! Temen gue nggak suka ngeliat lo di sini! Kalo besok lo nggak pindah kelas, lo tau kan kosekuensinya apa?"

Cia sedikit terkejut mendengar kalimat ancaman tersebut. Sementara Jesika enggan menyampuri urusan mereka meski terbesit sejuta kalimat di benaknya.

"Gimana caranya ...."

"Gue nggak mau tau! Pokoknya besok lo harus pindah kelas!" Angga memotong kalimat Cia.

"Ya gimana caranya, Ang? Gue ...."

"KALO GUE BILANG NGGAK MAU TAU, ITU ARTINYA GUE NGGAK MAU TAU!" teriak Angga membuat seisi kelas terkejut.

Jesika mulai tersulut emosi melihat gelagat Angga yang sering berteriak.

"Atau ...." Kalimat Angga terhenti karena Jesika berdiri menatap ke arahnya.

"Gue maklumin kalo lo emang nggak pernah sekolah di sekolahan umum. Dan gue maklumin kalo lo beneran anak autis yang baru sembuh. Atau mungkin lo monyet yang baru berevolusi jadi manusia? Lo nggak tau caranya sekolah dan lo nggak tau cara berkomunikasi sama manusia? Makanya lo teriak-teriak kayak orang utan," oceh Jesika.

"Gue nggak ada urusan sama lo!" tegas Angga.

"Tapi suara lo bikin gue terganggu!" balas Jesika yang ikut mempertegas kalimatnya.

"Ya tutup kuping lo!"

"Ya lo yang tutup mulut!"

"Ini cewek kenapa sih? Caper amat!"

"Siapa yang caper? Oh, lo nggak pernah digodain cewek ya? Pantesan nggak bisa bedain caper sama nggak tertarik."

"Lo yang caper! Gue nggak ngobrol sama lo, tapi lo malah nyaut!"

"Gue nggak nyautin lo! Dan gue nggak peduli sama obrolan lo. Tapi gue terganggu sama suara lo! Apa mungkin lo yang caper dari tadi teriak-teriak? Ups, lupa. Lo kan yatim. Oke, gue maklumin." Jesika kembali duduk di tempatnya.

Rahang Angga mengeras dia hendak memukul Jesika namun Wandra lebih dulu menahan.

"Lepasin gue, Wan! Mau gue robek mulut tuh cewek!" teriak Angga.

"Udah, Ang!" balas Wandra.

"Lepasin gue!!!" teriak Angga lagi.

Sementara Jesika menatapnya dengan penuh senyuman dan membuat Angga semakin kesal.

2. Salah Lawan

Hari ke dua masuk sekolah sebagai murid SMK, Jesika menaiki anak tangga menuju kelasnya. Tiba-tiba semua murid berlari ke arah yang sama membuat gadis itu menepi dan menatap heran. "Orang-orang pada kenapa sih pagi-pagi gini? Ada diskon gorengan?" gerutunya.

Perhatian Jesika tersita pada begitu banyaknya siswa dan siswi yang mengerumuni kelasnya.

"Ada apaan nih?" tanya Jesika.

"FAB sekarang mau ngumumin nama Mbels mereka," jawab Cia yang ikut berkumpul bersama para murid.

"Hah?!" respon Jesika tak mengerti.

"FAB dari SMP SUKAMANDI!"

"FAB?"

"Ck! FAB itu 5th Avenue Brotherhood. Geng tukang buli di SMP SUKAMANDI. Bahkan Mbels mereka pernah ada yang sampe koma!"

"Mbels tuh apaan?" tanya Jesika lagi.

"Mbels itu sebutan buat target bulian mereka."

"Masih jaman ya buli di sekolah?" ejek Jesika.

"Ya masih lah! Gue 1 tahun jadi Mbelsnya FAB! Sialan! Seharusnya gue nggak daftar di sekolahan ini! Kan sekarang gue jadi ketemu lagi sama mereka. Heeegh!" Cia hendak menangis.

"Siapa sih orangnya? Gue mau ngeliat tampang-tampang tukang buli," balas Jesika sembari celingukan.

"Itu loh! Yang pernah lo teriakin di parkiran! Yang duduk di depan kita! Angga, Haris, Zaki, Wandra sama Toleh!"

"Angga? Yang absennya nomor pertama? Yang sering teriak-teriak kayak monyet itu? Kok bisa sih jadi pembuli? Lebih cocok jadi orang utan padahal," ucap Jesika membuat beberapa murid melirik ke arahnya.

"Shuutt! Lo jangan ngomong kayak gitu. Ntar dia bisa denger!"

"Tes tes!" Suara toa dari dalam kelas mereka. "Oke! Gue Haris, sebagai ketua 5th Avenue Brotherhood bakalan ngumumin Mbels kita di tahun ajaran sekarang adalah ...."

"Harus apa diumumin gitu? Kayak orang caper. Pembuli sejati itu nggak mau ketauan kalo dia melakukan kejahatan. Dia bakalan balikin fakta dan playing victim kalo ketauan. Lah ini malah diumumin kayak orang tolol," gerutu Jesika.

"Gracia," lanjut Haris membuat semua mata tertuju pada Cia.

Jesika kebingungan karena Cia berada di sebelahnya.

"Jes! Bantuin gue, Jes!" pekik Cia pelan sembari menangis.

"Cia sayang, sini maju," panggil Haris.

Jesika hanya berdiam diri sebab tak mengerti akan apa yang terjadi.

"Cia, mau maju pake kaki sendiri, apa gue seret, Sayang?" tanya Haris dengan senyuman.

Cia maju menghampiri kelima member FAB dengan kaki gemetar dan air mata yang sudah membanjir.

"Atututu, jangan nangis dong. Kan udah pernah jadi Mbels, masa belum terbiasa, haha!" ejek Zaki.

Jesika melangkah tanpa peduli dan duduk di meja yang sedang dipijak oleh Haris.

"Eh, lo ngapain di situ? Kita lagi ngumumin Mbels!" teriak Angga.

"Bukan urusan gue. Gue sekolah di sini bayar buat belajar, bukan buat ngeladenin hal-hal konyol dan tolol kayak gini. Kalo lo semua mau main-main, daftar PAUD! bukan SMK!" tegas Jesika.

"Gue perhatiin dari kemaren lo emang songong ya jadi cewek," ucap Haris yang kini mengubah posisinya dengan duduk di atas meja dengan kaki menjuntai menghadap ke Jesika.

"Gue nggak songong. Emang gini karakter gue, dan gue maklumin karakter lo berlima yang suka rusuh ga jelas, bikin geng-geng ga jelas, suka teriak-teriak ga jelas. Gue maklumin."

Haris menatap kedua bola mata Jesika tanpa ekspresi. Mengambil kembali toa dan mengumumkan, "Mbels kita tahun ini Jesika Vi! Semua murid di sekolah ini boleh ngebabu-in Jesika Vi bahkan boleh tidur bareng dia."

Dengan tatapan yang masih menancap ke wajah Jesika, Haris terus berusaha mengintimidasi gadis itu. Namun, Jesika malah membalas dengan sebuah senyuman. "Lo salah nyari lawan."

Seorang pria membisikkan sesuatu pada Zaki dan berhasil membuatnya tertegun sejenak.

"Cia aja, Ris!" ucap Zaki.

"Kenapa?" balas Angga.

"Udah udah, Cia aja."

"Ya alasannya kenapa? Haris udah umumin Jesika kok."

"Cia aja!"

"Ya alasannya apa kocak!"

"Udah Cia aja!"

Jesika berusaha merampas toa dari tangan Haris namun pria itu menggenggam dengan sangat kuat. Dengan otak cerdiknya, Jesika mengangkat toa tersebut dengan menggenggam tangan Haris sekaligus. "Oke! Gue Jesika Vi. Gue Mbels atau Mbel atau apa lah itu namanya. Pokoknya tahun ini gue Mbellelelel mereka," ucap Jesika membuat Zaki terbelalak tak percaya.

"Mampus, Ang!" bisik Zaki.

"Mampus kenapa sih?"

***

Jam pelajaran pertama dimulai, saat guru sedang menjelaskan, Angga dengan sengaja mengambil buku milik Jesika sebab dia tak membawa buku untuk belajar hari ini. Tanpa takut, Jesika malah menendang bangku pria itu dan membuat semua mata tertuju pada mereka.

"Ada apa, Jes?" tanya Guru.

"Monyet ini maling buku saya, Bu!" jawab Cia merampas kembali buku miliknya.

"Buku kamu mana, Angga? Kenapa ngambil buku Jesika?"

"Itu buku saya kok, Bu! Jesika yang ngambil!" Angga bersandiwara.

~Plak! Jesika memukul kepala Angga dengan buku tersebut. Ia menutup buku dan menempelkannya pada wajah Angga. "Lo kalo buta huruf, les privat Calistung sana! Baca tuh nama gue!"

"Sudah sudah! Duduk dengan rapih!" perintah Guru dan Jesika kembali merapikan posisinya.

***

Istirahat pertama, Jesika baru saja hendak beranjak dari kursinya, tiba-tiba kelima anggota FAB mengepung gadis itu untuk tetap duduk. Bahkan mereka mengusir Cia agar tidak berada di dekat Jesika lagi.

"Mau ngapain lo semua?" tanya Jesika.

~Plaaak! Angga menampar Jesika dengan penuh semangat. "Itu akibatnya kalo lo main-main sama kita!" ucapnya.

"Ang!" tegas Zaki berusaha menahan sobat karibnya tersebut. "Lo gila ya?!"

Jesika malah tersenyum sembari menahan sakit di pipi.

"Kita harus kasih pelajaran sama dia. Biar dia tau Mbels alias Gembels itu tugasnya apa," ucap Angga lagi.

"Udah Ang! Nggak usah! Mending Cia aja yang jadi Mbels kita! Atau mending taun ini nggak usah pake Mbels deh!" bantah Zaki.

"Lo kenapa sih? Lo suka ya sama nih cewek?!" teriak Angga kesal.

"Bukan gue suka sama dia! Gue nggak .... Maksudnya .... Maksud gue, Jesika ini anak kepala sekolah!"

"Hah?!" pekik mereka bersamaan.

Jesika tersenyum menatap mereka satu per satu. "Jadi, tugas gue apa?" ejeknya.

3. Bahaya

"Nggak bisa, Ki! Ini semua gegara lo! Kenapa lo baru bilang?!" omel Haris.

"Gue udah berusaha ya nyelametin lo, gue bilang Cia aja yang jadi Mbels kita. Tapi lo yang ngotot mau Jesika!" balas Zaki.

"Bakalan anjlok deh reputasi kita di sekolah. Gimana ceritanya kita bisa ngebabu-in anak kepala sekolah?!" omel Haris lagi.

Basecamp FAB sedang dipenuhi dengan mumetnya menghadapi momen yang tidak mereka duga.

***

Sepulang dari basecamp, Toleh berkendara dengan santai. Tiba-tiba seorang gadis hendak menyebrang dan ia menarik tuas rem mendadak.

"Eh!" Jesika menunjuk wajah Toleh dengan tak percaya bisa bertemu dengan pria pendiam tersebut. "Toleh, kan? Toleh FAB? Geng yang suka cosplay orang utan itu? Bantuin gue, Tol!" Gadis itu menduduki jok belakang motor Toleh tanpa malu.

"Buruaaaan! Gue lagi dikejar-kejar orang! Terserah lo mau bawa gue ke mana! Buruan buruan!" teriak Jesika kalang kabut.

Toleh menggeleng pelan dan menuruti gadis itu untuk melaju. Sialnya, pria itu malah membawa Jesika ke basecamp FAB. Sebuah ruko yang terdapat spanduk bergambar 5 mahkota bertuliskan 5th Avenue Brotherhood di bawahnya.

Jesika mulai merasa curiga. "Tempat apaan nih?" tanyanya.

"Lo tunggu di sini aja. Gue mau ambil HP." Toleh hendak melangkah namun dengan cepat Jesika menahan tangannya.

"Lo kira gue tolol kayak temen-temen lo itu? Lo mau ke dalam terus laporan sama temen-temen lo kalo sekarang ada gue di depan kan?!" Tuduhan yang tidak sempat terlintas di kepala Toleh membuat pria itu berdiam sejenak dan membiarkan Jesika mengungkapkan semua yang ada di pikirannya.

"Atau .... Jangan-jangan lo sengaja bawa gue ke sini terus bilang ke temen-temen lo kalo lo itu pacar gue! Oh My God! Gue nggak bisa! Gue tau gue cantik, pari purna, bisa semuanya, bakat gue banyak, tapi ...." Kalimat Jesika terhenti sebab melihat Toleh yang berusaha menahan tawa. Ini adalah kali pertama ia melihat pria pendiam itu tersenyum.

Tanpa kata, Toleh menarik tangan Jesika dan ikut masuk ke dalam basecamp tanpa melepaskan genggaman tangannya, Toleh mengambil HP dan menarik Jesika kembali keluar dari sana. Bahkan pria itu mengunci pintu tanpa melepaskan tangan Jesika.

"Kok nggak ada orang?" tanya Jesika dengan polosnya.

"Baru balik," jawab Toleh singkat.

Jesika mengehela napas karena tidak sesuai dengan ekspektasi. "BTW sampe kapan nih lo mau pegangin tangan gue? Lo kira gue nenek-nenek rabun mau nyebrang?"

Toleh terdiam sejenak, mengangkat genggaman tangan mereka dan mengingat kejadian beberapa menit yang lalu saat Jesika menyebrang dan mengakibatkan Toleh ngerem mendadak. "Mungkin," balasnya.

"Humm!" Jesika mendadak kesal. "Lo mau anterin gue balik apa nggak? Kalo nggak, gue mau jalan kaki nih! Tapi gue sih ngarepnya lo anterin balik, soalnya ini jauh banget dari rumah gue. Gue bayar deh!" ocehnya.

Toleh kembali tersenyum karena kalimat yang Jesika ucapkan sering kali bertentangan dengan kalimat berikutnya.

"Lo mau gue bayar berapa?" tanya Jesika lagi.

"Naik!" perintah Toleh.

"Oke!" Jesika berdiri menunggu Toleh melepaskan tangannya.

Mereka malah berdiam diri saling menunggu.

"Ya naik!" ucap Toleh lagi.

"Eh, Tol! Gimana gue bisa naik kalo lo masih pegangin tangan gue? Kalo gue naik duluan, yang ada gue kejengklang! Ya lo duluan lah yang naik! Atau lo mau gue yang bonceng? Terus gue bawa kabur nih motor?! Walaupun gue nggak bisa ngendarain motor segede ini, tapi kan bisa gue dorong!"

Toleh kembali tersenyum menahan tawanya. Demi menutupi bibir yang menerik itu, ia melepaskan tangan Jesika dan menyalakan motor. Tanpa ragu Jesika kembali menduduki jok belakang motor tersebut.

Di lampu merah, Toleh menghentikan motornya tanpa sengaja tak jauh dari mereka terdapat Zaki.

"Eh eh, mampus! Ada Zaki! Mesti ngumpet di mana nih gue!" bisik Jesika.

"Leh! Woi! Anjaaaayyyy! Bareng cewek! Slebeeewww! Anjaaayyy!" Zaki dengan semangat mengeluarkan ponselnya dan mengabadikan momen tersebut.

Jesika berusaha menyembunyikan wajahnya dengan membenamkan kepala di dalam jaket Toleh.

"Tol! Gimanaaa?!" bisik Jesika.

"Pantesan lo nggak tertarik pas gue rekomendasiin cewek-cewek, ternyata oh ternyata sudah punya pujaan hati, Anjay!" ejek Zaki sembari merekam kejadian tersebut dengan ponselnya.

"Apaan sih lo," balas Toleh.

"Cewek mana nih? Noleh sini dong! Kenalin, gue Zaki. Bestie cowo lo!"

Toleh menarik tangan Jesika untuk memeluknya dan membuat gadis itu terkejut. "Woi! Lo gila? Kan bener dugaan gue, pasti lo mau ...."

Toleh menggeber motornya hingga membuat asap dari gesekan ban motor dengan aspal dan melaju secepat mungkin begitu lampu berubah menjadi hijau.

"Sialaaan!" teriak Jesika mempererat pelukannya karena sedang dibonceng Valentino Rossi.

Toleh tersentak sejenak karena ia mengalami de javu. Tiba-tiba Toleh menurunkan kecepatannya setara dengan siput. Jesika jadi bingung akan apa yang dilakukan pria tersebut.

"Tadi ngebut, sekarang malah kayak naik becak," oceh Jesika.

Toleh memaksa Jesika untuk melepaskan pelukannya tanpa kata dan membuat gadis itu semakin kebingungan. Toleh mengeluarkan ponselnya dan berkutat sebentar.

Toleh turun terlebih dahulu dan membiarkan Jesika mengikutinya. "Mau ngapain sih? Kalo Zaki lewat, gimana?" tanya gadis itu.

"Lo tunggu aja di sini, gue udah order Go-Jek. Gue nggak bisa anterin lo balik." Toleh berlalu tanpa pamit.

"Lah, dipesenin Gojek gue. Agak beda yang satu itu," gerutu Jesika.

Bertepatan dengan itu, Zaki berlalu dan mendadak berhenti di hadapannya. Zaki memotret gadis itu dan berlalu.

"Nah yang itu lain lagi," ucap Jesika.

***

Malam ini, Toleh menatap grup FAB yang sedang berisik membahas dirinya sebab Zaki sudah menyebarkan foto dan video dirinya bersama seorang perempuan di lampu merah.

Toleh mematikan data ponselnya dan berbaring sembari menatap langit-langit kamar. Menghela napas dan tidak melakukan apapun selain berdiam diri.

Dia mengingat Jesika dan beberapa hal yang sudah ia lakukan bersama gadis itu meski hanya beberapa jam bertemu. Setelahnya, ia memejamkan mata dan mengingat mendiang kekasihnya yang meninggal dunia akibat kecelakaan di malam dulu. Toleh yang sedang kesal melaku kencang sambil membonceng sang kekasih dn kecelakaan itu terjadi hingga merenggut nyawa sang pujaan hati.

Sejak kejadian itu, Toleh jadi jarang bicara dan tidak tertarik pada banyak hal. Bahkan ia sudah tidak tertarik dengan obrolan teman-temannya yang membahas perempuan.

Toleh kembali mengambil ponselnya dan membuka foto yang sudah Zaki sebar di grup. Ia menatap Jesika. Bahkan Toleh membuka video yang memperlihatkan detik-detik ia menarik tangan Jesika untuk memeluknya sebelum asap mengepul dari ban motor.

"Lo bahaya, Jes," ucap Toleh sambil tersenyum geli.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!