NovelToon NovelToon

Gadis Desa Milik CEO

1

"Agneeeesss......"

Teriakan dari seorang gadis yang begitu melengking membuat sang empunya nama menutup telinga nya rapat-rapat.

"Ga perlu teriak Manda."

Ya Manda sahabat Agnes yang melakukannya. Agnes dan Manda berteman sejak kecil karena kebetulan rumah mereka yang berdekatan. Manda yang merupakan anak satu-satunya dari juragan tanah di desa mereka tidaklah manja berkat kedekatannya dengan Agnes.

Sementara Agnes yang di didik mandiri sejak kecil membuat perubahan di hidup Manda. Mereka berdua begitu kompak dalam segala hal. Kadang kedua orang tua Manda di buat geleng-geleng kepala dengan ulah kedua sahabat itu. Begitu juga dengan Aini ibu dari Agnes.

Agnes hanya tinggal berdua saja dengan ibu nya setelah kepergian Ayah nya yang meninggal akibat bencana alam yang penah terjadi di desa mereka. Sementara Kakak laki-laki nya Damar Nugraha berkuliah di kota dengan beasiswa yang di dapatnya.

Agnes, Damar dan Aini hidup dari uang pensiun Nugraha sebagai pegawai negeri. Aini juga berjualan di rumahnya untuk menambah-nambah.

"Nes, ayo pulang sekolah nanti kita ke tempat aku ya. Di rumah akan ada tamu dari kota." Bujuk Manda.

"Ish... Ngga Man. Aku nanti malah ngerecokin tamu bapak kamu." Agnes.

"Ngga akan Nes. Iya ya mau ya." Bujuk Manda lagi.

"Ngga Manda. Emang kenapa sih aku harus datang?" Agnes.

"Kata Bapak yang akan datang siang ini masih muda-muda. Ya siapa tau aja salah satunya jodoh kita." Manda.

"Astaga Manda.... fikirin ujian yang ada di depan mata jangan dulu mikirin jodoh." Agnes.

"Yaelah Nes,,, sambil menyelam minum air Nes." Manda.

"Tenggelem dong." Agnes.

"Ish... Susah banget sih ngomong sama kutub es." Ucap Manda kesal.

Sepulang sekolah Manda dan Agnes yang berjalan menuju rumah saling berbincang random. Rumah Manda lebih dulu sampai dan terlihat ada dua mobil mewah terparkir di halaman rumah Manda yang cukup luas.

"Wah, tamu Bapak sudah sampai ternyata." Manda.

"Itu mobil mereka?" Agnes.

"Sepertinya iya. Ayo mampir." Manda.

"Ngga ah. Nanti saja kamu ceritakan seperti apa mereka." Ucap Agnes sambil berlari meninggalkan Manda.

"Agnes... Ish... Dasar ya tu anak."

Manda pun memasuki halaman rumahnya. Namun di dalam rumah nampak sepi. Manda menghampiri Ibunya yang tengah sibuk di dapur.

"Manda pulang..."

"Sayang, ayo ganti pakaian kamu nanti bantu ibu menyiapkan makan siang untuk tamu bapak. Mereka baru sampai tapi ingin meninjau lokasi terlebih dahulu." Ibu Alma.

"Oke.." Jawab Manda singkat.

Sementara Agnes yang berjalan menuju rumahnya berpapasan dengan Pak Heru Ayah Manda beserta empat orang pria yang diyakini Agnes itu adalah tamu dari Pak Heru.

"Nak Agnes baru pulang." Sapa Pak Heru.

"Eh, iya Pak. Manda juga baru saja masuk ke dalam rumah." Jawab Agnes sambil menundukkan kepalanya tanda hormat.

"Kenapa ga mampir?" Pak Heru.

"Tidak Pak. Saya mau membantu Bunda." Agnes.

"Baiklah. Mari Bapak mau pulang." Pak Heru.

"Iya Pak silahkan." Jawab Agnes.

Tanpa Agnes sadari sejak tadi ada sepasang mata yang menatapnya dengan intens. Jika saja Agnes melihatnya mungkin akan di buat meleleh dengan tatapannya.

"Siapa dia Pak?"

"Dia teman anak saya." Pak Heru.

"Sepertinya dia anak yang baik." Ucap Pak Bagas.

"Benar Pak." Pak Heru.

Sampai di rumah Bu Alma mempersilahkan para tamu nya untuk menikmati makanan yang sudah dia sediakan bersama Bibi dan putrinya Manda. Manda tampak kagum melihat tamu bapaknya yang tampil gagah walau nampak salah satunya sudah berumur seperti Bapak nya.

Manda tidak ikut serta makan siang bersama orang tua dan tamunya. Manda memilih makanan bersama Bibi di belakang. Karena Manda merasa malu.

Sementara Agnes membantu Bunda nya di warung yang terdapat di depan rumah nya setelah berganti pakaian dan makan siang yang di sediakan oleh Bunda nya.

"Bun, Bunda tau kalo di rumah Pak Heru ada tamu dari kota?" Agnes.

"Tidak. Memang ada tamu di tempat mereka?" Bu Nining.

"Iya kata Manda. Tadi aku lihat ada dua mobil di depan rumah nya." Agnes.

"Kamu mampir ke sana?" Bu Nining.

"Tidaklah Bun. Malu sekali." Agnes.

Malam hari karena tamu Pak Heru akan menginap Manda menyiapkan dua kamar kosong yang ada di rumahnya bersama Bibi. setelah selesai Manda memilih bersantai di halaman belakang rumahnya sambil memainkan ponselnya.

"Permisi Dek."

"Eh, iya. Ada yang bisa saya bantu Om?" Tanya Manda pada Bagas.

"Maaf di sekitar sini ada swalayan atau toko?" Pak Bagas.

"Hm... klo swalayan Om harus ke kecamatan tapi kalo toko ada di sebelah sana Om lumayan deket bisa jalan kaki deket pos ronda." Jelas Manda.

"Owh! Begitu. Bisa tunjukan saja jalannya." Pinta Bagas.

"Om keluar dari gerbang rumah belok kanan terus lurus nanti ada perempatan belok kanan sedikit dari sana nanti terlihat pos rondanya." Ucap Manda menjelaskan letak rumah Agnes yang terdapat toko warung di depannya.

Warung Bunda Agnes cukup lengkap bagi warga di desa sana. Karena Bunda Agnes selalu berbelanja ke kecamatan.

Berbekal informasi dari Manda Bagas dan salah satu rekannya pergi ke warung untuk membeli apa yang mereka inginkan. Ingin meminta pada tuan rumah rasanya juga sungkan.

"Permisi."

"Iya. Ada yang bisa saya bantu Pak?" Jawab Ibu Agnes.

"Maaf Ibu kami mau membeli minuman dingin." Jawab Bagas.

"Silahkan bisa di ambil saja Pak." Jawab Bu Nining.

"Ini Bu uangnya?" Ucap Pak Bagas menyodorkan uang lembaran berwarna merah.

"Sebentar kembalian Pak."

Bu Nining pun segera mengambil uang receh untuk kembalian. Namun, sorot mata rekan kerja Pak Bagas terus memperhatikan sosok gadis cantik yang berpapasan dengan nya tadi saat pulang dari peninjauan lahan proyek. Gadis yang memiliki magnet tersendiri di hatinya.

"Loh, Adek yang tadi siang kan?" Tanya Pak Bagas.

"Hah! Maaf Bapak siapa ya?" Tanya Agnes yang memang kurang memperhatikan Pak Bagas.

"Saya yang bersama Pak Heru tadi." Pak Bagas.

"Oh.. Bapak tamu nya pak Heru." Tanya Bu Nining.

"Iya Bu. Kebetulan saya mengantar rekan saya ini untuk membeli tanah Pak Heru yang akan di jual." Pak Bagas.

"Oh begitu..."

"Maaf Pak. Saya kurang memperhatikan Bapak." Agnes.

"Tidak apa-apa. Siapa nama nya Dek?" Tanya Pak Bagas.

"Saya Agnes Pak."

"Perkenalkan saya Bagas. Dan ini rekan saya Radit." Pak Bagas.

"Iya Pak." Agnes tersenyum ramah.

"Kalo begitu kami permisi Bu Dek." Pamit Bagas.

"Mari silahkan."

"Kamu ketemu sama bapa itu Nes?" Tanya Bu Nining setelah Pak Bagas dan Radit pergi.

"Kayanya iya deh Bun hehehe... Mungkin tadi pas Pak Heru menyapa Agnes." Jawab Agnes.

"Kebiasaan kamu." Bu Nining.

🌼🌼🌼

2

Beberapa bulan berlalu setelah kepulangan para tamu Pak Heru semua berjalan seperti biasanya Manda dan Agnes pergi ke sekolah dan belajar bersama di rumah Manda tanpa membahas tamu Pak Heru yang gagah dan tampan itu.

Sementara di kota sana ada hatinya yang tertinggal di desa membuatnya selalu melamunkan gadis desa yang telah mencuri perhatiannya. Setelah penghianatan yang di lakukan kekasihnya bersama saudara sepupunya Radit menutup hatinya bagi wanita manapun. Namun, kali ini seorang gadis sma telah mencuri perhatiannya.

"Ah, sial... Masa gw suka sama bocah sih." Batin Radit.

Walaupun dirinya terus mengelak namun perasaannya tak dapat di bohongi. Lagi-lagi otaknya kembali memutar memori pertemuan pertamanya bersama Agnes. Dan semua itu sukses membuat kerja jantung semakin cepat.

Brak...

"Astaga! Gw fikir lu pingsan atau mati di dalam ruangan ini." Ucap Arif tanpa takut pada Radit atasannya sekaligus sahabatnya.

"Apaan sih lu. Ga bisa lu ketuk pintu dulu? Main masuk sampe hampir merusak pintu gw." Kesal Radit.

"Udah hampir lumutan gw nungguin jawaban lu. Tangan aja ampe kapalan terus terusan ngetuk pintu ruangan lu. Kalo lu ga percaya tanya Dimas sekretaris lu." Arif.

"Ada apa lu ke ruangan gw?" Tanya Radit dengan tanpa dosanya.

"Ini Om Bagas menghubungi gw katanya Pak Heru sudah menghubunginya dan harga sudah deal dengan pemilik tanah di sana."

Ucapan Arif sontak saja membuat binar bahagia terpancar dengan nyata melalui kelopak matanya membuat Arif merasa heran. Sebegitu menginginkannya kah sang Bos pada lahan tersebut.

"Bos..." Panggil Arif yang merasa heran.

"Kita berangkat malam ini." Radit.

"Yakin Bos?" Arif.

"Sejak kapan saya tidak yakin." Radit.

"Baiklah saya akan pesankan tiket." Jawab Arif.

"Kamu persiapkan semuanya saya akan pulang dulu." Jawab Radit dengan santai meninggalkan ruangannya.

Arif di buat heran dengan sikap Bos sekaligus sahabatnya itu. Tidak biasanya Radit bersikap seperti itu. Setelah Radit benar-benar pergi barulah Arif kalang kabut mencari tiket menuju kota dimana Agnes berada.

Radit sampai di rumah dengan santainya segera memasuki kamarnya tanpa menyapa orang tuanya yang tengah berbincang santai dengan tamu mereka di ruang tamu.

"Radit,,," Panggil Bu Retno Mama Radit.

Namun, putra sulung nya itu berlalu begitu saja membuat Bu Retno dan Pak Jamal terheran.

"Ada apa dengan nya?" Tanya Pak Jamal.

"Biar Mama lihat dulu."

"Permisi dulu ya Pak Rudi Bu Lia."

"Iya silahkan jeng." Jawab Bu Lia.

Sampai di kamar Radit. Bu Retno tidak melihat putranya yang ternyata sedang berada di walk in closet tengah menyiapkan pakaian.

"Radit, mau kemana?" Tanya Mama Retno mengejutkan Radit.

"Astaga Mama ngagetin deh." Radit.

"Kamu kenapa? Terus ini mau kemana?" Mama Retno.

"Radit ga apa-apa Ma. Radit mau ke Bandung Ma." Radit.

"Ke bandung? Ngapain?" Mama Retno.

"Ada sedikit yang harus Radit urus Ma. Ga lama kok Ma." Radit.

"Sama siapa perginya." Mama Retno.

"Dengan Arif kok Ma. Mama jangan khawatir." Radit.

"Kamu temui dulu Om Rudi dan Tante Lia." Mama Retno.

"Dimana? Kapan?" Jawab Radit yang benar-benar tidak mengetahui ada mereka di bawah tadi.

"Di depan. Tadi Mama sudah memanggil kamu tapi kamu ga nyaut." Mama Retno.

"Eh, maaf Ma. Radit ga denger tadi." Radit.

"Ayo ikut Mama dulu. Mereka membawa Desi juga." Mama Retno.

Dengan berat hari Radit pun menuruti apa yang Mama nya mau. Radit tau Mama nya sedang berusaha mendekatkan dirinya dengan anak-anak dari teman-teman Mama atau papa nya.

"Maaf lama."

"Om, Tante apa kabar? Maaf Radit tidak tau ada Om dan Tante tadi." Radit.

"Ga masalah Dit. Sepertinya kamu melamun. Ada masalah di kantor?" Tanya Rudi perhatian.

"Tidak ada Om. Hanya terburu-buru saja tadi. Radit harus ke luar kota ada yang harus di bereskan." Radit.

"Aduh, calon mantu sibuk banget ya." Celetuk Lia dan membuat Radit tak nyaman.

Sementara Desi terlihat tersipu mendengar ucapan Mama nya.

"Maaf Om Tante, Radit permisi ada banyak yang perlu radit siapkan." Pamit Radit.

"Biar Desi bantu Nak." Lia.

"Tidak perlu Tante. Saya bisa menyiapkan sendiri." Radit.

"Kamu temani Desi dulu saja Dit. Kasian masa sudah jauh-jauh di cuekin." Mama Retno.

"Maaf Ma. Radit terburu-buru. Lain kali mungkin." Radit.

"Iya Tante ga apa-apa. Salah kita juga ke sini ga ngasih kabar. Nanti saja kita datang lagi kalo Mas Radit senggang." Ucap Desi yang membuat mata Radit membola mendengar panggilan Desi padanya.

Tanpa menghiraukan Radit pun berlalu masuk kemudian tak lama Radit sudah turun kembali dengan membawa koper di tangannya. Radit berpamitan pada Papa dan Mama nya kemudian pada Lia, Rudi dan hanya menganggukkan kepalanya saja pada Desi tanpa kontak fisik sama sekali.

Niat awalnya pengen beristirahat sejenak di rumah sebelum keberangkatannya namun karena kehadiran tamu tak di undang membuat Radit mengurungkan niatnya. Radit memilih menunggu keberangkatan dirinya dan Arif di hotel dekat bandara.

Radit pun memberitahu Arif jika dirinya sudah berada di hotel dekat bandara. Arif merasa heran mengapa Bos nya begitu gerak cepat untuk pergi ke Bandung. Padahal dia bisa saja pergi besok atau minggu depan.

Sampai di bandung yang perjalanannya memang tidak memakan banyak waktu apalagi menggunakan pesawat Radit tampak semakin semangat. Bahkan Radit tak bisa tidur walau kamar hotel yang di tempatinya begitu nyaman dan mewah. Radit tak sabar untuk pergi ke tempat dimana hatinya tertinggal.

Pagi hari Arif di buat kalang kabut pasalnya sang Bos sudah bersiap setelah subuh untuk pergi ke tempat yang akan di tuju. Padahal Arif mengatakan jika mereka janji bertemu jam sembilan. Dan sekarang jam di pergelangan tangan Arif masih menunjukkan pukul lima pagi. Radit berdalih lebih cepat lebih baik.

Namun, sampai di kediaman Pak Heru Radit tampak murung dan tak bersemangat. Sebelumnya Radit menanyakan warung untuk membeli sesuatu sebagai alasan pada Pak Heru. Pak Heru menyayangkan tak ada warung terdekat di karenakan warung Bu Nining yang notabene ibu dari Agnes tengah pergi ke Jakarta bersama Agnes juga tentunya.

Akhirnya Arif lah yang banyak melakukan percakapan dengan Pak Heru dan pemilik tanah yang di beli Radit. Tanpa banyak berfikir lagi setelah surat menyurat selesai Radit meminta Arif untuk mengurus kepemilikan tanah tersebut dan Radit meminta Arif untuk menghubungi arsitek handal karena Radit ingin membangun sebuah villa yang akan dia persembahan untuk seseorang yang memenuhi hatinya beberapa bulan terakhir.

Belum ada kejelasan mengenai hubungannya namun Radit begitu yakin ingin mempersembahkan sebuah bangunan untuk wanita tersebut.

🌼🌼🌼

3

Agnes yang baru tiba semalam di kontrakan milik Kakaknya begitu senang karena pagi ini Bunda dan Kakaknya ada bersamanya. Ikbal Kakak kandung Agnes yang baru saja menyelesaikan kuliahnya tahun lalu mendapatkan kesempatan bekerja di perusahaan ternama di kota Jakarta. Ikbal memiliki kesempatan itu karena kecerdasan otaknya dan hal itu juga tak di sia-sia kan olehnya.

Itu sebabnya Ikbal dapat menyewa sebuah rumah untuk bisa di tempati Bunda dan adiknya. Ikbal memang meminta Bunda dan Adiknya untuk pindah saja bersamanya. Namun, Bunda nya menolak karena begitu banyak kenangan manis bersama sang suami di rumah peninggalan suaminya. Dan Ikbal pun tak dapat memaksakannya.

Agnes pun sempat membujuk Bunda nya ketika dirinya mendapatkan beasiswa pendidikan di kota yang sama dengan sang Kakak dan lagi-lagi Bunda mereka menolak. Bunda Nining hanya berpesan kepada kedua Putra dan putrinya untuk saling menjaga saja dan jangan mengkhawatirkan dirinya.

"Bunda, nanti Bunda ikut ke kampus Agnes kan?" Agnes.

"Tidak sayang, nanti biar Kakak kamu saja yang mengantar Bunda di rumah saja." Tolak Bunda Nining.

"Yah, ga asik dong." Agnes.

"Iya Bunda ikut saja ya nanti kita sekalian jalan-jalan. Sayang juga Kakak sudah ijin dua hari ini kalo kita ga jalan-jalan." Bujuk Ikbal.

"Baiklah terserah kalian saja." Bunda Nining.

"Asiik... Jangan khawatir Bunda. Nanti Agnes sebentar kok di kampus nya." Agnes.

"Lama juga ngga apa-apa kok nak. Jangan terburu-buru nanti Bunda pasti tungguin kok.." Jawab Bunda Nining.

Akhirnya mereka pun pergi bersama. Setelah Agnes menyelesaikan urusannya di universitas tempatnya nanti menimba ilmu mereka pun pergi ke mall besar di kota tersebut. Ikbal ingin membelanjakan Bunda dan adiknya. Sesayang itu memang Ikbal terhadap keluarganya.

Agnes begitu senang bertemu dengan sang Kakak bahkan ikbal membelikan apapun yang agnes mau walaupun Agnes tak serta merta meminta semua yang dia inginkan. Bahkan Bunda mereka pun beberapa kali mengingatkan Putra dan putrinya untuk berhemat dan tidak kalap berbelanja.

"Tidak apa-apa Bun. Kan tidak setiap hari juga kita berbelanja seperti ini."

Itulah jawaban Ikbal dengan santainya. Membuat Bunda mereka pun pasrah mengikuti kedua Putra dan putrinya. Sampai di kontrakan Ikbal Bunda Nining langsung masuk ke dalam kamar untuk membersihkan dirinya dan beristirahat sejenak sebelum makan malam yang sudah di pesan Ikbal agar Bunda Nining tak perlu repot lagi memasak.

"Dek, Manda nanti kuliah dimana?" Tanya Ikbal pada Agnes.

"Ga tau." Jawab Agnes sesuai perjanjian dengan Manda.

"Masa sih? Kakak ga percaya deh." Ikbal.

"Memangnya kalian ga daftar sama-sama di universitas ini?" Ikbal.

"Memangnya kenapa sih Kak? Kangen ya?" Goda Agnes.

"Hus... Apaan sih Dek." Jawab Ikbal tersipu.

"Hm... Bundaaa...." Teriak Agnes namun buru-buru Ikbal menutup mulut Agnes menggunakan kedua tangannya.

"Eh, Ikbal. Apa-apaan ini?" Tanya Bunda Nining yang melihat adegan Ikbal dan Agnes.

"Ng ngga ada Bun. Agnes nih iseng." Jawab Ikbal gugup.

"Kakak nanyain calon mantu." Celetuk Agnes berlari ke belakang tubuh sang Bunda.

"Siapa?" Tanya Bunda Nining.

"Ga ada Bun. Asal banget itu Agnes." Jawab Ikbal menggaruk kepalanya yang tak gatal.

"Manda Bun. Kakak nanyain Manda." Agnes.

"Ikbal."

"Cuma nanya Bun. Kakak masih sabar kok Bun." Ikbal.

"Kenapa ga nikah aja sih Kak? Nanti klo Manda kuliah ada banyak cowok loh ngincer dia." Ucap Agnes memanas-manasi.

"Kalo Kakak sudah siap Bunda sih boleh-boleh saja. Kakak tau kan baik buruknya? Manda usianya sama dengan Agnes jadi Kakak tau kan harus bagaimana menghadapi istri yang kedewasaannya sama dengan adik Kakak." Ikbal.

"Kakak belum bicarakan lagi Bun sama Manda." Ikbal.

"Padahal adek mau nikah loh Kak. Masa kakak nanti di langkahin sama adek?" Celoteh Agnes.

"Apa!"

"Adek!"

"Eeh, kompak bener." Jawab Agnes dengan santainya.

"Kamu pacaran?" Tanya Ikbal dengan muka datarnya.

"Ngga. Tapi, Adek mau langsung nikah aja." Agnes.

"Agnes."

"Adek."

"Iya iya sabar. Adek kan belum bilang kapan adek mau nikah. Aduuuh... Serem banget deh. Udah sana Kakak aja dulu sama Manda. Awas ya nanti kalo Manda ke jakarta Kakak ga boleh berdua-duan." Agnes.

Sementara Agnes begitu menikmati kebersamaannya dengan Bunda dan Kakaknya. Di belahan kota lain Radit terlihat begitu sendu karena tidak dapat bertemu dengan pujaan hatinya. Yang dia kagumi seorang diri.

Saat perjalanan pulang ke bandara Radit melihat sosok yang begitu sangat dia kenali di jendela bis yang melintas berlawanan awah dengan mobil yang di tumpanginya.

"Rif, apa kita bisa kembali ke desa tadi?" Tanya Radit.

"Tidak bisa Bos. Anda sudah ada janji temu makan malam bersama klien." Arif.

"Tunda atau batalkan saja Rif. Gw tau pasti mereka ingin mempertemukan gw dengan putri mereka." Radit.

"Apapun itu tetap Bos tidak bisa kembali ke sana." Arif.

Radit menarik nafas dalam dan menghembuskannya dengan kasar menahan kekecewaan yang di rasakannya. Hidupnya terasa hampa padahal gadis incarannya saja tak merasakan apa-apa.

Satu minggu setelah kepulangannya dari jakarta Agnes dan Manda mempersiapkan diri untuk melanjutkan pendidikan di kota. Walau sedikit atk rela namun Pak Heru dan Bu Alma tetap memberi ijin putri semata wayangnya untuk melanjutkan sekolahnya di kota. Mereka sedikit lega karena Ikbal pun ada di kota yang sama.

Ikbal dan Manda menang menjalin hubungan sejak Ikbal duduk di bangku perkuliahan dan Manda baru saja kelas satu sekolah menengah atas. Keduanya sepakat untuk berhubungan jarak jauh selama kurang lebih tiga tahun. Ikbal berencana akan meminang Manda setelah Manda selesai sekolah nanti.

Namun, kini Pak Heru berubah fikiran. Demi ketenangan dirinya dan juga istrinya. Pak Heru meminta Ikbal untuk segera meminang Manda agar Ikbal dapat menjaga Manda dengan leluasa.

Ikbal pun mengatakan jika dirinya belum bisa membuatkan pesta meriah untuk pernikahannya dan Pak Heru pun setuju dengan Ikbal. Karena yang terpenting Manda dan Ikbal di jauhkan dari hal-hal yang tidak di inginkan.

Dan di putuskan pesta pernikahan akan di adakan bulan depan sebelum Manda dan Agnes memulai perkuliahannya. Sementara keluarga menyiapkan segala hal mengenai pernikahan Manda dan Agnes di sibukkan dengan persiapan perkuliahan mereka. Bahkan Ikbal pun berencana akan pulang menjelang hari pernikahannya nanti.

"Cie... Yang mau jadi manten." Goda Agnes.

"Ish... Awas ya kamu. Makanya cepetan cari cowok biar bisa ngerasain gimana seneng nya jatuh cinta." Manda.

"Nanti nunggu tabungan dia segunung dulu terus dia cari aku buat di lamar." Jawab Agnes sekenanya.

"Terserah."

🌼🌼🌼

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!